Abstract
Islamic banks comply with positive laws, including the obligation to pay zakat
and distribute corporate social responsibility funds. Zakat is a religious
obligation while corporate social responsibility is a company obligation as a
form of concern for the surrounding community. The purpose of this research is
to answer the synergy in allocating zakat funds and social responsibility with the
maqashid sharia approach. The results showed that the allocation of zakat funds
and social responsibility at Bank Mandiri Syariah KCP Makassar Unismuh was
channeled with the concept of productive zakat in activities in various fields,
namely economic empowerment, education, social and religious. The allocation
of CSR funds is carried out with the concept of Islamic-based social responsibility.
The allocation of zakat funds and social responsibility at Bank Mandiri Syariah
KCP Makassar unismuh synergizes with each other. The form of synergy is zakat
funds and social responsibility collected by the national amil zakat institution
BSM which are then distributed according to their designation as zakat funds in
accordance with the maqashid sharia concept, namely to mustahiks and social
responsibility funds in accordance with the designation of CSR in the Islamic
concept.
Keywords: CSR Fund; Zakat Fund; Maqashid Sharia; Allocation
menyucikan diri dari sifat bakhil dan memberikan kepadanya zakat lallu
kikir pada diri muzakki sertma melatih menyuruhnya untuk dikembangkan
seorang mukmin untuk bersikap atau disedekahkan lagi”
dermawan dan ikut dalam menjalankan Hal ini juga sejalan dengan firman
jewajiban sosial. Keempat, zakat Allah SWT dalam Q.S Al-Maidah: 2:
merupakan wujud dari rasa syukur atas
َ َّ ْ ن َو َّٱت ُقوا ۡ ُۡ ۡ ۡ ََ ْ َُ ََ ََ
kenikmatan harta yang telah diberikan َۖٱَّلل ٓۚ ِ ٰٱۡلث ِم َوٱلعد َو
ِ وَل تعاونوا لَع...
َ ۡ ُ َ َ َّ َّ
اب
ِ إِن ٱَّلل شدِيد ٱلعِق
Allah SWT (Zuhaili, 2011).
Proses pendistribusian zakat,
terdapat dua pola sistem pendistribusian. Terjemahnya: Dan tolong-
Pola pertama adalah sistem tradisional menolonglah kamu dalam
(konsumtif) yaitu zakat hanya sebatas (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
untuk individu. Sistem ini zakat dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
diterima oleh mustahiq, sehingga tidak
bertakwalah kamu kepada Allah,
mencapai pada target adanya sesungguhnya Allah amat berat
kemandirian kondisi sosial maupun siksa-Nya.
kemandirian ekonomi (pemberdayaan)
pada mustahiq (penerima zakat). Pola Berdasarkan ayat di atas dapat
yang kedua adalah sistem penyaluran diketahui dalam islam sudah menjadi
zakat secara produktif (pemberdayaan kewajiban untuk saling menolong
ekonomi) yaitu pola penyaluran dalam hal kebaikan. Aktivitas saling
produktif bertujuan untuk mengubah tolong menolong dapat menimbulkan
keadaan penerima dari kategori hubungan timblal balik yang positif.
mustahik menjadi muzaki. Berdasarkan Selain itu tolong menolong merupakan
beberapa penelitian, sistem penyaluran manifestasi dari keteraturan sosial yang
zakat secara produktif terdapat beberpa memiliki nilai keutamaan yang sangat
nila positif seperti penegntasan tinggi. Ada beberapa keutamaan yang
kemiskinan, kesenjangan sosial, akan didapatkan yaitu sebagai berikut
pengangguran serta kesenjangan (Al-Ghazali, 2013): Akan mendapatkan
ekonomin (pendapatan) yang pahala seperti pahalanya membela
merupakan bebrapa contoh masalah agama Allah SWT. Kedua, akan
yang dapat di atasi dengan sistem mendapatkan pembebasan seperti
penyaluran zakat secara produktif. pahalanya mujahidin fiisabiilillah dan
Zakat secara produktif tidak ketiga mendapatkan pembebasan dari
dilakukan tanpa dasar, zakat ini pernah api neraka.
terjadi dizaman Rasulullah. Konsep tolong menolong inilah
Dikemukakan dalam sebuah hadis yang dapat ditarik dalam sistem
riwayat imam muslim pendistribusian zakat secara produktif.
“Dari Salin Bin Abdillah Bin Umar Berdasarkan hasil wawancara dan
dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah dokumentasi yang dilakukan dapat
diketahui bahwa pola pendistribusian sebagaimana yang ada dalam surah at-
yang dilakukan oleh bank Mandiri taubah, melainkan dapat dikembangkan
Syariah KCP Makassar Unismuh adalah menjadi hal yang lebih dari pada hanya
zakat produktif. Dalam sistem sebatas memberikan saja (Ahmad, dkk.,
penyaluran produktif tidak hanya 2020). Berikut adalah gambaran pola
sebatas memberikan kepada aznaf pendistribusian zakat secara produktif:
konsep tanggung jawab sosial menurut Group) PT Bank Syariah Mandiri ini
Islam maka dapat ditarik kedalam juga merupakan bentuk ucapan terima
tanggung jawab sosial yang telah kasih dan salah satu upaya
dilakukan oleh Bank Mandiri Syariah meningkatkan engagement antara PT
KCP Makassar Unismuh. Ada beberapa Bank Syariah Mandiri dengan
kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat sekitar kantor operasional
menjalankan tanggung jawab sosialnya PT Bank Syariah Mandiri di seluruh
yaitu sebagai berikut: Indonesia. Pemberian hewan qurban ini
1. BSM Mengalirkan Berkah merupakan salah satu bukti keinginan
BSM Mengalirkan Berkah (BMB) besar dan
merupakan program sosial dari PT Bank 4. Kegiatan CSR Non Program
Syariah Mandiri sebagai bentuk Selain menyalurkan dana sosial
kepedulian kepada lingkungan dan melalui program rutin yang disalurkan
masyarakat sekitar operasional BSM, baik melalui group di internal PT Bank
khsususnya dalam peningkatan sarana Syariah Mandiri atau melalui tujuh
dan prasarana serta manajemen Regional Office (RO) yang tersebar di
pengelolaan Masjid. Program BMB seluruh Indonesia, PT Bank Syariah
diharapkan mampu meningkatkan peran Mandiri melalui Laznas BSM Umat
masjid sebagai pusat peradaban islam juga menyalurkan dana sosial ini kepada
serta dapat sosial ekonomi yang bantuan yang bersifat charity. Bantuan
melibatkan peran serta pegawai yang bersifat charity dan tidak rutin ini
sehingga akan menjadi value tersendiri lahir atas usulan Cabang PT Bank
bagi perusahaan untuk meningkatkan Syariah Mandiri di seluruh Indonesia
engagement dengan masyarakat guna menunaikan tanggung jawab
khususnya umat Islam. sosialnya kepada masyarakat sekitar.
2. Sahabat Umrah/Haji Dengan melihat beberapa
Sebagai salah satu provider dana kegiatan yang dilakukan dalam
tabungan haji dan umrah, jamaah umrah menerapkan tanggung jawab sosial,
tidak luput dari perhatian PT Bank kegiatan ini sejalan dengan tanggung
Syariah Mandiri. Melalui program yang jawab sosial berdasatkan konsel yang
dikelola oleh Hajj and Umra Group telah di atur dalam Islam QS AL
(HUG), PT Bank Syariah Mandiri Baqarah ayat 205. Setiap kegiatan selalu
memberikan beragam manfaat dalam dihubungkan tentang menjaga
bentuk kegiatan-kegiatan yang hubungan baik kepada Allah SWT,
mendukung kegiatan pelaksanaan kepada manusia dan kepada alam
umrah. semesta.
3. Qurban
Program Qurban yang dikelola
melalui CSG (Corporate Secretary
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S., Alam, S., Rahim, S., & Latif, A. I. (2020). Sumber dan Pemanfaatan
Dana Zakat Perusahaan Berdasarkan Konsep Akuntansi Syariah. Jurnal
Riset Akuntansi dan Keuangan, 8(3), 611-618.
Al-Ghazali, Imam. (2013). Makasyafah al-Qulub. Bandung: Pustaka Online.
Al-Quran dan Terjemahan Al Ikhlas. (2018). Jakarta Pusat : Samad.
Arifin, B. (2002). Formasi makro-mikro ekonomi Indonesia. INDEF.
Arwani, A. (2017). Epistemologi Hukum Ekonomi Islam (Muamalah). Religia.
Cahyani, I. (2014). Teori dan Aplikasi Maqashid Al-Syari’ah. Jurnal Al-Qadau:
Peradilan dan Hukum Keluarga Islam, 1(2).
Emzir, M. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis data. Jakarta: Raja
Grafindo.
Fauziah, H., Hafidhuddin, D., & Tanjung, H. (2019). ANALISIS MAQASHID
ASY-SYARIAH DALAM PENGELOLAAN ZAKAT OLEH
NEGARA. Kasaba: Jurnal Ekonomi Islam, 11(2), 102-127.
Hadi, A. C. (2016). Corporate social responsibility dan zakat perusahaan dalam
perspektif hukum ekonomi Islam. AHKAM: Jurnal Ilmu Syariah, 16(2), 229-
240.
Hermawan, S., & Rini, R. W. (2018). Pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah
perspektif Shariah Enterprise Theory. Riset Akuntansi dan Keuangan
Indonesia, 1(1), 12-24.
Ismail, S. N. (2009). Tanggungjawab sosial Petronas: 1974-2006 (Doctoral
dissertation, Jabatan Sejarah, Fakulti Sastera dan Sains Sosial, Universiti
Malaya).
Jasri, J. (2017). Pengaruh Pendapatan Margin Bay Al-Murabahah terhadap
Profitabilitas pada Bank Syariah. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 1(1), 64-
73.
Abstract
The government in reducing poverty needs media that are close to the
community to help alleviate poverty. The existence of BUMDes in rural
areas is expected to be able to shape the welfare of the community.
