Anda di halaman 1dari 54

1

KATA PENGANTAR

‫ِ ِس ِهَّلل ِا ِهَّللال ٰمح ِ ِهَّللال ِح‬


Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, dengan lim-
pahan rahmat-Nya, buku Psikologi Dakwah dapat disusun
walaupun masih banyak kekurangannya.
Buku Psikologi Dakwah ini merupakan salah satu buku yang
dijadikan referensi bagi peserta pendidikan dakwah yang dise-
lenggarakan oleh Yayasan Ar-Risalah
Menyampaikan ajaran Islam secara lisan atau mau‟idzah
hasanah merupakan bagian dari pada dakwah, dan juga meru-
pakan sesuatu yang tidak bias dipisahkan dari ajaran Islam itu
sendiri. Rasulullah SAW banyak banyak menggunakan penyam-
paian lisan di dalam dakwahnya. Demikian juga para sahabat
dan ulama sehingga Islam dapat berkembang dengan baik.
Namun demikian, dakwah bias juga dilakukan dengan menggu-
nakan yulisan atau yang lainnya.
Agar Proses dakwah bil-lisan itu bisa memperoleh hasil
maksimal maka para da‟i harus memiliki kemampuan dan kete-
rampilan menyampaikan ajaran Islam secara lisan baik melalui
ceramah umum di hadapan orang banyak, khutbah Jum‟at mau-
pun ceramah kepada orang yang jumlahnya lebih terbatas seperti
Majelis Taklim kelompok arisan, teman-teman dan keluarga. Di
sinilah pentingnya Psikologi Dakwah bagi para da‟i. Mudah-
mudahan buku kecil ini dapat membantu para da‟I dalam melak-
sanakan tugasnya. Amin.
Jakarta, Agustus 2016
Team Penyusun
Pendidikan dakwah Ar-Risalah
Ketua

(Drs. KH.M. Chozin Machmud, MM)

2
3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………….. 1


DAFTAR ISI ……………………………………………… 3
1 PENGERTIAN PSIKOLOGI DAKWAH …………….. 5
A. Pengertian Psikologi ………………………………. 5
B. Pengertian Dakwah ………………………………... 5
C. Psikologi Dakwah …..……………………………... 6
2 PSIKOLOGI AGAMA ………………………………... 7
A. Pendahuluan ………………………………………. 7
B. Kebutuhan Manusia ………………………………. 7
C. Kebutuhan Agama ………………………………… 11
D. Kebutuhan Terhadap Agama Islam ……………….. 12
3 PSIKOLOGI DA‟I DAN MAD‟U ……………………. 14
A. Pendahuluan ………………………………………. 14
B. Psikologi tentang Manusia ………………………… 14
C. Psikologi Manusia Menurut Al-Qur‟an …………… 18
4 PROSES PSIKOLOGI DALAM BERDAKWAH ……. 23
A. Sensasi ……………………………………………. 23
B. Persepsi …………………………………………… 24
C. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Persepsi 24
D. Memori …………………………………………..... 27
E. Rekonstruksi ………………………………………. 28
5 PSIKOLOGI BAHASA PENCERAMAH ……………. 30
A. Qaulan Baligho ……………………………………. 30
B. Qaulan Layyina ………………………………….… 31
C. Qaulan Maisuro ………………………………..….. 31

4
D. Qaulan Karima ………………………………..…… 32
E. Qaulan Sadida …………………………………….. 33
6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUI PRI-
LAKU …………………………………………………. 35
A. Ciri-Ciri Prilaku Manusia …………………………. 35
B. Faktor-Faktor Penggerak Prilaku ………………….. 36
7 PSIKOLOGI DAKWAH MELALUI MEDIA MASA .. 38
A. Komunikasi Masa …………………………………. 38
B. Karakteristik Dakwah Melalui Media Masa ………. 39
C. Efek Komunikasi Massa …………………………... 40
8 MOTIVASI DALAM DAKWAH …………………….. 42
A. Pengertian Motivasi ……………………………….. 42
B. Aspek-Aspek Motivasi ……………………………. 42
9 DAKWAH PERSUASIF …………………………….... 45
A. Peluang Keberhasilan Dakwah ……………………. 45
B. Pembentuk Persuasif ………………………………. 45
10. PENUTUP ……….……………………………………. 52

5
1. PENGERTIAN PSIKOLOGI DAKWAH

A. PENGERTIAN PSIKOLOGI
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia yang merupakan gejala dari jiwanya. Yang menjadi
obyek bagi psikologi adalah tingkah laku atau sikap manusia
sebagai refleksi dari keadaan jiwanya, seperti sikap: marah,
sedih, tertawa, senyum, rajin ibadah, suka mencuri, mabuk-
mabukan dan sebagainya. Tingkah laku yang beraneka
ragam itu merupakan akibat dari kondisi jiwanya.
Seorang muslim yang jiwanya baik, ia akan taat beri-
badah kepada Allah dan sikapnya selalu menunjukkan hal-
hal yang positif. Sebaliknya, seorang muslim yang jiwanya
tidak baik, sikapnya selalu menunjukkan hal-hal yang
kurang baik. Untuk lebih mendalami psikologi, kita dapat
mempelajari semua tingkah laku manusia baik yang positif
maupun yang negatif, baik manusia dalam kapasitasnya
sebagai individu maupun kelompok.

B. PENGERTIAN DAKWAH
Banyak sekali definisi yang telah dibuat untuk merumus-
kan pengertian dakwah, yang intinya adalah “Mengajak
manusia ke jalan Allah agar mereka bahagia dunia dan
akhirat”.
Ukuran keberhasilan dakwah adalah manakala orang
yang diajak (mad‟u) memberi respon positif, yaitu mau
menjalankan apa yang disampaikan. Maka kata dakwah itu
mengandung makna aktif dan menantang, berbeda dengan
kata tabligh yang artinya menyampaikan. Ukuran keber-
hasilan muballigh adalah manakala ia berhasil menyampai-

6
kan pesan, baik mendapat respon positif maupun tidak dari
para pendengarnya.
Dengan demikian ada perbedaan yang menonjol antara
dakwah dan tabligh. Dalam proses dakwah itu mengandung
gerakan upaya mempengaruhi orang lain agar mereka ber-
sikap dan bertingkah laku seperti apa yang didakwahkan
oleh seorang da‟i.

C. PSIKOLOGI DAKWAH
Dalam proses dakwah, terjadi proses interaksi dan
komunikasi antara da‟i dan mad‟u, yang bukan hanya
interaksi secara lahiriyah saja, akan tetapi juga interaksi
mental dan jiwa. Seorang da‟i menyampaikan materi dak-
wahnya, mad‟u menerima pesan-pesan yang disampaikan,
kemudian mengolahnya dalam pikiran dan hati, kemudian
meresponnya. Jadi, proses saling mempengaruhi antara da‟i
dan mad‟u itu merupakan peristiwa mental dan jiwa.
Dengan mengacu kepada pengertian psikologi dan proses
dakwah sebagaimana tersebut di atas, maka dapat dirumus-
kan bahwa psikologi dakwah adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia yang terkait dengan prosesi dakwah.
Psikologi dakwah berusaha menyingkap apa yang tersem-
bunyi di balik perilaku manusia yang terlibat dalam dakwah,
dan selanjutnya menggunakan pengetahuan itu untuk me-
maksimalkan pencapaian dari tujuan dakwah.
Seorang da‟i yang paham ilmu psikologi dakwah atau
seorang psikolog yang berdakwah akan jauh lebih optimal
dakwahnya. Untuk itu sangatlah penting, juru dakwah mem-
pelajari dan memahami serta mengamalkan ilmu psikologi
dakwah.

7
2. PSIKOLOGI AGAMA

A. PENDAHULUAN
Mempelajari psikologi dakwah tidak bisa lepas dari
pemahaman terhadap psikologi agama, karena dakwah itu
bagian yang tidak terpisahkan dengan agama, khususnya
agama Islam. Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat, psikologi
agama itu meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan
tingkah laku manusia. Contoh, seorang muslim yang ber-
takwa akan cepat bersikap positif jika mendengarkan adzan.
Hal ini akan jauh berbeda dengan sikap seorang muslim
yang munafik atau muslim yang tidak bertakwa. Seorang
muslim akan bersikap sopan ketika masuk ke masjid, ketim-
bang mereka yang menganut agama lain. Jadi sikap dan
tingkah laku manusia itu sangat berhubungan dengan keya-
kinannya masing-masing.
Oleh karenanya, psikologi agama tugas utamanya hanya-
lah meneliti dan mempelajari bagaimana sikap batin atau
jiwa seseorang yang berkeyakinan kepada Tuhan dan ajaran
agamanya. Juga bagaimana keyakinan tersebut mempenga-
ruhi penghayatan batinnya, sehingga menimbul-kan berbagai
perasaan seperti tenteram, tenang, gelisah, khawatir dan
perasaan-perasaan lainnya.

