Anda di halaman 1dari 10

DAKWAH PERSUASIF

1
Rizki Agus Khudhori, 2Putri Roudhotul J, 3Putri Nur Fajrina T
Email: agusrizky090@gmail.com, Proudhotul@gmail.com, Putritamimi09@gmail.com

Abstrak
Sebagai makhluk sosial, setiap individu akan senantiasa berinteraksi dengan individu
lainnya. Dakwah merupakan salah satu bentuk kegiatan interaksi sosial. Untuk itu diperlukan
kemampuan memahami, merespon, mengenal orang lain dan menyampaikan pesan dan
maksud yang diinginkan. Interpersonal skill merupakan keterampilan dasar yang harus
dimiliki individu agar interaksi dapat berjalan lancar, termasuk dalam pelaksanaan dakwah.
Ketrampilan interpersonal membantu da'i dalam memahami dan menghargai orang lain, yang
pada akhirnya dapat membawa kesuksesan dalam pelaksanaan dakwah persuasif.

Kata kunci: Dakwah, persuasif

PENDAHULUAN

Dakwah merupakan aktivitas manusia yang disadari dalam pelaksanaannya


pelaksanaan baik sendiri maupun kelompok dalam rangka menegakkan ajaran Islam dan
mencapai ajaran Islam dan ridha Allah SWT. Kegiatan dakwah apapun konteksnya akan
dibutuhkan umat manusia untuk mewujudkan kesalehan umat. Oleh karenanya kegiatan
dakwah tidak hanya sebagai proses penyampaian ajaran Islam, akan tetapi juga melahirkan
kesadaran masyarakat untuk menegakkan tauhid, menumbuhkan persaudaraan, keadilan, dan
menciptakan masyarakat yang Islami.

Disinilah tugas seorang da’I yaitu mengajak dan memotivasi manusia untuk
melaksanakan ajaran-ajaran agama dengan baik dan benar. Seorang da’I memberikan
penjelasan dan pencerahan supaya manusia bisa sadar akan keberadaan manusia sebagai
hamba Allah Swt. Yang memiliki tugas untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah sesuai
dengan aturanNya.

Dalam pelaksanaan dakwah persuasive, seorang da’I perlu menjalin hubungan baik
dengan mad’u, agar ajakan yang disampaikan dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat.
Apa bila hubungan da’I dengan mad’u semakin meningkat, ketertarikan, sikap positif dan
kesadaran masyarakat mengikuti ajaran Islam juga meningkat, ini merupakan indikator
keberhasilah da’I dalam melakukan dakwah persuasif.1

A. Faktor-faktor Keberhasilan Dakwah


Kunci keberhasilan dakwah adalah tergantung kepada terpenuhinya syarat atau
hal yang teramat penting dan urgen yang melekat diberbagai aspek dakwah yang
sating terkait dan menunjang satu sama lainnya. Adanya da'i pada dasarnya
merupakan nara sumber dalam kegiatan dakwah. Salah satu syarat yang paling esensi
baginya adalah ketinggian moral, akhlaq atau budi pekerti, sebab dia akan dijadikan
panutan dan teladan bagi sasaran dakwahnya. Materi dakwah yang baik seiring dan
searah dengan kondisi sasaran/ objek dakwah yang dituju. Materi dakwah tersebut
paling tidak yang menjadi ukurannya adalah dapat diterima/ dipahami dengan mudah
oleh pendengarnya (mad’unya).
Da'i ketika melakukan pemetaan atau pembuatan rumusan agar tercapai tujuan
yang hendak diraihnya harus memperhatikan kondisi masyarakat dakwahnya. Untuk
itu, diperlukan observasi terhadap masyarakat yang akan didakwahi sesuai dengan
aspek-aspek kehidupan yang dialami oleh masyarakat tersebut meliputi aspek sosial
ekonomi, sosial budaya, sosial politik, sosial agama dan aspek sosial lainnya.
Lingkungan dakwah juga menentukan keberhasilan dakwah dan kegiatan dakwahnya
terletak pada adanya materi dakwah yang sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakatnya. Oleh karena itu, sasaran kegiatan dakwah adalah seluruh anggota
masyarakat dengan segala macam bentuknya.
Dakwah lebih komunikatif diperlukan suatu analisis psikologik terhadap
sasaran atau objek dakwah secara tepat, sebab setiap sasaran dakwah memiliki ciri-
ciri tersendiri yang memerlukan suatu kebijakan dakwah dalam penyampaian, baik
menyangkut masalah metodologi maupun kerangka konseptualnya. Lebih dari itu,
kemampuan mempengaruhi objek dakwah merupakan sesuatu yang niscaya. Faktor
kemampuan mempengaruhi dalam kegiatan dakwah itu terletak pada potensi yang
dirniliki oleh da'i. Potensi tersebut berbentuk potensi bawaan (nativis) dan
pengalaman (empiris). Seorang da'i di samping keahliannya juga karena adanya
bawaan (bakat nya dalam berdakwah. Faktor bakat berdakwah juga ikut berpengaruh
terhadap mad'unya tanpa melihat latar belakang pendidikannya. Bentuk kemampuan