However, the rampant practice of bad loans in BUMDes made the initial
goal a bit hampered. Law enforcement in practice does not work even
though there are sanctions that have been regulated in an effective
credit agreement, but these sanctions are not carried out properly. This
study was conducted to find out what factors are the reasons for the
widespread practice of bad loans in BUMDes and to find out how the
level of public legal awareness of credit agreements and to find out how
to resolve bad loans in BUMDes according to the point of view of
Islamic law. The method used in this research is normative sociology of
law, which is an approach that departs from the branch of science
analytically and empirically studying the reciprocity between law and
social phenomena with primary data research obtained directly in the
field. Bad loans are influenced by the culture or culture of the
community that affects legal compliance and awareness. In addition,
bad loans at BUMDes prioritize Al Urf.
Faktor dari Pihak Bumdes yang sehingga diperlukan suatu sikap waspada
Mempengaruhi Kredit Macet di Bumdes dari pihak kreditur atau dalam hal ini pihak
BUMDes.
Kredit Macet sering ditemui dan
Kewaspadaan ini perlu ditingkatkan
banyak menimbulkan kerugian yang cukup
dalam semua aktivitasnya terutama dalam
besar bagi suatu lembaga keuangan. Kredit
penyaluran kredit. Meskipun sulit untuk
macet adalah suatu resiko yang terjadi dari
dihindari namun pihak BUMDes harus
penyaluran kredit suatu lembaga keuangan,
memperkecil kemungkinan terjadinya kredit
kredit bermasalah menggambarkan suatu
macet sehingga pihak BUMDes dapat
situasi dimana pengembalian kredit
menghilangkan kerugian yang selama ini
mengalami resiko egagalan, bahkan
terjadi akibat adanya kredit macet dengan
cenderung menuju atau mengalami kerugian
tingkat yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A. 2012. Menguak teori hukum (legal theory) dan teori peradilan (judicialprudence)
termasuk interpretasi undang-undang (legisprudence). Cetakan ke-4. Jakarta: Kencana.
Dahlan, A. R. (2011). Ushul fiqh. cet ke-2. Jakarta: Amzah.
Al-Quran Terjemahan. 2015. Departemen Agama RI. Bandung: CV Darus Sunnah
Cristian, D. (2014). Wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian konsinyasi di dapur roti bu
haryati. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.
Friedman, L. M. (2001). Hukum amerika: Sebuah pengantar terjemahan dari american law
an introduction. 2nd Edition. Alih Bahasa: Wisnu Basuki. Jakarta: Tatanusa.
Fuad, I. Z. (2010). Kesadaran hukum pengusaha kecil di bidang pangan dalam kemasan di
kota semarang terhadap regulasi sertifikasi produk halal. (Tesis). Universitas
Diponegoro, Semarang.
Gunawan, K. (2011). Manajemen BUMDes dalam rangka menekan laju urbanisasi.
WIDYATECH Jurnal Sains dan Tekonologi, 10 No. 3.
Harisudin, M. N. (2016). ’Urf sebagai sumber hukum islam (fiqh) nusantara. Al-Fikr. Volume
20 Nomor 1.
Hernoko, A. Y. (2008). Hukum perjanjian asas proporsionalitas dalam kontrak komersial.
SurabayaLaksbang Mediatama: Yogyakarta.
Kasmawati, A. & Rahman, A. Q. (2015). Membangun Budaya Hukum Menunjang Revolusi
Mental Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Makassar: Jurnal Seminar
Nasional.
Khalil, R. H. (2009). Tarikh tasryi’. cet ke-1. Jakarta: Amzah.
Rosana, E. (2014). Kepatuhan hukum sebagai wujud kesadaran hukum masyarakat. Jurnal
TAPIs Vol.10 No.1 Januari-Juni.
Soekanto, S. (1982). Kesadaran hukum dan kepatuhan hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Zahro, A. (2011). Ushul fiqh. cet ke-14. Jakarta: pustaka firdaus.
Neneng Hartati
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati │nenenghartati@uinsgd.ac.id
Abstrak
Investasi dan jual beli saham masih dianggap sebagai salah satu kegiatan yang
spekulatif dan dilarang agama karena sama dengan perjudian bagi masyarakat
awam. Untuk meluruskan hal tersebut, artikel ini ditulis dengan tujuan
menganalisis bagaimana investasi saham syariah di Bursa Efek Indonesia (BEI)
dalam perspektif hukum ekonomi syariah. Artikel ini menggunakan metode
penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini
mengambil sumber penelitian dari wawancara beberapa investor dan ahli hukum
ekonomi syariah, kemudian dokumen peraturan perundang-undangan, dan studi
literatur yang berhubungan dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dalam sumber-sumber hukum Islam yaitu al-Quran, hadits, fiqh, ijma’
ulama, dan pendapat ulama ditegaskan bahwa jual beli saham hukumnya halal.
Kemudian, transaksi saham dari perspektif hukum ekonomi syariah dinilai dari
penggunaan akad diketahui bahwa akad yang digunakan adalah Bai’ Al-
Musawamah dan transaksi mengacu pada musyarakah atau syirkah. Ini sesuai
dengan yang tercantum dalam Fatwa DSN-MUI, sehingga jelas bahwa investasi
menurut perspektif hukum ekonomi syariah adalah halal dengan tujuan investasi
dan pengembangan aset, karena jual beli saham dengan underlaying saham
adalah halal.
Kata Kunci: Bursa Efek Indonesia; Hukum Ekonomi Syariah; Investasi; Saham
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Abstract
Investment and The sale and purchase of shares are still considered a speculative
activity and is prohibited by religion because it is the same as gambling for
ordinary people. To straighten this out, this study aims to analyze how Islamic
stock investment in the Indonesia Stock Exchange from the perspective of Islamic
economic law. The research method used is normative juridical with a qualitative
approach. This research draws research sources from interviews with several
investors and sharia economic law experts, then documents of laws and
regulations, and literature studies related to research. The results show that
investing and buying and selling of shares is halal and justified in the teachings
of Islam, both Al-Qur'an, the Prophet's Hadith, Kaidah Fiqh, Ijma 'ulama, and
the opinions of scholars. Then, from the perspective of sharia economic law,
buying and selling or investing in shares for investment purposes is permitted,
because buying and selling with underlying stocks is halal, even recommended
because it fulfills investment and asset development of one of the maqasid sharia
(Hifdzul maal). In addition, stock transactions from the perspective of sharia
economic law are assessed from the use of the contract. It is known that the
contract used is Bai 'Al-Musawamah and the transaction refers to musyarakah
or syirkah.
Keywords: Indonesia Stock Exchange; Sharia Economic Law; Investment; Stocks
Neneng Hartati│ 33
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
34 │Investasi Saham Syariah di Bursa Efek Indonesia dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Neneng Hartati│ 35
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Kegiatan investasi yang paling agar tercipta tertib hukum dan tidak
banyak mempunyai tingkat resiko yang terjadi sengketa ekonomi syariah,
tinggi dan lebih mengarah kepada kalaupun terjadi sengketa ada panduan
tindakan spekulatif adalah kegiatan penyelesaiannya melalui hukum yang
investasi dalam bentuk asset finansial. sudah dibentuk. Maka disini sudah jelas,
Salah satu investasi dalam bentuk asset sistem ekonomi Islam atau sistem
finansial adalah investasi saham. ekonomi syariah membutuhkan Hukum
Saham Syariah Ekonomi Syariah untuk menjadi
Saham merupakan bukti panduan interaksi ekonomi dalam
penyertaan atau kepemilikan dalam masyarakat muslim yang madani
suatu perusahaan yang memberikan (Habibullah, 2020).
hasil investasi bersifat variabel Secara nyata, produk hukum
tergantung dari kemampuan investor ekonomi syariah dapat mengacu pada
dalam mengelolanya (Tandelilin, 2010). pengakuan Fatwa Dewan Syariah
Saham Syariah adalah saham- Nasional Majelis Ulama Indonesia
saham yang memiliki karakteristik sebagai hukum materil ekonomi syariah
sesuai dengan syariah Islam atau yang (Habibullah, 2020). Kemudian dalam
lebih dikenal dengan syariah compliant. bentuk hukum positif Indonesia,
Pada konsepnya, saham adalah bukti keabsahan hukum ekonomi syariah
penyertaan modal pada suatu dituangkan dalam Peraturan Mahkamah
perusahaan dan investor atau pemilik Agung (Perma) Nomor 2 tahun 2008
modal tersebut berhak mendapatkan tentang Kompilasi Hukum Ekonomi
kentungan. Konsep ini tidak Syariah (KHES). Dengan adanya KHES
bertentangan dengan prinsip syariah, ini menjadi produk hukum yang nyata
dalam muamalah konsep ini dikenal dimana terdapat di dalamnya
dengan kegiatan musyarakah atau pemikiran-pemikiran hukum dari ulama
syirkah (Ibrahim, 2013). madzhab fikih dan beberapa qanun dari
Hukum Ekonomi Syariah berbagai negara. Pada akhirnya, KHES
Menurut pemahaman masyarakat ini merupakan kitab hukum yang
“Hukum Ekonomi Syariah” memiliki mencerminkan wawasan keindonesian
arti “Hukum Ekonomi Islam” yang sebagai salah satu penyatuan dari hu-
sumbernya diperoleh dari sistem kum-hukum ekonomi syariah yang
ekonomi Islam yang berkembang di berlaku di negara-negara muslim
masyarakat. Dimana sistem ekonomi lainnya (Ridwan, 2016).
