Anda di halaman 1dari 9

Nama: Haidar Ramananda

NIM: 11631060

Hubungan Ilmu Dakwah Dengan Ilmu Lainnya

Ilmu dakwah tidak berdiri sendiri, melainkan sangat erat hubungannya


dengan ilmu-ilmu lain yang sudah lahir lebih dulu yang merupakan ilmu bantu
dalam ilmu dakwah. Hal ini berkaitan dengan aktivitas dakwah itu sendiri yang
ditujukan bagi manusia secara umum. Objek dakwah adalah manusia dengan
berbagai karakteristiknya. Sedangkan objek ilmu dakwah meliputi objek formal
dan objek material.

Objek formal ilmu dakwah adalah proses penyampaian, pengelolaan dan


penerimaan ajaran-ajaran islam yang berguna untuk mengubah perilaku individu
dan masyarakat, sedangkan objek material ilmu dakwah adalah keilmuan
mengenai penacuan materi dakwah dalam proses dakwah sehingga menjadi
hikmah., pengajaran yang baik, diskusi dengan cara yang baik pula melalui
alternatif-alternatif dan sarana-sarana yang terbuka untuknya.

Dengan memperhatikan objek kajian dakwah dan ilmu dakwah di atas,


maka untuk dapat melahirkan perubahan-perubahan pada manusia dari kegiatan
dakwahnya, seorang dai dituntut untuk memiliki berbagai kelengkapan disiplin
ilmu bantu yang sangat mendukung ilmu dakwah. Disiplin ilmu yang memiliki
hubungan dengan ilmu dakwah diantaranya adalah ilmu komunikasi, ilmu
psikologi, ilmu sosiologi, dan ilmu antropologi.

A. Hubugan Ilmu Dakwah dengan Ilmu Komunikasi

Untuk dapat menetahui dan memahami adanya hubungan atau keterkaitan


antara ilmu dakwah dengan ilmu komunikasi, dapat dipahami dari pengertian
kedua terminologi disiplin ilmu tersebut.

1
Ilmu dakwah secara umum dapat diartikan penetahuan dan pelajaran tentang
cara-cara menyeru, mengajak, dan memanggi atau mengundang umat manusia
untuk menganut, menyetujui menerima, mengikuti dan meyakini suatu ideologi,
paham atau pendapat tertentu yaitu aqidah islamiyah guna kemaslahatan di dunia
dan di akhirat.1
Sedangkan komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara
individu mealui sistem lambang-lambang, tanda-tanda, atau tingkah laku.2
Menurut Onong, istilah komunikasi atau dalam bahasa ingris
communication, sesungguhnya berasal dari bahasa latin communication yang
bersumber dari kata communis, memiliki arti “sama”.3 Kata sama yang dimaksud
adalah kesamaan makna. Jadi dalam komunikasi, dikatakan komunikasi
berlangsung dengan baik, selama ada kesamaan makna antara satu dengan yang
lainnya.
Secara lebih luas onong Uchjana menjelaskan penertian komunikasi dari
dua sisi. Penertian secara umum dan paradikmatic.
Secara umum komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian suatu
pernyataan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain sebagai konsekwensi
dari hubungan sosial.
Dalam pengertian paradikmatic, masih menurut Onong komunikasi lebih
bersifat intensional, yakni mengandung tujuan tertentu. Komunikasi dalam bentuk
ini dapat dilakukan secara lisan, tatap muka, atau melalui media, baik media
massa maupun non media.
Diantara definisi komunikasi dalam pengertian paradikmatic secara lengkap
memiliki makna komunikasi yang hakiki, yaitu: “proses penympaian suatu pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku baik secara langsung (secara lisan), maupun tidak
langsung (melalui media).

