Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FILSAFAT DAKWAH

PEMIKIRAN DAN GERAKAN DAKWAH


Dosen Pengampu:
Ahmad Salman Alparizi, S.Kom.I.,

Disusun oleh kelompok 8:


1. Sahrul Hamdi (200302088)
2. Muhammad hidayatullah (200302089)

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAN NEGERI MATARAM
TAHUN AJARAN 2021/2022
A. PENDAHULUAN
Agama Islam merupakan agama terakhir yang diturunkan Allah kepada
Nabi Muhammad SAW, untuk membina umat manusia agar berpegang teguh
kepada ajaran-ajaran yang benar dan diridhai, serta mencapai kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Keberadaan Islam tidak dapat dipisahkan dari aktivitas
dakwah. Tanpa dakwah, maka tidak akan terealisir nilai-nilai ajaran Islam kepada
masyarakat sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Maka dakwah mutlak diperlukan sebagai suatu ikhtiar untuk menyebarkan


ajaran Islam di tengah masyarakat, agar tercipta individu, keluarga, dan
masyarakat yang menjadikannya sebagai pola pikir dan pola hidup agar tercipta
kehidupan bahagia dunia akhirat.

Melihat kenyataan yang dihadapi saat ini yaitu banyak para aktivis dakwah
yang muncul dan diidolakan masyarakat, namun umumnya memiliki basis
keilmuan dakwah yang kuat. Sosok da’i haruslah menjadi penyemangat yang
dapat mengajak masyarakat menuju tatanan hidup yang sejahtera.

Seiring dengan problematika dakwah saat ini, maka seorang da’i haruslah
pandai menyelesaikan segala persoalan yang ada. Da’i harus menggunakan
pemikiran yang tepat dalam mencari metode alternatif, sehingga proses
dakwahnya dapat terus berjalan di mana dan kapan saja.

2
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dakwah paradigma tabligh?

2. Bagaimana dakwah paradigma pengembangan masyarakat?

3. Bagaimana Dakwah paradigma kultural?

1
C. PEMBAHASAN

1. Dakwah Paradigma Tabligh

Dikutip dalam buku Filsafat Dakwah karya Ilyas Ismail, Tabligh menurut
bahasa Indonesia berarti adalah pidato atau ceramah. Tabligh merupakan bagian
penting dari dakwah. Meskipun seperti itu, tabligh sebenarnya tidak diidentikkan
dengan dakwah. Hal ini karena tabligh memiliki cakupan pengertian yang sempit dan
praktiknya yang terbatas. Namun demikian, tabligh sebagai suatu proses penyampaian
ajaran Islam merupakan bagian integral yang tidak mungkin untuk dilampaui. Karena
bagaimanapun juga dakwah dengan cakupan garapannya yang luas itu, tidak mungkin
dilakukan tanpa tabligh.

Kata tabligh itu sendiri sejatinya terkandung makna proses, yakni proses untuk
mengusahakan sesuatu agar bisa sampai kepada tujuan akhir, baik dalam wujud
tempo, ruang maupun keadaan. Walupun begitu, belakangan ini, istilah tabligh
mengalami pereduksian makna. Tabligh tidak dipandang sebagai suatu proses dari
tahapan panjang dakwah, tetapai justru menggeser posisi dakwah itu sendiri. Pola
pikir ini hanya memandang dakwah tak lebih dari sekedar tabligh, yaitu : kegiatan
penyampaian ajaran agama kepada khalayak ( public). Dari sini penyebutan dakwah
menjadi akrab dikenal dengan sebutan tabligh.1

Perkembangan berikutnya dakwah dipandang tidak berbeda, alias identik


dengan ceramah dan khotbah –khotbah. Penentuan kriteria da’I,mengikuti pola piker
ini. Menjadi dibatasi hanya terhadap mereka yang aktif berceramah lewat mimar –
mimbar, dan bukan kepada selainnya walupun tergolong aktif mewujudkan Islam
lewat pemikiran atau tinndakan. Paradigm dakwah yang demikian, lebih lanjut
dikenal dengan madzhab dakwah tabligh.