Islam dalam masyarakat adalah Kompilasi Hukum Ekonomi
pelaksanaan fikih muamalah di bidang Syariah (KHES) secara berurutan terdiri
ekonomi secara umum. Walau begitu, dari empat buku, yaitu; “(1) Subjek
agar pelaksanaan ekonomi Islam atau hukum dan amwal terdiri atas 3 bab
ekonomi syariah teratur maka (pasal 1-19); (2) Akad terdiri dari 29 bab
diperlukan hukum yang mengaturnya (pasal 20-673); (3) Zakat dan Hibah
36 │Investasi Saham Syariah di Bursa Efek Indonesia dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
dibagi menjadi 4 bab (pasal 674-734); Jual beli Saham dalam Sumber
(4) Akuntansi Syariah terdiri atas 4 bab Hukum Islam
(pasal 735-796)- (Mahkamah Agung RI, Al-Quran dan Hadits merupakan
2008)”. sumber hukum yang utama bagi umat
Berdasarkan penelitian Islam. Dalam al-Quran dan Hadits tidak
Habibullah (2020), Mengacu pada hanya dibahas soal agama, namun juga
pembagian tersebut dapat dilihat bahwa permasalahan manusia dengan manusia
pembahasan terbanyak yang diatur menyangkut ekonomi. Ketika, suatu
dalam KHES adalah mengenai akad masalah tidak dapat ditemukan
atau perjanjian tentang hukum perikatan rujukannya secara langsung dalam al-
ekonomi syariah. KHES secara Quran dan Hadits barulah kita merujuk
keseluruhan terdiri dari 796 pasal, buku pada pendapat para sahabat Nabi dan
tentang akad mengambil sebanyak 80 ijma’ ulama.
persen pembahasan sebanyak 653 pasal. Salah satu contoh sederhananya
Oleh karena itu, harus menjadi adalah investasi saham. Peneliti akan
perhatian bahwa ruang lingkup ekonomi contohkan dalam sebuah cerita berikut,
syariah meliputi “ba’i, akad-akad jual seorang bernama A telah memiliki
beli, syirkah, mudharabah, murabahah, bisnis peternakan namun suatu waktu
muzara‟ah dan musaqah, khiyar, memiliki permasalahan modal yang
ististna‟, ijarah, kafalah, hawalah, kurang. Kemudian, A memiliki partner
rahn, wadi‟ah, ghashab dan itlaf, bernama B dan mengajaknya
wakalah, shulhu, pelepasan hak, ta’min, bekerjasama untuk mendanai bisnisnya.
obligasi syariah mudharabah, pasar Setelah usaha berjalan lancar diperoleh
modal, reksadana syariah, sertifikasi keuntungan atau kerugian hasil usaha,
bank Indonesia syariah, pembiayaann yang mana di awal telah disepakati
multi jasa, qard, pembiayaan rekening pembagiannya.
koran syariah, dana pesiun syariah, Cerita tersebut contoh yang
zakat dan hibah, dan akuntansi syariah”. menggambarkan dunia investasi saham.
Namun, bila kita melihat dari UU No. 3 Pada transaksi saham terdapat
Tahun 2006 tentang perubahan atas UU perusahaan yang dikenal dengan emiten
No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan yang go public atau terdaftar di BEI
Agama, ruang lingkup Ekonomi Syariah yang membutuhkan modal pendanaan
meliputi: “bank syariah, lembaga untuk menjalankan bisnisnya.
keuangan mikro ekonomi syariah, Perusahaan terlebih dahulu melakukan
reasuransi syariah, reksadana syariah, IPO agar masyarakat umum dapat ikut
obligasi syariah dan surat berjangka melakukan pembelian sahamnya.
menengah syariah, sekuritas syariah Kemudian secara resmi saham
pembiayaan syariah, pegadaian syariah perusahaan tersebut setelah IPO
dana pensiun lembaga keuangan syariah, terdaftar sebagai saham yang dijual
dan bisnis syariah” (Habibullah, 2020) secara bebas di BEI. Kemudian,
Neneng Hartati│ 37
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
38 │Investasi Saham Syariah di Bursa Efek Indonesia dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Neneng Hartati│ 39
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
40 │Investasi Saham Syariah di Bursa Efek Indonesia dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Neneng Hartati│ 41
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
dalamnya yang dapat digunakan dalam efek yang dijualnya”. Dengan transaksi
jual beli saham, memperbarui informasi ini tentunya mengandung unsur gharar
perkembangan saham, mengetahui (ketidakpastian).
faktor perkembangan harga saham, Sementara secara umum short
informasi terkait perusahaan yang selling adalah aktivitas yang mana
terdaftar dan fitur keuangan pelaku melakukan penjualan saham perusahaan
pasar. SOTS ini dibuat dengan tanpa memilikinya lebih dulu.
mengadopsi prinsip-prinsip syariah Situasinya adalah pialang yang
fatwa DSN-MUI No. 80 (Prasetia, memiliki saham atau bisa juga para
2017). pialan melakukan peminjaman saham
Terdapat tiga jenis mekanisme dari investor lain untuk saham tersebut
atau transaksi saham yang dilarang atau dijual kembali pada investor baru. Short
diharamkan dalam Islam karena tidak selling ini mengarah pada transaksi
sesuai dengan prinsip syariah, yaitu: najsy (penipuan) dan juga termasuk
1) Bai’ al- Hamisy (Margin Trading) dalam transaksi saham margin, dimana
Ini merupakan jenis trading harus memiliki akun margin terlebih
dengan sistem margin. Trading margin dulu untuk melakukannya jual beli
ini mengandung unsur riba dimana sahamnya (Musthofa, 2020).
sekuritas mengambil bunga dari dana Investasi Saham di Bursa Efek
transaksi yang digunakan investor. Indonesia dalam Perspektif Hukum
Karena investor melakukan Ekonomi Syariah
peminjaman dana kepada perusahaan Berdasarkan sudut pandang fiqh
sekuritas dengan menetapkan muamalah, akad investasi dalam Islam
persentase bunga di awal dan dilunasi dimasukkan dalam akad atau kontrak
dalam rentang waktu tertentu. Dengan amanah. Dimana, antara investor dan
kata lain, pada transaksi ini investor penerima dana merupakan partner
melakukan fasilitas pinjaman dari bisnis yang keduanya saling membantu.
perusahan sekuritas berbasis bunga Kemudian, dalam hubungan tersebut
(riba) untuk melakukan pembelian efek pembagian keuntungan atau kerugian
(Soemitro, 2019). dilandaskan pada modal keduanya atau
yang dalam akad muamalah dikenal
2) Bai’ al-Maksyuf (Short Selling) sebagai musyarakah, berarti tidak ada
Dijelaskan dalam Fatwa DSN jamin menjamin antara pihak satu
MUI Nomor 80 tahun 2011 bahwa Bai’ dengan pihak yang lain. Keputusan
al-Maksyuf adalah “Jual beli secara Majma Fikih Al-Islami menyebutkan,
tunai atas barang (efek) yang bukan “Investasi apa pun yang menjadikan
milik penjual dan penjual tidak diberi pihak pengusaha (mudharib)
izin oleh pemilik untuk menjualkan, memberikan keuntungan dengan kadar
atau jual beli secara tunai atas barang tertentu kepada investor, maka hal itu
(efek) padahal penjual tidak memiliki adalah haram. Karena sifat investasi
42 │Investasi Saham Syariah di Bursa Efek Indonesia dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Neneng Hartati│ 43
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
yang mengandung unsur riba; (b) Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal,
apabila suatu emiten memiliki Fatwa DSN-MUI No. 80/DSN-
nisbah utang terhadap modal lebih MUI/III/2011 tentang Penerapan
dari 82 persen (utang 45 persen dan
Prinsip Syariah dalam Mekanisme
modal 55 persen).”
Ketentuan poin b yang dibuat oleh Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di
DSN MUI merujuk pada perkataan Pasar Reguler Bursa Efek”.
Imam Al-Ghazali yang menyatakan Pada “Fatwa DSN-MUI No.
bahwa “dalam sebuah bisnis atau usaha 80/DSN-MUI/III/2011 ketentuan umum
modal tidak boleh kecil dari utang” point 4 jelaskan mengenai mekanisme
(Bahrudin, 2015). Perkataan tersebutlah perdagangan saham di Bursa Efek
yang kemudian dikutip oleh Ketua MUI Indonesia”, bunyinya:
K.H. Ma’ruf Amin, “modal harus lebih “Pasar reguler adalah pasar di mana
Perdagangan Efek di Bursa Efek
besar daripada utang yang berbasis
dilaksanakan berdasarkan proses
bunga”. Pendapat ini kemudian tawar menawar yang
diterjemahkan dalam pasal dengan berkesinambungan (bai’ al-
penjelasan maksimal utang berbasis musawamah) oleh anggota Bursa
bunga 45 persen dan modal 55 persen Efek dan penyelesaian
atau 82 persen rasio utang berbasis administrasinya dilakukan pada
hari bursa ketiga setelah terjadinya
bunga dibandingkan total modal.
perdagangan efek di bursa efek”.
Dengan komposisi 45:55 berarti modal Berdasarkan ketentuan tersebut
yang nota bene halal masih besar dari sudah jelas bahwa transaksi saham
utang berbasis bunga (Prasetyo, 2016). dalam mekanisme perdagangan saham
Penjelasan di atas merupakan di bursa efek menggunakan akad bai’
bentuk pengecualian dari MUI bahwa al-musawamah. Maksudnya adalah jual
sangat sulit menghindari penggunaan beli dengan tawar menawar dimana
utang berbasis bunga pada sebuah pihak menjual tidak menyebutkan harga
perusahaan, oleh karena itu DSN MUI pokok barang, akan tetapi menetapkan
memberikan pembolehan dengan harga tertentu dan membuka peluang
ketentuan seperti di atas (Bahrudin, untuk ditawar, hal ini merupakan bentuk
2015). Hanafi (2011) pun mempertegas asal muasal dari jual beli.
bahwa utang merupakan langkah bagi Selanjutnya pada fatwa yang sama
berusahaan untuk meningkatkan kinerja dalam ketentuan khusus poin 3
perusahaan sehingga kebijakan hutang disebutkan:
sangat sulit dihindari. “Tindakan yang tidak sesuai
Berikutnya keluar fatwa DSN dengan prinsip syariah pelaksanaan
MUI yang memperkuat transaksi saham perdagangan efek harus dilakukan
di Bursa Efek Indonesia dihalalkan oleh menurut prinsip kehati-hatian serta
MUI yaitu “Fatwa DSN-MUI No: tidak diperbolehkan melakukan
40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar spekulasi, manipulasi, dan tindakan
lain yang di dalamnya mengandung
Modal dan Pedoman Umum Penerapan
44 │Investasi Saham Syariah di Bursa Efek Indonesia dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
unsur dharar, gharar, riba, maisir, bagian dari modal yang dapat
risywah, maksiat dan kezaliman, memberikan keuntungan kepada
tagrir, ghisysy, tanajusy/najsy, pemiliknya sebagai hasil dari usaha
ihtikar, bai al-ma’dum, talaqqi a- perniagaan dan manufaktur. Hal itu
rukban, ghabn, riba, dan tadlis.” hukumnya halal, tanpa diragukan.”