1Enjang dan Alyudin, Dasar-dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis dan Praktis, (Bandung: Widya
Padjadjaran, 2009), hlm. 74.
bawaan ini merupakan kemampuan dari dalam. Sedangkan kemampuan empiris
adalah hasil pendidikan yang ditempuh oleh da'i baik yang berkaitan dengan
kemampuan bawaan maupun tidak atau lepas sama sekali. Kemampuan empiris yang
diperoleh melalui pengalaman paling tidak berwujud. Kemampuan psikologi artinya
kemampuan da'i untuk mengenal hakikat kejiwaan mad'unya agar da'i dapat secara
efektif berhubungan dengan mad'unya, sehingga dapat menerima materi dakwah yang
disampaikan. Adanya kemampuan psikologik yang dimiliki da'i akan meningkatkari
profesi dakwahnya yang pada gilirannya dakwah tersebut mudah diterima dan dapat
mengubah sikap clan kepribadian mad'unya.

Bagi seorang da'i agar pesan-pesan yang disampaikannya dapat diterima


sasaran dakwah, maka perlu ditempuh : pertama,. seorang da'i harus dapat
memberikan pengantar yang menarik perhatian masyarakat. Pengantar yang menarik
itu bertujuan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan bagi objek dakwah.
Karena itulah pentingnya seorang da'i memperoleh data awal sebelum terjun dalam
kegiatan dakwah. Kedua, seorang da'i harus dapat menciptakan bawaan. Dalam hal ini
dititik beratkan aspek spiritual bukan karena jabatan resmi yang diduduki. Dan
termasuk yang perlu diperhatikan adalah soal penampilan (fisik) serta yang lebih
penting lagi adalah sikap tindak nyata dari seorang da'i atau penampilannya yang
simpatik. Ketiga, seorang da'i harus menciptakan landasan pengetahuan yang sama.
Dalam hal ini seorang da'i seyogyanya menyesuaikan taraf pengetahuannya dengan
fisik masyarakat objek dakwah. Kalau itu suclah tercipta, bamlah seorang dla'i
berusaha menggiring masyarakat ke taraf pengetahuan yang lebih tinggi clengan jalan
membantu mereka untuk berkehiclupan sehari-hari. Jelaslah bahwa faktor yang
menunjang terhadap keberhasilan kegiatan dakwah, peran da'i sangat dominan di
mana dia harus mengetahui atau memahami aspek-aspek sosiologis dan psikologis
kehidupan masyarakat.2

B. Unsur unsur dakwah persuasif

Kondisi psikologis mad’u yang berbeda-beda menyebabkan tingkat


pendekatan persuasif dalam berdakwah juga berbeda-beda, namun untuk mencapai
dakwah yang persuasif jelas ada unsur-unsur yang mendukung.3

2 Zakaria S Y A F E I, “Sosiologi Dan Psikologi Dakwah,” n.d., 5–36


3 Muhammad Arifin, Psikologi Dakwah: Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 6.
Unsur-unsur yang mempengaruhi suatu dakwah itu bisa dikatakan persuasif
ataupun tidak adalah sebagai berikut:

1. Pribadi da’i

2. Materi dakwah

3. Kondisi psikologi mad’u

4. Korelasi antara ketiga unsur tersebut.

Untuk membuat dakwah itu persuasif, pertama-tama seorang da’I harus


memiliki kriteria-kriteria yang dipandang positif oleh masyarakat, antara lain :

• Memiliki kuaifikasi akademis tentang islam, dalam hal ini da’I sekurang-
kurangnya memiliki pengetahua tentang al-qur’an dan hadis.

• Memiliki konsistensi antara amal dan ilmunya, seorang da’I sekurang-


kurangnya harus mengamalkan apa yang ia serukan kepada orang lain.

• Santun dan lapnag dada, sifat santun dan lapang dada yang dimiliki sesorang
merupakan indikator dari kekuasaan ilmunya dan secara khusus
kemampuannya mengendalikan akalnya (ilmu-ilmunya) dalam praktek
kehidupan.