Fenomena yang terlihat, kebanyakan praktik dakwah di dunia muslim boleh


dibilang berada dalam kategori madzhab tabligh. Kenyataan ini diamini, terutama
oleh mindset umat muslim yang masih sulit membedakan antara dakwah dan tabligh.

1
Ismail, Ilyas dan Prio Hotman. 2011. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama
dan Peradaban Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hlm. 215
2
Di Indonesia sendiri, pola piker demikian, dapai dilihat misalnya dalam penggunaan
label dakwah untuk mewakili untuk penyebutan ceramah atau khotbah. Dalam
implementasinya, dakwah madzhab tabligh memang tidak selalu sewarna. Misalkan
pada level dunia Islam dikenal gerakan jamaah tabligh sebagai salah satu varian dari
madzhab ini. Seperti namanya, gerakan ini boleh dibilang memiliki warna tabligh
yang sangat kental.

Secara historis, gerakan dakwah dengan paradigm tabligh diprakarsai oleh


seorang ulama dari India bernama Muhammad Ibn Ilyas Ibn Muhammad Ismail al-
Khandalawy (1882-1943). Tokoh ini merupakan penganut akidah Maturidiyyah, fikih
madzhab Hanafi dan pengikit tarekat sufi al-jisty sebuah tarekat tasawuf yang
didirikan oleh Mu’inuddin al-Jisty.

Menurut para pendukung paradigma tabligh, umat muslim dibebani kewajiban


untuk menyampaikan risalah Islam dan mengorbankan harta dan jiwa meeraka. Bagi
mereka, tugas utama umat Islam adalah untuk berdakwah, mengajak ke jalan Allah
dan menyebarkan agama, hidayah dan perdamaian dengan niat bekerja demi agama
melampaui kerja demi kebendaan dan duniawi. Lebih dari itu, dakwah Islam
membutuhkan orang –orang seperti para sahabat Rasulullah yang rela keluar dari
rumahnya dan bertebaran di muka bumi untuk mengajak manusia menuju Islam yang
kafah.

Pendekatan dakwah yang mesti dilakukan menurut paradigma ini adalah


mengajak masyarakat melalui nasehat–nasehat dan membujuk mereka untuk berjihad
dari lingkungan yang melalaikan kepada lingkungan masjid, mengembalikan mereka
dari lembah maksiat kepada ketaatan Allah dan menjalani kehidupan mereka seari –
hari sesuai dengan syariat Allah dan sunnah Rasul-Nya, baik hubungan mereka
dengan Allah maupun makhluknya, baik dalam menunaikan perkara-perkara fardhu,
sunnah, hingga kebiasaan sehari –hari. Dalam peristilaha paradigm tabligh,
pendekatan dakwah yang berupa ajakan dan nasihat –nasehat tersebut dikenal dengan
sebutan bayan/penjelasan.2
2
Ismail, Ilyas dan Prio Hotman. 2011. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan
Peradaban Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hlm. 218
3
Dalam bingkai pemikiran dakwah tabligh mubaligh mesti mengenal pokok

–pokok dakwah yang enam (ushul al-da’wah al-sittah). Adapun pokok dakwah :
3
yang petama adalah kembali kepada komitmen tauhid,yaitu kembali berusaha
memahami hakikat pernyataan tauhid dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
kaum muslimin, dengan cara menaati dan mengikuti semua perintah-Nya, menjauhi
semua larangan-Nya, serta berserah diri hanya kepada Allah dan mengikuti semua
sunnah Rasulullah baik berupa ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah.

Pokok yang kedua adalah khudu’ dan khusyu’, maksudnya berusaha segenap
kemampuan untuk melakukan shalat dengan konsentrasi batin disertai dengan sikap
tunduk dan rendah hati mengikuti cara yang dicontohkan Rasulullah. Sedangkan
pokok yang ketiga adalah ilmu serta dzikir. Dalam hal ini, ilmu yang dimaksud
bukanlah pengetahua tentang hokum-hukum agama, melainkan pengetahuan tentang
keutamaan amalan –amalan. Pokok keempat adalah memuliakan kaum muslim,
maksudnya adalah berusaha bergaul dengan baik dengan sesame muslim.