B. KEBUTUHAN MANUSIA
Seorang da‟i harus memahami apa saja kebutuhan ma-
nusia secara umum dan khususnya kebutuhan-kebutuhan
mad‟unya. Jika kebutuhan mereka merasa terpenuhi, maka
secara psikologis mereka lebih dapat memenuhi apa yang
disampaikan oleh da‟i. Prof. DR. Zakiah Darajat dalam
bukunya Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, mem-

8
bagi kebutuhan manusia atas dua kebutu-han pokok yaitu (1)
kebutuhan primer dan (2) kebutuhan sekunder.
1. Kebutuhan Primer
Kebutuhan primer adalah kebutuhan jasmaniyah
seperti makan, minum, dan seks. Jika kebutuhan primer
ini tidak terpenuhi, maka dapat menimbulkan gangguan
kejiwaan dan mental, sehingga sikap dan tingkah laku-
nya abnormal dan negatif. Misalnya, seseorang mencuri
karena kebutuhan jasmaninya tidak mencukupi; sese-
orang berzina, karena kebutuhan seksnya tidak terpenuhi.
Bahkan sering terjadi pembunuhan, peperangan, perteng-
karan yang dahsyat yang juga diakibatkan tidak terpe-
nuhinya kebutuhan-kebutuhan primernya.
2. Kebutuhan Sekunder
Kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan rohaniyah atau
kebutuhan jiwa dan sosial. Sigmund Freud, membagi
kebutuhan sekunder yang paling pokok menjadi lima
bagian, yaitu:
a. Rasa kasih Sayang
Kebutuhan atas rasa kasih sayang berperan sangat
penting dalam menentukan sikap dan tingkah laku
kejiwaan seseorang. Seorang da‟i harus mampu
memberikan rasa kasih sayangnya kepada mad‟u.
Rasa kasih sayang bisa dalam bentuk ucapan, sikap
atau tingkah laku, sumbangan atau bantuan, mencari
solusi jika ada masalah, mendo‟akan dan sebagainya.
b. Rasa Aman
Setiap manusia pasti membutuhkan adanya rasa
aman dalam hidupnya, baik aman dari segi fisik mau-
pun dari segi kejiwaan. Orang yang sering dicurigai
ia tidak merasa aman dalam pergaulannya, sehingga

9
sikapnya menjadi tertutup, tidak mau berkumpul
dengan orang lain. Orang yang merasa perbuatan
dosanya sangat banyak, jiwanya merasa tidak aman.
Orang yang terlalu banyak salah juga mentalnya
tidak tenang.
Di sinilah seorang da‟i harus mampu memberi-
kan rasa aman dengan cara memberikan semangat
memperbaiki masa lalu dengan perbuatan-perbuatan
baik untuk optimis menghadapi kehidupan yang lebih
baik di masa yang akan datang. Dengan taubatan
nasuha Allah akan mengampuni dosa dan kesalahan
di masa yang lalu. Berikan harapan yang lebih baik
untuk masa yang akan datang. Tanamkan bahwa
Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha
Pengampun.
c. Rasa Harga Diri
Pada dasarnya, semua manusia mempunyai harga
diri dan ingin mendapat penghormatan dan penghar-
gaan dari orang lain. Jika harga diri ini tidak terpe-
nuhi dengan baik, maka akan menimbulkan gejolak
jiwa seperti: patah semangat, putus asa, minder,
ngambek, dan lain-lain.
Seorang da‟i harus mampu menghargai kepada
mad‟unya, memberikan nilai positif, dan memberikan
dorongan psikologis. Tidak dibenarkan da‟i mencela
mad‟unya, memojokkan, menjatuhkan mentalnya,
dan memberikan stempel yang tidak baik. Ingat:
sejahat-jahatnya manusia, ia membutuhkan peng-
hormatan dan harga diri. Maka menghargai kepada
orang lain khususnya kepada mad‟u merupakan
kewajiban bagi setiap da‟i

10
d. Rasa Sukses
Setiap manusia pasti ingin sukses dari apa yang ia
kerjakan. Dan orang akan naik harga diri dan sema-
ngat-nya jika ia sukses apa yang diinginkannya. Dan
manusia akan kecewa jika ia gagal melaksanakan
tugasnya. Kegagalan yang tidak terobati dapat me-
nimbulkan gejala kejiwaan, ia bisa nekad, bahkan
bisa bunuh diri.
Seorang da‟i harus mampu memberikan penghargaan
yang tinggi dan dorongan yang maksimal jika ada
orang yang sukses, dan juga harus mampu membe-
rikan ketenangan dan harapan yang lebih baik jika
ada orang yang sedang mengha-dapi kegagalan.
Secara psikologis, orang yang sedang gagal sangat
membutuhkan cahaya penerang. Di sinilah seorang
da‟i harus mampu meneranginya.
e. Rasa Ingin Tahu
Salah satu kebutuhan jiwa seseorang adalah adanya
rasa ingin tahu. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi
akan dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan yang
negatif. Salah satu contoh yang sederhana, jama‟ah
masjid pada umumnya ingin tahu tentang penggu-
naan kas masjid. Jika hal ini tidak terpe-nuhi, akan
muncul kegelisahan, kecurigaan, fitnah, akhirnya ia
tidak mau infak, bahkan juga jadi malas ke masjid.
Pada umumnya mad‟u menganggap bahwa da‟i
adalah seorang yang tahu terhadap ilmu. Maka
mereka sering bertanya dan ingin tahu.
Di sini seorang da‟i harus mampu memberikan jawa-
ban yang memuaskan. Jika tidak bisa menjawab atau
jawabannya kurang memuaskan akan mengakibatkan
hal-hal yang negatif. Maka seorang da‟i perlu mem-

11
persiapkan ilmu yang matang dan selalu belajar dan
belajar.

C. KEBUTUHAN AGAMA
Selain kebutuhan primer yang bersifat jasmaniyah dan
kebutu-han sekunder yang bersifat ruhaniyah dan sosial,
manusia juga mempunyai kebutuhan yang lebih penting lagi,
yaitu kebutuhan agama atau keyakinan terhadap kekuatan
yang ada di luar dirinya, sehingga manusia disebut sebagai
homo religious (makhluk yang beragama).
Manusia membutuhkan adanya kekuatan yang di luar diri
manusia, dikarenakan dalam hidup ini sering menghadapi
persoalan-persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh
manusia itu sendiri, sehingga memerlukan bantuan dan
pertolongan dari luar manusia. Contoh, ada orang sakit dan
telah diobati oleh dokter yang paling ahli dalam bidangnya,
menggunakan obat yang terbaik, akan tetapi ternyata tidak
sembuh. Ini artinya ada kekuatan lain yang sangat berperan.
Sebaliknya ada orang sakit keras, menurut perhitungan
dokter hidupnya hanya tinggal beberapa saat lagi, kemudian
diobati oleh seseorang hanya dengan air putih dan do‟a,
ternyata dapat sembuh dan sehat. Hal inilah yang mendorong
manusia untuk mencari-cari sesuatu kekuatan yang dapat
melin-dungi dan membimbingnya dalam kehidupan ini.
Dalam proses mencari kekuatan tersebut, manusia
berhasil dengan berbagai macam, antara lain ada yang
berkeyakinan kepada syetan, jin, atau makhluk ghaib yang
lain. Ada yang berhasil kekuatan itu berupa alam seperti
matahari, air, laut, gunung dan kuburan, batu, pohon dan
sebagainya. Sehingga itu semua diyakini sebagai tuhan yang
mempunyai kekuatan, disembah dan dianggap dapat
menyelamatkan.

12
Nabi Ibrahim As mengalami proses seperti tersebut di
atas, dan pada akhirnya ia dapat menemukan dengan benar,
bahwa kekuatan yang sangat dibutuhkan oleh manusia ada-
lah kekuatan Allah Swt. Maka umat Islam menyembah-Nya,
mengikuti ajarannya, dan berserah diri kepada-Nya dalam
segala persoalan dalam hidupnya.

D. KEBUTUHAN TERHADAP AGAMA ISLAM


Menurut para pakar psikologi Islam, manusia sejak lahir
telah membutuhkan Islam sebagai agamanya. Hal ini me-
ngacu kepada kata FITRAH dari hadits Nabi Muhammad
yang menyatakan:

‫ فَأَب َ َو ُه ُيُ َ ِّو َد ِن ِه َأ ْو يُ َم ِ ّج َ ا ِن ِه َأ ْو‬،‫ُك َم ْواُ ْو ٍد ي ُ ْو َ َُل عَ ََل اْ ِف ْط َل ِة‬ ُّ ُ


‫ي ُ َ ِ ّ َ ِن ِه‬
Setiap yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka sesung-
guh-nya kedua orang tuanya yang menjadikan ia Yahudi
atau Nas-rani atau Majusi.
Ibnu Taimiyah, seorang ulama besar berpendapat bahwa
kata fitrah dalam hadis tersebut maknanya adalah al-Islam
dan tidak ada makna lain yang lebih tepat. Maka secara
psikologis semua manusia asalnya adalah Islam (fitrah).
Kemudian fitrah ini menjadi karakter atau tabiat baik,
kemudian terus dapat berkembang dengan sempurna jika
mendapatkan bimbingan syari‟at Islam. Akan tetapi tabiat
fitrah itu dapat hilang jika tidak mendapatkan syari‟at Islam
dengan baik.
Oleh karenanya manusia memerlukan bimbingan syari‟at
Islam yang berasal dari kekuatan Yang Maha Segala-gala-
nya, yaitu Allah Swt. Dengan syari‟at Islam, manusia akan

13
mendapatkan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan,
karena kebutuhannya dapat terpenuhi dengan baik dan ia
merasa aman karena hidupnya bergantung kepada Yang
Maha Segala-galanya yaitu Allah Swt.
Firman Allah dalam Surat Ar-um ayat 30 :

            

         

 

Maka hadapkanlah wajahmua dengan lurus kwpada agama


Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Ruum: 30).
Dalam surat di atas disebutkan bahwa sejak asal kejadian
manusia telah di ciptakan membawa fitrah (potensi) agama
yang benar (hamif atau tauhid), ia tidak dapat menghindar,
walaupun ia mengabaikan atau tidak mengakuinya. Dengan
demikian yang dimaksud dengan manusia yang lahir, yakni
dinul Islam, sehingga pada dasarnya setiap manusia mem-
butuhkan agama Islam. Dan Agama yang haq hanyalah
Islam. Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 19:

     

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah


Islam
Oleh karenanya kita perlu berjuang untuk menyampai-
kan ajaran agama Islam, agar ketuhanannya dapat terpenuhi
dengan baik

14
3. PSIKOLOGI DA’I DAN MAD’U

A. PENDAHULUAN
Seorang da‟i pasti akan berhadapan dengan karakter
manusia yang berbeda-beda, dalam situasi dan kondisi yang
berbeda-beda pula, karena tingkah laku manusia itu dipe-
ngaruhi oleh berbagai macam faktor. Mulai dari faktor
personal, situasional, eksternal, sampai kepada faktor sosio-
kultural.
Oleh karenanya, jika seorang da‟i paham betul tentang
karakte-ristik mad‟unya, akan sangat membantu dalam
menjalankan tugas-nya sebagai da‟i. Bukan hanya sekedar
karakteristik mad‟u yang perlu dipahami oleh da‟i, akan
tetapi juga latar belakang pendidi-kannya, pengetahuan
agamanya, kehidupan sosial ekonominya, bahkan juga
bahasanya perlu dipahami dengan baik.