Berdasarkan ketentuan Dewan Pendapat ketiga:
Syariah Nasional Majelis Ulama “Boleh menjual atau menjaminkan
Indonesia (DSN MUI) melalui faktwa- saham dengan tetap memperhatikan
fatwa yang dikeluarkan terkait pasar peraturan yang berlaku pada
perseroan.”
modal syariah dan saham syariah
Investasi saham syariah dengan
dijelaskan bahwa Investasi Saham itu
tujuan untuk berinvestasi menurut
halal dan diperbolehkan oleh Islam.
perspektif hukum ekonomi syariah
Diketahui juga bahwa investasi saham
diperbolehkan. Hal ini dikarenakan jual
dalam Islam disebut musahamah yang
beli saham dengan sistem underlying
merupakan turunan dari musyarakah
saha yang halal dianjurkan guna
(saling bersaham). Musyarakah sendiri
memenuhi investasi dan
sederhananya berarti “berkongsi,
mengembangkan aset, ini merupakan
bekerjasama, dan bersyarikat”. DSN
salah satu tujuan agama Islam yaitu
MUI mengutip beberapa pendapat
maqasid syariah (hifdzul maal). Namun,
Ulama yang memperbolehkan investasi
jika jual beli saham dilandaskan atas
saham diantaranya:
dasar spekulasi maka itu diharamkan
Pendapat pertama:
karena mengandung maysir dan gharar.
“Bermuamalah dengan (melakukan
Berdasarkan hasil wawancara
kegiatan transaksi atas) saham
hukumnya boleh, karena pemilik dengan Erika Amelia, selaku ketua
saham adalah mitra dalam Jurusan dari Prodi Ekonomi Syariah
perseroan sesuai dengan saham Universitas Islam Negeri Syarif
yang dimilikinya.” Hidayatullah Jakarta, mengatakan
Pendapat Kedua: “Investasi saham di Bursa Efek
“(Jenis kedua), adalah saham- Indonesia itu sudah sesuai dengan
saham yang terdapat dalam
prinsip syariah hanya diawal ketika
perseroan yang dibolehkan, seperti
perusahaan dagang atau perusahaan akad dilakukan, baik dengan akad
manufaktur yang dibolehkan. Ber- mudharabah, akad musyarakah dan lain
musahamah (saling bersaham) dan sebagianya. Karena ujung – ujungnya
ber-syarikah (berkongsi) dalam ketika transaksi sudah terjadi dipasar
perusahaan tersebut serta maka unsur spekulasi tidak bisa
menjualbelikan sahamnya, jika dihilangkan”. Jadi bisa diambil
perusahaan itu dikenal serta tidak
kesimpulan bahwa investasi saham di
mengandung ketidakpastian dan
ketidak-jelasan yang signifikan, Bursa efek Indonesia sesuai dengan
hukumnya boleh. Hal itu prinsip syariah selama masih
disebabkan karena saham adalah menggunakan akad yang terdapat atau
Neneng Hartati│ 45
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
sesuai dengan fatwa DSN dan saham di Bursa Efek Indonesia Kantor
memenuhi rukun dan syarat jual beli Perwakilan Jawa Barat sesuai dengan
dalam Islam. hukum ekonomi syariah dan transaksi
Investasi saham di Bursa Efek tersebut dihalalkan.
Indonesia sudah sesuai dengan hukum
ekonomi syariah. Selain itu juga, KESIMPULAN
kegiatan investasi sejalan dengan cita- Mengacu pada penelitian yang
cita hukum ekonomi dan hukum Islam
telah dilakukan, dapat ditarik
dimana ada dalam maqasid asy-syariah. kesimpulan bahwa dari pemaparan
Cita-cita hukum ekonomi syariah yang dalil-dalil di atas jelas sekali bahwa
sejalan dengan hukum Islam terdapat
investasi dan jual beli saham halal dan
pada konsep tentang kegiatan ekonomi dibenarkan dalam ajaran Islam, baik
dilihat dari wadah bagi masyarakat Al-Qur’an, Hadis Nabi, Kaidah Fiqh,
untuk melaksanakan dua perintah al-
Ijma’ ulama, dan pendapat ulama.
Quran yaitu at-ta’awwun (saling tolong Kemudian, dari perspektif hukum
menolong) dan menghindari gharar
ekonomi syariah jual beli atau investasi
(transaksi bisnis yang merugikan salah
saham untuk tujuan investasi itu
satu pihak). diperkenankan, karena jual beli dengan
Kemudian ditilik dari Kompilasi underlying saham yang halal, bahkan
Hukum Ekonomi Syariah (KHES), dianjurkan karena memenuhi investasi
pelaksanaan jual beli atau perdagangan dan pengembangan asset salah satu
saham di Bursa Efek Indonesia (BEI)
maqasid syariah (Hifdzul maal).
telah mengikuti ketentuan pasal-pasal Sedangkan jual beli untuk tujuan
dalam KHES, dimana syarat dan rukun spekulasi (main saham) itu tidak
jual beli dan akad yang digunakan
diperkenankan. Selain itu transaksi
dalam jual beli saham di Bursa Efek saham dari perspektif hukum ekonomi
Indonesia sudah sesuai. Sehingga syariah dinilai dari penggunaan akad
dengan demikian, menurut hukum
diketahui bahwa akad yang digunakan
ekonomi syariah yang ditinjau dari adalah Bai’ Al-Musawamah dan
Fatwa DSN MUI terkait investasi saham transaksi mengacu pada musyarakah
dan juga KHES yang meninjau dari
atau syirkah
pelaksanaan akad dan jual beli, investasi
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Pasar Modal . (2009). Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar
Modaldan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-181/Bl/2009 Tentang
Penerbitan Efek Syariah. Retrieved Januari 7, 2021, from Departemen
Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga
Keuangan: https://www.martinaberto.co.id/download/Peraturan_
Bapepam/IX.A.13_Penerbitan_Efek_Syariah.pdf
46 │Investasi Saham Syariah di Bursa Efek Indonesia dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Neneng Hartati│ 47
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Selasi, D. (2018). Ekonomi Islam; Halal dan Haramnya Berinvestasi Saham Syaria,
Maro, Jurnal Ekonomi Syariah dan Bisnis, Vol. 1. No. 2, 87-96.
Soemitro, A. (2019). Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah; di Lembaga
Keuaga dan Bisnis Kontemporer. Jakarta Timur: Prenadamedia Group.
Syarif, F. (2019). Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Pleno Jure,
Vol. 9 (2), 1-16.
Tandelilin , E. (2010). Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi . Yogyakarta:
Karnisius.
Ulinnuha, M., Susilowati, D. E & Hana, K.H. (2020). Persepsi Investor Pemula
terhadap Pembelian Saham Syariah di Indonesia. Jurnal Ilmu Ekonomi dan
Bisnis Islam- JIEBI, Vol. 2., No. 1 , 1-14.
48 │Investasi Saham Syariah di Bursa Efek Indonesia dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
Volume 05 | Nomor 01 | Juni 2021
p-ISSN: 2549-4872 │ e-ISSN: 2654-4970
Zulfahmi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta│zulfahmialputeh@gmail.com
Abstrak
Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah merupakan
peraturan perundang-undangan yang setara dengan peraturan daerah yang mana
negara memberikan wewenang kepada daerah tertetntu untuk dapat mengelola
daerahnya sendiri seperti Aceh salah satunya. Qanun Aceh bertujuan untuk
menegakkan aturan syariah yang menjadikannya berbeda dari daerah daerah
lainnya. Telah banyak aturan aturan syariah yang dikeluarkan dalam bentuk
Qanun seperti hukuman jinayat, Qanun tentang pokok-pokok syariat Islam, dan
Qanun tentang lembaga keuangan. Keberadaan Qanun 11 Tahun 2018 tentang
Lembaga Keuangan Syariah memberikan dampak positif terhadap dunia
perekonomian terutama perekonomian daerah, karena terdapat aturan yang
mampun meningkatkan potensi dalam pemberdayaan UMKM sehingga
tercapainya tujuan untuk kesejahteraan dan keadilan masyarakat. Tujuan yang
diteliti adalah untuk mengetahui perbedaan antara sebelum terjadinya konversi
dan setelah terjadinya konversi terhadap perekonomian masyarakat terutama
masyarakat kecil. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu
penelitian yang menggambarkan ruang lingkup dan tinjauan tentang eksistensi.
Selain itu penelitian ini juga menggunakan pendekatan statute approach
(pendekatang perundang-undangan), dan conceptual approach (pendekatan
konsep). Hasil yang dicapai dengan berlakunya Qanun ini adalah lebih membantu
terhadap pihak UMKM yang mana pasca konversi pihak bank telah menetapkan
target penyaluran dana lebih banyak dari sebelumnya.
Kata Kunci: Eksistensi; Lembaga Keuangan Syariah; Qanun.
