Anda di halaman 1dari 8

Pengembangan Mad’u dalam Sistem

Dakwah Islamiyah
Zulfa Yusriyyah
Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN, Bandung,
Indonesia
Email: zulfayusriyyah24@gmail.com

ABSTRAK
Bagi komunitas muslim dakwah memegang peranan penting sama pentingnya
dengan pembangunan, dan bahkan dakwah itu sendiri hakikatnya adalah
pembangunan. Berkembang dan tidaknya sebuah komunitas (ummat) sangatlah
bergantung pada intensitas dan kualitas dakwah yang dilakukan oleh ummat Islam.
Dakwah merupakan kerja sadar dalam rangka menegakkan keadilan,
meningkatkan kesejahteraan, menyuburkan persamaan, serta mencapai
kebahagiaan. Dakwah merupakan suatu komunikasi Islam, yaitu suatu aktivitas
komunikasi yang dilakukan secara sengaja dan sadar yang berupa ajakan kepada
jalan Allah dengan amar ma’ruf nahi munkar untuk meraih kebahagiaan manusia
dunia dan akhirat. Ketika berdakwah, da’i perlu bahkan harus mengetahui kondisi
psikologis objek yang didakwahi (mad’u) agar apa yang disampaikan nantinya
dapat tersampaikan dengan baik. Dalam hal ini, psikologi memberikan jalan
bagaimana menyampaikan materi dan menetapkan metode dakwah kepada
manusia yang merupakan makhluk totalitas (psikofisik) dan memiliki kepribadian
baik dari faktor dalam maupun pengaruh dari luar. Dengan demikian, psikologi
dalam proses dakwah mempunyai titik perhatian pada pengetahuan tentang
tingkah laku manusia. Dengan berlandaskan unsur-unsur kejiwaan atau psikologi,
proses dakwah akan berjalan sesuai kebutuhan yang diharapkan manusia sebagai
individu dan makhluk sosial.

Kata kunci: mad’u, dakwah, pengembangan masyarakat islam


ABSTRACT
For the Muslim community da'wah plays an important role as important as
development, and even da'wah itself is essentially development. Whether or not a
community (ummat) develops depends on the intensity and quality of da'wah
carried out by the Islamic community. Da'wah is a conscious work in order to
uphold justice, improve welfare, foster equality, and achieve happiness. Da'wah
is an Islamic communication, namely a communication activity carried out
intentionally and consciously in the form of an invitation to the way of Allah by
amar ma'ruf nahi munkar to achieve human happiness in this world and the
hereafter. When preaching, the da'i needs to even know the psychological
condition of the object being preached (mad'u) so that what is conveyed can be
conveyed properly. In this case, psychology provides a way of conveying material
and establishing da'wah methods to humans who are creatures of totality
(psychophysics) and have personalities from both internal factors and external
influences. Thus, psychology in the process of preaching has a focus on
knowledge about human behavior. Based on psychological or psychological
elements, the da'wah process will run according to the needs expected of humans
as individuals and social beings.
Keywords: mad'u, da'wah, development of Islamic society