B. PSIKOLOGI TENTANG MANUSIA


Manusia memiliki kepribadian yang sangat unik, ia
adalah makhluk sosial dan juga makhluk budaya sekaligus
makhluk yang individualis.
Ketiga kepribadian yang dimiliki oleh manusia itu
merupakan sunatullah atau hidayah dari Allah semenjak ia
lahir, bahkan potensi tersebut telah dimiliki sejak masih
dalam kandungan. Potensi tersebut akan berkembang sesuai
dengan kondisi lingkungannya. Jika lingkunagannya baik,
maka potensi tersebut akan menjadi baik dan bermanfaat
untuk dirinya dan lingkungannya, begitu juga sebaliknya.
Itulah kodrat manusia.

15
1. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Secara kudrati, setiap manusia itu membutuhkan
manusia yang lain. Sehebat apapun manusia, tetap mem-
butuhkan ban-tuan dan penghargaan orang lain. Karena
kebutuhan tersebut, manusia perlu bergaul, berkawan,
dan bermasyarakat. Jiwa seseorang akan merasa tenang
ketika mempunyai banyak kawan dan akan merasa lebih
senang ketika dihargai oleh orang lain. Maka secara
alami, di mana berkumpul orang banyak dengan sendi-
rinya akan muncul yang namanya masyarakat. Di dalam
masyarakat terjadi komunikasi dan interaksi antar indi-
vidu-individu, yang kemudian tercipta ide bersama,
gagasan bersama, keinginan bersama, dan tindakan
bersama. Kebersamaan dalam masyarakat adalah meru-
pakan peluang yang sangat besar untuk menyampaikan
misi dakwah.
Contoh, pada umumnya di masyarakat ada per-
kumpulan-perkumpulan, mulai dari arisan, olah raga,
posyandu, dan perkumpulan-perkumpulan yang lain.
Seorang da‟i perlu meluangkan waktu untuk bermas-
yarakat dan mengarahkan perkumpulan-perkumpulan
yang ada di masyarakat kepada jalan yang diridhai Allah.
Dalam perkumpulan di masyarakat, dengan sendirinya
juga akan muncul jiwa sosial, umpamanya mengum-
pulkan dana untuk berbagai macam kegiatan. Di situlah
da‟i perlu mengarahkan dan mengkondisikan agar seba-
gian dana yang terkumpul dapat disalurkan ke jalan
Allah.
Pendeknya, seorang da‟i harus mampu memanfaat-
kan potensi sosial yang ada di masyarakat untuk diarah-
kan kepada pembinaan umat lahir dan batin, dunia dan
akhirat.

16
2. Manusia sebagai Makhluk Budaya
Allah memberi potensi yang sangat besar kepada
manusia yaitu “akal”. Dengan akalnya manusia berpikir,
dengan pikirannya manusia berbuat, dengan perbua-
tannya manusia berkembang. Perkembangan yang dicip-
takan oleh manusia adalah merupakan budaya. Perkem-
bangan budaya itu didorong oleh kebutuhan-kebutuhan
manusia. Pada saat panas terik matahari, dan pada saat
hujan, manusia butuh berteduh, maka muncullah kreasi
membuat payung. Payung adalah merupakan budaya.
Untuk mempercepat perjalanan dibuatlah sepeda, kemu-
dian sepeda motor, kemudian mobil, dan kemudian
pesawat terbang. Itu semua merupakan perkembangan
budaya manusia. Teknologi yang sangat canggih saat ini
juga merupakan budaya yang perlu dimanfaatkan untuk
berdakwah.
Seorang da‟i perlu menambah wawasan dan penge-
tahuan tentang perkembangan budaya, karena budaya
manusia setiap saat mengalami perkembangan yang
sangat cepat, sesuai dengan cepatnya daya pikir manusia.
Semakin banyak berpikir akan menjadi semakin banyak
berkreasi, semakin banyak kreasi, akan semakin banyak
budaya yang diciptakan.
Budaya yang diciptakan manusia harus dimanfaatkan
untuk mempercepat dan mengembangkan nilai-nilai
dakwah. Pada zaman Wali Songo, di Jawa sangat popu-
ler budaya wayang. Budaya itu dimanfaatkan untuk me-
masukkan ajaran Islam pada masyarakat. Pada saat ini,
budaya manusia yang sangat canggih tentu dapat diman-
faatkan pula sebagai sarana berdakwah. Contohnya,
dakwah melalui media televisi, radio, internet, hand
phone dan lain-lainnya.

17
Dalam berdakwah melalui budaya yang canggih itu,
tentu tidak dibenarkan mencampur-adukkan antara yang
hak dan batil. Nilai-nilai Islamnya harus dijaga dengan
baik, tidak boleh larut dalam kebatilan. Manfaatkan
budaya manusia untuk berdakwah dengan tetap menjaga
dan mempertahankan kebenaran.
3. Manusia sebagai Makhluk Individualis
Satu sisi manusia secara naluri sebagai makhluk
sosial yang membutuhkan interaksi dengan alam sekitar
dan juga sebagai makhluk budaya yang selalu berbuat
sesuatu untuk kepenti-ngan orang lain, akan tetapi pada
sisi lain manusia juga sebagai makhluk yang sangat
individualistik yaitu selalu mementing-kan diri sendiri,
tidak mau kalah dengan saingannya, dan ada kecen-
derungan untuk selalu menjadi yang nomor satu dalam
bidangnya.
Karakteristik ini mengandung nilai yang positif
karena dengan karakter itu manusia akan terpacu selalu
maju ke depan dan akan berupaya untuk menjadi yang
terbaik. Pendeknya, manusia memiliki jiwa yang selalu
maju.
Bagi seorang da‟i perlu memahami karakter ini,
sekaligus dijadikan kesempatan untuk mencetak kader
seorang pemimpin dalam masyarakat. Da‟i perlu men-
jiwai individu-individu mad‟u-nya, kemudian da‟i
mampu mengembangkan kemampuan individu mad‟u.
Jika mereka dipacu untuk mengembangkan potensi
perso-nalitinya, ia akan merasa sangat senang dan mudah
berkembang.
Contoh, jika seorang mad‟u ada yang memiliki
kemampuan sebagai pedagang, maka ia perlu dipupuk
kemampuannya. Jika ada mad‟u yang mempunyai

18
potensi sebagai penjahit, maka perlu didorong untuk
meningkatkan profesinya. Jika ada mad‟u yang punya
kemampuan dalam bidang musik, perlu diberi kesem-
patan dan didorong untuk meningkatkan kemampuannya.
Pendeknya, seorang da‟i perlu memahami karakter
individu mad‟unya, kemudian memasukkan misi dak-
wahnya melalui kemampuan mad‟u, dan berikan ke-
sempatan agar mereka bisa mengembangkan potensi
dirinya.

C. PSIKOLOGI MANUSIA MENURUT AL-QUR’AN


Dalam al-Qur‟an maupun hadis Rasul, banyak disebut
tentang manusia, mulai dari sifat-sifatnya, kecenderungan-
nya, hak dan kewajibannya, bahkan juga tentang karakteris-
tiknya.
Ada dua status yang disandang manusia, sebagaimana
disebutkan dalam al-Qur‟an, yaitu status sebagai pemimpin
(khalifah) yang mempunyai kedudukan sangat tinggi dan
mulia di muka bumi, dan status sebagai hamba („abd) yang
sangat rendah, kecil, dan lemah di hadapan Tuhannya.
Jadi manusia menurut al-Qur‟an adalah besar pada satu
sisi (sebagai pemimpin) dan sangat lemah („abd/hamba)
pada sisi yang lain. Hal ini sangat erat dengan kondisi jiwa
manusia dalam merespon sesuatu, kadang berjiwa besar,
sportif, pemberani; akan tetapi terkadang berjiwa kerdil,
penakut, curang, putus asa, bahkan kadang lari dari tanggung
jawab.
Dalam konteks psikologi, yang diamati dan dipelajari
adalah gejala jiwa manusia, baik yang positif maupun yang
negatif, aktivitas berpikirnya, keadaan perasaannya dan
sikap tingkah lakunya. Hal-hal seperti itu dalam al-Qur‟an

19
disebut dengan nafs (jiwa), qalbu (hati), „aqal (akal) dan
bashirah (nurani).
1. Nafs (jiwa)
Nafs dapat dipahami sebagai dorongan keinginan
manusia untuk melakukan sesuatu. Maka dorongan nafs
manusia itu melahirkan tingkah laku atau sikap. Secara
umum, perbuatan manusia itu terbagi dua macam :
perbuatan baik dan buruk. Dua perbuatan itu juga atas
dorongan dari nafs. Maka dalam al-Qur‟an, nafs juga
terbagi dua macam: ada nafs yang baik (mutmainah), dan
nafs yang buruk (lawamah/amarah).
Manusia sebagai makhluk Allah yang mulia,
sebenarnya potensi baiknya lebih kuat dibanding potensi
buruknya, akan tetapi daya tarik keburukannya itu lebih
kuat dibanding dengan daya tarik kebaikannya. Oleh
karena itu, manusia itu dituntut untuk selalu menjaga
kebersihan nafsnya, sebagaimana Allah berfirman:

    .   

Sesungguhnya berbahagialah orang-orang yang


mensucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang-orang
yang mengotori jiwanya. (QS. Asy Syam : 9-10).
Seorang da‟i perlu menjaga kebersihan jiwanya, agar
hatinya tenang, pikirannya cemerlang dan dakwahnya
mudah diterima orang. Kecuali itu seorang da‟i juga
perlu menjaga jiwanya mad‟u, agar mereka juga mudah
memahami ajaran Islam.
Memberasihkan jiwa dari perbuatan maksiat, maka-
nan haram, lingkungan yang kurang Islami dan menjauhi
dari semua yang dilarang Allah, agar jiwanya tenang.
Sebagaimana firman-Nya:

20
     .   