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Abstract
Qanun Number 11 of 2018 concerning Islamic Financial Institutions is a
statutory regulation equivalent to regional regulations where the state gives
authority to certain regions to be able to manage their own regions, such as Aceh,
for example. Aceh's Qanun aims to enforce sharia rules that make it different
from other regions. There have been many sharia rules issued in the form of
Qanun such as jinayat punishment, Qanun on the main points of Islamic law, and
Qanun on financial institutions. The existence of Qanun 11 of 2018 concerning
Islamic Financial Institutions has a positive impact on the world economy,
especially the regional economy, because there are regulations that are able to
increase the potential in empowering micro, small and medium enterprises so
that the goals for welfare and community justice are achieved. The purpose of
this study is to determine the difference between before the conversion and after
the conversion to the economy of the community, especially the small community.
This research uses descriptive analytical method, namely research that describes
the scope and overview of existence. In addition, this research also uses a statute
approach, and a conceptual approach. The results achieved with the enactment
of this Qanun are more helpful for micro, small and medium enterprises where
after the conversion the bank has set a target for disbursing more funds than
before.
Keywords: Existence; Islamic Financial Institutions; Qanun
Zulfahmi│ 51
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Zulfahmi│ 53
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Zulfahmi│ 55
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
jasa dalam lalu lintas pembayaran dan besarnya suku bunga dalam Negeri dan
peredaran uang. Ekpektasi perubahan nilai tukar dan
Bank konvensional menurut premi atas resiko.
(Usanti dan Somad, 2016: 3) merupakan Bank Syariah
bank yang kegiatan usahanya berjalan Indonesia sebagai negara
secara konvensional dan berdasarkan mayoritas muslim terpengaruh terhadap
jenisnya terdiri atas bank umum perkembangan bank-bank syariah di
konvensional dan bangk perkreditan negara-negara Islam. Dimulai pada
rakyat. Bank umum konvensional periode 1980-an, diskusi mengenai bank
merupakan bank yang memberikan jasa syariah sebagai pilar ekonomi Islam
dalam lalu lintas pembayaran. mulai dilakukan. Tokoh yang terlibat
Sedangkan bank perkreditan rakyat dalam diskusi tersebut adalah Karneen
adalah bank konvensional yang dalam A. Perwataatmadja, M. Dawam
kegiatannya tidak memberikan jasa Rahardjo, A.M., Saefuddin, M. Amien
dalam lalu lintas pembayaran. Azis, dan lain-lain. lembaga keuangan
Wafa (2017: 259) mendefinisikan Islam yang menjadi uji coba saat itu
Bank konvensional adalah jenis adalah Bairut Tamwil-Salman,
lembaga keuangan yang memberikan Bandung, yang sempat tumbuh
jasa, seperti menghimpun dana dari mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk
masyarakat, menghimpundana dari lembaga serupa dalam bentuk koperasi,
masyarakat, menyalurkan dana kepada yakni Koperasi Ridho Gusti (Antonio,
masyarakat dalam bentuk kredit, dan 2001: 25).
memperlancar transaksi perdagangan Akan tetapi, bank syariah di
dengan menggunakan sistem Indonesia pertama kali muncul pada
perhitungan bunga (interest forgone). tahun 1992 yaitu bank muamalat
Sistem operasional dalam bank Indonesia (BMI). Kemunculan BMI di
konvensional adalah menggunakan Indonesia terhitung terlambat bila
sistem perhitungan bunga kredit atau dibandingkan dengan negara-negara
pinjaman (invest note), bunga adalah muslim lainnya, namun
imbalan balas jasa yang diterima perkembangannya terus berkembang
nasabah dari bank sebagai penyimpan hingga saat ini. Bila pada periode 1992-
dan penyalur dana karena membeli atau 1998 hanya ada satu unit bank syariah,
menjual produknya, artinya bunga bank maka pada tahun 2005, jumlah bank
adalah harga yang harus dibayar oleh syariah di IIndonesia telah bertambah
nasabah kepada bank karena nasabah menjadi 20 unit, yaitu 3 Bank Umum
sebagai pihak pemiinjam atau debitan. Syariah dan 17 Unit Usaha Syariah.
Perlu diketahui bahwa tinggi rendahnya sementara itu, jumlah Bank Perkreditan
suku bunga dapat dipengaruhi oleh Syariah (BPRS) hingga akhir tahun
beberapa faktor, yaitu; Likuiditas 2004 bertambah menjadi 88 buah
masyarakat, Ekspestasi, Inflasi, (Karim, 2013: 25).
Zulfahmi│ 57
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
akibat hasil usaha institusi uang makhluk yang ada di dunia dan seisinya,
meminjam dana sehingga dengan keyakinan yang kuat
inilah seorang mukmin (orang yang
3. Islam tidak memperbolehkan
beriman) terus berbuat baik untuk
“menhasilkan uang dari uang”.
mendapatkan keridhaan Allah dan
Uang hanya merupakan media menjauhi segala perbuatan yang buruk.
pertukaran dan bukan komoditas Syariah adalah ajaran Islam yang
karena tidak memiliki nilai dibawa oleh Rasulullah yang mengatur
instrinsik kehidupan manusia baik dalam bidang
4. Unsur gharar (ketidakpastian, ibadah (habluminaAllah) maupun
dalam hal muamalah
spekulasi) tidak diperkenankan.
(hablumminannas). Sedangkan Akhlak
Kedua belak pihak harus merupakan perilaku yang keluar dari
mengetahui dengan baik hasil yang diri seseorang yang mencerminkan
akan mereka peroleh dari sebutah kepribadian berdasarkan Aqidah dan
transaksi Syariah sehingga terbentuklah ketaatan
kepada Allah SWT.
5. Investasi hanya boleh diberikan
pada usaha-usaha yang tidak Berdasarkan prinsip tersebut
diatas lah yang menyebabkan perlunya
diharamkan dalam Islam. usaha
sebuah aturan yang dapat memperkuat
minuman keras misalnya tidak Islam terutama dalam hal muamalah
boleh didanai oleh perbangkan yaitu lembaga keuangan syariah.
syariah. Kemudian lahirlah konsep-konsep yang
merupakan turunan dari konsep Aqidah,
Eksistensi Keberadaan Qanun No 11 Syariah, dan Akhlah tadi berupa
Tahun 2018 Tentang Lembaga
Keuangan Syariah pelaksanaan dengan mengutamakan
keadilan, kemitraan, transparansi, dan
Keberadaan Qanun Nomor 11
Universal.
tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan
Syariah berlandaskan al-Quran dan Qanun Nomor 11 tahun 2018
Sunnah. Aqidah, Syariah, dan Akhlak tentang Lembaga Keuangan Syariah
menjadi konsep dasar dalam juga lahir untuk menghapus praktik
pelaksanaan lembaga keuangan syariah. yang dilarang dalam Islam berupa Riba,
Aqidah merupakan keyakinan bahwa Gharar, dan Maisir yang sering terjadi
Allah SWT. ada dan senantia selalu dalam masyarakat. Abu Zahrah dalam
mengawasi setiap aktivitas yang kitab Buhusu fi al-Riba mendefinisikan
dilakukan oleh manusia dan seluruh riba adalah tiap tambahan sebagai
Zulfahmi│ 59
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Zulfahmi│ 61
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
DAFTAR PUSTAKA
A. Wangsawidjaja Z. (2012). Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Andri, S. (2009). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Antonio, M. S. I. (2001). Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Depok: Gema
Insani.
Chairi, W. (2014). Riba dalam Perspektif Islam dan Sejarah, Jurnal Iqtishadia. 1.
(1), 101-102.
Hosen, I. (1987). Apakah judi itu?. Lembaga Kajian Ilmiah Institute Ilmu Al-
Qurʼan.
Ichsan, D. N. (2014). Perbankan Umun dan Syari’ah. Banten: Universitas Terbuka.
Ismail. (2013). Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana.
Kamarusdiana, K. (2016). Qânûn Jinâyat Aceh dalam Perspektif Negara Hukum
Indonesia. AHKAM: Jurnal Ilmu Syariah, 16(2), 151-162.
Karim, A. A. (2013). Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Kemenag. (2019). Quran Asy-Syifa. Bandung: Sygma Examedia Arkanleema.
Manan, H. T. A. (2018). Mahkamah syar'iyah Aceh dalam politik hukum nasional.
Kencana. Jakarta: Kencana.
Pospos, A. F. (2015). Fenomena Ekonomi Islam di Tanah Rencong. Jurnal
Perspektif Ekonomi Darussalam, 1(2), 124-136.
Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah
Ridwan, R. (2014). Positivisasi Hukum Pidana Islam (Analisis atas Qanun No:
14/2003 tentang Khalwat/Mesum Provinsi Nangroe Aceh Darussalam). Al-
Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam, 8(2), 281-294.
Susamto, B. (2010). Aspek hukum lembaga keuangan syariah. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Syauqoti, R., & Ghozali, M. (2018). Analisis sistem lembaga keuangan syariah Dan
lembaga keuangan konvensional. IQTISHODUNA, 14, (1), 15-30.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh.
Usanti, T. P., & Shomad, A. (2017). Hukum Perbankan. Jakarta: Kencana.
Wafa, M. A. (2017). Hukum Perbankan dalam Sistem Operasional Bank
Konvensional dan Bank Syariah. Kordinat: Jurnal Komunikasi antar
Perguruan Tinggi Agama Islam, 16(2), 257-270.
Zulfahmi│ 63
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
Volume 05 | Nomor 01 | Juni 2021
p-ISSN: 2549-4872 │ e-ISSN: 2654-4970
Abstrak
Asas Personalitas Keislaman merupakan penundukan diri individu terhadap
aturan-aturan hukum Islam, termasuk dalam lingkup ekonomi syari’ah. Faktanya
masih ditemukan adanya sengketa perbankan syari’ah yang didaftarkan di
Pengadilan Negeri, dimana bukan ranah kekuasaannya. Hal tersebut diperjelas
dengan adanya Putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012 yang membatalkan
kewenangan tersebut, yang kemudian kewenangan tersebut secara pasti menjadi
kewenangan Pengadilan Agama. Penelitian ini bertujuan mengkaji dan
menganalisa penerapan asas personalitas keislaman dalam penyelesaian sengketa
perbankan syari’ah menurut hukum Islam dan sistem hukum Indonesia pasca
Putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012. Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif dengan menggunakan pendekatan historis dan perundang-undangan
terkait asas personalitas keislaman dalam sengketa perbankan syari’ah.
