Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MAD’U DAN TUJUAN DAKWAH


Disajikan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Dasar-dasar Ilmu Dakwah
Dosen : Aliyudin, M.Ag.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 6 HUMAS 3A

ALVIANI RADITYA NUGRAHA 1184060006


AULIA ROBBANIYAH 1184060016
DELIA DEVARLY KARINE 1184060020
DIO AHMAD SAFARIZKI 1184060027
EZGA MAYZAMELILLA G 1184060032
FARHAN KURNIA FITRI 1184060035
HADISTO HERODZIKRAN 1184060044

JURUSAN HUBUNGAN MASYARAKAT


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Atas segala rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami yang tak terhingga ini, sholawat serta salam kami
panjatkan kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW dan keluarganya,
sahabatnya, beserta para pengikutnya hingga akhir zaman aamiin yaa robbalal
alamiin.
Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan
salah satu tugas dari mata kuliah “Dasar-dasar Ilmu Dakwah” dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kami khususnya dan kepada para pembaca umumnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Mad’u ...................................................................................................... 2
2.2 Klasifikasi Mad’u...................................................................................................... 2
2.3 Arah Tujuan Dakwah ................................................................................................ 4
2.4 Problematika dan Pemecahan ................................................................................... 6
2.4.1 Akar Problematika Ilmu Dakwah ...................................................................... 6
2.4.2 Bentuk-bentuk problematika dakwah ................................................................ 8
2.4.3 Pemecahan problematika dakwah .................................................................... 10
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 12
3.1 Simpulan ................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap kegiatan Dakwah yang dilakukan oleh Da’i tentu tidak terlepas dari
peran penting seorang Mad’u (Objek Dakwah) dalam menyampaikan, menyeru,
mengajak dan mendorong kepada hal yang sesuai dengan syariat ajaran agama
Islam. Maka dari itu penting bagi seorang Da’i untuk membuat sebuah peta
tentang siapa dan bagaimana Mad’u yang hendak dirangkulnya. Sebab, dengan
mengetahui siapa yang akan dijadikan sasaran, seorang Da’i dapat merancang
suatu metode yang relevan dengan Mad’u yang menjadi target atau objek dakwah.
Dikarenakan beberapa Da’i menyuguhkan cara dakwah yang dapat menarik minat
Mad’u, sehingga semakin tinggi popularitas seorang Da’i tersebut semakin besar
pula potensi Mad’u yang tertarik.

Berdasarkan uraian di atas, maka kelompok kami tertarik untuk membuat


makalah tentang Mad’u dan Tujuan Dakwah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Mad’u ?
2. Bagaimana Klasifikasi Mad’u ?
3. Bagaimana arah tujuan Dakwah ?
4. Apa saja problematika yang terjadi dan bagaimana cara pemecahannya ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mad’u


Objek dakwah yang diajak kepada allah atau menuju islam. Karena islam
bersifat universal, objek dakwah pun adalah manusia secara universal. Hal ini
didasarkan juga kepada misi nabi muhammad saw, yang diutus oleh alloh untuk
mendakwahkan islam kepada segenap umat manusia, sebagaimana dijelaskan
dalam QS. Al-Araf(7): 158:

َ ْ ‫ُق‬
ِ‫اوات‬
َ ‫م‬ َ ‫الس‬
َّ ‫ك‬ ُ ‫يعا ا َّلذِي ل َُه‬
ُ ‫م ْل‬ ً ‫م َج ِم‬ْ ‫ول ال َّلهِ إِل َْي ُك‬
ُ ‫س‬ ُ ‫َّاس إِنِي َر‬ ُ ‫ل يَا أيُّ َها الن‬
‫سولِهِ ال َّن ِبي ِ الْ ُأ ِمي ِ ا َّلذِي ُي ْؤ ِم ُن‬
ُ ‫آم ُنوا ِبال َّلهِ َو َر‬
ِ ‫يت ۖ َف‬
ُ ‫ه َو ُي ْح ِيي َو ُي ِم‬ ُ ‫ض ۖ لَا ِإ َل ََٰه إِلَّا‬ ِ ‫َوالْأ َ ْر‬
‫ون‬
َ ‫م َت ْه َت ُد‬ ْ ‫َع َّل ُك‬
َ ‫وه ل‬ُ ‫ِماتِهِ َوا َّت ِب ُع‬َ ‫ِبال َّلهِ َوكَل‬
Artinya: Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan alloh
kepadamu semua, yaitu alloh yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak
ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan
mematikan, maka berimanlah kamu kepada Alloh dan Rasul-Nya, Nabi yang
ummi yang beriman kepada Alloh dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-
Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.”

