PENGANTAR
PSIKOLOGI DAKWAH
Penerbit
2019
PENGANTAR
PSIKOLOGI DAKWAH
Penulis
Agus Hermawan,S.Pd.I,M.A
Penerbit;
Editor;
Erlina Wijayanti,S.Pd
Desain Sampul
Dicetak;
Sinar Jaya
Cetakan I
2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah Swt Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah Saw. Penulis bersyukur kepada Illahi
Rabbi yang telah memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada penulis sehingga
buku yang berjudul “ Pengantar Psikologi Dakwah” dapat terselesaikan.
Materi buku ini disesuaikan dengan kurikulum hasil revisi Tahun 2018 di
lingkungan Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Sehingga content (isi) buku ini sangat relevan dan sama dengan materi Silabus di
IAIN Salatiga.
Kepada Yayasan Hj. Kartini yang telah bersedia menerbitkan buku ini dan
juga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian buku ini, kami
ucapkan terima kasih. Akhirnya penulis menyadari buku sederhana ini jauh dari
sempurna, maka tegur sapa untuk penyempurnaan buku ini sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan buku ini pada terbitan selanjutnya. Semoga buku ini
memberi kemanfaatan bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
Agus Hermawan,S.Pd.I,M.A
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
PROFIL PENULIS...............................................................................................
BAB I
Objek penelaah didalam ilmu dakwah ada dua, yaitu objek material
dan objek formal. Objek material adalah tentang tingkah laku manusia.
Sedangkan objek formalnya adalah usaha manusia untuk
menyeru/mengajak manusia lain dengan ajaran Islam agar menerima,
meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam bahkan memperjuangkannya.
Dapat disimpulkan bahwa objek dakwah adalah manusia dengan segala
sikap tingkah lakunya yang berkaitan dengan aktifitas dakwah.
Sedangkan di dalam buku Psikologi Umum yang ditulis oleh Drs.
H. Abu Ahmadi, bahwa segi objeknya, psikologi dibedakan menjadi dua
golongan yaitu, psikologi yang menyelidiki dan mempelajari manusia dan
psikologi yang menyelidiki dan mempelajari hewan, yang umumnya lebih
tegas disebut psikologi hewan. Dapat dikatakan bahwa objek dari
psikologi adalah manusia.
2. Sejarah Psikologi
Di penghujung abad XX sejenak kita merenungi karakteristik abad
kita ini sambil mencoba membayangkan corak kehidupan bagaimana
yang berkembang pada abad mendatang. Abad XX di satu pihak di
tandai oleh perkembangan sains dan teknologi yang pesat luar biasa .
Perkembangan IPTEK ini berhasil ,menciptakan perabadaban modern
yang menjadikan berbagai kemajuan dan kemudahan bagi mereka
yang berhasil memenuhi segala tuntutan modernisasi. Sebuah peluang
dan sekaligus tantangan akhir abad XX untuk meningkatkan taraf
kehidupan yang dapat di penuhi hanya dengan bekerja keras dan bukan
dengan bersantai santai. (Djamaludin Ancok, 2011: 191)
Beberapa abad sebelum masehi, para ahli pikir Yunani dan
Romawi telah berusaha mengetahui hidup kejiwaan manusia dengan
cara cara yang bersifat spekulatif. Pada zaman ini psikologi masih
dalam ruang lingkup filsafat, para ahli menyebutnya filsafat rohaniah,
karena mereka berusaha memahami jiwa melalui pemikiran filosofi
dan merupakan bagian dari filsafat. Salah satu filusuf pada saat ini
Plato dan Aristoteles. Sejarah dengan dinamika hidup masyarakat
untuk senantiasa mencari pemuasan dalam segala aspek kehidupannya
maka fikiran manusia pun mengalami perkembangan yang bertendesi
ke arah pemuasan hidup ilmiah nya yang semakin sempurna. Mulai
zaman humanisme sistem dan metode berfikir manusia tidak lagi
bersifat spekulatif, melaikan menuntut sistem dan metode yang bersifat
rasionalistis. Di antara ahli pikir pada masa ini adalah Thomas Aquinas
dan Jhon Locke. (H.M.Arifin, 1991:32-33).