I. PENDAHULUAN

Pengembangan mad’u Islam (Islamic Community Development) merupakan


sebuah bentuk dakwah dengan sasaran semakin terberdayakan potensi potensi
yang ada di masyarakat. Secara implementatif untuk mencapai sasaran tersebut
memerlukan dukungan teoritik yang mapan, sebuah perangkat konseptual dan
operasional yang dapat diaplikasikan. Pertama sasaran pengembangan perlu
diperjelas, apa saja faktor-faktor yang ada di masyarakat dan dipandang mampu
mengangkat kualitas kehidupan dan kesejahteraan, setelah itu apa stretaginya,
pelakunya harus siapa, bagaimana pencapaiannya serta apa saja yang dibutuhkan
untuk memperlancar pencapaian itu. Jika menilik pada perangkat mekanis dan
teknis dari pengembangan ini, maka tampaknya program ini diakui masih perlu
usaha dan kerja keras para ahli, peneliti dan ilmuan di bidang relevan untuk
melakukan kajian-kajian yang bersifat intensif terutama dengan memanfaatkan
teori-teori yang sudah banyak berkembang pada disiplin ilmu sosial lain
( melakukan Iqtibas). Misalnya ada banyak ilmu yang relevan dari ilmu-ilmu
dasar seperti sosiologi dan psikologi maupun ilmu sosial lain seperti ekonomi,
politik dan humaniora.Sedangkan apabila menilik pada asal muasal lahirnya
bidang ini (pengembangan masyarakat Islam), tidak bisa dipisahkan dengan
dakwah. Dakwah memiliki sasaran yang beragam bukan hanya dari jenis
perkembangan masalah yang terjadi pada lingkup individual akan tetapi juga
membidikan sasarannya pada masyarakat secara umum, bahkan dalam
perkembangannya ilmu dakwah menjelaskan adanya 6 konteks sasaran/ mad’u
yang digarap oleh dakwah yaitu dari mulai diri sendiri (da’wah an-nafsiyah), antar
perseorangan (da’wah al-fardiyyah), sasaran kelompok (da’wah al-fi’ah),
organisasi (da’wah al-hijbiyah), antar etnik (da’wah as-syu’ubiyah wa
qobailiyyah), komunitas massal (da’wah al-ummah). Dengan demikian
pengembangan masyarakat Islam termasuk di dalamnya. Dari segi psikologi,
dakwah dalam prosesnya dipandang sebagai pembawa perubahan. Dari segi
dakwah, psikologi banyak memberi jalan pada perumusan tujuan dakwah
pemilihan materi dan penetapan metodenya. Bagi seorang da’i mempelajari
metode psikologi dapat memungkinkan mengenal berbagai aspek atau prinsip
yang dapat menolongnya menelaah tingkah laku manusia dengan lebih kritis dan
juga dapat memberikan pengertian yang lebih mendalam tentang tingkah laku.
Namun, dalam kondisi saat ini banyak da’i yang masih asal-asalan menjalankan
dakwahnya tanpa memperhatikan bagaimana keadaan mad’unya. Da’i seringkali
menyamaratakan setiap mad’u yang dihadapi, baik dari materi yang disampaikan
dan metode yang digunakan. Sehingga mengakibatkan materi yang disampaikan
tidak mengena bahkan dianggap sebagai angin lalu. Dengan demikian, yang perlu
diperhatikan oleh da’i adalah situasi dan kondisi masyarakat obyek khususnya
situasi psikologisnya, dimana manusia sebagai makhluk yang mempunyai jasmani
dan rohani yang unik. Proses perubahan dan perkembangan pribadi sasaran
(mad’u) dakwah sangat rumit. Da’i yang menghadapinya juga komplek sehingga
memahami kondisi psikologi sangat dibutuhkan dalam proses ini.
II. LANDASAN TEORITIS

A. Mad’u
Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik
sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama islam maupun tidak,
atau dengan kata lain, manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama islam,
dakwah mengajak mereka untuk mengikuti agama islam, sedangkan kepada orang-orang yang
telah beragama islam dakwah bertujuan meningkatkan kwalitas iman, islam, dan ihsan.
Menurut Abdul Munir Mulkhan, bahwa objek dakwah (mad’u) ada dua sasaran , yaitu umat
da’wah dan umat ijabah. Umat da’wah adalah masyarakat yang non muslim sedangkan umat
ijabah adalah mereka yang sudah menganut agama islam. Kepada manusia yang belum beragama
islam, da’wah bertujuan untuk mengikuti agama islam. Sedangkan bagi mereka yang telah
beragam islam, da’wah bertujuan meningkatkan kualitas keimanan.

B. Mad’u Sebagai Sentral Da’wah


Objek da’wah (mad’u) adalah merupakan sasaran da’wah, yang tertuju pada masyarakat
luas, mulai dari diri sendiri, keluarga, kelompok, baik yang menganut islam maupun tidak,
salah satu sasaran utama yang hendak dicapai melaui da’wah adalah pemberdayaan
masyarakat menuju suatu komunitas atau masyarakat yang khaira ummah, the best ummah.
Bukan hanya dari aspek-aspek keimanan dan ibadah semata, melainkan dari aspek-aspek
sosial seperti pendidikan. Untuk memosisikan mad’u sebagai sentral da’wah , perlu
memerhatikan tiga hal:

a. Da’wah harus memperhatikan kapasitas pemikiran (tingkat intelektual) suatu


masyarakat.
Tingkat pemahaman suatu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lainnya
pasti berbeda. Perbedaan pemahaman ditentukan banyak variabel, diantaranya tingkat
kemajuan budaya dan peradaban masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang masih
sederhana dan bersahaja memiliki kecenderungan memahami dengan mudah dan apa adanya.
Sedangkan masyarakat yang memiliki intelektual lebih tinggi cenderung memahami agama
lebih kompleks.