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah ke jalan Tuhanmu


dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (QS. Al-Fajr:
27-28)
2. Qalbu (hati)
Dalam perspektif psikologi, qalbu (hati) mendorong
manusia untuk berbuat sesuatu yang penuh dengan
kesadaran, berbeda dengan nafsu, ia mendorong perbu-
atan manusia dengan perasaan. Sedang karakter hati itu
berubah-ubah atau tidak konsisten (taqallub). Untuk
melakukan sesuatu hati kita kadang semangat, kadang
malas dan kadang ragu-ragu. Terhadap seseorang,
kadang cinta, kadang benci. Namun demikian, ia tetap
sadar terhadap apa yang ia lakukan.
Karena potensi hati yang gampang berubah-ubah itu,
maka seorang da‟i harus mampu mengendalikan hatinya
agar tetap istiqamah, yang salah satunya dengan mem-
perbanyak dzikir kepada Allah, sebagaimana Allah ber-
firman :

    

Ingat, hanya dengan berdzikir kepada Allah, maka akan


tenanglah hatinya. (QS. Ar-Raad : 28)
Kecuali seorang da‟i perlu memperbanyak dzikir
kepada Allah, ia juga harus mengkondisikan kepada
mad‟u untuk berdzikir kepada Allah dengan sebanyak-
banyaknya, agar hati mereka tenang. Jika hatinya tenang
maka akan menumbuhkan sikap yang baik dan positif
dalam kehidupannya.

21
3. Hati nurani (bashirah)
Nurani berasal dari kata NUR yang artinya cahaya.
Jadi, hati nurani dapat disebut sebagai cahaya hati, atau
lubuk hati yang mendalam. Dalam al-Qr‟an, hati nurani
disebut dengan bashirah yang artinya pandangan mata
hati (QS Al-Qiyamah : 15).
Nurani (bashirah) selalu konsisten, beda dengan hati.
Nurani selalu jujur dan tidak bisa bohong, ia sangat
terpelihara keberadaannya. Maka hati nurani harus kita
jadikan panglima dalam kehidupan kita. Rasulullah
bersabda:
Minta fatwalah kamu kepada hati nuranimu.
Dalam konteks psikologi dakwah, seorang da‟i harus
selalu tunduk dan patuh kepada bashirahnya, maka ia
akan menjadi da‟i yang konsisten, sebagaimana
konsistennya hati nurani. Da‟i yang konsisten akan
berpengaruh positif terhadap mad‟u. Seorang da‟i juga
harus mampu mengkondisikan mad‟unya untuk selalu
menjaga nuraninya dengan baik. Orang yang tunduk
kepada nuraninya akan tenang kehidupannya karena
tidak adanya beban-beban kesalahan.
4. Akal
Akal adalah potensi manusia yang dianugerahkan
oleh Allah untuk menerima ilmu pengetahuan. Dalam
psikologi modern, akal dipahami sebagai kecakapan
memecahkan masalah. Hidup ini akan selalu berhadapan
dengan masalah-masalah, mulai dari masalah yang kecil-
kecil sampai yang paling besar. Dalam menghadapi
masalah itulah fungsi akal sangat berperan. Hidup juga
perlu berkembang, yang didorong oleh pengetahuan dan
kecerdasan akal.

22
Orang yang berakal cerdas sikapnya jauh berbeda
dengan orang yang kurang cerdas. Orang yang maksimal
dalam penggunaan akal, sikapnya juga jauh berbeda
dengan orang yang kurang menggunakan akalnya.
Dalam konteks psikologi dakwah, seorang da‟i harus
mampu mendayagunakan akalnya dengan maksimal agar
banyak yang dapat diperbuat untuk mensukseskan dak-
wahnya. Dan juga seorang da‟i harus mampu mengge-
rakkan kepada mad‟unya untuk dapat berpikir lebih
maksimal dalam menggunakan dan memperjuangkan
ajaran Islam. Dengan mengembangkan kreativitas
berfikir, maka pemahaman tentang Islam dapat lebih
mendalam dan akan menjadi seorang muslim yang
berkualitas.

OBJEK PSIKOLOGI
DAKWAH

An-Nafs Al-Qalb Bashirah Al-Aql

An-Nafs
Dorongan keinginan manusia untuk melakukan sesuatu baik atau
buruk yang di dasari oleh perasaan
Al-Qalb
Dorongan keinginan manusia untuk melakukan sesuatu yang
didasari kesadaran
Bashirah
Sikap dan kondisi hati yang di naungi oleh nur Allah (hati nurani)
Al-Aql
Potensi manusia untuk memahami dan memecahkan segala
persoalan hidup.

23
4. PROSES PSIKOLOGI DALAM BERDAKWAH

Dalam proses berdakwah ada da‟i, mad‟u dan maddah


(materi). Pada saat da‟i menyampaikan materi kepada mad‟u,
terjadilah proses komunikasi, informasi dan transformasi. Pada
saat itu mad‟u menerima materi dakwah melalui tahapan-
tahapan, yaitu (1) penerimaan stimulus informasi; (2) pengo-
lahan informasi; (3) penyimpanan informasi; dan (4) mengha-
silkan kembali informasi. Empat tahapan tersebut disebut
sebagai sistem komunikasi intra personal. Proses ini meliputi
sensasi, persepsi, memori dan rekonstruksi. Seorang da‟i perlu
memahami betul proses-proses tersebut, agar dapat mengetahui
sejauh mana keberhasilan dakwahnya.

A. SENSASI
Sensasi adalah proses menangkap stimuli (rangsangan)
dari apa yang dilihat atau dirasakan oleh indera manusia.
Contoh, ketika seorang muballigh tampil ke atas mimbar,
maka stimuli yang ditangkap oleh jama‟ah mula-mula adalah
sosok tubuhnya dan penampilannya. Setelah mulai ceramah,
yang ditangkap (stimuli) oleh jama‟ah adalah suaranya. Bagi
yang duduk di dekat muballigh akan menangkap aromanya,
dan bagi jama‟ah yang sempat bersalaman akan menangkap
halus atau kasarnya telapak tangan. Jadi apa saja yang
menyentuh alat indera, itu disebut stimuli.
Seorang da‟i atau muballigh perlu membuat sensasi yang
positif kepada mad‟u, agar jiwa mad‟u tertarik dan simpatik,
kemudian akan dapat menumbuhkan persepsi yang baik.
Dengan munculnya persepsi baik dari mad‟u, maka langkah
awal dakwah telah tercapai, atau disebut dengan sukses awal
dalam berdakwah.

24
B. PERSEPSI
Persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi,
sehingga manusia memperoleh pengetahuan yang baru. Dan
persepsi akan mengubah sensasi menjadi informasi.
Ketika kita melihat ada muballigh ibukota datang dengan
mengendarai mobil yang mewah, penampilannya hebat, ce-
ramahnya juga hebat dapat memukau jama‟ah, maka peng-
lihatan dan pendengaran kita itu berubah menjadi informasi,
bahwa muballigh itu “hebat”, kemudian kita akan mengin-
formasikan itu kepada orang lain.
Seorang dari dalam segala sikapnya harus mampu mem-
buat persepsi yang baik bagi jama‟ahnya. Karena kalau
jama‟ahnya telah memiliki persepsi yang baik kepada se-
orang da‟i, hal itu akan lebih memudahkan dalam memasuk-
kan materi dakwah atau dalam mempengaruhi jama‟ahnya.
Jika jama‟ah telah memiliki persepsi yang baik, maka me-
reka akan menceritakan kepada teman-temannya dan teman-
temannya juga akan merasa tertarik, karena mendapatkan
informasi yang menarik.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGA-


RUHI PERSEPSI
1. Faktor Gerakan
Secara psikologis, manusia tertarik apa saja yang
bergerak. Benda kecil yang bergerak-gerak, pasti lebih
menarik perhatian dari pada benda besar yang diam.
Penyanyi yang bergerak, lebih menarik perhatian dari
pada yang diam. Orang berjalan yang anggota tubuhnya
ada yang digerak-gerakkan, lebih menarik perhatian dari
pada orang yang berjalan bisaa-bisaa saja. Satu daun
kecil yang bergerak-gerak di saat daun-daun yang lain-

25
nya diam, maka daun yang bergerak itu menjadi diperha-
tikan.
Oleh karena itu, seorang muballigh perlu mengge-
rakkan tangannya atau anggota badannya untuk menarik
perhatian jama‟ah. Tentu gerakan seorang da‟i harus
disesuaikan dengan kondisi yang ada, tidak asal gerak.
Yang perlu dipahami oleh da‟i bahwa gerakan badan
dalam berdakwah atau berbicara menjadi salah satu daya
tarik yang dapat mempengaruhi persepsi jama‟ah.
2. Faktor Kebaruan
Secara psikologis, manusia selalu tertarik pada
sesuatu yang baru, baju baru, motor baru, mobil baru,
suasana baru dan ide-ide baru. Hal-hal yang baru itu
menarik perhatian karena bisaanya di dalamnya me-
ngandung suasana yang lebih segar.
Dalam kaitannya dengan dakwah, seorang da‟i harus
dapat tampil mengetengahkan hal yang baru, yang
berbeda dari bisaanya untuk dapat menarik perhatian
mad‟u. Kebaruan sesuatu tidak musti bersifat keselu-
ruhan, tapi bisa juga barang lama dengan kemasan baru.
Umpamanya, dalam menyampaikan dakwah walaupun
isi materinya sama dengan yang lalu, akan tetapi met-
hode penyampaian atau alat peraganya yang diperbarui,
hal ini juga dapat menarik perhatian mad‟u.
Materi dakwah pada dasarnya tidak mengalami peru-
bahan karena sumber materi dakwah adalah al-Qur‟an
dan hadis yang telah baku. Akan tetapi uraian dan pema-
hamannya bisa berkembang. Perkembangan-perkem-
bangan itu yang harus dikuasai oleh da‟i, agar dalam
dakwahnya selalu menampilkan hal-hal yang baru, se-
hingga pendengarnya tetap merespon dengan baik.