Dari sini kita dapat melihat bahwa menuntut ilmu pengetahuan dalam
Islam bertujuan untuk mencapai kebaikan yakni dunia dan akhirat. Dengan
ilmu itu diharapkan akan terealisasi keseimbangan kepribadian manusia
dalam citranya yang hakiki dan sempurna, seperti yang tercermin dalam
pribadi Rasulullullah saw. Dimana pada dirinya terdapat keseimbangan
kekuatan spiritual yang mendalam dan kekuatan fisiknya yang tangguh.
Maka jelaslah bahwa tujuan terbesar menuntut ilmu pengetahuan dalam
Islam ialah lebih dekat dengan Allah, karena Dia Zat Yang Maha Tinggi
sebagai sumber kebenaran, kebaikan, dan ketulusan. Sehingga seorang
muslim dalam segala aktivitas keilmuannya harus mengarah dan hijrah untuk
mendekatkan diri kepada Allah. (putriap13.blogspot.com/2015/12).
BAB IV
HUBUNGAN PSIKOLOGI DAKWAH DENGAN ILMU LAIN
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa menjadi subjek dan objek
sekaligus. Manusia berpikir dan merenung, kemudian menjadikan dirinya sebagai
objek fikiran dan renungan. Terkadang manusia dipuja tetapi dikala yang lain
manusia juga dihujat. Terkadang manusia sering merasakan bangga terhadap
pujian seseorang dan suatu ketika ia bersedih saat ada hujatan kepada dirinya.
Manusia sejak semula ada dalam suatu kebersamaan, ia senantiasa
berhubungan dengan manusia-manusia lain dalam wadah kebersamaan,
persahabatan, lingkungan, masyarakat, pekerjaan dan bentuk relasi social lainnya.
Manusia dilengkapi antara lain cipta, rasa, karsa, norma,cita-cita, dan nurani
sebagai karakteristik kemanusiannya.
Salah satu ciptaan Allah adalah manusia, yang diberi keistimewaan berupa
kemampuan berpikir yang melebihi jenis makhluk lain yang sama-sama menjadi
penghuni bumi. Kemampuan berpikir itulah yang diperintahkan Allah agar
dipergunakan untuk mendalami wujud atau hakikat dirinya dan tidak semata-mata
dipegunakan untuk memikirkan segala sesuatu di luar dirinya.Demikianlah
kenyataannya bahwa manusia tidak pernah berhenti berpikir, kecuali dalam
keadaan tidur atau sedang berada dalam situasi diluar kesadaran. Manusia berpikir
tentang segala sesuatu yang tampak atau dapat ditangkap oleh pancaindera bahkan
yang abstrak sekalipun.
Pemahaman manusia yang tidak utuh tentang manusia dapat berakibat fatal
bagi perlakuan seseorang terhadap sesamanya. Misalnya saja pandangan dari
teori evolusi yang diperkenalkan Darwin pada abad XIX. Bisa saja pendangan
Darwin tersebut akan menimbulkan sikap kompetitif dalam segala hal, baik
ekonomi, politik, budaya, hukum pendidikan maupun lainnya, bahkan akan
menghalalkan berbagai macam cara. Maka, agar dapat dipahami tentang
hakekat manusia secara utuh, ada beberapa pendapat atau pandangan tentang
manusia ini menurut Murtadha Mutahhari (1996:33) diantaranya:
Artinya : Tidak kujadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-
Ku. (QS. Az-Zariyat : 56)
1. Golongan cendekiawan
Golongan ini cinta dengan kebenaran dan dapat berfikir secara kritis,
cepat menangkap persoalan.
2. Golonggan awam
Kebanyakan orang yag belum dapat berfikir secara kritis dan
mendalam belum tentu dapt menangkap pengertian yang tinggi.
3. Golongan yang berbeda dengan kedua golongn diatas.golongan yang
tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut.,mereka
senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu tidak
sanggup menanggapi secara menyeluruh.
Berdasarkan respon mad‟u terhadap dakwah mereka digolongkan
menjadi tiga golongan yaitu:
1. Golongan simpatik aktif
Mad‟u yang menaruh simpati dan secara aktif memberi dukungan
moril dan materil terhadap kesuksesa dakwah. Mereka juga berusaha
mengatasi hal-hal yang dianggapnya merintangi jalannya dakwah dan
bahkan mereka bersedia berkorban segalannya untuk kepentingan
Allah.
2. Golongan pasif
Mad‟u yang tidak memperdulikan pendakwah.
3. Golongan antipasti
Mad‟u yag tidak rela tau tidak suka akan terlaksanakannya dakwah,
mereka bersaha dengan berbagai cara untuk meninngalkan dakwah.