Pokok kelima dari dakwah tabligh adalah membersihkan niat, artinya


meluruskan komitmen semula dengan mengembalikan semua amalan kepada tujuan
awal, senantiasa mengoreksinya dari unsure-unsur keinginan duniawi seperti riya,
sombong, dan lain-lain. Pokok terakhir dari paradigma dakwah tabligh adalah
bepergian di jalan Allah. Maksudnya keluar dari rutinitas sehari–hari dan
memfokuskan diri dan mencurahkan harta untuk tabligh.

2. Dakwah Paradigma Pengembangan Masyarakat

Secara terminologi pengembangan masyarakat Islam berarti


mentransformasikan dan melembagakan semua segi ajaran Islam dalam kehidupan
keluarga, kelompok sosial, dan masyarakat. Menurut Sudjana, pengembangan
masyarakat mengandung arti sebagai upaya yang terencana dan sistematis dilakukan

3
Ismail, Ilyas dan Prio Hotman. 2011. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan
Peradaban Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hlm. 219-220
4
oleh, untuk, dan dalam masyarakat guna meningkatkan kualitas hidup penduduk dan
aspek kehidupannya dalam suatu kesatuan wilayah.4
Dakwah paradigma pengembangan masyarakat lebih mengutamakan aksi dari
pada wacana atau retorika (tabligh). Karena itu pemikiran dakwah ini tidak
terkonsolidasi dalam sebuah madzhab formal tertentu yang sistematik dan dapat
ditelaah sebagai rujukan. Kegiatan dakwah paradigma pengembangan masyarakat
biasanya beraksi dalam bidang-bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan seperti
penyuluhan-penyuluhan, pengembangan ekonomi mikro dan menengah.

Dari segi metode dakwahnya, paradigma dakwah pengembangan masyarakat


berusaha mewujudkan dengan cara menjadikan Islam sebagai pijakan pengembangan
dan perubahan sosial yang bersifat transformative-emansipatoris. Demikian itu karena
menurut cara pandang dakwah pengembangan masyarakat, Islam adalah agama
kemanusiaan-profetik. Karena Islam dilahirkan demi kepentingan kelangsungan hidup
manusia untuk memberdayakan manusia dengan segenap potensinya.

Pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari kegiatan dakwah yang


seringkali dimaknai sebagai aktivitas oral (ceramah). Dakwah dalam bentuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat dikenal dengan dakwah billhal. Berdakwah dengan
tindakan (bilhal) semata-mata tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas
keimanan mad’u, akan tetapi juga sebagai upaya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat sebagai mad’u. Peningkatan taraf kehidupan masyarakat bisa dilakukan
dengan pola pemberdayaan. Seirama dengan paradigma pemberdayaan masyarakat,
bahwa berdakwah mempunyai tujuan untuk mengubah keadaan mad’u melalui
ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

Menurut Komarudin Hidayat, yang telah dikutip dalam buku karya Ilyas
Ismail, agama itu dihadirkan untuk membantu mengembangkan seseorang dan
masyarakat. Demikian itu, sebab agama pada dasarnya adalah kemanusiaan dan
profetik. Gerakan dakwah paradigma pengembangan masyarakat bekerja secara
4
Dianto, Icol. 2018. Peranan Dakwah Dalam Proses Pengembangan Masyarakat Islam,
Jurnal Ilmu Dakwah, Volume 12, Nomor 1. Hlm. 104

5
independen di luar institusi kenegaraan dan berusaha memperkuat civil society yang
menjadi motor penggerak transformasi sosial.

