Anda di halaman 1dari 11

TEKNIK KHITABAH

Dakwah Tabligh dan Khitabah

Dosen Pengampu:
Dr. Cucu Nurjamilah, S. Ag., M.Ag.

Program Studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam 5A

Oleh:
Indah Oktavianti
NIM. 11831009
Febby Widyatami
NIM. 11831023
Selyani
NIM. 11631042

FAKULTAS USHULUDDIB ADAB DAN DAKWAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PONTIANAK
2020
PENDAHULUAN

Latar belakang
Dakwah adalah upaya setiap muslim untuk merealisasikan fungsi kerisalahan dan fungsi
kerahmatan. Fungsi kerisalahan berarti meneruskan tugas Rasulullah SAW, yang patut dijadikan
tauladan dalam segala budi pekertinya di setiap zaman. Dakwah secara umum adalah upaya
menyampaikan agama Islam kepada seluruh umat manusia.

Berdakwah termasuk ibadah yang paling agung dan ibadah yang memberikan banyak
manfaat kepada umat manusia. Pedoman berdakwah adalah bersumber dari kitabullah dan sunah
Rasulullah Saw yang diharapkan dapat menyempurnakan dakwah Islam yang dilakukan oleh
para da'i. Oleh karena itu setiap pelaku dakwah (da'i) haruslah melengkapi diri dengan ilmu
pengetahuan, medan dakwah termasuk kondisi sosial masyarakatnya, metode dan strategi
dakwah. Di samping itu harus memiliki niat yang ikhlas, sabar, lemah lembut dan sesuai ajaran
islam, selain itu berdakwah juga harus bisa menciptakan suasana gembira, nyaman, tidak
terkesan bahwa agama Islam itu memberatkan.
PEMBAHASAN

A. Dakwah
1. Pengertian dakwah
Secara bahasa (etimologi) dakwah berarti mengajak, menyeru atau memanggil.
Adapun secara istilah (terminologi), dakwah bermakna menyeru seseorang atau
masyarakat untuk mengikuti jalan yang sudah ditentukan oleh Islam berdasarkan Al
Qur’an dan hadist untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam dunia dakwah,
seorang yang berdakwah biasa disebut Da’i dan orang yang menerima dakwah atau orang
yang didakwahi disebut dengan Mad’u.

Seperti dalam Q.S An-Nahl: 125 yang berbunyi:


‫ٱْدُع ِإَلٰى َس ِبيِل َرِّبَك ِبٱْلِح ْك َم ِة َو ٱْلَم ْو ِع َظِة ٱْلَح َس َنِة َو َٰج ِد ْلُهم ِب ٱَّلِتى ِهَى َأْح َس ُن ِإَّن َر َّب َك ُه َو َأْع َلُم ِبَم ن َض َّل َعن‬
١٢٥﴿ ‫﴾َس ِبيِلِهۦ َو ُهَو َأْع َلُم ِبٱْلُم ْه َتِد يَن‬
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang
baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu,
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.

2. Definisi dakwah menurut para ahli:


(1) Pendapat Syekh Ali Mahfudz (1952)
Dalam kitabnya Hidayat Al Mursyidin disebutkan bahwa dakwah
mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru
mereka berbuat kebaikan dan melarang mereka dari berbuat munkar agar merka
mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.8 Pendapat ini juga selaras dengan
pendapat al-Ghazali dalam karangannya yang fenomenal yakni ihya ‘ulumuddin
yang menyatakan bahwa amar makruf dan nahyi munkar adalah inti gerakan
dakwah sekaligus penggerak dalam dinamika dunia Islam.
(2) Pendapat S.M Nasaruddin Lathif (1979)
Dakwah adalah usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya
yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan
mentaati Allah SWT sesuai dengan garis - garis aqidah syari’at serta akhlak
Islamiyyah. Dakwah juga diartikan sebagai ajakan atau seruan untuk mengajak
seseorang atau sekelompok orang untuk mengikuti mengajarkan ajaran dan nilai-
nilai Islam.

3. Karakteristik Dakwah
Dakwah Islamiyah yang benar dan lurus memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1) Rabbaniyyah (Berorientasi Ketuhanan)
Dakwah yang benar haruslah berorientasi ketuhanan. Bertujuan hanya
menyeru kepada Allah Ta’ala dan agama-Nya, dan bukan bertujuan mencari
keuntungan duniawi: harta kekayaan, kedudukan, popularitas, dan sejenisnya.
Dakwah Islamiyah yang benar dan lurus juga disebut
berkarakter rabbaniyyah karena apa yang disampaikannya semata-mata hanyalah
apa-apa yang bersumber dari manhaj-Nya, yakni Al-Qur’an dan sunnah rasul-
Nya.