b. Da’wah harus memperhatikan kondisi kejiwaan (psikologis) mad’u.


Dipandang dari sudut suasana kejiwaannya, setiap masyarakat memiliki suasana kejiwaan
masing-masing, maka da’wah yang manusiawi dan sekaligus komunikatif adalah da’wah
yang dapat memahami perbedaan psikologis setiap masyarakat dan mencarikan jalan keluar
yang tepat dan sesuai dengan suasana kebatinan mereka. Maka dalam pemilihan dan
penyesuaian materi da’wah menjadi hal penting yang harus diperhatikan.

c. Da’wah harus memperhatikan problematika kekinian yang harus dihadapi oleh


masyarakat.
Risalah islam diturunkan dengan kepentingan merespon masalah-masalah umat manusia dan
membantu mencarikan jalan keluar dengan mengarahkan manusia melalui bimbingan agar
lebih berpihak pada nilai-nilaimoral dan ketuhanan. Dalam pelaksanaannya da’wah harus
bersifat komunikatif dan interaktif. Komunikatif berarti bahwa da’wah harus memahami dan
merespon setiap problematika umat. Sedangkan interktif berarti da’wah harus mampu
berdialog dengan berbagai pihak dan kelompok dalam rangka mecari solusi dan memecahkan
masalah yang dihadai oleh umat. Dengan demikian da’wah dituntut untuk selalu inovatif dan
kreatif dalam menjawab tantangan zaman dan perubahan sosial.

C. Dakwah
Dakwah menurut etimologi (bahasa) berasal dari kata bahasa Arab : da’a-yad’u-da’watan
yang berarti mengajak, menyeru, dan memanggil. Di antara makna dakwah secara bahasa
adalah:

An-Nida artinya memanggil; da’a filanun Ika fulanah, artinya si fulan mengundang fulanah
Menyeru, ad-du’a ila syai’i, artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu.
Dalam dunia dakwah, rang yang berdakwah biasa disebut Da’i dan orang yang menerima
dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan Mad’u. Dalam pengertian istilah dakwah
diartikan sebagai berikut:
a. Prof. Toha Yaahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak
umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan
untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
b. Syaikh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi
dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar berbuat
kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan
mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
c. Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan
hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
d. Menurut Prof Dr. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk menganut suatu
pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada
aktivitas yang memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar.
e. Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada
kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah fardlu yang diwajibkan kepada
setiap muslim.
Dari beberapa definisi di atas secara singkat dapat disimpulkan bahwa dakwah merupakan
suatu aktivitas yang dilakukan oleh informan (da’i) untuk menyampaikan informasi kepada
pendengar (mad’u) mengenai kebaikan dan mencegah keburukan. Aktivitas tersebut dapat
dilakukan dengan menyeru, mengajak atau kegiatan persuasif lainnya. Dakwah menjadikan
perilaku Muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin yang harus
didakwahkan kepada seluruh manusia, yang dalam prosesnya melibatkan unsur: da’i (subyek),
maaddah (materi), thoriqoh (metode), wasilah (media), dan mad’u (objek) dalam mencapai
maqashid (tujuan) dakwah yang melekat dengan tujuan Islam yaitu mencapai kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat.