1
Al-Faqir, M. Fathan al-Haq. Da’wah Tak Sekedar Kata. Bandung: Bina Biadi press. 2007.
2
Harjani Hefni. Komunikasi Islam. Jakarta: Prenadamedia Group. 2015. Hal 2.
3
Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Rosda Karya. 1992. Hal 9

2
Secara sederhana, dapat dijelskan hubungan antara ilmu dakwah dengan
ilmu komunikasi adalah sebagai berikut:
 Jika dalam komunikasi pesan-pesan yang disampaikan bersifat umum, maka
dalm kegiatan dakwah pesan-pesan yang disampikan adalah masalah
keagamaan atau nilai-nilai al-Quran.
 Dari penertian komunikasi diatas dapat dijelaskan bahwa sebuah komunikasi
dikatakan efektif apabila antara komunikator dengan komunikan sama-sama
memahami bahasa yang digunakan dalam komunikasi, keduanya sam-sama
suka dalam komunikasi tersebut dan lain sebagainya. Untuk mencapai tujuan
dari komunikasi tersebut, maka seorang da’i dituntut untuk menerti dan
memahami berbagai teori yang terdapat dalam ilmu komunikasi.
Kegiatan dakwah bukan sekedar melalui lisan, akan tetapi dakwah lewat
media. Mengenai media baik media elektronok maupun media massa, secara
teoritis menjai bahasan dalam ilmu komunikasi. Maka dari itu agar kegiatan
dakwah berhasil mencapai sasaran, maka da’i dituntut untuk menguasai ilmu
komunikasi.

B. Hubungan Ilmu Dakwah dengan Ilmu Psikologi

Sebagaimana hubungan dengan ilmu komunikasi di atas, maka untuk


memahami hubungan ilmu dakwah dengan ilmu psikologi, juga dijelaskan secara
singkat apa itu psikologi.
Secara umum psikologi mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang
bekaitan dengan pikiran (cognisi), perasaan (emosi), dan kehendak (conasi). Pada
manusia dewasa, normal dan beradab gejala-gejala tersebut secara umum
memiliki ciri-ciri yang sama. Maka dari itu ketiga gejala pokok tersebut dapat
diamati melalui sikap dan perilaku manusia.
Memperhatikan definisi diatas, karakteristik manusia sikap dan perilakunya
dari berbagai perkembangan usia manusia tentu menjadi kajian psikologi.

3
Berkaitan dengan gejala-gejala kejiwaan manusia, sikap dan perilaku
manusia yang muncul itu tidak lepas dari adanya motivasi dan kebutuhan yang
dimiliki oleh manusia, dan ini juga wilayah kajian ilmu psikologi.
Contoh keterkaitan dakwah dengan psiologi juga dikaji mengenai kebutuhan
manusia. Dengan mengacu kepada teori kebutuhan, bahwa agama merupakan
kebutuhan dasar manusia atau manusia memiliki fitrah beragama menurut konsep
islam. Maka bisakah dakwah berperan membangun kesadaran beragama pada
manuisia.
Berkaitan dengan berbagai permasalahan dakwah yang muncul di
masyarakat, seperti adanya kelompok sempalan (pecahan), adanya orang muslim
yang tidak menjalankan, dan lain sebagainya, mampukah dakwah mengambil
peran dalam menangani permasalahan mental keagamaan mereka, seperti:
 Memfungsikan dakwah sebagai stimulus yang dapat memancing reaksi
perhatian, pemahaman dan mereka bersedia menerima seruan.
 Bisakah seorang dai merekayasa dakwah sebagai stimulus yang dapat menarik
perhatian orang sehingga seseorang atau kelompok benar-benar meraasa
membutuhkan dakwah.
 Bisakah seorang dai membangun struktur psikologis ruang dakwah sehingga
orang yang tidak ikut kerumunan dakwah dakwah merasa menyesal.
 Mampukah seorang dai membangun satu kesadaran dalam diri mad’u nya
sehingga seseorang atau kelompok memiliki kepuasn psikologis dengan
mengikuti kegiatan dakwahnya.
 Bisakah dakwah membuat seseorang atau kelompok merasa tidak seimbang
apabila ia tidak terlibat dalam kerumunan dakwah.
 Dengan demikian seseorang terlibat dalam dakwah bukan sekedar
meaksanakan kewajiban, akan tetapi nemar-benar kebutuhan.4