Mad’u merupakan Objek dakwah atau kata lain dapat diartikan sebagai
sasaran seorang Da’I dalam melakukan kegiatan dakwah. Objek dakwah sendiri
meliputi individu maupun kelompok tertentu, baik agama Islam sendiri bahkan
orang di luar agama Islam.

2.2 Klasifikasi Mad’u


Dalam proses kegiatan dakwah seorang Da’i harus pandai dalam
melakukan metode apa yang harus disampaikan kepada Mad’u nya. Maka dari itu
mad’u memiliki penglompokan tersendiri agar memudahkan seorang Da’I dalam
berdakwah. Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan, yaitu : 1

1. Golongan cerdik, cendikia yang cinta pada kebenaran, dapat berpikir


secara kritis, dan dapat cepat menangkap persoalan.
2. Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir
secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengeertian-
pengertian yang tinggi.
3. Golongan yang berbeda dengan keduanya, mereka senang membahas
sesuatu, tetapi hanya dalam batas tertentu dan tidak mampu membahasnya
secara mendalam.

1
Tata Sukayat, Ilmu Dakwah Perspektif Filasat Mabadi ‘Asyarah, Bandung : 2019, h.13.

2
Klasifikasi Mad’u juga terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu : 2
1. Berdasarkan sikapnya terhadap dakwah
Menurut Abdul Karim Zaidan klasifikasi mad’u menurut sikapnya
terhadap dakwah dibagi menjadi empat yaitu :

a. Al-mala’ (penguasa)
Al-mala’ adalah kaum eksekutif masyarakat yang memiliki
pengaruh besar hal demikian karna kemampuan mereka untuk
mengakomodasi masa dan pengaruhnya dalam membentuk opini
publik.
b. Jumhur An-nas (mayoritas masyarakat)
Menurut Abdul Karim Zaidan, jumhur an-nas adalah orang yang
paling tanggap menerima seruan dan ajakan dakwah. Hal demikian,
kiranya dapat ditinjau dari dua perspektif historis dan psikologis. Di
tinjau dari perspektif historis, mayoritas manusia yang merupakan
kaum lemah secara faktual adalah mereka yang paling simpatik dan
cepat menerima seruan dakwah para rasul. Hal ini banyak tersurat
dalam al-qur’an maupun sirah nabi. Adapun dari perspektif psikologis
mayoritas manusia yang merupakan kaum yang lemah adalah mereka
yang selalu melawan penindasan kaum penguasa. Dalam kondisi ini ,
mereka senantiasa mendambakan tampilnya sosok yang berani
bersama-sama memperjuangkan nasib mereka.Dan para rasul dan
dakwah nya membawa ajaran kebebasan.
c. Al-munafiqun
Al-munafiqun adalah orang-orang yang menentang dakwah namun
tidak terlihat.
d. Pelaku maksiat
Pelaku maksiat adalah orang-orang melakukan tindakan yang tidak
sesuai dengan ajaran islam.

2. Berdasarkan antusianya terhadap dakwah


Mengenai sikap mad’u terhadap seruan dakwah, al-qur’an
menyebutkan tiga kelompok Mad’u yaitu :

a. Kelompok yang bersegerah dalam menerima kebenaran (al-


sabiquna bi al-khirat). Menurut pakar tafsir kenamaan Wahbah al-
Zuhayli yaitu golongan mad’u yang cenderung antusias pada kebaikan

2
Naharuddin, Kelasifikasi Mad’u, diakses dari
http://naharuddin10.blogspot.com/2014/06/kelasifikasi-madu.html, pada tanggal 17 November
2019 pukul 12.01.