26
3. Faktor Kontras
Secara psikologis, manusia akan lebih memperhati-
kan sesuatu yang berbeda dan sesuatu yang kontras. Jika
jama‟ah pada umumnya memakai baju putih-putih, maka
jika ada satu orang yang memakai baju merah akan
menjadi perhatian. Jika di tengah-tengah keheningan ada
satu suara, maka orang-orang akan berpaling memper-
hatikan suara tersebut.
Dalam kaitannya dengan dakwah, maka seorang da‟i
perlu berpenampilan yang berbeda dengan umumnya
jama‟ah. Pada saat berceramah perlu dengan suara yang
mudah didengarkan oleh mad‟u, sehingga memerlukan
pengeras suara yang baik untuk mengalahkan suara
obrolan orang banyak. Mimbar/podium lebih tinggi dari
pada duduknya jama‟ah, lampu lebih terang dari pada
ruangan lain. Itu semua tujuannya agar jama‟ah dapat
lebih memperhatikan kepada da‟i, sehingga mereka
mempunyai persepsi yang baik kepada da‟i.
4. Faktor Struktural
Menurut sebuah teori psikologi, bila seseorang mem-
persepsi sesuatu, maka ia mempersespsinya sebagai
suatu keseluruhan bukan bagian-bagian. Ketika melihat
wajah cantik seorang wanita, maka yang dipersepsi
bukan hanya wajahnya saja yang baik, tapi keseluruhan
tubuh wanita itu, bahkan sampai bagian-bagian dalam-
nya dipersepsi baik, karena ia memper-sepsi dari struktur
tubuhnya.
Jika ada orang yang pintar, cerdas, pekerja keras,
tetapi suka menyakiti isterinya, maka dipersepsi sebagai
orang yang tidak baik. Sebaliknya, jika diungkapkan
dengan kata-kata “ada orang yang suka menyakiti isteri-
nya, tapi ia pintar, cerdas dan pekerja keras”. Maka yang

27
dipersepsi adalah bahwa orang tersebut baik, yang mem-
bedakan dua persepsi tersebut karena “struktur kalimat-
nya”.
Contoh lagi, orang yang dekat dengan ulama diper-
sepsi sebagai orang baik. Orang yang dekat dengan
pejabat tinggi, dipersepsi sebagai orang penting, orang
yang dekat dengan penjahat dipersepsi sebagai orang
yang tidak baik.
Demikian proses stimuli yang ditangkap oleh indera
dipersepsi menjadi informasi, kemudian disimpan men-
jadi memori.
Dalam hubungannya dengan dakwah, seorang da‟i
perlu memahami bahwa pada saat proses menyampaikan
dakwah ada stimuli-stimuli yang ditangkap oleh indera
mad‟u, dan itu akan menjadi informasi yang sangat
berharga bagi mad‟u. Kemudian akan disebarluaskan
kepada masyarakat yang lebih luas. Kecuali itu, infor-
masi yang diperoleh dari stimuli juga akan disimpan oleh
mad‟u menjadi memori.

D. MEMORI
Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuannya
dalam menyimpan informasi yang sangat banyak dalam
waktu yang lama dan dapat mengingatnya kembali. Apa saja
yang ditangkap oleh indera (sensasi), kemudian diubah
menjadi informasi (persepsi), selanjutnya disimpan dalam
ingatan (memori). Dengan demikian, memori adalah suatu
sistem yang berstruktur pada otak manusia yang merekam
fakta tentang suatu pengetahuan yang dapat digunakan untuk
membimbing perilakunya. Jadi prilaku manusia dipengaruhi
oleh memori yang ada pada dirinya.

28
Dalam mengingat kembali atau memanggil informasi
dari memori, dapat terjadi dengan beberapa cara, antara lain
adalah:
1. Pengingatan; yaitu sengaja mengingat-ingat kembali
pengetahuan atau pengalaman yang pernah diketahui
atau dijalankan di masa lalu.
2. Pengenalan; yaitu mengenali kembali apa yang pernah
diketahui di masa lalu. Misalnya ketika berjumpa
dengan teman akrab yang telah 25 tahun tidak bertemu.
Melihat buku pelajaran yang sudah 10 tahun tidak
pernah disentuh.
3. Pengulangan; yaitu mengulang kembali apa yang penah
diketahui di masa lalu. Contohnya, pada saat di kam-
pung sudah pernah hafal surat al-Fatihah. Di Jakarta
selama 40 tahun tidak pernah membacanya. Ketika
sudah taubat dan masu shalat, ia lebih mudah menghafal
surat al-Fatihah dari pada yang masa kecilnya tidak
pernah mengaji sama sekali.

E. REKONSTRUKSI
Rekonstruksi adalah proses pembangunan kembali suatu
informasi yang sudah lama tidak pernah diaktifkan, atau
dengan kata lain proses mengingat kembali suatu kejadian
masa lalu yang sudah lama tidak diingatnya. Kejadian itu
akan mudah diingat kembali setelah membuka informasi
yang tersimpan dalam memori.
Orang yang pernah mempunyai pengalaman yang sangat
mendalam pada satu tempat, ketika setelah 10 tahun lewat di
tempat itu lagi, maka memorinya atau daya ingatnya akan
muncul dengan sendirinya. Ketika pernah berpacaran dengan
X dan cukup mendalam, kemudian setelah berpisah 10 tahun

29
dan berjumpa kembali, maka memori tentang pacarnya dapat
muncul kembali. Orang Jawa yang suka wayang, setelah 15
tahun hidup di Amerika dan mendengar suara gamelan,
maka akan terbayang suasana pada saat nonton wayang.
Proses munculnya memori sangat erat kaitannya dengan
proses dakwah. Jika menyampaikan dakwah kepada orang
yang masa kecilnya pernah mengaji walaupun selama 10
tahun tidak mengaji sama sekali, itu lebih mudah dari pada
dakwah kepada orang yang masa kecilnya belum pernah
mengaji sama sekali. Dalam hal ini da‟i perlu memahami
dan mengetahui memori yang ada pada mad‟u, agar dalam
penyampaian dakwahnya berjalan dengan baik.

LIMA TAHAPAN
PROSES BERPIKIR KREATIF

1. Orientasi.
Merumuskan dan mengidentifikasikan masalah dengan
benar dan tepat
2. Preparasi.
Mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan
dengan masalah yang dihadapi
3. Inkubasi.
Berhenti sebentar (cooling down) ketika mengalami
kesulitan mencari jalan masalah.
4. Iluminasi.
Merenung dengan serius, memohon dan berdo‟a untuk
mencari ilham.
5. Verifikasi.
Menguji dan menilai secara kritis memecahkan masalah
yang sedang di hadapi

30
5. PSIKOLOGI BAHASA PENCERAMAH

Al-Qur‟an memberikan tuntunan bahwa redaksi bahasa


seorang penceramah (da‟i) berbeda-beda tekanannya, tergan-
tung, siapa mad‟unya. Namun demikian, minimal ada empat
bentuk bahasa yang harus di perhatikan oleh seorang da‟i agar
pesan dakwahnya mudah di terima.

A. QAULAN BALIGHO
Qaulan Baligho artinya adalah perkataan yang membe-
kas pada jiwa. Dalam Surat An-Nisa ayat 63 dijelaskan :

         

     

Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa


yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu
dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah
kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
(QS. An-Nisa : 63)
Untuk mendapatkan Qaulan Baligho, seorang pencara-
mah dalam menyampaikan dakwahnya harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut.
a. Perkataannya mengandung kebenaran secara hukum.
b. Bahasanya benar sesuai dengan tata bahasa.
c. Mempunyai kesesuaian dengan apa yang di maksud oleh
penceramah.
d. Menciptakan persepsi yang benar bagi mad‟u
e. Menyampaikan dengan penuh keikhlasan

31
B. QAULAN LAYYINA
Qaulan Layyina artinya adalah perkataan yang lemah
lembut. Dalam Al-Qur‟an Surat Thoha ayat 44 dijelaskan :

       

maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-


kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau
takut. (QS. Thoha : 44)
Ayat ini berada dalam rangkaian dakwah Nabi Musa dan
Nabi Harun kepada Raja Fir‟aun yang menjadi penguasa
pada saat itu. Berhadapan dengan penguasa yang dzalim,
ceramahnya di perintahkan menggunakan bahasa yang
lembut, agar penguasa yang dzalim tidak marah karena dia
mempunyai kekuasaan.
Dakwah yang yang lambut adalah dakwah yang di butuh-
kan oleh mad‟u sebagai sentuhan yang halus sehingga tidak
menimbulkan gangguan pikiran. Orang yang keras pun
ketika menerima dakwah dengan cara yang lembut, tidak
akan berbuat kasar walaupun belum bisa menerima dakwah-
nya. Dakwah dengan menggunakan bahasa yang lembut
akan dapat mewujudkan suasana yang kondusif, ketentraman
dan kedamaian.

C. QAULAN MAISURO
Qaulan Maisuro artinya adalah perkataan yang ringan.
Dalam Al-Qur‟an surat Al-Isra‟ ayat 28 dijelaskan :

          



32
Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh
rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka kata-
kanlah kepada mereka ucapan yang pantas. (QS. Al-Isra‟ :
28)
Qaulan Maisuro atau perbuatan yang ringan bisaanya
digunakan bagi orang awam yang pengetahuan agamanya
sangat minim, kehidupan ekonominya sangat rendah dan
pendidikannya terbatas. Dakwah kepada masyarakat awam,
lebih banyak ditekankan dengan bahasa yang ringan, tidak
perlu banyak ceramah, akan tetapi banyak berbuat. Jadi
dakwah dengan Qaulan Maisuro adalah dakwah yang lebih
baik menunjukkan fakta di banding kata-kata.