Berdasarkan hasil penelitian Bank Syari’ah merupakan badan hukum yang
tunduk dan ditundukan oleh peraturan perundang-undangan Indonesia, tarmasuk
dalam proses penyelesaiannya. Penerapan asas personalitas keislaman dilihat dari
peran Pengadilan Agama dalam menangani perkara yang berhubungan dengan
agama Islam, termasuk sengketa perbankan Syari’ah. Adanya Pasca Putusan MK
Nomor 93/PUU-X/2012 menyatakan kewenangan absolut penyelesaian sengketa
diamanatkan kepada lingkup peradilan agama, namun masih ditemukan perkara
perbankan syari’ah terdaftar di Pengadilan Negeri. Secara filosofis, Islam dalam
mengatasi perselisihan berupaya untuk mengembalikan hubungan para pihak
yang bersengketa dalam keadaan semula.
Kata Kunci: Asas Personalitas Keislaman; Perbankan Syari’ah; Sengketa
Ekonomi
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Abstract
The principle of the Islamic personality is the submission of the individual to the
rules of Islamic law, including within the scope of shari'ah economics. The fact
is that there are still syari'ah banking disputes that have registered in the District
Court, which is not the domain of their authority. This is made clear by the
existence of the Constitutional Court Decision Number 93 / PUU-X / 2012 which
regulates this authority, which authority is clearly regulated under the authority
of the Religious Courts. This study aims to examine and analyze the application
as an Islamic personality in the settlement of Islamic banking disputes according
to Islamic law and the Indonesian legal system after the Constitutional Court
Decision Number 93 / PUU-X / 2012. This research is a normative legal research
using a historical and invited approach. related as an Islamic personality in
shari'ah banking disputes. Based on the results of research, Bank Syari'ah is a
legal entity that is subject to and subject to Indonesian regulations, including in
its completion. The application of the principle of Islamic personality can be seen
from the role of the Religious Courts in conflict cases related to Islam, including
Shari'ah banking disputes. After the Constitutional Court Decision Number 93 /
PUU-X / 2012 states that the absolute authority for dispute resolution is
mandated to the scope of the religious court, however, there are still cases of
shari'ah banking that are registered in the District Court. Philosophically, Islam
in resolving disputes always seeks to restore relations between the disputing
parties in their original state.
Keywords: Principles of Islamic Personality; Shari'ah Banking; Economic
Disputes
ٗ ُ َّ َّ ُ ُ
rinci landasan hukum serta jenis-jenis
ََّللَكانََ ِبك َمَۡر ِحيما
َ نَٱ
َ أنفسكمََۡ ِإ usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh bank syari’ah.
Terjemahnya:
Menegaskan pula asas yang
“Wahai orang-orang yang beriman, digunakan perbankan syari’ah secara
janagnlah kalian memakan harta-
jelas disebutkan pada Pasal 2 UU
harta kalian di antara kalian dengan
cara yang batil, kecuali dengan Perbankan Syari’ah, mengamanatkan
perdagangan yang kalian saling bahwa perbankan syari’ah dalam
ridha. Dan janganlah kalian melakukan kegiatan usahanya
membunuh diri-diri kalian, diwajibkan berasaskan dan
sesungguhnya Allah itu Maha Kasih mengimplementasikan prinsip syari’ah.
Sayang kepada kalian.” (Q.S. An- Kemudian di Pasal 3 UU Perbankan
Nisa’: 29).
Syari’ah, menetapkan tujuan untuk
Serta beberapa hadist Rasulullah menjunjung pelaksanaan pembangunan
yang senada dengan kedua ayat tersebut nasional dalam rangka meningkatkan
terkait hal riba’ dan harta bathil rasa keadilan, kebersamaan dan
(Nurhasanah dan Adam, 2017: 8). pemerataan kesejahteraan masyarakat,
Dukungan juga datang dari dengan perbankan syari’ah tetap
landasan hukum positif Indonesia berpegang pada prinsip syari’ah secara
terhadap operasional bank syari’ah, menyeluruh (kaffah) dan konsisten
yang bermula dari Undang-Undang No. (istiqomah). Jika mencermati kedua
7 tahun 1992 diubah menjadi Undang- pasal di atas, ditemukan kesamaan
Undang No. 10 tahun 1998 tentang bahwa perbankan syari’ah diwajibkan
Perbankan, dimana pada Pasal 1 angka berpegang teguh pada prinsip syari’ah,
13 UU tersebut hanya diatur sebatas yang membedakan dengan perbankan
kebutuhan adanya prinsip syari’ah konvensional.
dalam operasional bank. Peningkatan kemurnian
Setelahnya pemerintah kelembagaan bank syari’ah dapat dilihat
menerbitkan Undang-Undang No. 21 dari prinsip hukum islam yang diatur
tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, melalui fatwa Majelis Ulama Indonesia,
sebagaimana ditujukan sebagai dasar antara lain: prinsip keadilan dan
pijakan untuk landasan yuridis yang keseimbangan ('adl wa tawazun),
kuat bagi perbankan dan para pihak kemaslahatan (maslahah),
yang berkepentingan, serta universalisme (alamiyah), dan tidak
ketidaksesuaian yang akan dan sedang oleh dua pihak, baik perorangan
melakukan hubungan kerja sama. maupun badan hukum yang melakukan
Sebuah konflik berubah dan akad dengan prinsip syari’ah, yang
berkembang menjadi suatu sengketa, salah satunya melakukan wanprestasi
jika salah satu pihak merasa dirugikan atau perbuatan melawan hukum
dan menyatakan rasa ketidakpuasannya, sehingga mengakibatkan pihak yang
baik secara langsung kepada pihak yang lainnya merasa dirugikan. Sebagai
dianggap memberikan kerugian contohnya, seorang nasabah melakukan
maupun kepada pihak lain. Apabila para suatu akad qardh pada bank Syari’ah
pihak tidak dapat menemukan kata sesuai dengan kesepakatan untuk
sepakat atau solusi pemecahan masalah, mengembalikan pada tanggal yang telah
maka akan menimbulkan dispute ditentukan, akantetapi nasabah tersebut
(istilah sengketa dalam perbankan) tidak dapat membayar dengan berbagai
(Nurhasanah dan Adam, 2017: 294). alas an. Dengan demikian menyebabkan
Terjadinya sengketa perbankan pihak bank syari’ah merasa dirugikan,
syari’ah seringkali disebabkan adanya serta mengakibatkan terjadinya
ketidakserasian antara satu pihak atau sengketa perbankan syari’ah yang
suatu kelompok yang mengadakan disebabkan adanya wanprestasi
hubungan hukum, dimana ada hak yang Penyelesaian sengketa secara
terganggu atau terlanggar. Sengketa filosofis munurut Halim dan Erlies
sendiri merupakan bentuk disagreement Septiana (2013: 209), mengartikan hal
on a point of law or fact of interest tersebut merupakan upaya untuk
between two persons, artinya terjadi mengembalikan hubungan para pihak
suatu kondisi di antara kedua belah yang bersengketa dalam keadaan
pihak yang tidak sepaham. Sengketa semula. Dengan pengembalian
yang terjadi pada hukum akad, yang hubungan tersebut, maka mereka dapat
menciptakan suatu kondisi mengadakan hubungan sosial maupun
ketidaksepahaman antara para pihak hubungan hukum. Adapun penyelesaian
yang membuat akad maupun perjanjian sengketa ekonmi syari’ah adalah upaya
hukum dengan fakta tidak adanya untuk mengembalikan hubungan para
pemenuhan hak, tidak dilaksanakan pihak yang bersengketa dalam keadaan
kewajiban yang ditentukan, atau seperti semula dalam ruang lingkup
pemutusan hubungan hukum ekonomi syari’ah (Nurhasanah dan
kontraktual yang dilakukan oleh salah Adam, 2017: 293). Dalam Islam
satu pihak tanpa adanya persetujuan dari penyelesaian sengketa mengacu pada 3
pihak lainnya (Suadi, 2017: 6). model, yaitu: Al-Shulh (Perdamaian);
Pemahaman tentang sengketa Tahkim (Arbitrase), dan Peradilan (Al-
demikian, menurut Neneng dan Panji qadha).
(2017: 295) penyebab terjadinya suatu Ketiga cara penyelesaian sengketa
sengketa perbankan syari’ah didasarkan ekonomi syari’ah di atas, seringkali
Penjelasan pasal tersebut menyatakan, dari itu Pasal 55 ayat (2) tersebut
Peradilan Agama merupakan kekuasaan mengandung kebebasan berkontrak dari
kehakiman untuk melakukan penegakan para pihak dalam melakukan suatu
hukum dan keadilan bagi rakyat pencari akad. Ketentuan dalam Penjelasan Pasal
keadilan terhadap perkara orang yang 55 UU No. 21 Tahun 2008 tersebut
beragama Islam di bidang perkawinan, dinyatakan bertentangan dengan UUD
kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, 1945, dan dinyatakan tidak memiliki
infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah. kekuatan hukum mengikat berdasarkan
Sebagaimana ketentuan Pasal 49 Putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012
huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun (Hudiata, 2015: 16). Sehingga
2006 tentang Peradilan Agama yang penyelesaian sengketa perbankan
diberi kewenangan dalam syari’ah yang ditentukan dalam
menyelesaikan sengketa di perbankan Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21
syari’ah yaitu: Tahun 2008 tidak lagi mempunyai
“Peradilan agama bertugas dan kekuatan hukum mengikat secara
berwenang memeriksa, memutus, keseluruhan tanpa terkecuali.
dan me nyelesaikan perkara di Pengadilan agama sebagai satu-satunya
tingkat pertama antara orang orang
lembaga litigasi yang berwenang dalam
yang beragama Islam di bidang:...i.
ekonomi syari'ah.” menyelesaikan sengketa perbankan
syari’ah.