(2) Islamiyyatun Qabla Jam’iyyatin (Islamisasi sebelum Organisasi)


Dakwah Islamiyah yang benar, berkarakter Islamisasi sebelum organisasi.
Prioritasnya adalah ‘memasarkan Islam’, bukan ‘memasarkan organisasi’, karena
organisasi hanyalah wadah, dan hanya akan berjalan dengan baik dan kokoh jika
proses islamisasi pribadi berjalan baik. Jadi, hendaknya gerakan dakwah tidak
memberikan amanah dakwah yang strategis kepada orang-orang yang belum
memahami dan mengamalkan Islam secara memadai, kecuali sekedar menjadi
pendukung proyek-proyek dakwah secara umum.

(3) Syamilatun Ghairu Juz’iyyatin (Menyeluruh dan Tidak Parsial)


Dakwah Islamiyah bersifat menyeluruh mencakup seluruh nilai-nilai
ajaran Islam, tidak hanya berfokus pada satu bagian ajaran Islam. Dengan begitu
umat diharapkan dapat memahami Islam secara utuh mencakup aqidah, syariah,
dan akhlak.

(4) Mu’ashiratun Ghairu Taqlidiyah (Kekinian Tidak Kuno)


Dakwah Islamiyah yang benar senantiasa seiring dengan perkembangan
zaman, yakni dalam hal cara, sarana, dan strategi yang digunakan. Dakwah perlu
memperhatikan situasi, kondisi, suasana, peristiwa, sikap, keperluan, yang
kemudian dikaitkan dengan sasaran. Para da’i hendaknya terampil memanfaatkan
media yang terus berkembang dari waktu ke waktu untuk kepentingan
dakwahnya. Termasuk dalam lingkup mu’ashirah adalah menyesuaikan cara
pengemasan bahasa dalam menyampaikan pesan dakwah. Maka, para da’I
hendaknya berbicara kepada manusia sesuai dengan kemampuan akal mereka.
Jika hal seperti ini tidak diperhatikan, tentu akan menimbulkan (kebingungan,
kekacauan, salah paham, dan lain-lain) di tengah-tengah umat.

(5) Mahaliyyatun wa ‘Alamiyyatun (Lokal dan Global)


Wilayah kerja dakwah Islamiyah begitu luas, karena ajaran Islam itu tidak
hanya ditujukan untuk kalangan terbatas. Ia diperuntukkan bagi seluruh manusia
di tempat dan di zaman manapun ia berada. Dakwah tentu saja harus berawal dari
skup lokal, yakni memberi perhatian pada masalah-masalah lokal sebelum
melangkah ke skup yang lebih luas. Gerakan dakwah di seluruh muka bumi
hendaknya dapat bersatu dan bersinergi, bahu membahu dalam melaksanakan
dakwah Islam.

(6) ‘Ilmiyyah (Berlandaskan Ilmu)


Makna dakwah bil-hikmah adalah dakwah dengan bukti-bukti yang
menimbulkan keyakinan; berdasarkan dalil nyata dan tidak samar yang
menjelaskan kebenaran; yaitu berdakwah dengan ilmu. Dakwah bukan berasas
pada emosi dan taklid buta atau ikut-ikutan tanpa ilmu. Maka, yang dilakukan
dalam dakwah adalah tau’iyyatun islamiyyatun (upaya penyadaran keislaman),
sehingga mad’u memiliki al-wa’yul islamiy (kesadaran Islam).
(7) Bashiratun Islamiyyatun (Berpandangan Islam)
Ajaran Islam adalah way of life (manhajul hayah) yang sempurna; dengan
konsepsinya yang unik tentang aspek keyakinan (al-i’tiqadi), moral (al-akhlaki),
sikap (as-suluki), perasaan (as-syu’uri), pendidikan (at-tarbawi), kemasyarakatan
(al-ijtima’i), politik (as-siyasi), ekonomi (al-iqtishadi), militer (al-‘askari), dan
hukum (al-jina’i).