Sebagai suatu pemikiran dan gerakan, madzhab dakwah pengembangan


masyarakat ini memiliki kekuatan dan keunggulan. Setidaknya, madzhab ini telah
berperan dalam memperbaiki paham masyarakat bahwa dakwah sejatinya tidak
hanya pidato/ceramah (tabligh), tetapi juga transformasi sosial dan culture menuju
kualitas khairu ummah.
Sasaran utama dakwah paradigma ini adalah perbaikan kehidupan masyarakat
dalam segala lini kehidupan dengan memanfaatkan dan pengembangan potensi-
potensi yang ada pada masyarakat itu sendiri. Sebagai gerakan sosial, gerakan
dakwah paradigma pengembangan masyarakat, menjaga jarak dan memelihara
independensinya, dengan pemerintah dan kekuatan politik yang ada. 5

3. Dakwah Paradigma Kultural

Dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang menekankan pada Islam secara
kultural 6

Dakwah kultural merupakan turunan dari penafsiran Islam yang bercorak


kultural dinamis-teologis. Penafsiran teologis ini menawarkan pemikiran tentang
bagaimana cara yang obyektif untuk membaca serta memaknai teks dan tradisi
keagamaan. Dakwah kultural tidak menganggap power politik sebagai satu-satunya
alat perjuangan dakwah. Menurut pemikiran Islam kultural, Islam sebagai agama
universal terbuka untuk ditafsirkan sesuai dengan konteks budaya lokal tanpa perlu
takut kehilangan orisinalitasnya.

Alur pemikiran ini menegaskan, bahwa Islam pada dasarnya natural, artinya
Islam selaras dengan kecenderungan alamiah manusia dimana pun berada. Islam tidak
dibatasai oleh kultur tertentu. Karena Islam mampu mengakomodasi setiap budaya
dan turut memberi warn.

5
Ismail, Ilyas dan Prio Hotman. 2011. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan
Peradaban Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hlm. 227-232
6
Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta : AMZAH
6
Jadi Islam dalam pemikiran kultural, dibedakan oleh budaya.Islam untuk
menegaskan nilai-nilai kemanusiaan universal melalui pelaksanaan sistem
moral. Secara subtansial, sistem moral ini dijadikan inspirasi bagi norma-norma
budaya lokal. Hal ini sebagai akulturasi Islam-budaya atau dapat dikatakan
kebudayaan Islam.

Abdurrahman Wahid merupakan tokoh pemikiran dakwah kultural dengan


mengemukakan ide pribumisasi Islam sebagai kritik Arabisasi Islam. Islam harus
dipahami dengan mempertimbangkan faktor-faktor konstekstual, inilah ide
pribumisasi Islam Abdurrahman Wahid (Ismail, 2011: 244). Nurkholis Madjid
merupakan salah satu pelopor gerakan dakwah kultural yang perlu dibedakan antara
tradisi dan tradisionalitas. Dengan mengutip antropolog kenamaan Eisentandt,
tradisi kata Madjid, belum tentu semuanya tidak baik, karena itu dakwah kultural
bertanggung jawab untuk mengayak yang baik dari tradisi dan kemudian di
pertahankan atau bahkan dikembangkan. Adapun tradisionalitas adalah sikap tertutup
yang timbul karena memutlakkan tradisi secara keseluruhan, dan karenanya pasti
tidak baik, dan tradisionalitas inilah yang sebenarnya di kecam Al- Qur’an, bukan
tradisi an sich. Bagi Nurkholish madjid, terlepas dari ketidaktuntasan dalam
menyosialisasikan tauhid, dakwah walisongo merupakan contoh dakwah kultural
dengan mempertahankan kesinambungan identitas budaya atau tradisi.

Islam-budaya mengalami interaksi, dari proses interaksi maka akan muncul


“kebudayaan”, sebagai bentuk “Islam kultural perdana” muncul. Islam kultural
dipandang lunak dan subtantif dalam berdakwah.Gerakan ini membedakan Islam dari
dua sisi.Sisi normatif atau eksoterik dan sisi subtantif atau esoteris.Untuk
menyosialisasikan Islam, Islam kultural cenderung menekankan sisi subtantifesoteris
sebagai pendekatan dakwahnya (Ismail, 2015: 245).7

Melalui pembedaan dua sisi Islam ini, Islam kultural tidak mengabaikan
ketentuan atau hukum-hukum yang mutlak dalam Islam. Tujuan subtantif ini tidak

7
Ismail, Nawari. 2015. Metodologi Penelitian Untuk Studi Islam. Yogyakarta: Samudra Biru.
Hlm. 244-245

7
lain adalah nilai-nilai moral kemanusiaan yang universal. Untuk menemukannya,
pembacaan teks-teks keagamaan tidak boleh berhenti pada sisi eksoteriknya, tetapi
harus menyebrang melampaui sisi esoterisnya. Karena cara tersebut dipandang
mampu berdialog dengan kultur atau budaya lokal tanpa kehilangan
kedinamisannya meskipun berpindah dari suatu budaya ke budaya lain (Ismail,
2011: 245-246).

Dakwah kultural menganggap bahwa sejarah dakwah Islam selalu di warnai


oleh proses akulturasi timbal balik. Dakwah Islam untuk memberikan corak warna
dalam budaya, dengan budaya akan memberikan warna terhadap suatu pemahaman
Islam. kemudian muncul akuturasi budaya dan Islam “perkawinan”. Kemudian lahir
kulturasi, yaitu ketika Islam menginspirasi untuk membentuk suatu model budaya
baru dari budaya lokal yang sudah ada.Karena itu, sekalipun Islam itu tunggal, namun
wujudnya dapat bermacam-macam, dan semuanya itu tidak boleh dianggap sebagai
tidak orisinal. Karena jika demikian, maka akan kesulitan mencari suatu entitas Islam
yang orisinal. Masing-masing bentuk Islam ini syarat di pengaruhi oleh konteks
kultural-situasional. Banyak pakar, baik dari kalangan orientalis maupun Islam sendiri
yang berpendapat bahwa karakter keluwesan Islam dalam berdialog dengan budaya
lokal itulah yang membawa kesuksesan dakwah Islam di Timur dan di Barat.8

Keunggulan lain dakwah kultural yakni universalisme Islam melalui kehadiran


yang indegeneous di tengah-tengah budaya baru. Berbeda dengan mereka yang
memandang universalisme Islam sebagai sistem hidup yang menyangkut seluruh
aspek kehidupan manusia.Pemikiran kultural lebih memandang universalisme Islam
sebagai kemampuan mengakomodasi pluralitas budaya manusia.Berangkat dari
pandangan humanisme,dakwah Islam masuk ke dalam pola budaya yang bermacam-
macam tanpa membawa kesan asing.Ini semua karena dakwah dilakukan dengan
pendekatan kemanusian. Yaitu suatu pendekatan dakwah yang menekankan natur
(karakter ilmiah) manusia sebagai suatu yang konstan, tidak terpengaruh oleh tempat
dan zaman, asal usul rasial maupun kebahasaan.

8
Ismail, Nawari. 2015. Metodologi Penelitian Untuk Studi Islam. Yogyakarta: Samudra Biru.
Hlm. 246
8
Dengan pendekatan budaya lokal ini, dakwah Islam tidak mampu mengadopsi
aneka ragam bentuk budaya, serta mengisinya dengan muatan-muatan yang bernilai
Islam.Paradigma kultural menegaskan bahwa universalisme Islam tidak ingin hanya
sebatas wacana dan ide, maka dakwah mesti ditampilkan secara terbuka (inklusif),
bukan tertutup (eksklusif). Dari keterbukaan maka muncul “budaya Islam
kosmopolitan”.

Contoh yang paling tepat dalam soal ini adalah kebudayaan dan peradaban
Islam pada periode klasik.Sejatiya adalah hasil dari dakwah kultural Islam melalui
kemampuan dalam mengakomodasi budaya lokal.Paradigma kultural sangat
akomodatif terhadap budaya lokal, membuka peluang bagi timbulnya “sinkretisme”.
Abu Hamid al-Ghazali, Ibn Taimiyyah, Rasyid Ridha adalah ulama yang gigih
memberikan kritik bentuk sinkretisme yang terdapat dalam budaya Islam.Dalam
konteks di Indonesia, praktik dakwah walisongo merupakan representasi dari dakwah
kultural.Pakar antropologi kenamaan Thomas Arnold, menyebutkan model dakwah
walisongo ini sebagai lambang keberhasilan penyebaran Islam di Jazirah Melayu,
terutama Jawa.Disebut demikian, karena penyebaran Islam sukses dilakukan tanpa
kekerasan dan kekuatan formal, tatapi melalui penetrasi nilai-nilai Islam (Islamic
values) kultural dan subtansial.

Samsul Munir Amin mengutip pendapat Prof. Dr. KH.Said Aqil Siraj, M.A
mengatakan bahwa diihat dari sisi historis, visi kultural umat Islam, pernah terjadi
pada era Muawiyah yang dipelopori Hasan Bashri dengan mendirikan 63 forum
kajian (semacam LSM) yang nantinya melahirkan para ilmuwan dari berbagai disiplin
ilmu, hingga kemudian di teruskan oleh walisongo, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad
Dahlan, dan sebagainya.

Masuk era kontemporer Indonesia, mereka yang termasuk dalam jajaran


pendukung madzab kultural adalah K.H. Abdurrahman wahid, Nurkholish Madjid,
Jalaluddin Rakhmad, M. Amin Abdullah, dan Abdul munir Mulkhan. Mereka adalah
orang-orang yang berwawasan luas dengan latar belakang pendidikan, kebanyakan
berasal dari pesantren, sehingga representasi lembaga dakwah kultural, di samping
pendidikan lanjutan yang mereka dapatkan di luar negeri. Ide-ide dan gagasan
9
mereka mendukung mazhab kultural dakwah, Nurkholis Madjid misalnya, terkenal
dengan ide kosmopolitanisme Islam, K.H. Abdurrahman Wahid dengan gagasannya
tentang pribumisasi Islam, Jalaluddin Rakhmad tentang ide Islam alternatif,
Abdul Munir Mulkhan dengan gagasan agama dan pluralitas budaya. Sementara itu,
M. Amin Abdullah, adalah aktivitas muda Islam yang amat gigih menyuarakan
konsep Islam kultural.

Upaya dakwah kultural bertujuan agar ajaran dan nilai-nilai Islam dapat
diimplementasikan secara aktual dan fungsional dalam kehidupan sosial.

D. Kesimpulan

Dalam aliran-aliran pemikiran dan gerakan dakwah terdapat tiga paradigma


dakwah. Pertama Dakwah paradigma tabligh yakni Kegiatan penyampaian ajaran
agama kepada khalayak (public) adapun Pokok-pokok dakwahnya: Kembali kepada
komitmen tauhid, Khudu’ atau khusyu’, Ilmu serta dzikir, Memuliakan kaum muslim,
dan Membersihkan niat.

Kedua, Dakwah paradigma pengembangan masyarakat lebih mengutamakan


aksi daripada wacana atau retorika (tabligh). Dari segi metodenya, paradigm dakwah
pengembangan masyarakat berusaha mewujudkan dengan cara menjadikan islam
sebagai pijakan pengembangan dan perubahan social yang bersifat transformative-
emansipatoris.

Ketiga, Dakwah paradigm kultural adalah aktivitas dakwah yang menekankan


pada Islam secara kultural. Alur pemikiran ini menegaskan, bahwa Islam pada
dasarnya natural, artinya Islam selaras dengan kecenderungan alamiah manusia
dimanapun berada. Islam tidak dibatasi oleh kultur tertentu. Karena Islam mampu
mengkomodasi setiap budaya dan turut memberi warna

10
DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Ilyas dan Prio Hotman. 2011. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama
dan Peradaban Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Dianto, Icol. 2018. Peranan Dakwah Dalam Proses Pengembangan Masyarakat


Islam, Jurnal Ilmu Dakwah, Volume 12, Nomor 1

Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta : AMZAH

Ismail, Nawari. 2015. Metodologi Penelitian Untuk Studi Islam. Yogyakarta:


Samudra Biru.

Dari internet:

https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/muharrik/article/view/124

diakses pada tanggal 17 februari 2022

11

Anda mungkin juga menyukai