D. QAULAN KARIMA
Qaulan Karima artinya adalah perkataan yang mulia.
Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Isra‟ ayat 23 dijelaskan :

          

         

    

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan


menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah se-
orang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucap-

33
kanlah kepada mereka perkataan yang mulia.. (QS. Al-Isra‟
: 23)
Dakwah dengan menggunakan Qaulan Karima lebih
ditekankan ketika mad‟u pada umumnya orang-orang yang
sedah tua. Psikologi orang-orang yang usianya sudah tua,
bisaanya sangat peka terhadap kata-kata yang sifatnya meng-
gurui atau menyalahkan walaupun mereka bodoh atau salah.
Secara psikologi, tidak mau di ingatkan dengan perkataan
yang tidak sopan. Termasuk berdakwah berdakwah kepada
orang tua sendiri, harus menggunakan kata-kata yang mulia,
sopan, santun dan tidak menyingggung perasaan orang tua,
walaupun orang tua kita salah.

E. QAULAN SADIDA
Qaulan Sadida artinya adalah perkataan yang benar,
tidak mengandung kebohongan. Dalam Al-Qur‟an surat An-
Nisa ayat 9 di jelaskan :

         

    

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sean-


dainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.. (QS. An-Nisa : 9)
Seorang da‟i dalam menyampaikan ceramahnya harus
bersumber dari kebenaran, bukan katanya dan bukan kira-
kira yang tidak jelas kebenarannya dan antara kebenaran
yang disampaikan dalam ceramah harus sesuai dengan kebe-

34
naran yang dijalankan. Berarti dakwahnya bukan hanya
disampaikan kepada orang lain, akan tetapi juga untuk
dirinya sendiri.
Dengan demikian ada lima bahasa dakwah yang perlu di
pahami dan di laksanakan oleh setiap penceramah, agar dak-
wahnya mudah diterima oleh umat, yaitu : Qaulan Baligho,
Qaulan Layyina, Qaulan Maisuro, Qaulan Karima dan Qaulan
Sadida

PRIBADI YANG BERKUALITAS

1. Mempunyai keyakinan bahwa ia mampu mengatasi


masalah yang dihadapi
2. Memanfaatkan waktu untuk selalu menambah penge-
tahuan
3. Mempunyai tujuan dan target dari setiap kegiatan yang
dilaksanakan
4. Mampu berkomunikasi efektif yang dapat mempengaruhi
orang lain untuk bertindak positif
5. Komitmen antara pikiran maupun tindakan

UCAPAN YANG BERKUALITAS

Tepat bahasannya, jujur perkataannya, jelas maknanya,


indah bahasanya, tegas maksudnya, mudah pemahamannya.

35
6. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRILAKU MANUSIA

Seorang da‟i (juru dakwah) perlu memahami faktor-faktor


yang dapat memperngaruhi prilaku manusia, karena target
dakwah adalah adanya perubahan prilaku menjadi lebih baik.
Manusia di kenal sebagai hewan yang berfikir atau dalam bahasa
arabnya di sebut “hayawanun natiq”
Maka jika manusia menggunakan akal, pikiran dan hatinya,
ia menjadi makhluk yang paling istimewa di muka bumi ini.
Akan tetapi jika tidak menggunakan akal, pikiran dan hatinya,
maka yang tinggal sifat kehewanannya. Namun demikian masih
ada ciri-ciri umum pada prilaku manusia yang membedakan
dengan hewan.

A. CIRI-CIRI PRILAKU MANUSIA


1. Kepekaan Sosial
Manusia mempunyai kemampuan untuk dapat me-
nyesuaikan tingkah laku dengan harapan dan pandangan
orang lain. Contoh, prilaku di hadapan orang tua tentu
akan berbeda dengan perilaku di hadapan anak-anak. Hal
ini tidak di miliki oleh hewan pada umumnya.
2. Orientasi Pada Tugas
Manusia mempunyai orientasi pada tugas pribadinya.
Contoh, seorang mahasiswa yang besok akan mengikuti
ujian semester, ia belajar dan segera tidur agar bisa
bangun pagi. Dia tidur bukan hanya karena ingin beristi-
rahat, akan tetapi agar dapat bangun pagi. Prilaku segera
tidur tersebut karena adanya faktor orientasi pada tugas,
yaitu mengukuti semester.

36
3. Kelangusngan Tingkah Laku
Manusia melakukan kegiatan selalu ada kaitannya
dengan kegiatan yang lalu, atau kontinuitas, bukan
separadis. Yang di lakukan pada hari ini merupakan
kelanjutan kegiatan kemarin, atau awal dari suatu ren-
cana jangka panjang. Contoh, seoaang daftar kuliah
adalah kelanjutan dari sekolah SLTA. Daftar di SMP
sebagai kelanjutan dari tamat SD, begitu juga seterusnya.

B. FAKTOR-FAKTOR PENGGERAK TINGKAH LAKU


1. Faktor Kebutuhan
Seorang yang dalam keadaan lapar dan haus, ia butuh
makan dan minum, tentu prilakunya berbeda dengan
orang yang kenyang, akibatnya dia tidak akan konsen-
trasi mendengarkan ceramah.
Kebutuhan manusia sangat banyak dan bervariasi,
maka seorang juru dakwah perlu memahami kebutuhan
jiwa jama‟ahnya. Jika kebutuhannya terpenuhi, maka
tingkah laku mereka akan baik.
2. Faktor Keingintahuan
Manusia selalu ingin tahu apa yang tahu apa yang
terjadi di sekitarnya. Ketila terjadi suatu peristiwa besar,
semua orang bertanya-tanya mengapa hal itu bisa terjadi.
Bahkan ketika belum mendapatkan jawaban, bisaanya
mereka mengambil kesimpulan sendiri, bisa jadi kesim-
pulannya tidak benar.
Seorang da‟i (juru dakwah) harus mampu menjelas-
kan materi dakwah dengan gamblang, karena mereka
selalu ingin tahu. Dan jika tidak di berikan penjelasannya
dengan maksimal bisa jadi mereka bimbang atau me-
ngambil kesimpulan yang salah.

37
3. Faktor Harga Diri
Setiap manusia ingin di akui keberadaannya, maka
jika mereka di remehkan atau tidak di hargai, bisa jadi
dia berprilaku yang negative yang dapat merugikan
dirinya dan orang lain. Sering da‟i (juru dakwah) harus
mampu memahami kondisi jama‟ahnya dan bisa mem-
berikan penghargaan dengan baik. Jika hal ini di lakukan,
maka mereka akan dapat berprilaku yang positif.
Dan masih banyak lagi faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkah laku masnusia yang perlu di pahami oleh da‟i (juru
dakwah) antara lain faktor biologis, faktor kepercayaan,
faktor kebisaaan, faktor keamanan, faktor lingkungan, faktor
ekonomi, faktor pendidikan, faktor kerohanian dan lain
sebagainya. Faktor-faktor tersebut dapat menggunakan dan
mempengaruhi tingkah laku manusia.
Dengan demikian, seorang da‟i (juru dakwah) harus
memahami prilaku umatnya yang berbeda-beda karena
perbedaan faktor yang mempengaruhinya. Bukan sekedar
tingkah lakunya yang di pahami, akan tetapi lebih penting
memahami faktor-faktor yang menimbulkan tingkah laku.
Dengan memahami faktor-faktor tersebut, maka seorang da‟i
(juru dakwah) hendaknya memperbaik faktor-faktornya
terlebih dahul. Insya Allah dengan cara demikian dakwahnya
dapat berhasil dengan baik.

Catatan :
Prilaku manusia sangat dipengaruhi oleh faktor yan mendo-
rong prilaku itu sendiri. Prilaku yang baik karena didorong
oleh pengaruh baik, prilaku buruk juga karena di dorong
oleh pengaruh buruk. Perbaiki factor pendorongnya ?

38
7. PSIKOLOGI DAKWAH MELALUI
MEDIA MASA

A. KOMUNIKASI MASSA
Massa ialah kumpulan orang banyak, ratusan, ribuan atau
jutaan yang berkumpul untuk sementara karena ada
kepentingan sementara. Kumpulan massa dewasa ini bisa
dimaksudkan kumpulan dalam satu tempat (stadion misal-
nya). Bisa juga berarti berkumpul secara psikologis,
misalnya penonton siaran televisi yang tersebar di pelosok
tanah air tetapi secara serentak dan sesaat sedang menyak-
sikan acara sama. Umpamanya siaran final sepak bola dunia.
Komunikasi massa ialah pesan yang dikomunikasikan
melalui media massa kepada sejumlah besar orang.
Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan
kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, tidak
dikenal namanya satu per satu melalui media cetak atau elek-
tronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara
serentak.
Jika dakwah interpersonal mengandalkan kemampuan
dan kharisma individual da'i, maka dakwah melalui media
massa, ketergantungannya kepada program lebih tinggi
dibanding kepada kharisma pribadi da'i.
Perbedaan sistem komunikasi dalam dakwah interper-
sonal dengan dakwah melalui media massa, secara teknis
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Jika seorang da'i ceramah di masjid, maka sti-
muli dakwahnya dapat diterima langsung oleh
jama'ah: penampilan, suara, dan isi ceramah yang
disampaikan semuanya dapat diterima oleh jamaah,
tetapi dakwah melalui media massa, stimuli dakwah

39
diterima masyarakat melalui media tehnis, (radio, tv,
koran), atau media sosial yang sifatnya tidak langsung.
2. Jika seorang da'i ceramah terlalu panjang di masjid,
mungkin panitia akan menegurnya, atau hadirin akan
pulang satu per satu. Akan tetapi, jika seorang da'i ber-
pidato di corong radio atau layar kaca, pesan dakwah
anda bersifat satu arah, hanya menyampaikan, tidak ada
umpan balik langsung.
3. Jika seorang da'i berceramah di masjid, maka materi
dakwah yang disampaikan ditujukan kepada publik yang
terbatas, yaitu mereka yang hadir di dalam masjid itu, yang
relatif mernang siap untuk mendengarkan santapan roha-
ni, dan relatif sudah dikenal, sedangkan jika dia berpidato
di, radio atau televisi, pendengar atau penontonnya ber-
sifat terbuka, materi dakwahnya ditujukan kepada publik
yang tak terbatas.
4. Jika seorang da'i berceramah di masjid, maka mad"u
terkonsentrasi, yakni dalam satu ruang masjid itu,
sedangkan jika ceramah melalui radio atau televisi publik
pendengar dan penonton televisi tersebar secara geografis.