Islam sebagai agama merupakan penerus dari risalah-risalah yang dibawa nabi terdahulu,
terutama agama-agama samawi seperti Yahudi dan Nasrani. Islam diturunkan karena terjadinya
distorsi ajaran agama, baik karena hilangnya sumber ajaran agama sebelumnya ataupun
pengubahan yang dilakukan pengikutnya. Dalam agama Nasrani misalnya, hingga saat ini belum
ditemukan kitab suci yang asli. Karena dakwah merupakan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar,
dakwah tidak selalu berkisar pada permasalahan agama seperti pengajian atau kegiatan yang
dianggap sebagai kegiatan keagamaan lainnya. Paling tidak ada tiga pola yang dapat dipahami
mengenai dakwah.

D. Dasar Dakwah Dalam Masyarakat Islam


Dakwah sebagai aktivitas di dalam kehidupan seorang muslim, maka sudah barang tentu
aktivitas tersebut haruslah berlandaskan pada dasar dasar ajaran agama Islam itu sendiri
Adapun pokok landasan ajaran Islam pada dasamya ialah AI-Qur’an dan al-Hadits. Sedangkan
pelaksanaan dakwah tersebut, juga menyangkut komunikasi antar sesama manusia dalam
masyarakat. Oleh karena itu, perlu diperhatikan pula peraturan-peraturan yang berlaku di
dalam nasyarakat tersebut, Sehingga dengan demikian pelaksanaan dakwah tidak banyak
mengalami hambatan-hambatan.

E. Sarana Dakwah dan Realisasi Target dalam Sistem Dakwah Islamiyah


Dengan pemahaman yang benar terhadap dakwah, kita berupaya melaksanakan pemahaman
ini agar terjelma dalam kehidupan yang nyata, dan prinsip-prinsip yang dilaksanakan dapat
disaksikan dan dirasakan pengaruhnya oleh manusia. Hal itu dilakukan melalui upaya untuk
merealisasikan target-target berikut ini:
1. Ishlah An-Nafs (perbaikan jiwa), sehingga menjadi seorang muslim yang kuat fisiknya, baik
akhlaknya, luas wawasan berpikirnya, mampu bekerja, bersih akidahnya, benar ibadahnya
dan bermanfaat untuk orang lain. Perbaikan ini menuntun hingga menjadi manusia asan
takwim.
2. Membina rumah tangga islami sehingga berimbas pada harmonisasi kehidupan dalam
lingkup keluarga maupun masyarakat luas.
3. Irsyad Al-Mujtama’ (memberi pengarahan kepada masyarakat) yakni dengan menanamkan
prinsip amar ma’ruf nahi mungkar.
4. Berdakwah kepada pemerintah untuk menerapkan syariat Allah dengan segala metode yang
bijaksana dan akhlak islami
5. Berdakwah untuk mewujudkan persatuan Islam dengan cara misalnya melakukan konsolidasi
kepada negara-negara Islam.

Cara untuk mewujudkan target mulia tersebut ialah dengan cara sebagai berikut:
 Melalui dakwah yang disampaikan dengan hikmah (bijaksana), nasihat yang baik, dan
bantahan dengan yang baik pula
 Dengan pendidikan Islam yang bermanhajkan Qur’an dan ajaran Rosul
 Bangunan pendidikan Islam adalah tempat mereka dididik dengan pendidikan Islam.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengembangan Mad’u dalam Sistem Dakwah Islamiyah : Persoalan Makna