• Bersifat pemberani, dalam tingkatan tertentu sorang da’I adalah pemimpin


masyarakat.

• Tidak mengharap pemberian orang (iffah), iffah artinya hatinya bersih dari
pengaharapan terhadap apa yang ada pada orang lain.

• Kemampuan berkomunikasi, komunikasi yang disampaikan melalui lisan,


tulisan, atau perbuatan dengan bahasa kata-kata atau bahasa perbuatan.

• Memiliki ilmu bantu yang relevan, seorang da’I harus memiliki pengetahuan
yang memadai tentang semua hal yang berhubungan dengan masyarakat.

• Tidak kikir ilmu, seroang da’I harus mengamalkan ilmunya kepada


masyarakat.

• Sabar
Secara psikologis, bahasa mempunyai peran yang sangat besar dalam
mengendalikan perilaku manusia, yaitu melalui psikologi bahasa. Al-Qur’an
memberikan istilah-istilah pesan yang dapat di pahami atau dapat mengendalikan
perilaku masyarakat :

1. Qaulan Layyina (perkataan yang lemah lembut)

Menurut asfihani dalam mu’jamnya, qaullan layyina mengandung arti lawan dari
perkataan yang kasar, yakni halus dan lembut. Pada dasarnya halus dan lembut itu
dipergunakna untuk mensifati benda oleh indra peraba, tetapi kata-kata ini
keudian dipinjam untuk menyebut sifat-sifat akhlak dan arti-arti yang lain. Jadi
dakwah yang lemah lembut adalah dakwah yang dirasakan oleh mad’u sebagai
sentuhan yang halus tanpa mengusik atau menyentuh kepekaan perasaanya
sehingga tidak menimbulkan gangguan pikiran dan perasaan.

2. Qaulan Baligha (Perkataan yang membekas pada jiwa)


Menurut isfihani dalam mu’jamnya, perkataan yang baligh (membekas atau tajam)
mempunyai 2 arti :
• Suatu perkataan dianggap baligh manakala berkupul pada 3 sifat, yaitu
memiliki kebenaran dari sudut bahasa, mempunyai keseusaian dengan apa
yang dimaksudkan, dan mengandung kebenaran secara subtansial.
• Suatu perkataan dinilai baligh jika perkataan itumembuat lawan bicaranya
terpaksa mempersepsi perkataan itu sama dengan apa yang dimkasudkan
oleh pembicara untuk mengalihkan perhatian kepermasalahan lain.
3. Qaulan Sadida (Perkataan yang benar)
Menurut Ibnu Manshur dalam lisan al-a’rabnya kata sadid yang dihubungkan
dengan Qaul (perkataan) mengandung arti mengenai sasaran (yusib al-qashda).
Jadi, pesan dakwah yang secara psikologis menyentuh hati mad’u siapaun mad’u-
nya, adalah jika materi yang disampaikan itu benar baik dari segi bahasa ataupun
logika dan disampaikan dengan pijakan taqwa.
4. Qaulan Karima (Perkataan yang mulia)
Dalam perspektif dakwah, qaulan karima diperlukan jika dakwah itu ditujukan
kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut. Psikologi orang
usia lanjut biasanya sangat pekaterhadap kata-kata yang bersifat menggurui atau
menyalahkan, karna mereka merasa lebih banyak pengalaman hidupnya, dan
merasa dalam kondisi telah banyak kekuatan fisiknya. Oleh karna itu, untuk
menjadikan pesan dakwah kepada orang tua itu persuasive, haruslah disampaikan
dengan perkataan yang mulia.
5. Qaulan Maisura (Perkataan yang ringan)
Kalimat maisura berasal dari kata yasr, yang artinya mudah. Qaulan maisura
adalah perkataan yang mudah diterima, yang ringan yang pantas, yang tidak
berliku-liku.dengan dengan qaulan maisura artinya pesan yag disampaikan itu
sederhana, mudah dimengerti dan dapat dipahami secara spontan tanpa harus
berfikir dua kali.
➢ Pribadi da’i

Dimana da’i memiliki kualifikasi akademis tentang islam, memiliki


konsistensi antara amal dan ilmunya, santun dan lapang dada, bersifat
pemberani, tidak mengharap pemberian orang lain, qona’ah atau kaya hati,
kemampuan komunikasi, memiliki ilmu bantu yang relevan, memiliki rasa
percaya diri dan rendah hati, tidak kikir ilmu, Anggun, selera tinggi, sabar,
memiliki nilai lebih.