Jika dakwah itu sebagai upaya menyampaikan pesan-pesan agama, dan


orang sudah butuh dan memformalkan dakwah, maka secara langsung ia memiliki

4
Cucu Nurjamilah. Ilmu Dakwah. Pontianak: STAIN Pontianak Press. 2013. Hal 40

4
perasaan yang sama terhadap agama. Dengan demikian dalam kesempatan apapun
ia tidak meninggalkan kegiatan agamanya.
Dan melaksanakan ajaran-ajaran agama bukan sekedar melaksanakan
kewajiban, akan tetapi merupakan kebutuhan psikologis. Inilah pandangan teori
psikoanalia bahwa perilaku beragama termasuk di dalamnya perilaku dakwah
adalah “gejala-gejala psikologis”.

C. Hubungan Ilmu Dakwah dengan Ilmu Sosiologi

Batasan sederhana dari sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat. Kata


masyarakat digunakan dalam konteks kehidupan bersama. Di mana ada kehidupan
bersama dan saling mempengaruhi perilakunya, di situlah ada masyarakat yang
menjadi fokus kajian sosiologi. Kesatuan masyarakat memiliki berbagai ukuran,
dari yang kecil seperti keluarga, tetangga, kelurahan, hingga yang besar seperti
kabupaten, provinsi, negara dan seterusnya.
Dalam sosiologi, dakwah bukanlah sekedar tugas yang sederhana, yaitu
sekedar kewajiban menyampaikan apa yang diterima dari Rasulullah saw. Akan
tetapi dakwah lebih dipandang sebagai upaya dalam memberikan solusi Islam
terhadap berbagai masalah ditengah kehidupan masyarakat. Maka dari itu, seiring
dengan perkembangan masyarakat yang semakin meningkat, permasalahan sosial
yang semakin hari semakin kompleks, kegiatan dakwah tidak bisa dilakukan
secara asal jalan. Akan tetapi dakwah harus dilakukan secara profesional. Adanya
skill, planning dan manaemen yang handal, menjadi modal utama.
Pada masyarakat, pemahaman terhadap ajaran agama sangat berbeda-beda.
Sebagaimana dikelompokkan oleh Bernand Leuwis yang disampaikan oleh Asep
Saeful Muhtadi, ada tiga tipe pemahaman agama, yaitu:
 Sesuai dengan wahyu, persis yang disampaikan malaikatt Jibril kepada Nabi
 Sesuai dengan pesan-pesan wahyu yang sudah diinterpretasikan (pandangan
teoretis terhadap sesuatu)
 Sesuai dengan ajaran yang sudah menyejarah dalam kehidupan (taqlid).

5
Kelompok yang paling banyak nampaknya pemahaman pada tingkat ketiga
yaitu taqlid. Pada kelompok inilah biasanya muncul kelompok sempalan yang
disebabkan pemahaman yang dangkal.

Disinilah tugas dan fungsi dakwah untuk dapat memberikan pembinaan


kepada mereka. Akan tetapi dakwah yang dimaksud tentu bukan dakwah yang
berakhir pada penyampaian verbal/dalil al-Quran. Tetapi dakwah yang dapat
berwujud pada perilaku.

Menurut Aep Kusnwan, bahwa dakwah yang dapat mengubah perilaku


yaitu apabila dari kegiatan dakwah itu dapat mempengaruhi tata niai yang dianut
oleh individu atau masyarakat.dengan demikian dalam dakwah terssebut terjadi
proses internalisasi nilai islam sebagai nilai hidupnya.5

Selain itu tujuan dakwah bukanlah sekedar menarik orang untuk berkumpul
dan mendengarkan ceramah. Akan tetapi bagaimana setelah mengikuti dakwah
orang menjalankan agamanya, dapat memfungsikan nilai-nilai agama pada diri
pribadinya serta mampu menyalurkan kepada lingkungannya. Sesuai dengan
tujuan di atas, maka peran dakwah dalam hal ini adalah sebagai “penerjemah”
terhadap ajaran wahyu. Dakwah harus bisa “menggerakkan dan
menginterpretasikan wahyu sehingga mengempiris dalam masyarakat”. Atau
dengan kata lain wahyu yang transenden (diluar segala kesanggupan manusia)
harus dapat dipahami dalam tataran relitas masyarakat.