(8) Al-Manna’atul Islamiyyah (Memiliki Imunitas Keislaman)


Dakwah Islamiyah hendaknya diemban oleh para da’i yang memiliki
imunitas keislaman, yakni: Pertama, memiliki al-isti’abun nadhariy (penguasaan
teoritis). Mereka ma’rifatul mabda (memahami prinsip Islam), ma’rifatul
fikrah (memahami fikrah), dan ma’rifatul Minhaj (mengenal pedoman Islam).
Kedua, memiliki al-isti’abul ma’nawiy (penguasaan moral). Mereka memiliki al-
iradatul qawiyyah (kemauan yang kuat dalam dakwah) dan al-wafa-u
tsabit (kesetiaan yang kokoh kepada gerakan dakwah). Ketiga, memiliki al-
isti’abul ‘amaliy (penguasaan amal). Mereka melakukan al-harakatul
mustamirah (gerakan amal yang berkelanjutan) dan memiliki ruhul
badzli (semangat pengorbanan).

(9) Inqilabiyyatun Ghairu Tarfi’iyyatin (Perubahan Total, bukan Tambal Sulam)


Hal yang dikehendaki dengan dakwah adalah perubahan total ke arah
dinul Islam; tercelup, terwarnai, dan tercetak oleh ajaran Islam. Hal yang
dikehendaki dari dakwah Islamiyah adalah upaya untuk merubah kondisi pribadi
maupun masyarakat. Setelah memahami Islam, hendaknya mereka berupaya
membersihkan jiwa dari noda dan kotoran masa lalu di masa jahiliyyah. Mereka
hendaknya berupa memulai hidup baru yang sama sekali berbeda dengan masa
lalunya. Interaksinya dengan ajaran Islam hendaknya merubah total lingkungan,
kebiasaan, adat, wawasan, ideologi, serta pergaulannya.
B. Tabligh
1. Pengertian Tabligh
Tablig secara etimologi / bahasa berasal dari kata ballaga-yuballigu-tabligan yang
artinya menyampaikan atau memberitahukan dengan lisan. Adapun menurut terminologi /
istilah, tablig berarti menyampaikan ajaran Islam baik dari Al-Quran maupun Hadist yang
melayani umat manusia.

Tabligh merupakan aktivitas dakwah yang melibatkan interaksi da’i dan mad’u
dan berorientasi pada sosialisasi ajaran islam. Sasaran tabligh adalah mad’u yang bersifat
massa (ummah) dengan metode khitabah, baik secara tatap muka atau bermedia yang
bersifat monologis maupun dialogis. Tujuan tabligh adalah membuka pemahaman mad’u
terhadap ajaran islam yang berimplikasi pada perilaku mereka dalam kehidupan sehari-
hari.

Tablig juga dapat diartikan sebagai kegiatan menyampaikan 'pesan' Allah


Subhanahu Wata'ala secara lisan kepada satu orang Islam atau lebih untuk diketahui dan
diamalkan isinya. Seseorang yang melakukan tabligh disebut dengan muballig. Muballig
ini biasanya menyampaikan tablignya dengan gaya dan retorika yang menarik.

2. Karakteristik Tabligh
Tabligh memiliki beberapa karakteristik yaitu :
(1) Dilakukan oleh orang/da’i yang memiliki pengetahuan keislaman yang mendalam
(2) Dilakukan di tempat terbuka/ramai
(3) Tidak berkelanjutan
(4) Dilaksanakan hanya pada saat momen-momen tertentu
(5) Merupakan kegiatan dakwah yang direncanakan

C. Khitabah
1. Pengertian Khitabah
Khitabah merupakan akar bahasa arab yang berasal dari khataba, yakhtubu,
khutbatan atau khitobatan. Khitabah merupakan sebuah upaya mentransmisikan atau
mendifusikan (mentabligkan) ajaran Islam yang dalam prosesnya melibatkan unsur
khatib sebagai subyek, pesan (maudu), metode (ushlub), media (washilah), dan objek
(mukhatab), yang di lakukan dalam ruang dan waktu tertentu untuk membangun pribadi
muslim yang berkualitas khairul bariyah dan komunitas muslim yang khairul ummah.

Dalam prakteknya kegitan khitobah ini terdiri dalam dua bentuk, yakni khitabah
diniyah dan khitabah ta’tsiriyah. Khitabah diniyah diartikan sebagai proses khutbah yang
secara substansial dan formal menjadi syarat terlaksananya ibadah mahdhah bahkan
penentu sah tidaknya prosesi ibadah mahdzah. Khitobah diniyah terkait secara langsung
dengan pelaksanaan ibadah mahdhah. Diantara khitobah diniyah ini adalah; khutbah
jum’at, khutbah idain, khutbah khusuf dan kusuf, khutbah istisqo dan khutbah saat wuquf
di arafah.

