Anda di halaman 1dari 7

Nama : abid kurniawan

Npm : 1741010093
kelas : KPI’K
MK : Psikologi dakwah

SOAL

1. Jelaskan pengertian Psikologi Dakwah dan tujuan mempelajarinya!

2. Jelaskan urgensi motivasi dan konsep diri bagi seorang da’i dalam pelaksanaan dakwah! Dalam
menjelaskan urgensi saudara hendaknya terlebih dahulu menjelaskan pengertian, gejala atau indikasi,
serta fungsinya dalam menopang kegiatan dakwah.

3. Faktor-faktor yag dapat meningkatkan kredibilitas pendakwah. Sebutkan dan jelaskan!

4. Jelaskan arti penting dan fungsi bahasa dalam proses komunikasi dakwah. Kompetensi apa saja yang
harus dimiliki da’i agar penggunaan bahasa dapat efektif dalam mencapai tujuan dakwah!

5. Bahasa sebagai pesan dakwah dapat terdiri dari pesan verbal dan non-verbal. Apakah yang dimaksud
dengan pesan verbal dan non-verbal, bagaimana hubungan keduanyaserta berikan contohnya.

JAWABAN

1. A.Pengertian Psikologi Dakwah

Psikologi dakwah merupakan cabang pengetahuan baru yang merupakan gabungan antara kajian
psikologi dengan ilmu dakwah. Psikologi dakwah juga pada hakikatnya merupakan bagian dari
psikologi islam, karena dalam psikologi dakwah, landasan yang digunakan sama dengan yang
digunakan dalam psikologi islam, yaitu alqur’an dan Hadis. Oleh karena itu, untuk
mempermudah pemahaman tentang psikologi dakwah maka perlu diketahui pengertian psikologi
dan dakwah secara sendiri-sendiri.
Secara sederhana psikologi sering disebut sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia
yang merupakan gejala dari jiwanya. Sedangkan definisi yang lebih terperinci menyebutkan
bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku lahiriah manusia
dengan menggunakan metode observasi secara objektif, seperti terhadap rangsang (stimulus) dan
jawaban (respon) yang menimbulkan tingkah laku.

Tujuan psikologi dakwah

A. Untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang
dibawakan oleh aparat dakwah atau penerang agama.
Oleh karena itu ruang lingkup dakwah dan penerangan Agama adalah menyangkut masalah
pembentukan sikap mental dan pengembangan motivasi yang bersifat positif dalam segala
lapangan hidup manusia. Usaha demikian tidak bisa terlepas dari studi psikologi dakwah, karena
psikologi dakwah menyangkut segala sesuatu yang menyangkut jiwa daripada da’i serta sasaran
dakwah, baik secara individual maupun kelompok sosial.

B. Memberikan landasan dan pedoman kepada metodologi dakwah.


karena metodologi baru dapat efektif dalam penerapannya bilamana didasarkan atas kebutuhan-
kebutuhan hidup manusia sebagaimana ditunjukkan kemungkinan pemuasannya oleh psikologi.
Manusia membutuhkan bermacam-macam hal. Mulai dari kebutuhan fisik seperti makanan dan
pakaian, istirahat dan pergaulan seksual, sampai dengan keperluan psikis seperti keamanan dan
ketentraman, persahabatan, penghargaan dan cinta kasih. Maka ia terdorong untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginannya itu. Bila tidak berhasil memenuhi kebutuhannya, ia akan merasa
kecewa. Ia tidak senang. Keadaan inilah yang disebut frustasi. Psikologi mengobservasi bahwa
keadaan frustasi dapat menimbulkan perilaku keagaan. Orang yang mengalami frustasi, tak jarag
mulai berkelakuan religius. Dengan jalan itu ia berusaha mengatasi frustasinya.

C. Memberikan pandangan tentang mungkinnya dilakukan perubahan tingkah laku atau sikap
mental psikologis sasaran dakwah sesuai dengan pola kehidupan yang dikehendaki oleh aparat
dakwah atau penerangan agama itu.
Dengan demikian maka psikologi dakwah mempunyai titik perhatian kepada pengetahuan tentang
tingkah laku manusia. Pengetahuan ini mengajak kita kepada usaha mendalami dan memhami
segala tingkah laku manusia dalam lapangan hidupnya melalui latar belakang kehiduan
psikologis. Perubahan tingkah laku manusia baru terjadi bilamana ia telah mengalami proses
belajar dan pendidikan, oleh karena itu psikologi dakwah pun memperhatikan masalah
pengembangan kognisi, konasi dan emosi dalam proses penghayatan dan pengamalan ajaran
agama. Sedang proses belajar tersebut banyak dipengaruhi faktor situasi dan kondisi kehidupan
psikologis yang melingkupi manusia itu sendiri.