➢ Materi dakwah yang persuasive

Secara psikologis, Bahasa mempunyai peran yang sangat besar dalam


mengendalikan perilaku manusia. Cara berkata seseorang, isyarat tertentu,
struktur Bahasa yang digunakan dapat memberikan maksud tertentu
kepada lawan bicara. Dengan memperhatikan psikologi peran, Bahasa
dapat digunakan da’I untuk mengatur, menggerakkan dan mengendalikan
perilaku masyarakat. Al-quran memberikan istilah pesan yang persuasif
dengan kalimat qoulan baligha (perkataan yang membekas pada jiwa),
qoulan layyina (perkataan yang lemah lembut), qoulan maisura (perkataan
yang ringan), qoulan karima (perkataan yang mulia), qoulan syadida
(perkataan yang benar).

➢ Kondisi psikologis mad’u

➢ pertemuan dari ketiga unsur 1, 2, dan 3 4

4 Ahmad Mubarok, Op.Cit., hlm. 161.


Dengan demikian dakwah persuasif menekankan bahwa aktivitas yang
dilakukan dalam bentuk meyakinkan dan menyadarkan mad’u untuk
menerima serta melaksanakan pesan-pesan dakwah, bukan memaksa
mad’u untuk melaksanakan pesan dakwah. Dakwah persuasif merupakan
penyampaian informasi agama melalui proses komunikasi, yang
didalamnya ada proses memotivasi dan mempersuasi mad’u supaya
menerima pesan dakwah. Dakwah yang dilakukan diharapkan dapat
mengarahkan dan membentuk perilaku tertentu.

Oleh karena itu, dalam dakwah persuasive, pesan yang disampaikan


mengandung usaha mendorong dan mempengaruhi mad’u agar pendapat, sikap
dan perilakunya berubah sesuai pesan-pesan yang disampaikan oleh da’i dengan
kesadaran sendiri tanpa paksaan. Pada masa sekarang ini, masyarakat
membutuhkan dakwah yang lebih sejati, dakwah persuasive, yaitu dakwah yyang
menekankan pada keteladanan dan keluruhan budi pekerti. 5

C. Dakwah Persuasif

Istilah persuasif berasal dari kata dalam bahasa latin persuasio yang berarti
membujuk, mengajak dan merayu. Persuasive adalah kegiatan psikologis yang
bertujuan untuk menumbuhkan nilai kesadaran, kerelaan disertai perasaan senang.

Dakwah persuasive adalah proses mempengaruhi mad’u dengan pendekatan


psikologis, sehingga mad’u mengikuti ajakan da’I tetapi merasa melakukan sesuatu
atas kehendak sendiri. Dakwah persuasif juga dapat didefinisikan sebagai suatu
kegiatan untuk menyebarkan ajaran Islam dengan menggunakan data dan fakta
psikologis dari mad’u, sehingga mereka menemukan kebenaran dan kesadaran yang
menjadikan sikap dan tingkah lakunya terpengaruh dan terarah utuk menerima serta
melaksanakan ajaran-ajaran Islam.

Persuasive mengarah pada sejauh mana pesan-pesan dan aktivitas dakwah


dapat mempengaruhi dan meyakinkan jamaah dakwah dengan tidak melakukan
pemaksaan, merusak dan anarkis. Da’I tidak bisa memaksakan ide-ide dan ajarannya
agar diikuti oleh mad’u, melainkan dengan ajaran dan fakta-fakta yang kuat serta

5Halimatus Sakdiyah, "Urgensi Interpersonal Skill dalam Dakwah Persuasif , "JURNAL ILMU DAKWAH, Vol.
35, No.1, Januari ² Juni 2015 ISSN 1693-8054
pendekatan cultural. Sehingga mad’u akan mengikuti ajakan da’I atas kehendak
sendiri bukan paksaan.

Adapun perintah wajib dari Allah SWT yang diharuskannya melaksanakan


dakwah disampaikan dalam bentuk fi’il amr, terdapat dalam surat An-Nahl ayat 125 :
“serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalannya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

D. Sugesti

Sugesti merupakan kata serapan dari bahasa Inggris suggestion. Sugesti adalah
pemberian pengaruh atau pandangan dari satu pihak kepada pihak lain. Akibatnya,
pihak yang dipengaruhi akan tergerak mengikuti pengaruh atau pandangan tersebut
dan menerimanya secara sadar atau tidak sadar tanpa berpikir panjang.