B. KARAKTERISTIK DAKWAH MELALUI ME -


DIA KOMUNIKASI MASSA
Komunikasi massa memiliki karakteristik psikologi
yang khas, berbeda dengan komunikasi interpersonal, perbe-
daan-perbedaan itu adalah:
1. Pada komunkasi massa, arus informasi dakwah terken-
dali di tangan pemberi pesan, yakni da'i, tidak dipengaruhi
oleh reaksi khalayak mad'u, karena antara da‟i dan
mad‟u tidak bertemu secara langsung.

40
2. Pada komunikasi massa, reaksi mad'u sebagai umpan balik
tehadap dakwah yang disampaikan hanya dilakukan melalui
beberapa saluran saja, misalnya surat pembaca, atau
telepon dari pendengar.
3. Dalam dakwah tatap muka atau interpersonal, dapat
menangkap stimu/i melalui seluruh alat inderanya, wa-
jah da‟i dapat terlihat, terdengar suaranya, tercium aro-
manya, dan bagi yang beruntung dapat bersalaman, dan
merasakan kehalusan kulitnya.
4. Jika ada seorang da'i yang berkeliling mengunjungi
masyarakat, maka hubungan antar manusia (hubungan
interpersonal) dengan masyarakat di samping ma-
teri dakwah yang sederhana yang di sampaikan oleh da'i
yang hubungan batinnya, dekat dengan masyarakat itu
lebih efektif dibanding materi dakwah yang cang-
gih tapi disampaikan oleh da'i yang tidak mengunjungi
langsung kepada masyarakat

C. EFEK KOMUNIKASI MASSA


Tidak bisa dibantah bahwa surat kabar, radio, TV telah
membantu jaringan komunikasi itu jarak dunia menjadi
semakin pendek sehingga memudahkan manusia untuk be-
lajar dan mengetahui segala macam hal di dunia ini. Akan
tetapi, media massa itu juga mengubah sikap manusia
terhadap banyak hal, dan bahkan berhasil menggerakan
perilaku manusia mengikuti trend zaman yang disebarluas-
kan melalui media komunikasi itu.
Pengaruh media massa terhadap perilaku (behavior),
menurut sebuah penelitian ternyata lebih besar dibanding
terhadap aspek kognitif (pengetahuan). Oleh karena itu, efek
komunikasi massa, terutama pada lapisan masyarakat
yang belum siap mental lebih banyak pada perubahan perilaku

41
yang negatif, seperti gaya hidup, mode pakaian, hiburan dan
sebagainya.
Menurut Dr. Zakiah Daradjat, 83% perilaku manusia itu
dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya, 11% dari apa yang
didengarnya dan yang 6% sisanya merupakan gabungan dari
berbagai stimulus yang diterimanya. Dalam perspektif ini dapat
dibayangkan bagaimana peranan tayangan televisi dalam
membentuk kepribadian masyarakat, terutama generasi
muda yang masih sangat labil dan sedang mencari identitas.

SECARA PSIKOLOGIS, DA'I ADALAH PEMIMPIN YANG


HARUS MEMILIKI BEBERAPA KELEBIHAN DAN
KECAKAPAN

1. Kecakapan dalam bidang kepemimpinan secara khas,


contoh, Da'i juga harus mampu menjadi imam, mimpin-
do'a dan sejenisnya.
2. Kecakapan secara umum adalah seorang da'i juga
pandai komputer, pandai tentang ekonomi, pandai-
tentang politik dan lain sebagainya.
3. Kecakapan yang spesifik, conrohnya seorang da juga-
dapat mengobati orang sakit, dapat memahami ilmu-
taroid, falah dan lain sebagainya.
4. Kecakapan dalam segala hal yang dibutuhkan masya-
rakat.

42
8. MOTIVASI DALAM DAKWAH

A. PENGERTIAN MOTIVASI
Motivasi merupakan suatu keadaan psikologis yang
dapat merangsang dan memberiarah terhadap tingkah laku
atau aktivitas manusia. Dialah kekuatan yang menggerakkan
dan mendorong aktivitas seseorang. Motivasi itulah yang
membimbing seseorang kea rah tujuan yang di harapkan.
Dengan motivasi, seseorang akan merasa ringan dalam
melaksanakan tingkah lakunya.

B. PERANAN MOTIVASI
Motivasi itu mempunyai peranan yang sangat besar
dalam berdakwah, baik bagi da‟i (juru dakwaj) atau bagi
mad‟u (yang menerima dakwah). Seorang da‟i dan mad‟u
harus memiliki motivasi yang kuat untuk berdakwah. Tanpa
motivasi yang kuat, sulit untuk bisa mencapai dakwah yang
baik. Padahal dakwah merupakan kunci utama berkembang-
nya agama Islam.
Paling tidak ada empat peran motivasi dalam melaksa-
nakan dakwah, yaitu: Sebagai pendorong dalam berdakwah,
sebagai penentu arah dan tujuan dalam berdakwah, sebagai
penyeleksi keberhasilan dakwah dan sebagai alat untuk
mengevaluasi kegiatan dakwah. Dakwah yang dilaksanakan
tanpa adanya motivasi, maka akan sulit mencapai tujuan
berdakwah.

C. ASPEK-ASPEK MOTIVASI
Dalam melaksanakan dakwah harus mampu menum-
buhkan motivasi kepada masyarakat agar mereka dapat ber-
prilaku mengamalkan isi dakwahnya. Adapun aspek-aspek

43
motivasi yang perlu di pahami oleh seorang da‟i antara lain
sebagai berikut:
1. Aspek Basyiron.
Basyiron artinya memberikan informasi yang mem-
bahagiakan dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Semua orang membutuhkan kebahagiaan, ketenangan,
keamanan dan kedamaian. Dan semua itu akan di peroleh
dengan melaksanakan ajaran Islam.
Mengembangkan motivasi aspek Basyiron dapat di
lakukan dengan beberapa contoh, antara lain:
a. Pelaksanaan ajaran agama di dorong oleh keinginan
masuk surge yang penuh kenikmatan
b. Melaksanakan dzikir di dorong oleh keinginannya
meraih ketenangan dalam kehidupan.
c. Membayar zakat / infak /shodaqoh di dorong oleh
keinginannya mendapat rizki yang lebih banyak
d. Melaksanakan shalat tahajud, di dorong oleh keingi-
nannya agar hajat-hajatnya dapat tercapai.
e. Melaksanakan shalat taubat di dorong oleh keingi-
nannya agar dosa-dosanya di ampuni Allah SWT
f. Belajar dakwah di dorong oleh keinginannya untuk
menjadi da‟i yang dapat menyebarkan ajaran Islam.
2. Aspek Nadziron.
Nadziron artinya memberikan informasi yang berupa
ancaman jika tidak melaksanakan ajaran agama. Aspek
ini dapat digunakan jika masyarakatnya sudah relative
kuat agamanya.
Mengembangkan aspek motivasi Nadziron dapat di
lakukan dengan contoh-contoh sebagai berikut:

44
a. Manusia di akhirat akan masuk neraka selama-lama-
nya jika tidak beragama Islam.
b. Orang Islam akan di siksa di neraka jika tidak melak-
sanakan shalat.
c. Harta yang tidak di zakati akan menjadi api di neraka
dan membakar kepada pemiliknya.
d. Orang Islam yang mampu tapi tidak mau menunaikan
haji maka matinya menjadi Yahudi atau Nasrani.
e. Semua manusia akan di mintai pertanggung jawaban
atas seluruh perbuatannya di dunia.
f. Orang yang makan rizki haram, do‟anya tidak di ka-
bulkan Allah SWT.
Dan masih banyak lagi aspek-aspek motivasi yang
lain, yang perlu di pahami oleh seorang da‟i. Pada inti-
nya seorang da‟i harus mampu membangkitkan motifasi
kepada masyarakat, agar mereka mau melakukan ajaran
agama dengan baik. Pendek kata, seorang da‟i adalah
motivator yang mampu memotivasi kepada mad‟u..
Tugas pokok motivator adalah memberikan pence-
rahan dan pemahaman yang dapat merangsang muncul-
nya prilaku-prilaku manusia yang di dorong oleh moti-
vasi, bukan karena keterpaksaaan aka dapat mewujud-
kan kedamaian dan kenyamanan bagi pelakunya.
Al-Qur‟an banyak memberikan motifasi kepada umat
Islam untuk melakukan amal shaleh dan juga memberi-
kan motivasi untuk menjauhi larangan-larangan Allah
SWT, agar dalam menjalankan perintah Allah dan men-
jauhi larangan-Nya dengan penuh ikhlas.

45
9. DAKWAH PERSUASIF

A. PELUANG KEBERHASILAN DAKWAH


Keberhasilan suatu dakwah dimungkinkan oleh
berbagai hal, antara lain :
1. Kemungkinan pertama, karena pesan dakwah
yang disampaikan oleh da'i memang relevan dengan
kebutuhan masyarakat, sehingga mereka menerima pesan
dakwah itu dengan antusias.
2. Kemungkinan kedua karena faktor pesona da'i, memiliki
daya tarik personal yang menyebabkan masyarakat mudah
menerima pesan dakwahnya.
3. Kemungkinan ketiga karena kondisi psikologi masyara-
kat yang sedang haus siraman rohani, dan mereka me-
miliki persepsi positif kepada setiap da'i.
4. Kemungkinan keempat, adalah karena kemasan yang
menarik. Masyarakat yang semula acuh tak acuh terhadap
agama dan juga terhadap da'i setelah melihat paket dak-
wah yang diberi kemasan lain (misalnya wayang), maka
mereka menjadi tertarik.