Menurut Amran Suadi (2017: 8) di
Asas personalitas keislaman yang
dalam bukunya menjelaskan, bahwa
dimiliki Pengadilan Agama terkait
perkara perdata pada ekonomi
penyelesaian sengketa perbankan
syariah yang meliputi sengketa Bank
syari’ah dilakukan melalui jalur litigasi
Syariah, lembaga keuangan mikro
sesuai tatacara peradilan, akan tetapi
syariah, asuransi syariah, reasuransi
penyelesaian perkara tersebut juga
syariah, reksadana syariah, obligasi
mengenal istilah mediasi di pengadilan.
syariah, pembiayaan syariah, pegadaian
Karena dalam perkara perdata, setiap
syariah, dana pensiun lembaga
agenda persidangan yang dilakukan,
keuangan syariah dan bisnis Syariah.
majelis hakim wajib mendamaikan
Kemudian pada Pasal 55 ayat (1)
kedua belah pihak yang berperkara.
UU No. 21 Tahun 2008 telah
Mendamaikan sifatnya wajib bagi
menyatakan dengan tegas bahwa
hakim yang menyidangkan, tetapi
lembaga yang berwenang untuk
kelalaian majelis hakim yang
menyelesaikan perkara sengketa
mengupayakan perdamaian bagi kedua
perbankan syari’ah adalah Peradilan
belah pihak yang bersengketa akan
Agama. Namun, ketentuan Pasal 55 ayat
mengakibatkan pemeriksaan perkara
(2) menyatakan jika telah diperjanjikan
batal demi hukum (Harahap, 2007:
atau jika para pihak telah melakukan
239).
akad terlebih dahulu maka boleh
merujuk kepada isi akad tersebut. Maka
dianjurkan oleh Islam. Dimana Islam yang telah diatur, tanpa adanya
merupakan rahmatan lil’alamin, agama penyimpangan hukum. Maka dalam
yang membawa rahmat bagi alam menjalankan kegiatan usahanya, bank
semesta. Yang dalam ajarannya syari’ah harus berada dalam koridor-
menganjurkan cara penyelesaian koridor yang diperbolehkan dalam
sengketa ini dituntut untuk
hukum Islam, tanpa terkecuali proses
mengusahakan penyelesaian secara
penyelesaian sengketanya secara adil.
perdamaian, dengan maksud setelah
Kedua, Penyelesaian sengketa
perkara perbankan syari’ah selesai
nantinya tidak menimbulkan masalah ekonomi syari’ah secara filosofis
dikemudian hari antara nasabah maupun merupakan upaya untuk
pihak bank syari’ah. mengembalikan hubungan para pihak
yang bersengketa dalam keadaan seperti
KESIMPULAN semula dalam ruang lingkup ekonomi
syari’ah. Sengketa yang terjadi dalam
Pertama, Lingkup ekonomi
perbankan syari’ah merupakan
syari’ah ini tidak terlepas adanya
kekuasaan Pengadilan Agama yang
kegiatan usaha perbankan syari’ah,
didasarkan pada asas personalitas
dimana dalam operasionalnya
keislaman. Asas dijelaskan dalam
menerapkan prinsip-prinsip Islam.
Undang-Undang No. 50 tahun 2009,
Dengan menerapkan prinsip-prinsip
merupakan asas yang mendasari bahwa
tersebut, maka bank syari’ah secara
masyarakat pencari keadilan yang bisa
sukarela tunduk pada aturan-aturan
berperkara atau bermohon di
hukum positif yang berkaitan dengan
Pengadilan Agama. Asas ini melekat
perbankan syari’ah. Perbuatan hukum
yang dilakukan bank syari’ah sebagai pada Pengadilan Agama, yang dimana
merupakan salah satu pelaku kekuasaan
badan hukum ini didukung dengan Pasal
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
1 angka (1) Kompilasi Hukum Ekonomi
yang beragama Islam mengenai perkara
Syari’ah yang berbunyi: “Subjek hukum
tertentu”, termasuk dalam sengketa
adalah orang perorangan, persekutuan,
ekonomi syari’ah baik dalam perbankan
atau badan usaha yang berbadan hukum
syari’ah. Jadi dengan keberadaan bank
atau tidak berbadan hukum yang
syari’ah yang tunduk pada UU No. 21
memiliki kecakapan hukum untuk
tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah,
mendukung hak dan kewajiban”. Jadi,
maka sebagai subjek hukum dalam
hal ini menempatkan kedudukan bank
menyelesaikan sengketanya harus
syari’ah sebagai badan hukum yang
dimohonkan kepada Pengadilan Agama,
wajib dan tunduk dalam aturan
karena telah dikuatkan melalui Putusan
perundang-undangan Indonesia tentang
MK No. 93/PUU-X/2012 akan semakin
perbankan syari’ah terkait segala aspek
DAFTAR PUSTAKA
Siaran Pers Komisi Nasional Keuangan Syariah (KNKS) tentang Global Islamic
Finance Report 2019 Menempatkan Indonesia di Posisi Teratas dalam Pasar
Keuangan Syariah Global. Jakarta, 17 Oktober 2019.
Soekanto, S. & Mamudji, S. (2007). Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Suadi, A. (2017). Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Teori dan Praktik,
Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Zulhefni, M. (2017). Kendala Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah Melalui
Pengadilan Agama Kota Malang. Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syari’ah
Vol. 8 (2). 175-192.
Abstrak
Tulisan ini membahas hadis yang berkenaan dengan hukum gadai. Pembahasan
dalam tulisan ini dikhususkan dalam sebuah hadis yang ditetapkan sebagai hadis
utama. Kemudian hadis akan diuraikan dari teks, artinya, tafsir, hal-hal penting
yang terdapat dalam hadis, perbedaan pendapat para ulama, kandungan hadis, dan
faedah yang terdapat dalam hadis tersebut. Dalam pemaparan hadis tersebut
ditambah juga dengan hadis-hadis lain yang menjelaskan tentang gadai sebagai
penguat. Tulisan ini bertujuan menjelaskan hukum barang gadai yang
dimanfaatkan oleh penerima gadai. Artikel ini menggunakan penelitian kualitatif
yang bersifat pustaka. Bahan-bahan dalam penelitian ini diambil dari bahan
pustaka seperti buku dan artikel ilmiah yang diterbitkan di jurnal yang berkaitan
dengan permasalahan yang dibahas yaitu tentang hukum gadai. Teknik analisis
yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Analisis menunjukkan barang (jaminan) yang digadai kepada seorang penerima
gadai boleh dimanfaatkan selama dia membayar sewa dari manfaat yang
diambilnya.
Kata Kunci: Hadis Gadai; Hukum Gadai; Pemanfaatan Barang Gadai
J-HES
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Abstract
This paper discusses the hadiths relating to the law of pawning, especially the
use of pawning items by mu. The discussion in this paper is devoted to a hadith,
which is designated as the main hadith. Then the hadith will be elaborated from
the text, its meaning, interpretation, important matters contained in the hadith,
differences in opinion of the scholars, the content of the hadith, and the benefits
contained in the hadith. In the explanation of the hadith, other traditions that
explain pawning as reinforcement are also added. This paper aims to explain the
law of pawn items used by pawn recipients (murtahin). This article uses
qualitative research that is the library in nature. The materials in this study were
taken from library materials such as books and scientific articles published in
journals related to the issues discussed, namely the law of using pawn items by
murtahin. The analysis technique used is data reduction, data presentation, and
conclusion drawing. The results of the analysis show that the goods (collateral)
that are pawned to a pledge recipient can be used as long as he pays the rent
from the benefits he takes.
Keywords: Pawn Hadith; Pawn Law; Utilization of Pawn Goods
َْ َّ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ُ َ
اَّلل عل ْيهِ َو َسل َم َم ْن ِلكع ِب ْب ِن
dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu اَّلل صلى ِ رسول
dari Nabi shallallahu ‘alaihi َ
ْ َ َ ُ َّ اَّلل َو َر ُسول ُه َصَّلى َ َّ آذى َ ْ َ ُ َّ َ َْ ْ
wasallam bersabda: “Sesuatu ِاَّلل عليه الأش َر ِف ف ِإنه قد
ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ ْ ُ ََّ ُ َ َ َ َ َّ َ َ
(hewan) yang digadaikan boleh
dikendarai untuk dimanfaatkan, وسلم فقال محمد بن مسلمة أنا فأتاه فقال أردنا أن
ُ َ ُ َ َ
َ تُ ْسل َف َنا َو ْس ًقا أ ْو َو ْس َق ْين َف َقال ْار َه ُنوني ن َس
begitu juga susu hewan boleh
diminum bila digadaikan” (H.R. اءك ْم قالوا ِ ِ ِ ِ
َ َ
َ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ََ َ َ ُ َ ْ َ َ ْ َ
اءنا َوأنت أج َمل الع َر ِب قال
Bukhari).