Seorang Da‟i yang arif dan bijaksana adalah yang memperlakukan Mad‟u
sesuai dengan kondisi dan situasi sosial kulturalnya di masyarakat. Da‟i
harus mampu menempatkan dan memperlakukan mad‟u sebagai obyek
sasaran dakwah dengan baik dan tidak melukai perasaan mereka sehingga
jauh dari kontraproduktif.
1. Qoulan Baligha (perkataan yang membekas pada jiwa)
Terdapat pada surah an-Nisa ayat 63 dengan firman-Nya.
ّفبعشض عىٍم َ ِعظٍُم َقو ىٍّم ف
ِ أَىئل اىّزيهَ يعيم َّللا مب فّ قيُبٍم
ً أوفُ ِسٍم قُال بييغب
ّ فقُال ىً قُالً ىّيّىب ً ىّعيًّ يحز ّمش أَ يخش. ّأرٌبب اىّ فشعُن اوًّ طغ
Artinya: “pergilah kamu berdua kepada firáun, sesungguhnya dia telah
melampaui bata, maka berbiclah kamu berdua kepadanya dengan kata-
kata lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”.
Al-Qur‟an mengajarkan agar dakwah kepada manusia haruslah bersifat
sejuk dan lemah lembut , tidak kasar dan lantang, perkataan yang
lantang kepada dapat memancing respon yang lebih keras dalam waktu
spontan, sehingga menghilangkan peluang untuk berdialog atau
komunikasi antar kedua belah pihak, da‟i dan penguasa sebagai mad‟u.
َأوزسعشيشجل األقشبيه
Artinya: “dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat
“
Keluarga adalah prioritas dakwah setelah dirinya sendiri. Setelah itu baru
kerabat yang paling dekat. Teman akrab, para tetangga, danpada akhirnya
pada masyarakat umum. (Deybiagustin,2012:02)
BAB VIII
PERAN MOTIVASI DALAM DAKWAH
Salah satu ciri dakwah yang efektif adalah apabila hubungan baik
antara da‟i dan mad‟u semakin meningkat. Kedekatan tersebut bisa jadi terjadi
secara alamiah karena bertemunya dua unsur yang saling membutuhkan dan
saling mendukung, akan tetapi bisa jadi buah hasil dari kerja keras yang efektif,
yaitu melalui usaha keras meskipun membutuhkan waktu yang lama.
1. Ketertarikan mad‟u terhadap dai‟i bisa jadi karena daya pesona da‟i.
2. Ketertarikan mad‟u terhadap da‟i karena masyarakat sedang
membutuhkan kehadiran figur seorang da‟i.
3. Hubungan batin itu bisa jadi karena masyarakat sedang merindukan
hadirnya seorang pemimpin spiritual, tiba-tiba datang seorang da‟i yang
membawa apa yang diidamkan, dan bahkan lebih.
4. Selain itu sikap positif dan kesukaan atau ketertarikan orang kepada da‟i
disebabkan karena adanya kesaman karakteristik personal, kesamaan
tekanan psikologis, dan rendahnya harga diri. (Ahmad Mubarok, 1999,
197-199)
C. Pijakan Psikologi Hubungan Da’i dan Mad’u
Hubungan baik antara da‟i dan mad‟u sebagaimana hubungan baik antar
siapapun tidak otomatis terjadi, melainkan membutuhkan pijakan-pijakan
psikologi. Hubungan baik tersebut dimungkinkan akan terjadi apabila
kedua pihak terdapat dalam hal-hal berikut ini:
1. Faktor Percaya
Jika antara da‟i dan mad‟u saling mempercayai maka akan terjadi
hubungan baik antara kedua pihak tersebut. Namun sebaliknya apabila
mereka tidak saling percaya, maka akan ada kesalah pahaman.
2. Sikap Saling Membantu
Apabila masyarakat merasa terbantu oleh kehadiran da‟i begitu juga
dengan da‟i yang merasa dibantu oleh masyarakat dalam beramal
sholeh, maka akan terjadi hubungan baik akan mudah terjadi.
Sebaliknya apabila kehadiran da‟i dirasa oleh masyarakat sebagai
gangguan dan beban, atau da‟i yang merasa diperbudak, maka
hubungan baik tersebut tidak akan terjadi.