B. UNSUR PEMBENTUK PERSUASIF


Kondisi psikologis mad 'u yang berbeda-beda menyebab-
kan tingkat pendekatan persuasif dalam berdakwah juga
berbeda-beda. Namun untuk mencapai dakwah yang
persuasif jelas ada unsur yang mendukungnya. Salah
satu untuk yang sangat dominan adalah tentang kepribadian
seorang da'i.
Untuk membuat suatu dakwah itu persuasif, pertama-
tama seorang da'i harus memiliki kriteria-kriteria yang di-

46
pandang positif oleh masyarakat. Kriteria-kriteria itu antara
lain:
a. Memiliki Kualifikasi Akademis
Dalam hal ini seorang da'i sekurang-sekurang rnemiliki
pengetahuan tentang Al-Qur'an dan Al-Hadits, atau
memiliki pengetahuan agama yang luas.
Ciri seorang da'i yang berilmu antara lain, ia tidak
berani mengatakan apa yang tidak dikuasainya. Seorang
da'i akan segera ketahuan bodohnya jika ia berbicara
tentang sesuatu yang ia sendiri tidak paham.
Nasihat hukama dalam hal ini berbunyi :
"Diantara tanda ilmiah adalah jika engkau tidak berbi-
cara tentang apa yang engkau tidak mengetahui
dengan menggunakan kata-kata orang yang me-
nguasainya. Cukuplah engkau disebut bodoh, jika
engkau berbicara tentang apa yang engkau sendiri
tidak paham.
b. Memiliki Konsekuensi Antara Amal dan Ilmunya
Seorang da'i sekurang-kurangnya harus mengamal-
kan apa yang ia serukan kepada orang lain. Perbuatan
seorang da'i tidak boleh melecehkan kata-katanya sen-
diri.
Seorang da'i yang baik tidak akan berani menga-
jak orang atas apa yang ia sendiri tidak menjalankannya,
dan secara moral ia juga tidak berani melarang sesuatu
yang ia sendiri meninggalkanya.
Tentang hal ini Al-Qur'an secara jelas menyindir
kaum Yahudi yang sering tidak konsisten dengan kali-
mat:

47
        

 

Apakah kalian menyuruh orang lain berbuat kebajikan


seraya melupakan dirimu sendiri (untuk melakulwnnya)
pudahal kalian membaca Al-Kitab, apakah kalian tak
mempunyai akal? (QS. Al-Baciarah : 44)
c. Santun dan Lapang Dada
Ciri orang santun adalah lembut tutur katanya, tenang
jiwanya, tidak gampang marah dan tidak suka omong
kosong. Secara psikologis, kepribadian santun dan la-
pang dada seorang da'i akan membuat orang (mad'u)
terikat perasaannya, lebih dari pada pemahaman
melalui pekirannya sehingga masyarakat mad'u cende-
rung ingin selalu mendekatinya. Al-Qur'an mengingatkan
bahwa sifat kasar (lawan dari santun) akan membuat
orang lari dari da'i.

           

         

           

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku


lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersi-
kap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menja-
uhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan ber-
musyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Ke-

48
mudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya..
(QS.Al-Imran : 159)
d. Bersifat Pemberani
Secara psikologis, manusia memang tertarik kepada
keberanian. Keberanian yang diperlukan oleh seorang
da'i sudah barang tentu berbeda dengan keberanian
kelompok oposisi yang lebih menekankan asal
berbeda, atau keberanian yang asal berani, tetapi
keberanian yang konstruktif, yang sejalan dengan
konsep dasar dakwah, yaitu keberanian mengemukakan
kebenaran.
Keberanian dalam bidang ini bisaanya disandar-
kan kepada hadits Nabi yang berbunyi:
‫كل حلق واو اكن مل‬
Katakanlah yang benar, meskipun pahit (HR. Ibnu Hib-
ban)
e. Tidak Mengharap Pemberian Orang (`lffah)
Iffah artinya hatinya bersih dari pengharapan terha-
dap apa yang ada pada orang lain. Seorang da'i tak
terlintas sedikit pun di dalam hatinya keinginan terha-
dap pemberian orang lain, maka ia dapat merasa sejajar
atau bahkan lebih tinggi dibanding orang lain. Atau seku-
rang-kurangnya memiliki kemerdekaan di dalam dirinya.
Ali bin Abi Thalib pemah berkatayang artinya :
Berikan peluang kepada orang lain yang engkau
suka,maka kau akan dipandang sebagai pemimpinnya.
Ajukan permintaan kepada orang yang engkau suka,
maka engkau akan menjadi tawanannya, dan buang

49
jauh-jauh keinginan terhadap apa yang dimiliki orang,
maka engkau dapat menjadi mitranya.
Da'i adalah pemimpin. Setiap da'i harus menyadari
bahwa dakwah adalah pekerjaan memimpin orang
menuju ke jalan yang benar. Seorang pemimpin harus
memiliki kelebihan dibanding yang dipimpin. Sifat
iffah memungkinkan seorang da'i untuk memimpn
masyarakat karena ia tidak mengharapkan pemberian
masyarakat, sebaliknya justru ingin memberi, yakni
memberi bimbingan.
f. Qana'ah atau Kaya Hati
Da'i adalah pejuang, dan watak pejuang adalah
tabah dalam menghadapi berbagai kesulitan. Salah satu
problem kehidupan adalah miskin harta. Da'i yang
merasa dirinya miskin bisaanya mengidap penyakit
rendah hati dan tidak percaya diri. Untuk itu, seorang
da'i tidak boleh miskin.
Menurut hasan Al-Banna, seorang da'i harus memi-
liki tiga kekayaan hati yang diberikan kepada orang
lain untuk mendapatkan kemuliaan yaitu :
(1).Berfikirlah untuk memberi agar orang lain me-
ngambil faedahnya, (2). Berfikirlah untuk menanam
agar orang lain dapat memetik buahnya, dan (3). Ber-
susah payahlah untuk memberi kesempatan orang lain
beristirahat.
g. Kemampuan Berkomunikasi
Dakwah adalah mengkomunikasikan pesan kepada
mad'u. dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau per-
buatan.
Komunikasi dapat berhasil manakala pesan dakwah
itu dipahami oleh mad'u, dan pesan dakwah itu mudah

50
dipahami manakala disampaikan sesuai dengan cara
berpikir dan tingkat kemampuan mad'u.
Pesan dakwah yang tinggi jika disampaikan secara
tidak logis, atau oleh orang yang bicaranya gagap,
maka dakwahnya tidak persuasif. Do'a yang diajarkan
kepada calon mubaligh bisaanya mengutip do'a Nabi
Musa :
‫َّس ِِل َأ ْم ِلي َو ْحلُ ْل‬
ْ ّ ِ ‫ْش ْح ِِل َص ْد ِري َوي‬ َْ ‫كَا َل َر ِ ّب‬
‫ِا َ ِاا ي َ ْف َل ُو كَ ْو ِِل‬ ْ ‫ُ ْلدَ ًةة ِم‬
Ya tuhan, lapangkanlah dada kami, mudahkanlah
urusan kami dan lepaskan kekeluan lidah kami agar
mereka memahami perkataan kami.
h. Memiliki Ilmu Bantu yang Relevan
Untuk menjadikan pesan dakwah itu sampai kepada
mad'u tepat waktu dan tepat sasaran, seseorang da'i ha-
rus memiliki pengetahuan yang memadai tentang se-
mua hal yang berhubungan dengan mad'u sebagai tam-
bahan dari materi dakwah. Contoh : kemampuan me-
ngobati penyakit, mampumengurus jenazah, bahkan
mampu mencarikan pekerjaan bagi yang membutuh-
kan.
i. Memiliki Rasa Percaya Diri dan Rendah Hati
Seorang da'i harus memiliki rasa percaya diri, yakni
bahwa dakwahnya dilandasi oleh keikhlasan, dan
mengharap ridha Allah, Seorang da'i juga harus
tawadlu, rendah hati, menjauhi sifat sombong dan rasa
kagum diri (`ujub).
Dalam perspektif Islam, rendah hati justru akan
mendatangkan kehormatan, sementara kesombongan

51
akan mengantar pada kehinaan. Nabi SAW. Pernah
bersabda:
Barang siapa merendahkan dirinya maka Allah akan
mengangkat derajatnya, dan barang siapa menyom-
bongkan dirinya maka Allah akan menjatuhkannya.
(HR. Abu Nu'aim).
Untuk memiliki rasa percaya diri dan rendah hati,
seorang da‟i harus yakin dengan materi dakwahnya dan
benar-benar ikhlas karena Allah SWT tidak tersing-
gung jika di kritik dan tidak bangga jika dipuji.
Dakwah secara persuasif itu sangat penting, apalagi
bagi umat Islam Indonesia yang secara umum budaya-
nya lemah lembut dan sopan santun, sehingga pesan-
pesan dakwahnya lebih mengena. Disinilah setiap juru
dakwah harus mampu memahami dan melaksanakan
dakwah secara persuasif.

52
10. PENUTUP

Al-hamdulillah buku Praktikum Dakwah ini telah selesai di


tulis walaupun masih banyak kekurangannya. Insya Allah
buku ini sangat besar manfaatnya jika dipahami dan di amal-
kan oleh para da‟i juru dakwah.
Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam
sesuai dengan kemampuan masing-masing yang salah satunya
dengan methode ceramah. Seorang penceramah pasti berha-
dapan dengan orang lain baik secara langsung atau tidak lang-
sung, sehingga di perlukan proses komunikasi yang didalam-
nya terjadi interaksi. Dalam proses interaksi itu, di perlukan
ilmu psikologi.
Untuk itu kepada para da‟i umumnya dan khususnya para
peserta Pendidikan Dakwah serta mempelajari ilmu psikologi,
khususnya yang ada hubungannya dengan dakwah. Maka ini
dapat di jadikan salah satu acuan untuk mempelajari psikologi
dakwah.
Kepada segenap pembaca buku ini, kami sebagai penulis
mengucapkan banyak terima kasih, semoga ada manfaatnya,
dan mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahannya.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya sehingga
kegiatan dakawh ini dapat berjalan dengan baik serta mem-
bawa manfaat dunia dan akhirat.
Buku kecil yang sederhana ini tentu perlu dikembangkan
dan ditambah pemahamannya dengan membaca dan mempe-
lajari buku-buku psikologi yang lainnya. Yang pasti, setiap
juru dakwah perlu mempelajari dan memahami psikologi
dakwah agar dakwahnya berjalan dengan efektif dan efisien.

53
54

Anda mungkin juga menyukai