Selain khitobah diniyah, dalam khazanah ilmu dakwah dikenal juga istilah
khitobah ta’tsiriyah. Kalau khitabah diniyah diartikan sebagai proses khitobah (khutbah,
ceramah) yang secara substansial dan formal menjadi prasyarat terlaksananya ibadah
mahdzoh bahkan penentu sah tidaknya prosesi ibadah mahdzoh. maka khitobah
ta’tsiriyah adalah khitobah dimana keterkaitannya dengan ibadah mahdzoh hanya pada
ranah substansi materi bukan sebagai penentu sah tidaknya prosesi ibadah mahdoh
tertentu. Ia menjadi pengiring kegiatan keagamaan yang bersifat ghoer mahdhoh. Tujuan
utama dari khitobah ini adalah membangun syiar agama Allah dalam ragam dimensi
kehidupan ummat. Berbagai perilaku sosial dan budaya ummat yang terus mengalami
perubahan sangat cepat dibingkai dan dikawal oleh kegiatan transmisi nilai-nilai
keislaman. Diantara khitabah ta’tsiriyah adalah : khitabah al-waqi’iyah, khitabah
walimah dan khitabah munadzomah.

2. Karakteristik khitabah
Karakteristik khitabah dibagi menjadi 2 jenis
(1) Khitabah Diniyah
a. Yang menyampaikan harus seorang Mukallaf
b. Materi harus terstruktur dan bersifat baku
c. Isi materi merujuk dan mengkerucut pada peningkatan kualitas iman dan
taqwa
d. Durasi penyampaian materi terbatas
e. Dilakukan di atas mimbar didalam masjid atau dilapangan

(2) Khitabah Ta’tsyiriyah


a. Yang menyampaikan tidak meski seorang mukallaf (anak-anak
diperkenankan)
b. Materi tidak harus terstruktur dan bersifat baku
c. Dalam khitobah ta‟tsiriyah yang bersifat rutinan (majelis ta‟lim) biasanya
mengkaji lieratur atau kitab tertentu
d. Durasi penyampaian materi kondisonal
e. Dilakukan di mimbar didalam masjid atau panggung dilapangan, bisa juga
dimadrasah atau rumah.

D. Hubungan Dakwah, Tabligh dan Khitabah


Dakwah merupakan seruan dan ajakan kepada manusia untuk berbuat kebaikan. Tabligh
adalah bentuk dari dakwah yang dilakukan secara lisan. Dan Khitabah merupakan kegiatan
dalam penyampaian pesan dakwah.

Yang paling tinggi dan paling luas cakupannya adalah dakwah. Di dalam dakwah ada
beberapa jenjang aktifitas. Salah satunya adalah tabligh. Jadi tabligh itu bagian dari dakwah,
tetapi dakwah bukan hanya semata-mata tabligh. Tabligh sendiri berarti menyampaikan. Dari
kata ballagha - yuballighu. Di dalam tabligh, yang menjadi inti masalah adalah bagaimana
agar sebuah informasi tentang agama Islam bisa sampai kepada objek dakwah. Tapi tidak ada
tuntutan lebih jauh untuk mendalami suatu masalah itu.

Sedangkan istilah khutbah dan ceramah sesungguhnya merupakan media dalam


bertabligh. Khutbah itu identik dengan khutbah jumat, yang hukumnya wajib
diselenggarakan tiap hari Jumat. Meski pun di luar khutbah jumat juga kita mengenal adanya
khutbah nikah, khutbah 'Idul Fithri dan 'Idul Adha. Sedangkan ceramah sifatnya agak bebas,
tidak ada ketentuan waktu dan kesempatannya. Misalnya ceramah maulid, pengajian dan
sejenisnya.

Jadi ketiganya saling berhubungan karena sama sama memiliki tujuan yang sama yaitu
menyampaikan risalah kebaikan kepada umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Saputra, Wahidin. 2011. Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta : Kencana


Unzier dkk. 2006. Metode Dakwah, Jakarta : Kencana
Dermawan, Andi dkk. 2002. Metodologi Ilmu Dakwah, Yogakarta: LESFI
Ali Aziz, Moh. 2004. Ilmu Dakwah, Jakarta : Kencana
Widiawati, Nani. 2020. Metodologi Penelitian Komunikasi dan Penyiaran Islam, Tasikmalaya :
Edu Publisher
Ridwan Aang. 2011. “Ragam Khitobah Ta’tsiriyah, Sebuah Telaah Ontologis.” JURNAL ILMU
DAKWAH 5, No. 17

Anda mungkin juga menyukai