3. Sikap Terbuka
Apabila seorang da‟i memiliki sikap terbuka, dengan sikap yang ia
miliki dan diketahui masyarakat serta ia tidak menutupi atau basa-basi
maka hubungan keduanya akan baik. Akan tetapi apabila keduanya
saling menutupi rahasia yang sebenarnya bukan rahasia, maka
hubungan baik juga tidak akan terjadi.
D. Macam-macam Interaksi Sosial
Manusia dalam memberikan reaksi terhadap proses interaksi dalam suatu
kelompok menunjukkan berbagai macam tingkah laku yang berbeda-beda.
Perbedaan reaksi tersebut menurut R.F. Bales dan Strodtbeck (1951) dapat
dikategorikan menjadi empat macam sebagai berikut:
1. Tindakan Integratif-Expressif, yaitu tingkah laku yang bersifat terpadu
dan yang menyatakan doongan kejiwaan seseorang. Termasuk kategori
ini adalah perbuatan menolong orang lain ,memberikan pujian kepada
orang laian, melawak untuk menghilangkan ketegangan perasaan,
menyetujui pendapat orang lain, menunjukkkan setia kawan.
2. Tindakan yang relavan dengan tugas instrumental yakni tingkah laku
yang menggeraakkan kelompok kearah penyelesaian suatu problem
yang dipilihnya. Misalnya memberikan jawab atas pertanyaan,
memberikan sugesti, memberikan pendapat, memberikan penjelasan.
3. Tindakan meengajukan pertanyaan yang relavan dengan tugas
instrumental, yakni berupa permintaan untuk orientasi, sugesti, dan
pendapat.
4. Tindakan Integratif-Exspressif yang bersifat negatif, yakni tingkah
laku terpadu yang menyatakan dorongan kejiwaan yag bersifat
menghindar. Misalnya pernyataan tidak setuju, menimbulkan
ketegangan, antagonisme ( pertentangan), dan mengundurkan diri.
Dalam proses interaksi yang di orientasikan kepada tujuan dakwah,
kategori tingkah laku yang bersifat negatif dalam kelompok obyek
daakwah perlu dihindarkan antara lain, dengan mengembangkan sikap
solidaritas dan rasa keterikatan dan rasa senasib ( sense of belonging dan
sense of togetherness ) sesuai dengan ajaran agama.
BAB X
INTERAKSI DAKWAH ANTARA DA’I DAN MAD’U
A. Pengertian Dakwah
B. Komunikasi Persuasif
C. Dakwah Persuasif
Dakwah Persuasif “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa
yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan
berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang
berbekas pada jiwa mereka.” (Qs. An-Nisa ayat 63)
Dakwah yang sejuk dan lemah lembut ini secara pesuasif cocok
jika ditujukan kepada mad‟u yang menduduki kekuasaan yang peka
terhadap kritik.
c. Qaulan Maisura (Perkataan yang ringan)
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari
Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka
Ucapan yang pantas” (QS. Al-Isra ayat 28). Qaulan Maisura atau
perkataan yang ringan ini biasanya relevan bagi awam yang hidupnya
masih direpoykan oleh kebutuhan pokok: makan, minum, tempat
berteduh.
Agus Hermawan, S.Pd.I, M.A (Pak Agus, lahir 22 Agustus 1978) adalah
putera bungsu dari tiga bersaudara pasangan Ki sumbodo trah Notobratan Pangeran
Wijil V (Keturunan R.M. Said/ Sunan kalijaga Kadilangu Demak ke-14) dan Ibu Hj.
Kartini dari Undaan Kidul kudus. Masa kecilnya dihabiskan untuk belajar dan
mengaji serta bekerja membantu orang tuanya. SD, MTs (Kudus), SMA (Jepara), S1
/PAI; S.Pd.I (STAIN Kudus tahun 2003) S2/Psikologi Pendidikan Islam; M.A (UMY
Yogyakarta tahun 2005). Sekarang ini pak Agus beraktivitas sebagai Dosen di IAIN
Salatiga, Ketua Yayasan Hj. Kartini Kudus, Ketua Yayasan Nurul Muttaqiin Kalirejo,
Sekretaris Majlis Dakwah Islamiyah, Sekretaris KAHMI Kudus, Ketua Takmir
Masjid, Direktur LPI Nurul Muttaqiin, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatun Najah
Kecandran Salatiga dan beliau juga aktif menulis beberapa jurnal serta buku yang
telah dipublikasikan, berorganisasi non politik, dan memberi ceramah di masyarakat
dan Perguruan Tinggi setempat serta memberi layanan konseling di rumahnya.