2. Menjadi dai atau penyuluh agama adalah pekerjaan yang berat, sebab ia tidak hanya
dituntut menjadi dai bagi orang lain, tetapi juga harus menjadi dai bagi dirinya sendiri
dan keluarganya. Dai tidak akan bisa efektif bagi orang lain, jika iatidak efektif bagi
dirinya sendiri dan keluarganya. Oleh karena itu dai haruslah memiliki pribadi yang
tangguh. Melalui eksplorasi bahan-bahan pustaka dapat disimpulkan, bahwa untuk bisa
efektif bagi dirinya sendiri, da`i atau penyuluh agama mestilah orang yang sehat rohani
disamping sehat jasmani, emosi yang stabil, citra diri yang sehat/positif.

3. Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa mad’u memiliki harapan-


harapan atau hak-haknya dalam proses dakwah yang harus diketahui dan
diperhatikan da’i. Expectancy Violation Theory (EVT) mengemukakan
bahwa harapan-harapan seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor penting:
Komunikator, hubungan, dan konteks dimana interaksi terjadi. Karakteristik
komunikaor meliputi ciri-ciri penting tentang pasangan interaksi, seperti
gender, umur, keperibadian dan gaya komunikasi.
1.      Da’i

·         Memiliki kemampuan dalam ilmu (khususnya agama)

·         Memiliki akhlak yang baik

·         Pandai bergaul

·         Memiliki persiapan yang cukup

·         Memiliki kemampuan dalam menggunakan media dakwah

2.      Mad’u (pendengar)

·         Objek yang jelas untuk terlaksananya dakwah. Wajib hukumnya untuk seorang da’i mencari
tahu kondisi mad’u sebelum ia memberikan tausiyahnya. Karena dengan mengetahui kondisi
mad’u lah da’i akan dapat menentukan materi serta metode apa yang cocok untuk mad’unya.

3.      Materi dakwah

·         Materi yang disampaikan sesuai dengan objek dakwah

·         Materi yang disampaikan sistematis (sesuai dengan kaidah retorika).


      Sering kita melihat Ustad ataupun ustazah yang menyampaikan tausiyah dengan sangat
matang. Saking matangnya dai pun lupa akan waktu, tak terasa sudah satu jam. Namun apa daya,
da’i yang berpidato satu jam ternyata tidak menarik simpatik mad’u karena materi yang
disampaikan oleh da’i tidaklah cocok dengan mad’u, entah mad’u tidak mengerti dengan materi
yang disampaikan ataupun mad’u merasa tausiyah yang disampaikan terlalu dasar sehingga
mad’u cuek dengan apa yang disampaikan oleh da’i.

Lebih parah lagi, sering kita melihat da’i yang berbicara pannjang lebar, namun tidak memiliki
tujuan yang jelas atas tausiyah yang disampaikan. Isi materi yang disampaikan sudah melebar
jauh dari tema yang ditetapkan seolah menunjukan da’i tersebut memiliki ilmu yang sangat
banyak. Hal ini jelas salah. Dalam berdakwah sebaiknya da’i menahan diri, serta harus menguasai
betul yang namanya beretorika. Ia harus paham bagaimana berdakwah yang baik, dimulai dengan
pembuka, isi, kesimpulan dan penutup. Sehingga tausiyah yang disampaikan pun akan mudah
diserap oleh mad’u dan memiliki tujuan yang jelas atas materi yang disampaikan.

4.      Media dakwah

·         Media yang dapat digunakan dalam dakwah (majalah, tv, mikrofon dan lain-lain).

5.      Metode

·         Dapat menggunakan metode dakwah dengan baik yang sesusai kondisi mad’u.

Kerap kali kita mendengar bahwa dakwah humoris, dakwah santai, merupakan sebuah metode
agar menarik mad’u. Faktanya bukan, buat apa humoris kalau mad’u tidak mengerti, merasa
dilecehkan, atas cara da’i menyampaikan dakwahnya. Maka, dalam al-Qur’an Allah telah
berfirman pada surat An-Nahl ayat 125  yang menyatakan bahwa metode dakwah ada tiga. yakni:

1. Metode bil hikmah : yakni disampaikan kepada golongan cendekiawan yang cinta kebenaran.
Mereka adalah orang-orang yang mampu berfikir secara keritis serta cepat dalam menangkap arti
persoalan. Sehingga mereka harus dipaggil dengan metode bil hikmah yakni, dengan alasan-
alasan, dalil, dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akal mereka.