3
dan tanggap terhadap seruan-seruan dakwah baik sunnah apa lagi yang
wajib. Sebaliknya dia amat takut mengerjakan hal-hal yang
diharamkan agama, di sambing berusaha sebisa mungkin menghindari
yang dimakruhkan atau malah hal-hal yang masih di bolehkan
(mubah).
b. Kelompok pertengahan (muqthasid), sedangkan golongan yang
kedua ini menurut Zuhayli, adalah golongan pertengahan. Mereka
merupakan orang-orang yang mengerjakan kebijakan-kebijakan agama
dan meninggalkan yang diharamkan dan kurang tanggap terhadap
kebaikan yang dianjurkan (sunah).
c. Kelompok yang menzalimi dirisendiri (zhalim linafsi) adalah
kelompok yang sedang melampaui batasan-batasan agama, kerap
melakukan larangan-laranan agama. Menurut alqa’i, kelompok ini
yang justuru paling bayak ditemukan dalam masyarakat.
3. Berdasarkan kemampuannya menangkap pesan dakwah
Adapun pengelompokkan mad’u berdasarkan
a. kemampuannya dalam menangkap pesan dakwah, dalam hal ini
berdasarkan orang yang sering bersinggungan dengan kebenaran
dikarenakan pengetahuannya yang mendalam. Kelompok ini terdiri
dari para sarjana, pemikir dan ilmuan.
b. kelompok manusia yang tidak mampu mengendifikasi kebenaran
kecuali setelah melewati proses dialektika dan sintesis. Kelompok ini
terdiri dari mereka yang memiliki pengetahuan namun tidak sampai
mendasar. Dengan kata lain, mereka inilah kelompok yang sedang
menelururi dan mencari hakikat kebenaran.
c. kelompok yang hanyamampu menegendifikasi kebenaran dalam
bentuk-bentuknya yang umum dasn parsial (common sense). Mereka
itulah yang disebut kelompok awam (kebanyakan orang) dan
merekamenempati jumlah terbesar diantara kelompok manuasia
lainnya.

2.3 Arah Tujuan Dakwah


Keutamaan mempelajari ilmu dakwah antara lain untuk mengetahui tujuan
dakwah. Hal ini menjadi sangat penting sebagai landasan teoritis dan praktis
dakwah agar tidak keluar dari orisinalitas penegakan dakwah islamiah. Untuk
mengetahui tujuan dakwah, bisa mengacu pada misi Alloh swt. Sebagai “dai”,
sebagaimana dijelaskan dalam surat yunus (10): 25:

‫س َتقِيم‬
ْ ‫م‬
ُ ‫ِص ََراط‬
ِ ‫َٰى‬ َّ
َٰ ‫اُء إِل‬
ُ ‫َش‬َ ‫م ْن َي‬
َ ‫سلَامِ َو يَ ْهدِي‬
َّ ‫َٰى َدا ِر ال‬
َٰ ‫َوالل ُه يَ ْد ُعو إِل‬

4
Artinya: “ Alloh menyeru (manusia) ke Dar al-islam. Dan menunjuki orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (islam).

Berdasarkan firman tersebut, dalam kapasitasnya sebagai “Dai”. Alloh SWT


mengajak umat manusia menuju al-islam, selanjutnya dapat digambarkan
memlaui skema berikut ini:
Allah (Dai) Darussalam

Wahyu/Al-
Qur’an
Malaikat Jibril

Thoriq al-Nuzul

Muhammad Mawdu’ Ushlub Washilah Mad’u

Berdasarkan skema diatas, dapat dipahami bahwa dakwah Alloh SWT


bersifat Tanazul atau dari atas ke bawah, sedangkan dakwah muhammad SAW
bersifat tasawi, linear, atau horizontal.3

Sebagai nabi muhammad saw berfungsi ganda, yaitu sebagai mad’u dari
dakwah Alloh Swt, sekaligus sebagai da’i yang bertugas meneruskan dakwah
alloh kepada segenap umat manusia menuju dar al-islam.