Untuk dapatt memahami kegiatan dakwah dalam pandangan sosiologi,,


dapat juga dipahami dari teori interaksi sosial. Hal ini disebabkan di dalam
kegiatan dakwah selalu terjadi hubungan atau interaksi antara kedua belah pihak,
yaitu dai di satu pihak dan mad’unya di pihak lain.

Menurut Burhan Bungin, interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang


dinamis menyangkut hubungan antara orang perorangan dengan kelompok
manusia.6

5
Aep Kusnawan, dkk. Dimensi Ilmu Dakwah. Bandun: Widya Padjajaran. 2009. Hal 17
6
Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Prenadamedia Group. 2009. Hal 55

6
Menurut H. M. Arifin, interaksi sosial merupakan suatu bentuk hubungan
antara dua orang atau lebih, dimana perilaku seseorang diubah oleh perilaku yang
lain, yang terjadi melaui dorongan antar peibadi dan respon antar pribadi yang
bersifat biologis, dan berlangsung ttimbal balik dan masing-masing yang
berinteraksi bertindak dalam keseluruhan proses yang menyebabkan orang lain
juga bertindak.7
Terdapat beberapa faktor dalam sebuah interaksi yang dapat menghasilkan
perubahan atau perbaikan perilaku pada masing-masing yang berinteraksi. Faktor
dimaksud adalah:
1) Faktor imitasi
Yaitu contoh-mencontoh, tiru-meniru, dan ikut mengikut.
2) Faktor sugesti
Yaitu proses dimana seseorang dapatmenerima tingkah laku dari orang lain
tanpa kritikterlebih dahulu.
3) Faktor identifikasi
Yaitu kecenderungan atau keinginan menjadi sama dengan orang lain.
4) Faktor simpati
Yaitu perasaan ketertarikan dengan orang lain.

Berdasarkan teori dasar-dasar interaksi di atas, agar dari proses dakwah


dapat menghasilkan perubahan pada mitra dakwahnya, maka seorng dai dituntut
memiliki karakteristik yang mencerminkan faktor-faktor terjadinya sebuah
interaksi.

Dalam upaya imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati, sesorang dai dituntut
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Memiliki akhlak al-Quran yang mempribadi dalam kehidupannya.
2) Memilikikeahlian di bidangnnya serta prestasi yang diakui
3) Senaniasa membina hubungan yang baik dengan mitra dakwahnya.

7
H. M. Arifin. Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Robaniah Manusia. Jakarta: Erlangga.
1983. Hal 78

7
Berkaitan dengan perubahan yang dimunculkan oleh mitra dakwah, dalam
pandangan Onong Uchjana disebabkan dua faktor yaitu:
1) Kepercayaan terhadap komunikator atau dai
2) Daya tarik yang melekat pada diri komunikator atau dai

Menurut Onong Uchjana Effendy, untuk memperoleh kepercayaan yang


sebesar-besarnya seorang komunikator atau dai bukan hanya memuliki keahlian
dan mengettehhui kebenaran, melainkan juga cukup objektif dalam
memotivasikan apa yang diketehuinya.8

Daftar Pustaka

Nurjamilah, Cucu. Ilmu Dakwah. Pontianak: STAIN Pontianak Press.


2013.

8
Onong Uchjana Effendy. Ibid. Hal 38

8
Al-Faqir, M. Fathan al-Haq. Da’wah Tak Sekedar Kata. Bandung:
Bina Biadi press. 2007.

Hefni, Harjani. Komunikasi Islam. Jakarta: Prenadamedia Group.


2015.

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.


Bandung: Rosda Karya. 1992.

Kusnawan, Aep, dkk. Dimensi Ilmu Dakwah. Bandun: Widya


Padjajaran. 2009.

Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Prenadamedia


Group. 2009.

H. M. Arifin. Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Robaniah


Manusia. Jakarta: Erlangga. 1983.

Anda mungkin juga menyukai