2. Metode mau’idzah hasanah: yakni disampaikan kepada golongan orang-orang awam. Mereka


adalah orang-orang yang belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. Mereka
dipanggil dengan mau’idzah hasanah yakni, dengan memberikan kisah-kisah teladan,
perumpamaan-perumpamaan yang menyentuh jiwa, dengan anjuran-anjuran serta didikan baik
yang mudah dipahami.

3. Metode mujadallah billati hiya ahsan: yakni disampaikan kepada ahli kitab dan penganut
agama lain. Yaitu berdakwah dengan mujadallah (perdebatan) dengan cara yang baik. Perdebatan
dengan menggunakan logika yang benar dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan
umpatan-umpatan. Metode ini mengajak mereka bertukar fikiran, guna mendorong agar mereka
dapat berfikir secara sehat dan dengan cara yang lebih baik.

4. Meminjam teori ilmu komunikasi, pendakwah termasuk komunikator,

sedangkan orang yang diajak (mad’u) disebut komunikan. Yang termasuk


kategori pendakwah ialah muballigh, khatib, penceramah, penulis buku, majalah
dan penulis bulletin Islam. Pendakwah jika ditinjau dari kompetensi yang
dimilikinya dapat dibedakan kepada dua tingkatan, yaitu:

a. Setiap muslim berkewajiban menjadi seorang pendakwah sesuai


kemampuannya. Pendakwah dalam tingkatan ini tidak berarti harus menjadi
penceramah atau penulis buku, tetapi dapat juga sebagai orang yang
memberi nasihat atau tawshiyah, seperti orang tua menasihati anaknya,
atau mengajarkannya akhlak serta mencegahnya dari kejahatan. Begitu juga
tokoh masyarakat yang memberi bimbingan kepada para remaja mesjid dan
sebagainya. Kewajiban berdakwah tetap ada pada dirinya walaupun dalam
bentuk yang biasa saja.

b. Pendakwah Profesional, yaitu muslim yang memiliki kapasitas dengan


pengetahuan tentang ajaran Islam yang memadai, baik tentang tafsir, hadis,
tauhid, fikih dan akhlak dan tasauf. Pendakwah juga diharapkan memiliki
kompetensi intelektual dalam bidang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu
dakwah seperti psikologi dakwah, metode dakwah, sejarah dakwah dan
sebagainya. Demikian juga ilmu komunikasi, Jurnalistik, sosiologi,
antropologi, linguistik dan retorika. Sehingga benar-benar menjadi seorang
pendakwah yang profesional yang memiliki spesialisasi (mutkhashsish).
Para ulama telah banyak mengemukakan kompetensi yang harus dimiliki
seorang pendakwah profesional, baik kapasitas intelektual, maupun kompetensi
moral dan spritual. Ali Abdul Halim Mahmud mengemukakan persyarakat

5. Komunikasi adalah proses pertukaran suatu informasi antar individu atau kelompok dengan
adanya makna atau tujuan yang ingin disampaikan. Pesan atau informasi yang disampaikan dapat
berupa komunikasi verbal atau komunikasi non-verbal. Anak komunikasi pasti sudah tidak asing
lagi dengan apa itu komunikasi verbal dan non-verbal.
Secara umum, komunikasi verbal adalah komunikasi yang berbentuk lisan ataupun tulisan,
contohnya adalah penggunaan kata-kata. Sedangkan komunikasi non-verbal adalah komunikasi
yang tidak menggunakan kata-kata, contohnya menggunakan bahasa tubuh seperti mimik wajah
dan gerakan tangan, bahkan intonasi suara dan kecepatan berbicara.
Komunikasi verbal berupa kata-kata yang diucapkan langsung (berbicara) bisa dilakukan secara
langsung (face to face) atau dengan perantara media, contohnya berinteraksi menggunakan sosial
media atau telepon genggam. Sedangkan komunikasi verbal yang melalui tulisan bisa dilakukan
menggunakan media seperti surat, postcard, chating di media sosial, dan sebagainya.
Komunikasi non-verbal lebih sering terjadi dalam komunikasi secara langsung atau face to
face. Sebabnya, dalam komunikasi menggunakan media digital, komunikasi non-verbal seringkali
tidak mungking dilakukan. Contohnya ketika kita sedang chatting, tidak mungkin kita bisa
melihat ekspresi wajah lawan bicara kita atau mendengar intonasi suaranya. Karena keterbatasan
ini pula komunikasi non-verbal sering menimbulkan kesalahpahaman. Contohnya, terkadang ada
orang yang menggunakan emoji secara tidak tepat. Misal seseorang salah mengirim emoji marah
padahal sebenarnya dia ingin mengirim emoji tersenyum yang terletak di sebelahnya. Hal ini bisa
menyebabkan orang yang dikirimi pesan menjadi salah paham dan ikut marah.
Komunikasi verbal dan non-verbal pada hakikatnya saling terkait dan saling melengkapi. Dalam
komunikasi langsung, kita terus-menerus mengirimkan pesan pada lawan bicara kita. Komunikasi
non-verbal sering terjadi seacar otomatis dan tanpa kita kontrol. Contoh ketika kita marah atau
senang, kita cenderung berbicara dengan lebih keras dan cepat. Hal ini terjadi karena kita
mengalami perubahan emosi. Komunikasi nonverbal juga melengkapi komunikasi verbal kita.
Ketika kita mengatakan satu hal, jika gerak-gerik tubuh kita tidak mendukung, orang tentu tidak
akan percaya. Semisal kita berkata sudah mengerjakan PR namun dengan nada ragu-ragu, teman
kita pasti tidak akan ada yang percaya.