Dakwah sebagai proses penyelamatan manusia dari berbagai persoalan yang merugikan,
merupakan kerja dan karya besar manusia -baik secara individual maupun sosial- yang
dipersembahkan untuk Tuhan dan sesamanya. Dakwah merupakan kerja sadar dalam rangka
menegakkan keadilan, meningkatkan kesejahteraan, menyuburkan persamaan, mencapai
kebahagiaan berdasarkan sistem yang disampaikan Allah SWT. Secara normatif yang dijadikan
landasan dalam berdakwah adalah al-Quran surat An-Nahl [16] ayat 125, yang berbunyi: Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk. Berdasarkan ayat tersebut, dakwah merupakan kewajiban mengajak manusia ke jalan
Allah dengan cara hikmah, mau’idhah hasanah, dan mujadalah secara ahsan yang diaplikasikan
dengan cara bi ahsan al-qaul dan bi ahsan al- amal, sebagaimana disebutkan dalam al Quran surat
Fushshilat [41]:33. Dakwah merupakan perwujudan tugas dan fungsi manusia sebagai khalifah fi
al-ardh yang melekat sejak awal penciptaan manusia, yaitu dalam rangka menumbuhkan dan
mewujudkan keshalehan individual dan keshalehan sosial, yaitu pribadi yang memiliki kasih
sayang terhadap sesama dan mewujudkan tatanan masyarakat marhamah yang dilandasi oleh
kebenaran tauhid, persamaan derajat, semangat persaudaraan, kesadaran akan arti
penting kesejahteraan bersama, dan penegakkan keadilan di tengah-tengah kehidupan
masyarakat.
Tugas dan fungsi manusia sebagaimana disebutkan di atas merupakan implikasi dari
kedudukan dan posisi manusia sebagai hamba Allah yang angkat menjadi petugas-Nya dengan
jabatan sebagai khalifah (wakil Allah) di bumi, sebagaimana ditegaskan dalam al
Qur’an, yaitu:
1. Tugas beribadah, yakni menegakkan ke-Esaan Allah, memberantas segala macam
kemusyrikan dan melaksanakan pengabdian kepada-Nya.
2. Tugas khalifah, yakni bahwa manusia adalah khalifah (wakil) Allah dibumi.
Sebagai khalifah, manusia mengembang tugas untuk membangun danmemakmurkan bumi ini
dengan pembangunan yang berparadigma surgawi, yakni masyarakat mengakui bahwa Allah
adalah Tuhan Mereka dan mereka tidak dihantui rasa takut juga tidak dibebani keprihatinan.

Dengan demikian karakter masyarakat yang dibangun memiliki ciri sebagai berikut:
1. La khaufun ‘alaihim, yakni masyarakat yang tidak mengenal dan tidak dihantui
ketakutan, yaitu masyarakat yang bersatu, aman, tertib, bersih dan berakhlak mulia.
2. Walahum yahzanun, yakni masyarakat yang tidak mengenal dan tidak dibebani
kprihatinan (duka cita), yaitu masyarakat yang makmur dengan keadilan yang merata. Sedangkan
tugas manusia sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi.

Sedangkan kunci agar masyarakat terhindar dari kekhawatiran dan tidak berduka cita, mesti
didasari oleh adanya keyakinan dan pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan mereka,
sebagaimana ditegaskan dalam al Qur’an:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka
tetap istiqamah Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka
cita.Tugas di atas,

Dalam perspektif dakwah Islamiyah merupakan kegiatan dakwah dalam bentuk tathwir atau
tamkin, yakni proses pembangunan atau Pengembangan Masyarakat Islam. Secara etimologis
tathwir berarti pengembangan, dan secara terminologis berarti kegiatan dakwah dengan cara
transformasi ajaran Islam melalui aksi amal shaleh berupa pemberdayaan (taghyîr, tamkîn)
sumber daya manusia, sosial, ekonomi dan lingkungan. Pada tataran praksis, kata tathwîr
identik dengan tamkîn yang berarti pembangunan masyarakat, yang secara spesifik dapat
diartikan sebagai Pengembangan Masyarakat Islam (PMI). Pengertian tamkîn yang
diformulasikan sebagai bentuk transformasi, pada dasarnya mengacu pada penjelasan kata
makkana. Manusia dalam hal ini harus melakukan upaya pengembangan dalam rangka
membangun diri dan masyarakatnya guna mencapai cita-cita kehidupannya sesuai dengan aturan
Allah, sebagai wujud syukur kepadanya. Dalam konteks ini dakwah tathwir merupakan salah satu
bagian perwujudannya.

B. Posisi Pembangunan Masyarakat Islam dalam Dakwah

Kegitan dakwah Islamiyah sebagaimana diuraiakan sebelumnya merupakan proses pembangunan


