Anda di halaman 1dari 7

Pengertian psikologi dakwah

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku lahiriah manusia
dengan menggunakan metode observasi secara objektif, seperti terhadap rangsang
(stimulus) dan jawaban (respon) yang menimbulkan tingkah laku.
Dakwah adalah mendorong (memotivasi) manusia untuk melakukan kebaikan dan
mengikuti petunjuk, memerintahkan mereka berbuat maruf dan mencegahnya dari
perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Psikologi dakwah ialah ilmu pengetahuan yang bertugas mempelajari atau


membahas tentang segala gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam
proses kegiatan dakwah.
Psikologi dakwah juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang tingkah laku manusia yang merupakan cerminan hidup kejiwaannya untuk
diajak kepada pengalaman ajaran-ajaran islam demi kesejahteraan hidup manusia
di dunia dan di akhirat

psikologi dakwah ialah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan dan


mengendalikan tingkah laku manusia yang terkait dalam proses dakwah. Psikologi
dakwah berusaha menyingkap apa yang tersembunyi dibalik perilaku manusia yang
terlibat dalam dakwah, dan selanjutnya menggunakan pengetahuan itu untuk
mengoptimalkan pencapaian tujuan dari dakwah itu.

Tujuan psikologi dakwah


Tujuan psikologi dakwah adalah membantu
dan memberikan pandangan kepada para daI
tentang pola dan tingkah laku para madu dan
hal-hal yang mempengaruhi tingkah laku
tersebut yang berkaitan dengan aspek
kejiwaan (psikis) sehingga mempermudah
para daI untuk mengajak mereka kepada apa
yang dikehendaki oleh ajaran islam.

ID = Ilmu Dakwah
P = Psikologi
PD = Psikologi Dakwah
X = Titik temu keduanya.

Objek studi psikologi dakwah


Objek Material Psikologi adalah Manusia sebagai makhluk yang berjiwa.
Objek Material Dakwah ialah Manusia sebagai makhluk yang berKetuhanan.
Jadi, Objek Material Psikologi Dakwah yaitu Manusia sebagai objek
psikologi dan sebagai sasaran dakwah.
Objek Formal Psikologi adalah Tingkah laku manusia sebagai
pernyataan gejala-gejala jiwanya.
Objek Formal Dakwah ialah Manusia (individu, keluarga, kelompok,
kaum, masyarakat) untuk diarahkan ke jalan Tuhannya.
Jadi, Objek Formal Psikologi Dakwah yaitu Manusia dengan segala
tingkah lakunya yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah.

Hubungan Psikologi Dakwah dengan Ilmu Lain


1. Hubungan Ilmu Dakwah dengan Psikologi
seorang dai ketika menyampaikan pesan dakwah kepada madu diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.
2. Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu komunikasi.
3. Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi agama
Psikologi Agama (ilmu jiwa agama) meneliti sejauh mana pengaruh keyakinan agama terhadap sikap dan tingkahlaku seseorang (berfikir,
bersikap, dan bereaksi).[4] Lapangan penelitian psikologi agama adalah kesadaran beragama dan pengalaman beragama. Jika psikologi
berusaha menguak apa yang melatarbelakangi tingkah laku manusia yang terkait dengan dakwah, maka psikologi agama mencari seberapa
besar keyakinan agama seseorang memenuhi tingkah lakunya.
4. Hubungan psikologi dakwah dengan patologi social
Psikologi dakwah adalah upaya mengajak kepada ajaran agama menuju kepada kesejahteraan jiwa dan raga Madu dan Dai. Sebelum memulai
dakwah, para dai perlu mengetahui lebih jauh apa saja penyakit-penyakit masyarakat yang hal itu dibahas oleh ilmu patologi sosial.
5. Hubungan psikologi dakwah dengan sosiologi
Sosiologi menaruh perhatian pada interaksi sosial. Interaksi sosial akan terjadi apabila terjadinya komunikasi. Demikian juga kegiatan dakwah
yang merupakan komunikasi antara Dai dan Madu yang akan melahirkan interaksi sosial.
6. Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi individual
Manusia adalah makhluk individual, makhluk yang tidak bisa di bagi-bagi, terdiri dari jasmani dan rohani yang merupakan kesatuan yang
utuh.Psikologi individual adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dari segi individualitas (pribadinya). Bantuan psikologi individual
terhadap psikologi dakwah terletak pada pengungkapan tentang hal ihwal hidup kejiwaan individual dengan aspek-aspek dan ciri-cirinya yang
mengandung kemungkinan dapat dihampiri secara bijaksana untuk diarahkan kepada tujuan dakwah sesuai dengan kebutuhan pemuasan
pribadi masing-masing melalui proses dakwah yang tepat.
7. Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi social
Selain manusia sebagai makhluk individual, secara hakiki manusia juga merupakan makhluk sosisal. Psikologi sosial merupakan landasan yang
memberikan dan mengarahkan psikologi dakwah kepada pembinaan sosialisasi manusia sebagai objek dakwah karena dalam psikologi sosial
dipelajari tentang peyesuaian diri manusia yang diitimbulkan oleh rangsangan-rangsangan sosial, perubahan tingkah laku sesuai rangsanganrangsangan sosial

Jiwa menurut psikologi dan Alquran


jiwa dalam perspektif psikologi merupakan cerminan
dari perilaku yang dimunculkan oleh seseorang dalam
bentuk tindakan dan perbuatan nyata yang meliputi
tindakan yang dapat teramati (perilaku terbuka)
maupun tindakan yang tidak dapat diamati secara
langsung (perilaku tertutup) dalam hubungannya
dengan realitas ekternal di luar dirinya.

l-Quran memberikan apresiasi yang sangat besar bagi kajian jiwa (nafs) manusia. Hal ini bisa
dilihat ada sekitar 279 kali Al-Quran menyebutkan kata jiwa (nafs). Dalam Al-Quran kata jiwa
mengandung makna yang beragam (lafzh al-Musytaraq). Terkadang lafaz nafs bermakna
manusia (insan), Takutlah kalian kepada hari di mana seorang manusia (nafs) tidak bisa
membela manusia (nafs) yang lainnya sedikitpun. [14] Sesungguhnya orang yang membunuh
seorang manusia (nafs) bukan karena membunuh (nafs) manusia yang lainnya, atau melakukan
kerusakan di muka bumi, seolah-olah dia membunuh seluruh manusia.[15]
Kata nafs juga menunjukkan makna Zat Tuhan, Aku pilih engkau untuk Zat (nafs)-Ku.[16] Juga
bermakna hakikat jiwa manusia yang terdiri dari tubuh dan ruh,Dan kalau Kami menghendaki,
niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk.[17]DanAllah tidak membebani
(jiwa) seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.[18] Selain itu ditujukan
maknanya kepada diri manusia yang memiliki kecenderungan, Maka, hawa nafsu Qabil
menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka
jadilah ia seorang di antara orang yang merugi.[19] Lafaz nafs yang bermakna bahan
(mahiyah) manusia.[20] Kehendak (thawiyah) dan sanubari (dhamir),[21] Dan beberapa makna
lain yang secara umum dijelaskan dalam al-Quran yang tidak mungkin dijelaskan satu persatu.
[22]

Anda mungkin juga menyukai