Secara umum, jenis pesan terbagi menjadi dua, yakni pesan verbal dan non-verbal. Pesan verbal
adalah jenis pesan yang penyampaiannya menggunakan kata-kata, dan dapat dipahami isinya
oleh penerima berdasarkan apa yang didengarnya. Sedangkan, pesan non-verbal adalah jenis
pesan yang penyampaiannya tidak menggunakan kata-kata secara langsung, dan dapat dipahami
isinya oleh penerima berdasarkan gerak-gerik, tingkah laku, mimik wajah, atau ekspresi
muka pengirim pesan. Pada pesan non-verbal mengandalkan indera penglihatan sebagai
penangkap stimuli yang timbul. Pesan dapat dimengerti dalam tiga unsur yaitu kode pesan, isi
pesan dan wujud pesan.

a. Kode pesan adalah sederetan simbol yang disusun sedemikian rupa sehingga bermakna bagi
orang lain. Contoh bahasa Indonesia adalah kode yang mencakup unsur bunyi, suara, huruf dan
kata yang disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai arti.

b. Isi pesan adalah bahan untuk atau materi yang dipilih yang ditentukan oleh komunikator untuk
mengomunikasikan maksudnya.

c. Wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan itu sendiri, komunikator memberi
wujud nyata agar komunikan tertarik akan isi pesan didalamnya. (Siahaan,1991:62). Pesan juga
dapat dilihat dari segi bentuknya, Menurut A.W. Widjaja dan M. Arisyk Wahab terdapat tiga
bentuk pesan yaitu:

1) Informatif
Yaitu untuk memberikan keterangan fakta dan data kemudian komunikan mengambil
kesimpulan dan keputusan sendiri, dalam situasi tertentu pesan informatif tentu lebih berhasil
dibandingkan persuasif.

2) Persuasif

Yaitu berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa
yang kita sampaikan akan memberikan sikap berubah. Tetapi berubahnya atas kehendak sendiri.
Jadi perubahan seperti ini bukan terasa dipaksakan akan tetapi diterima dengan keterbukaan dari
penerima.

3) Koersif
Menyampaikan pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi bentuk yang
terkenal dari penyampaian secara inti adalah agitasi dengan penekanan yang menumbuhkan
tekanan batin dan ketakutan dikalangan publik. Koersif berbentuk perintah-perintah, instruksi
untukpenyampaian suatu target . Untuk menciptakan komunikasi yang baik dan tepat antara
komunikator dan komunikan, pesan harus disampaikan sebaik mungkin, hal yang perlu
dipertimbangkan dalam penyampaian pesan yaitu:

a. Pesan itu harus cukup jelas (clear). Bahasa yang mudah dipahami, tidak berbelit-belit tanpa
denotasi yang menyimpang dan tuntas.
b. Pesan itu mengandung kebenaran yang sudah diuji (correct). Pesan itu berdasarkan fakta, tidak
mengada-ada dan tidak meragukan.
c. Pesan itu ringkas (concise) tanpa mengurangi arti sesungguhnya.
d. Pesan itu mencakup keseluruhan (comprehensive). Ruang lingkup pesan mencakup bagian
bagian yang penting yang patut diketahui komunikan.
e. Pesan itu nyata (concrite), dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan data dan fakta yang ada
dan tidak sekedar kabar angin.

Anda mungkin juga menyukai