untuk mewujudkan masyarakat yang terbaik (khairul ummah) yang ditopang oleh pribadi yang
terbaik (khairul bariyah). Oleh sebab itu, proses dakwah membutuhkan sinegitas antara ulama,
umara, keamanan yang kemudian bekerja sama dan sama-sama kerja dengan tetap menjujung tinggi
dan memegang teguh ajaran Islam yang kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari
dengan tujuan memakmurkan bumi dan kehidupan yang penuh dengan: (1) rasa persaudaraan; (2)
mengakui adanya persamaan dihadapan Allah;13 (3) memiliki sifat toleransi dan tasamuh; (4)
menegakkan amar ma’ruf nahyi munkar; (5) mengambil keputusan dengan cara musyawarah; (6)
keadilan sosial;14 dan (7) dan terus berusaha untuk saling membantu dalam meningkatkan
kesejahteraan, yang ditopang oleh tiga rukun agama, yaitu iman, islam, dan ihsan. Rukun agama di
atas, akan menjadi kerangka sekaligus pondasi dalam mewujudkan tatanan masyarakat secara ideal
dalam rangka mewujudkan Baldatun Thayyibatun warabbun Ghafur (negeri yang baik yang berada
dalam ridla Allah), yaitu dengan cara mewujudkan kesejahteraan sosial dimulai dari perjuangan
mewujudkan dan menumbuh suburkan aspek-aspek akidah dan etika pada diri pribadi. Sebab setiap
pribadi yang paripurna (insan kamil) akan lahir masyarakat paripurna.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa dakwah merupakan kegiatan
dari risalah yang dibawa Rasulullah saw., dalam membangun umat manusia atau pengembangan
masyarakat Islam agar mencapai kehidupan sesuai dengan fitrahnya, yaitu hidup di jalan kebaikan
dan kebenaran. Hingga hidup dan kehidupan manusia dapat memperoleh keselamatan,
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak. Jadi, dakwah dalam proses
membangun atau pengembangan masyarakat Islam bukan hanya proses transmisi ajaran Islam,
melainkan proses tranformasi dan internalisasi ajaran Islam menjadi pandangan hidup (idiologi) dan
yang kemudian melembaga pada berbagai aspek kehidupan sehari -hari.
IV. PENUTUP

Dakwah merupakan kerja dan karya besar manusia yang secara teologis merupakan kewajiban
mengajak manusia ke jalan Allah dan ini merupakan pelaksanaan tugas dan fungsi manusia
sebagaimana disebutkan al Qur’an. Di antara kegiatan dakwah dilaksanakan dalam bentuk tathwir
atau tamkin, yakni kegiatan dakwah dengan cara transformasi ajaran Islam melalui aksi amal
shaleh berupa pemberdayaan (taghyîr, tamkîn) sumber daya manusia, sosial, ekonomi dan
lingkungan, dan pada tataran praksis, kata tathwîr identik dengan tamkîn yang berarti
pembangunan masyarakat, yang secara spesifik dapat diartikan sebagai Pengembangan
Masyarakat Islam (PMI).
Dari ruang psikologis, seorang da’i dapat menanamkan nilai-nilai ajaran dengan mengalirkan
pesan-pesan sesuai kapasitas para jamaahnya. Pesan pesan tersebut harus diramu sesuai selera
budaya masyarakat. Perubahan sikap dan tingkah laku merupakan tujuan utama yang diinginkan
para da’i dan seringkali dijadikan tolok ukur keberhasilan dakwahnya. Sebagaimana tujuan
utama dari dakwah adalah bagaimana nantinya seorang mad’u dapat atau mau menjalankan apa
yang disampaikan oleh seorang da’i, bukan hanya sekedar dipahami, direnungkan dan dirasakan
saja, serta bagaimana agar seorang mad’u benar-benar menjalankan apa yang disampaikan
oleh da’i dengan penuh kesadaran dari dirinya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Dakwah Islamiyah. Dalam Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 4 No. 14 Juli-Desember 2009
Filsafat dakwah rekayasa membangun agama dan peradaban islam, Dr. A. Ilyas Isma’il dan Prio
Hotman.
Islam Aktual, Jalaludin Rahmat.
Manajemen Dakwah, M. Munir dan Wahyu lalihi.
Mukhlis. (2009). Pengembangan Masyarakat Islam Dalam Sistem
Silvia. (2019) . Psikologi Dalam Aktivitas Dakwah. Semarang : Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, at file:///C:/Users/A407MA/Downloads/contoh 20jurnal 20psikologi
20dakwah.pdf. Diunduh pada 25 April 2022.

Anda mungkin juga menyukai