Sebagai da’i muhammad saw diperintahkan untuk mengajak manusia


menuju jalan Alloh (al-islam), sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-ahzab (33):
45-46:

‫ِيرا‬
ً ‫ش ًَرا َو َنذ‬
ِ ‫م َب‬
ُ ‫شاهِ ًدا َو‬
َ ‫اك‬ َ ‫ي إِنَّا أَ ْر‬
َ ‫س ْل َن‬ ُّ ‫يَا أَيُّ َها ال َّن ِب‬
‫ِيرا‬
ً ‫من‬ ً ‫َو َداعِ يًا إِلَٰى ال َّلهِ ِبإِ ْذنِهِ َوسِ ََر‬
ُ ‫اجا‬
Artinya: “wahai nabi (muhammad), kami mengutusmu untuk menjadi saksi, dan
pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan untuk jadi da’i (penyeru)
kepada serta Alloh dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.”

Dalam kiprahnyasebagai nabi (da’i),muhammad saw, dibekali kemampuan


berkomunikasi dengan baik (tabligh), cerdas (fatonah), jujur (al-sidiq), dan dapat

3
Tata Sukayat, Op.Cit h.55

5
dipercaya (amanah) sehingga menyampaikan pesan dakwahnya dengan sungguh-
sungguh, tidak dibuat-buat, dan tidak dikurangi atau ditambahkan.4

Dengan demikian, mempelajari ilmu dakwah memiliki keutamaan untuk


menegakkan dakwah islamiah sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu, terutama yang
diturunkan dari al-quran dan as-sunah. Orang yang memperdalam al-quran dan as-
sunah tidak akan menemui jalan sesat dalam berbagai hal termasuk dalam
menjalani amanah dakwah.

2.4 Problematika dan Pemecahan

2.4.1 Akar Problematika Ilmu Dakwah


Kata problem dalam bahasa inggris adalah “Question tobe solved or
decided” atau “difficult” (permasalahan atau kesulitan harus dicari jalan
keluarnya). Sedangkan pengertian problematik dalam kamus besar bahasa
indonesia adalah permasalahan yang selalu terjadi perdebatan dan membutuhkan
solusi dalam memecahkannya. Menurut istilah, pengertian problematik dakwaah
adalah permasalahan yang muncul dalam menyeru, memanggil, mengajak, dan
menjamu dengan proses yang ditangani oleh para pengemban dakwah.

Problematik dakwah yang dimaksud disini adalah segala hambatan dan


tantangan yang menganggu keberhasilan dakwah. Untuk memberi kerangka pikir
teoritis akar problematik dakwah secara internal, digunakan teori citra da’i. Teori
tersebut berasal dari proses interaksi antara unsur-unsur dakwah, yaitu: Dai
(Subjek dakwah), Mawdu’ (pesan dakwah), uslub (metode dakwah), wasilah
(media dakwah), dan mad’u (objek dakwah) yang melahirkan problematik
dakwah secara internal.

Problematik dakwah tersebut selanjutnya dapat dikategorikan sebagai


berikut:

1. Problematik kualitas pemahaman da’i yang lahir dari hasil interaksi antara
unsur dai’i dan pesan.
2. Problematik citra dan respons mad’u yang lahir dari interaksi da’i dan
mad’u.
3. Problematik efektivitas dan efisiensi yang lahir dari interaksi anatara
da’i,metode, dan media dakwah.
4. Problematik intensifikasi perubahan ma’u serta problematik pengalaman
yang lahir dari interaksi antara mad’u dan pesan dakwah.
5. Problematik keterampilan penggunaan teknologi dakwah yang lahir dari
hasil interaksi dai dan media dakwah.

4
Tata Sukayat, Op.Cit h.56

6
Selain hal tersebut, problematika dakwah yang melekat pada pelaksanaan
dakwah, antara lain :

1. Krisis kuantitas da’i bila dibandingkan dengan kuantitas ma’u yang


semakin heterogen.
2. Krisis kualitas dai bila dibandingkan dengan kompleksitas problem yang
dihadapinya.
3. Penyempitan makna yang memberikan “pesan” bahwa dakwah sebatas
“cuap-cuap” diatas mimbar.
4. Penyempitan makna dai sebagai efekdari penyempitan makna dakwah yang
biasanya legitimasi dengan beberapa ayat al-quran.
5. Problem manajemen dakwah.
6. Bila dai dipandang sebagai sebuah profesi, belum memiliki standar yang
jelas dibandingkan dengan profesi-profesi lain.
7. Problem pelaksanaan dakwah dan tingkat keberhasilan dakwah masih
sering terkendala, baik struktural maupun kultural.
Problematik lainnya yang perlu dipikirkan bersama oleh para pakar
dakwah untuk mendapatkan solusi dan rumusan terbaik agar segera diatasi, antara
lain:

1. Para pelaku dakwah belum memprogramkan dakwah secara konseptual.


Pada umumnya, para pelaku dakwah, baik lembaga maupun
perorangan, tidakpernah membuat program khusus yang sistematis
mengenai dakwah yang akan dilakukannya. Hal ini tercermin dari tidak
adanya pelaksanaan dakwah secara terencana dan kontinu oleh para pelaku
dakwah. Karena tidak terprogram, pembagian tugas, penjadwalan,
penetapan para da’i, dan materi yang diberikan tidak berjalan dengan baik,
juga menyangkut kesejahteraan pengelola atau pengurus.

2. Sistem dakwah belum ditata dan dilaksanakan secara profesional.


Dewasa ini kita sering mendengar istilah dakwah bil-lisan, bil-
qalam, dan bil-hal. Ketiga jenis dakwah tersebut sudah diketahui bentuk
dan caranya, tetapi belum pernah dirumuskan dalam suatu sistem yang
baik. Hal tersebut tidak terlepas dari belum terprogramnya dakwah akibat
tidak adanya sistem yang baku yang mencakup ketiga jenis
dakwahtersebut. Inilah yang mengakibatkan pelaksanaan dakwah sering
bersifat antagonis dan paradoksal.

3. Tujuan dakwah belumrelevan dengan permasalahan umat.


Pada umumnya, lembaga-lembaga dan pelakudakwah masih
menjadikan dakwah sebagai kegiatan yang bersifat rutinitas tanpa
menentukan tujuan yang akan dicapai. Kalaupun memiliki tujuan, tetapi
tidak relevan dengan problem yang dihadapi masyarakat.

7
4. Belum ada kesamaan sikap para dai dalam mengembangkan tugas dakwah.
Secara kuantitas, jumlah lembaga dakwahb dan mubalig di
Indonesia sudah cukup memadai, terlepas dari soal berkualitas atau tidak.
Hal itu acapkali memunculkan perbedaan pendapat danpandangan diantara
mereka yang kemudian menimbulkan distabilitas umat. Dalam konteks ini,
kita, boleh berbedapendapat tetapi penyampaiannya harus dengan cara
bijak, jelas, terarah, dan memakai bahasa yang santun.

5. Terputusnya komunikasi antara pemikir dakwah/pembuat kebijakan dan


pelaku dakwah.
Bila hal ini terjadi, dakwah sebagai sebuah sistem sulit
dilaksanakan dengan baik dan tepat. Dakwah yang dilakukan masing-
masing menyebabkan kebijakan yangdibuat leh para pemikir dakwah di
perguruan tinggi dan lembaga dakwah.

6. Krisis ulama dan kehilangan panutan masyarakat


Ulama adalah orang yang ahli dalam bidang syari’at. Mereka hidup
di tengah-tengah masyarakat dan menyampaikan dakwahnya, baik melalui
lisan maupun pemberian contoh pengamalan agama. Selain itu ulama,
memiliki kharisma dan keistimewaan yang luar biasa sehingga menjadi
rujukan bagi masyarakat bika menemukan problem dalam kehidupannya.
Ulama seperti itu kinisemakin langka dimasyarakat. Hal tersebut terjadi
karena kualifikasi ulama tidak sesederhana seperti sebelumnya.

2.4.2 Bentuk-bentuk problematika dakwah


1. Problem dakwah dari segi pesan dakwah
Islam sebagai agama yang membebaskan , semestinya mampu
menjawab prblem-problem kemanusiaan, seperti ketidakadilan, penindasan,
kesewenang-wenangan dan kemiskinan yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat. Sehingga tidak kehilangan orientasi horizontalnya dalam
menjaga hubungan dengan sesama manusia. Belum lagi problem sosial
tentang maraknya praktik korupsi yang terjadi dimasyarakat dan sistem
penyelenggaraan negara (birokrasi).
Atas dasar penjelasan tersebut, yang perlu disadari oleh para
pengemban dakwah adalah bahwa akidah yang diajarkan bukanlah semata-
mata berkaitan dengan eksistensi dan wujud alloh swt, melainkan
menumbuhkan kesadaran yang dalam, bagaimana memanifestasikan akidah
dalam ucapan, pikiran, dan tindakan sehari-hari.
Dalam konteks ini materi dakwah kedepannya perlu diarahkan
kepada 10 hal pokok, yaitu:
a. Disesuaikan dengan kondisi dan kebuituhan masyarakat.

8
b. Disesuaikan dengan kadar intelektual masyarakat.
c. Mencakup ajaran islam secara kafah dan universal, yaitu aspek ajaran
tentang hidup serta kehidupan.
d. Merespons dan menyentuh tantangan serta kbeutuhan asasi dan
sekunder.
e. Disesuaikan dengan program umum sayriat islam.
f. Adanyasumber kekuatan dakwah, yaitu kekuatan yang bermuladari
kekuatan iman, kemudian kekuatan ukhuwah islamiyah, dan terakhir
kekuatan material serta organisasi.
g. Wasilah-wasilah (jalan-jalan kerja) dakwah. Wasilah didalam
pembinaaan dan pengukuhan setiap dakwah dapat dikenali oleh siapa
saja yang mengkaji sejarah jamaah. Intisari dari wasilah dapat
disimpulkan sebagai: iman, amal, kasih sayang, serta persaudaraan.
h. Berangsur-angsur (tadarruj) dalam langkah kerja. Maksud tadarruj
adalah kita tidak tergesa-gesa dalam bekerja untuk mencapai tujuan.
i. Kesempurnaan dalam pelaksanaan (takamul fi tatbiq).
j. Adanya evaluasi dalam berdakwah, baik dalam penyampaian materi
maupun yang lainnya.
2. Problem dakwah dari segi subjek dakwah
Seorang da’i dalam menentukan staregi dakwahnya, memerlukan
pengetahuan dibidang metodologi. Dakwah pada abad ke-21 ini memiliki
tantangan berat dan kompleks ketika umat terbuai dan dininabobokan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi.
Terdapat beberapa rancangan dakwah yang dapat dilakukan untuk
menjawab problematik ini, yaitu:
a. Memfokuskan aktivitas dakwah pada pengentasan kemiskinan umat.
b. Menyiapkan elite muslimuntuk disuplai keberbagai jalur
kepemimpinan sesuai dengan keahliannya
c. Membuat peta sosial umat sebagai infrmasi awalbagi pengembangan
dakwah.
d. Mengintegrasikan wawasan etika, estetika, logika dan budaya dalam
berbagaiperencanaan dakwah.
e. Mendirikan pusat-pusat studi dan informasi umat secara profesional
dan beroientasi pada kemajuan iptek.
f. Menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan ekonomi, kesehatan, dan
kebudayaan umat islam.
g. Menjadi pelopor propertis, humanis, dan transformatif.
3. Problem dakwah dari segi dakwah sebagai profesi
Dinamika kehidupan global yang semakin tinggi dan kompetitif
telah menggiring umat manusia senantiasa memandang problematik hidup
secara pragmatis, logis serba instan, dan bahkan matematis. Keadaan
tersebut selain membawa manfaat berupa kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang memudahkan aktivitas manusia, juga membawa implikasi

9
negatif berupa lemahnya semangat transendental dan memudarkan
hubungan sosial.
Dengan demikian, inti dari problematik dakwah, antara lain:
1. Problematik internal maupun eksternal.
2. Kerawanan moral dan etika.
3. Kemaksiatan yang mengalamipeningkatan kualitas dan kuantitas.
4. Meledaknya informasi dan kemajuan teknologi.
5. Banyak yang terbuai oleh kemewahan hidup.
6. Kelemahan (sumber daya manusia) dalam berbagai bidang hidup.

2.4.3 Pemecahan problematika dakwah


Dalam menghadapi problematik dakwah, para da’i ditantang menjadi
muslim yang tercerahkan. Sedangkan muslim yang tercerahkan, dalam pandangan
Ali Syari’ati adalah:

1. Mampu mengubah kejumudan berpikir menjadi inovatif (mujtahud).


2. Mampu mengubah paradigma kelas dan lapisan sosial dikalangan umat
sebagi penyebab kerenggangan sosial menjadi pemanfaatan potensi sesuai
dengan peruntukannya.
3. Agama harus hadir sebagai solusi masalah masyarakat secara universal,
dengan dai sebagai solutornya.
4. Menyelamatkan agama dari problem elitasi, politisasi, dan komersialisasi.
Selain itu, dalam menghadapi problematik dakwah seorang da’i dituntut
menjadi manusia hebat (istilah Jefferson), antara lain :

1. Memiliki keterampilan perspektif. Artinya, seorang da’i dituntut mampu


melihat segala sesuatu dari sudut yang tidak pernah terpikirkan oleh orang
lain.
2. Memiliki kemampuan dalam memaksimalkan potensi yang ada. Artinya,
memiliki kesanggupan mengubah energi potensial menjadi energi kinetik.
3. Memiliki kesanggupan dalam memaknai simbol-simbol. Abad ke-21
adalah abad simbol atau abad imagologi dalam terminologi milan kudeta.
4. Apresiatif dan adaptif dengan berbagai perkembangan zaman.

Dalam konsep pemikiran yang praktis, M.Amien rais, dalam bukunya


Moralitas politik muhammadiyah,menawarkan lima ‘pekerjaan rumah’ yang perlu
diselesaikan agar dakwah islam pada erainformasi tetap relevan, efektif, dan
produktif.
1. Perlu ada pengaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru dakwah
dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu Tablig saja tidak cukup untuk
mendukung proses dakwah, diperlukan juga berbagai penguasaan ilmu-
ilmu berbasis teknologi informasi yang paling mutakhir.

10
2. Setiap organisasi islam berminat dengan tugas-tugas dakwahperlu
membangun laboratorium dakwah. Dari hasil laboratorium dakwah
tersebut, dapat diketahui masalah-masalah riil dilapangan agar jelas apa
yang akan dilakukan.
3. Proses dakwah tidak terbatas pada dakwahbil-lisan, tetapi harusdiperluas
dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti
politik), bil-iqtisyadiyah (ekonomi),dan sebagainya.
4. Media massa, terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang
juga.media elektronik yang menjadi wahana atau sarana dakwah perlu
dimiliki dan dimanfaatkan.
5. Memfokuskan pembinaan pada usia remaja.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Mad’u adalah salah satu elemen penting dalam kegiatan dakwah yang
dilakukan seorang Da’i, selama melakukan kegiatan dakwah tersebut seorang Da’i
akan dihadapi dengan karakteristik mad’u yang berbeda-beda. Maka dari
perbedaan tersebut muncul pengelompokan atau klasifikasi mad’u untuk
mempermudah mencapai tujuan dari kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Da’i.
Kegiatan dakwah pun tidak akan terlepas dari problematika yang akan menjadi
hambatan seorang Da’i, tinggal bagaimana cara seorang Da’i dapat memecahkan
problematika tersebut dengan cara yang baik agar kegiatan dakwah dapat berjalan
secara efisien dan efektif.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sukayat, Tata. Ilmu Dakwah Perspektif Filasat Mabadi ‘Asyarah.


Bandung : 2019.

 Internet :
Naharuddin. Kelasifikasi Mad’u. diakses dari
http://naharuddin10.blogspot.com/2014/06/kelasifikasi-madu.html, pada
tanggal 17 November 2019 pukul 12.01.

13

Anda mungkin juga menyukai