Menurut KBBI, sugesti adalah pengaruh dan sebagainya yang dapat


menggerakkan hati orang dan sebagainya. Sugesti bisa berarti pendapat yang
dikemukakan atau dorongan yang kuat. Sugesti adalah proses psikologis ketika
seseorang membimbing pikiran, perasaan, atau perilaku orang lain. Sugesti adalah
rangsangan, pengaruh, stimulus yang diberikan seorang individu kepada individu lain
sehingga orang yang diberi sugesti menuruti atau melaksanakan tanpa berpikir kritis
dan rasional.

Sugesti adalah pengaruh terhadap jiwa atau laku seseorang dengan maksud
tertentu, sehingga pikiran dan kemauan terpengaruh olehnya. Hal ini dapat
ditimbulkan kepada siswa mengikuti apa yang dikehendaki dari padanya. Lebih jelas
mengenai sugesti, Abu Ahmadi mengatakan bahwa “Sugesti adalah pengaruh atas
jiwa atau perbuatan seseorang sehingga pikiran, perasaan dan kemauannya
terpengaruh dan dengan begitu orang mengakui atau meyakini apa yang dikehendaki
dari padanya.” Menurut Harwantiyoko, “Sugesti adalah suatu proses mempengaruhi
dari individu terhadap individu lain, sehingga ia dapat menerima norma atau pedoman
tingkah laku tertentu tanpa melalaui pertimbangan terlebih dahulu”6

6 Harwantiyoko, Pengantar Sosiologi dan Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Gunadarma, 2005, hlm. 21
Manusia dipengaruhi juga oleh lingkungan. 7 Oleh sebab itu, kondisi psikologis
mad’u yang berada di pedesaan akan berbeda dengan mad’u yang tinggal
dilingkungan perkotaan. Hal ini bisa didasarkan pada pandangan behavioralis yang
memandang bahwa perilaku manusia sangat besar dipengaruhi oleh aspek stimulasi
lingkungan. Belakangan, teori kaum Behavioris lebih dikenal dengan teori belajar
(social learning), karena menurut mereka seluruh perilaku manusia –kecuali instink-
adalah hasil belajar. Belajar artinya bahwa perubahan perilaku organisme sebagai
pengaruh lingkungan.

Kesimpulan

Dakwah persuasive adalah proses mempengaruhi mad’u dengan pendekatan


psikologis, sehingga mad’u mengikuti ajakan da’I tetapi merasa melakukan sesuatu
atas kehendak sendiri. Dakwah persuasif juga dapat didefinisikan sebagai suatu
kegiatan untuk menyebarkan ajaran Islam dengan menggunakan data dan fakta
psikologis dari mad’u, sehingga mereka menemukan kebenaran dan kesadaran yang
menjadikan sikap dan tingkah lakunya terpengaruh dan terarah utuk menerima serta
melaksanakan ajaran-ajaran Islam.

Unsur-unsur yang mempengaruhi suatu dakwah itu bisa dikatakan persuasif ataupun
tidak adalah sebagai berikut:

1. Pribadi da’i

2. Materi dakwah

3. Kondisi psikologi mad’u

4. Korelasi antara ketiga unsur tersebut.

Sugesti adalah pengaruh terhadap jiwa atau laku seseorang dengan maksud
tertentu, sehingga pikiran dan kemauan terpengaruh olehnya. Hal ini dapat
ditimbulkan kepada siswa mengikuti apa yang dikehendaki dari padanya. Lebih jelas
mengenai sugesti, Abu Ahmadi mengatakan bahwa “Sugesti adalah pengaruh atas
jiwa atau perbuatan seseorang sehingga pikiran, perasaan dan kemauannya
terpengaruh dan dengan begitu orang mengakui atau meyakini apa yang dikehendaki
dari padanya.”

7 Saifudin Azwar, Sikap Manusia dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 1997), hlm. 61.
DAFTAR PUSTAKA

Enjang dan Alyudin. 2009. Dasar-dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis dan Praktis,
Bandung: Widya Padjadjaran.
Muhammad Arifin. 2000. Psikologi Dakwah: Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara.
Zakaria S Y A F E I, “Sosiologi Dan Psikologi Dakwah,” n.d.
Ahmad Mubarok, Op.Cit., hlm. 161.
Halimatus Sakdiyah, "Urgensi Interpersonal Skill dalam Dakwah Persuasif , "JURNAL
ILMU DAKWAH, Vol.5, No.1, Januari ² Juni 2015 ISSN 1693-8054
Harwantiyoko, 2008. Pengantar Sosiologi dan Ilmu Sosial Dasar, Jakarta
Azwar, Saifudin. 1997. Sikap Manusia dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai