Melihat kenyataan yang dihadapi saat ini yaitu banyak para aktivis dakwah
yang muncul dan diidolakan masyarakat, namun umumnya memiliki basis
keilmuan dakwah yang kuat. Sosok da’i haruslah menjadi penyemangat yang
dapat mengajak masyarakat menuju tatanan hidup yang sejahtera.
Seiring dengan problematika dakwah saat ini, maka seorang da’i haruslah
pandai menyelesaikan segala persoalan yang ada. Da’i harus menggunakan
pemikiran yang tepat dalam mencari metode alternatif, sehingga proses
dakwahnya dapat terus berjalan di mana dan kapan saja.
2
B. Rumusan Masalah
1
C. PEMBAHASAN
Dikutip dalam buku Filsafat Dakwah karya Ilyas Ismail, Tabligh menurut
bahasa Indonesia berarti adalah pidato atau ceramah. Tabligh merupakan bagian
penting dari dakwah. Meskipun seperti itu, tabligh sebenarnya tidak diidentikkan
dengan dakwah. Hal ini karena tabligh memiliki cakupan pengertian yang sempit dan
praktiknya yang terbatas. Namun demikian, tabligh sebagai suatu proses penyampaian
ajaran Islam merupakan bagian integral yang tidak mungkin untuk dilampaui. Karena
bagaimanapun juga dakwah dengan cakupan garapannya yang luas itu, tidak mungkin
dilakukan tanpa tabligh.
Kata tabligh itu sendiri sejatinya terkandung makna proses, yakni proses untuk
mengusahakan sesuatu agar bisa sampai kepada tujuan akhir, baik dalam wujud
tempo, ruang maupun keadaan. Walupun begitu, belakangan ini, istilah tabligh
mengalami pereduksian makna. Tabligh tidak dipandang sebagai suatu proses dari
tahapan panjang dakwah, tetapai justru menggeser posisi dakwah itu sendiri. Pola
pikir ini hanya memandang dakwah tak lebih dari sekedar tabligh, yaitu : kegiatan
penyampaian ajaran agama kepada khalayak ( public). Dari sini penyebutan dakwah
menjadi akrab dikenal dengan sebutan tabligh.1
1
Ismail, Ilyas dan Prio Hotman. 2011. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama
dan Peradaban Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hlm. 215
2
Di Indonesia sendiri, pola piker demikian, dapai dilihat misalnya dalam penggunaan
label dakwah untuk mewakili untuk penyebutan ceramah atau khotbah. Dalam
implementasinya, dakwah madzhab tabligh memang tidak selalu sewarna. Misalkan
pada level dunia Islam dikenal gerakan jamaah tabligh sebagai salah satu varian dari
madzhab ini. Seperti namanya, gerakan ini boleh dibilang memiliki warna tabligh
yang sangat kental.
–pokok dakwah yang enam (ushul al-da’wah al-sittah). Adapun pokok dakwah :
3
yang petama adalah kembali kepada komitmen tauhid,yaitu kembali berusaha
memahami hakikat pernyataan tauhid dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
kaum muslimin, dengan cara menaati dan mengikuti semua perintah-Nya, menjauhi
semua larangan-Nya, serta berserah diri hanya kepada Allah dan mengikuti semua
sunnah Rasulullah baik berupa ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah.
Pokok yang kedua adalah khudu’ dan khusyu’, maksudnya berusaha segenap
kemampuan untuk melakukan shalat dengan konsentrasi batin disertai dengan sikap
tunduk dan rendah hati mengikuti cara yang dicontohkan Rasulullah. Sedangkan
pokok yang ketiga adalah ilmu serta dzikir. Dalam hal ini, ilmu yang dimaksud
bukanlah pengetahua tentang hokum-hukum agama, melainkan pengetahuan tentang
keutamaan amalan –amalan. Pokok keempat adalah memuliakan kaum muslim,
maksudnya adalah berusaha bergaul dengan baik dengan sesame muslim.
3
Ismail, Ilyas dan Prio Hotman. 2011. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan
Peradaban Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hlm. 219-220
4
oleh, untuk, dan dalam masyarakat guna meningkatkan kualitas hidup penduduk dan
aspek kehidupannya dalam suatu kesatuan wilayah.4
Dakwah paradigma pengembangan masyarakat lebih mengutamakan aksi dari
pada wacana atau retorika (tabligh). Karena itu pemikiran dakwah ini tidak
terkonsolidasi dalam sebuah madzhab formal tertentu yang sistematik dan dapat
ditelaah sebagai rujukan. Kegiatan dakwah paradigma pengembangan masyarakat
biasanya beraksi dalam bidang-bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan seperti
penyuluhan-penyuluhan, pengembangan ekonomi mikro dan menengah.
Menurut Komarudin Hidayat, yang telah dikutip dalam buku karya Ilyas
Ismail, agama itu dihadirkan untuk membantu mengembangkan seseorang dan
masyarakat. Demikian itu, sebab agama pada dasarnya adalah kemanusiaan dan
profetik. Gerakan dakwah paradigma pengembangan masyarakat bekerja secara
4
Dianto, Icol. 2018. Peranan Dakwah Dalam Proses Pengembangan Masyarakat Islam,
Jurnal Ilmu Dakwah, Volume 12, Nomor 1. Hlm. 104
5
independen di luar institusi kenegaraan dan berusaha memperkuat civil society yang
menjadi motor penggerak transformasi sosial.
Dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang menekankan pada Islam secara
kultural 6
Alur pemikiran ini menegaskan, bahwa Islam pada dasarnya natural, artinya
Islam selaras dengan kecenderungan alamiah manusia dimana pun berada. Islam tidak
dibatasai oleh kultur tertentu. Karena Islam mampu mengakomodasi setiap budaya
dan turut memberi warn.
5
Ismail, Ilyas dan Prio Hotman. 2011. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan
Peradaban Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hlm. 227-232
6
Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta : AMZAH
6
Jadi Islam dalam pemikiran kultural, dibedakan oleh budaya.Islam untuk
menegaskan nilai-nilai kemanusiaan universal melalui pelaksanaan sistem
moral. Secara subtansial, sistem moral ini dijadikan inspirasi bagi norma-norma
budaya lokal. Hal ini sebagai akulturasi Islam-budaya atau dapat dikatakan
kebudayaan Islam.
Melalui pembedaan dua sisi Islam ini, Islam kultural tidak mengabaikan
ketentuan atau hukum-hukum yang mutlak dalam Islam. Tujuan subtantif ini tidak
7
Ismail, Nawari. 2015. Metodologi Penelitian Untuk Studi Islam. Yogyakarta: Samudra Biru.
Hlm. 244-245
7
lain adalah nilai-nilai moral kemanusiaan yang universal. Untuk menemukannya,
pembacaan teks-teks keagamaan tidak boleh berhenti pada sisi eksoteriknya, tetapi
harus menyebrang melampaui sisi esoterisnya. Karena cara tersebut dipandang
mampu berdialog dengan kultur atau budaya lokal tanpa kehilangan
kedinamisannya meskipun berpindah dari suatu budaya ke budaya lain (Ismail,
2011: 245-246).
8
Ismail, Nawari. 2015. Metodologi Penelitian Untuk Studi Islam. Yogyakarta: Samudra Biru.
Hlm. 246
8
Dengan pendekatan budaya lokal ini, dakwah Islam tidak mampu mengadopsi
aneka ragam bentuk budaya, serta mengisinya dengan muatan-muatan yang bernilai
Islam.Paradigma kultural menegaskan bahwa universalisme Islam tidak ingin hanya
sebatas wacana dan ide, maka dakwah mesti ditampilkan secara terbuka (inklusif),
bukan tertutup (eksklusif). Dari keterbukaan maka muncul “budaya Islam
kosmopolitan”.
Contoh yang paling tepat dalam soal ini adalah kebudayaan dan peradaban
Islam pada periode klasik.Sejatiya adalah hasil dari dakwah kultural Islam melalui
kemampuan dalam mengakomodasi budaya lokal.Paradigma kultural sangat
akomodatif terhadap budaya lokal, membuka peluang bagi timbulnya “sinkretisme”.
Abu Hamid al-Ghazali, Ibn Taimiyyah, Rasyid Ridha adalah ulama yang gigih
memberikan kritik bentuk sinkretisme yang terdapat dalam budaya Islam.Dalam
konteks di Indonesia, praktik dakwah walisongo merupakan representasi dari dakwah
kultural.Pakar antropologi kenamaan Thomas Arnold, menyebutkan model dakwah
walisongo ini sebagai lambang keberhasilan penyebaran Islam di Jazirah Melayu,
terutama Jawa.Disebut demikian, karena penyebaran Islam sukses dilakukan tanpa
kekerasan dan kekuatan formal, tatapi melalui penetrasi nilai-nilai Islam (Islamic
values) kultural dan subtansial.
Samsul Munir Amin mengutip pendapat Prof. Dr. KH.Said Aqil Siraj, M.A
mengatakan bahwa diihat dari sisi historis, visi kultural umat Islam, pernah terjadi
pada era Muawiyah yang dipelopori Hasan Bashri dengan mendirikan 63 forum
kajian (semacam LSM) yang nantinya melahirkan para ilmuwan dari berbagai disiplin
ilmu, hingga kemudian di teruskan oleh walisongo, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad
Dahlan, dan sebagainya.
Upaya dakwah kultural bertujuan agar ajaran dan nilai-nilai Islam dapat
diimplementasikan secara aktual dan fungsional dalam kehidupan sosial.
D. Kesimpulan
10
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, Ilyas dan Prio Hotman. 2011. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama
dan Peradaban Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Dari internet:
https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/muharrik/article/view/124
11