كيف نرهنك ِنس
َ ُ َ ُ َ َْ
ُ َ ََ َ ْ ُ َ ْ َ َ ْ َ
Hadis penguat:
اءنا في َس ُّب اءك ْم قالوا كيف نرهن أبن َ َف ْار َه ُنوني أبن
Menggadaikan baju perang ِ
َ َ َ ُ َُ ْ ُ ُ َ َ
َ
ُ ْ َ ْ َ َ َّ َ َْ َ ٌ َ َ ْ َ ْ َ ْ
اح ِد حدثنا الأع َمش َ ْ ُ ْ َ َ َ َّ َ ٌ َّ َ ُ َ َ َّ َ أحدهم فيقال ر ِهن ِبوس ٍق أو وسقي ِن هذا عار علينا ْ َ َ ُ
ِ حدثنا مسدد حدثنا عبد الو
َ
َ َّ َ َْ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ َ َ ْ َّ َ ُ َ ْ َ َّ َ
السل ِف
ْ َّ َ
الره َن َوالق ِبيل ِفي اهيم َْ َ ْ َْ ََ َ السلاح ف َوعد ُه ِ ول ِكنا نرهنك اللأمة قال سفيان يع ِني
ِ قال تذاكرنا ِعند ِإبر َ َ
َ َّ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ ُ ُ َ َ َ ُ َ ْ َ ْ
اَّلل ُ َف َق َال إ ْب َراه
ُ َّ يم َحَّدثَ َنا ْالأ ْس َو ُد َع ْن َعائ َش َة َرض َي اَّلل عل ْيهِ َو َسل َم وه ثَّم أت ْوا النبَّي صلى أن يأ ِتيه فقتل
ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ
ََ ْ َّ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َّ ْ َ ُ َفأ ْخ َب ُر
اَّلل عل ْيهِ َو َسل َم اشترى ِم ْن عن َها أن النبَّي صلى وه
ِ
َ
ُ َ ْ ُ َ َ ََ َ َ ً َ َ Terjemahnya:
ودي طعاما ِإلى أج ٍل ورهنه ِدرعه َي ُه
ٍ ِ Telah menceritakan kepada kami
Terjemahnya: ‘Ali bin ‘Abdullah telah
Telah menceritakan kepada kami menceritakan kepada kami Sufyan
Musaddad telah menceritakan berkata, ‘Amru aku mendengar Jabir
kepada kami ‘Abdul Wahid telah bin ‘Abdullah radliallahu ‘anhuma
menceritakan kepada kami Al berkata; Rasulullah shallallahu
A’masy berkata; kami menceritakan ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa
di hadapan Ibrahim tentang masalah yang bersedia untuk (membunuh)
gadai dan pembayaran tunda dalam Ka’ab bin Al Asyraf karena dia telah
jual beli. Maka Ibrahim berkata; menghina Allah dan Rasul-Nya
telah menceritakan kepada kami Al shallallahu ‘alaihi wasallam?. Lalu
Aswad dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha Muhammad Bin Maslamah berkata:
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi “Aku bersedia”. Kemudian
wasallam pernah membeli makanan Muhammad bin Maslamah menemui
dari orang Yahudi dengan Ka’ab bin Al Asyraf, lalu berkata:
pembayaran tunda sampai waktu “Kami ingin engkau agar
yang ditentukan, yang Beliau meminjamiku satu atau dua wasaq
menggadaikan (menjaminkan) baju kurma”. Dia (Ka’ab) menjawab:
besi Beliau.” (H.R. Bukhari) “Gadaikan dulu isteri-isteri kalian”.
Para sahabat Maslamah menjawab:
Hadis penguat: “Bagaimana mungkin kami
menggadaikan isteri-isteri kami
Menggadaikan senjata
sedangkan engkau orang arab yang
َ َ َ ُ ْ َ َ َّ َ َّ ْ َ ُ ْ ُّ َ َ َ َّ َ
اَّلل حدثنا ُسف َيان قال ع ْم ٌرو
paling tampan?”. Dia berkata:
ِ حدثنا ع ِلي بن عب ِد
“Kalau begitu gadaikan anak-anak
َ َ ُ ُ َ ْ َ ُ َّ َّ َ َ ُ ْ
اَّلل عن ُهما َيقول قال ِ َس ِمعت ج ِاب َر ْب َن ع ْب ِد
اَّلل َر ِض َي kalian.” Mereka berkata:
“Bagaimana kami menggadaikan
Menurut mazhab Hanafi pemberi diperas susunya dan tidak dapat dinaiki
gadai tidak memiliki hak untuk tanpa ada izin dari pemberi gadai,
memanfaatkan barang jaminan tanpa walaupun ia dapat melakukannya, maka
izin penerima gadai, begitu juga ia tidak boleh mengembalikannya
sebaliknya. Penerima gadai memiliki kepada pemberi gadai tersebut,
hak atas barang jaminan, maka jika sekalipun ia berniat mengembalikannya,
pemberi gadai hendak meminta barang karena ia telah berbuat sukarela atau
jaminan, maka harus meminta izin berlebihan”. Adapun Ibnu Qayyim
terlebih dahulu kepada penerima gadai. berkata: “barangsiapa yang melakukan
Lebih jika ada kerusakan barang sesuatu demi orang lain sebagai
jaminan yang dimanfaatkan oleh kewajiban baginya, maka kebalikannya
pemberi gadai, maka ia bertanggung tersebut akan kernbali padanya
jawab mengganti atau memperbaiki berdasarkan firman Allah s.w.t. dalam
senilai kerusakan tersebut. Para ulama surat ar-Rahman ayat 60:
ُ ْ ْ َّ َ ْ ْ ُ َ َ ْ َ
mazhab Hanabilah mengemukakan
pemberi gadai tidak bisa memanfaatkan ٦٠ُۚان ِالا ال ِاح َسان
ِ هل جزاۤء ال ِاحس
barang jaminan tanpa izin dari penerima Terjemahnya:
gadai. Hal ini berangkat dari prinsip Tidak ada balasan untuk kebaikan
bahwa segala manfaat atau hasil yang selain kebaikan (pula) (Departemen
diperoleh oleh penerima gadai akan Agama RI, 2010: 533).
dikembalikan kepada pemberi gadai Kebaikan yang disia-siakan,
(Roficoh & Ghozali, 2018: 30). bukanlah balasan bagi orang yang telah
Oleh karena itu, apabila susu yang berbuat baik. Hal ini berdasarkan sabda
ada lebih, maka penerima gadai dapat Nabi s.a.w. yang diriwayat dari Jabir bin
menjualnya, karena ia berposisi sebagai Abdillah Al Ansahary:
pemilik. Adapun apabila susu yang ada
ُْ ْ َْ ٌ ْ َ ُ
tidak mencukupi dan susu tersebut lebih .َم ْن ص ِن َع ِإل ْيهِ َمع ْر ُوف فل ُيج ِزئه
sedikit dari pembiayaan yang Terjemahnya:
dikeluarkan, maka penerima gadai “Siapa yang memperoleh kebaikan
boleh mengembalikannya kembali dari orang lain, hendaknya dia
kepada pemberi gadai, apabila ia membalasnya.” (H. R. Tirmidzi).
memiliki niat untuk mengembalikannya. Syaikhul Islam berkata, “apabila
Adapun apabila penerima gadai secara pemberi gadai berkata: ‘aku tidak dapat
sukarela mau menerima kelebihan membiayai lagi,’ lalu orang yang
pembiayaan tersebut, maka barang yang membiayai (penerima gadai) berkata:
digadai tidak perlu dikembalikan ‘pembiayaan tersebut kewajiban kamu
(Bassam, 2006: 486). dan aku hanya menjaga barang yang
Para pengikut Madzhab Hambali digadaikan saja.’ Maka hal ini murni
berkata “apabila penerima gadai keadilan, kemaslahatan dan tuntunan
membiayai hewan yang tidak dapat Al-Qur’an.” Ini adalah pendapat
283) maka ia merupakan kriteria umum pemilik asli kecuali dua manfaat ini,
dan kebutuhan menuntut untuk tidak karena keduanya merupakan
harus menerima (Bassam, 2006: 489). pengecualian yang dikemukakan oleh
hadis ini. Selain itu disyaratkan juga –
Analisis faidah Hadis utama: Telah
penggunaan hewan sebagai barang mencari keadilan– yaitu dimana
gadai oleh murtahin manfaat yang diperoleh oleh orang yang
Para ulama sepakat pemanfaatan menaiki dan orang yang memerah
barang gadai oleh orang yang menerima susunya sesuai dengan ukuran
gadai tersebut tidak boleh mengambil pembiayaannya. Dengan demikian,
manfaat atau hasil dari barang yang maka ia jauh sekali dari pinjaman yang
digadaikan tersebut. Orang yang menarik manfaat. Bersamaan dengan itu
menerima barang gadai tidak hadis ini tidak diambil kecuali oleh
mempunyai hak untuk memanfaatkan imam Ahmad. Adapun tiga imam
barang gadai yang dipegangnya. Oleh lainnya, maka mereka tidak mengambil
karena itu, semua hasil yang ada hadis ini dan mereka menjawab dengan
menjadi milik orang yang jawaban-jawaban yang dapat dibantah.
menggadaikan (Yusuf, 2016: 8). Karena Di antaranya dakwaan nasakh pada
pada dasarnya akad gadai merupakan hadis. Di antaranya juga bahwa ba’di
akad tabarru’. Tabarru’ menjadi prinsip dalam kalimat binafaqatihi, tidak
dalam melakukan suatu transaksi menunjukkan arti kompensasi tetapi ia
muamalah dan juga menjadi dorongan menunjukkan ma’iyah (kebersamaan)
untuk menjalankan perintah Allah. yang artinya sesungguhnya punggung
Semua transaksi muamalah yang lahir hewan dapat dinaiki dan juga
dari akad tabarru’, diniatkan dan berkewajiban membiayainya. Dengan
bermaksud sebagai perbuatan tolong- demikian pemberi barang gadai tidak
menolong antar sesama makhluk boleh malarang untuk dimanfaatkan dan
ciptaan Allah (Safrizal, 2016: 232; pembiayaan tidak gugur darinya.
Suwandi, 2017: 211). Pendapat yang shahih adalah apa yang
Namun pada hadis utama di atas dapat dipahami dari teks hadis dan
menunjukkan bahwa barang yang makna lahiriyah hadis sebagaimana
digadaikan tidak boleh dianggurkan, dipahami oleh para perawi hadis
tetapi ia harus dimanfaatkan dan diantaranya Iman Ahmad (Bassam,
dibiayai. Ini tidak bertentangan dengan 2006: 489–490).
hadis Nabi s.a.w., “sesungguhnya setiap
pinjaman yang menarik manfaat, maka
ia riba.” Hal tersebut berdasarkan ijma’
ulama. Oleh karena itu, pembiayaan KESIMPULAN
barang gadaian dibebankan kepada Berdasarkan hadis di atas, barang
pemiliknya. Sebagaimana juga hasil (jaminan) yang digadai kepada seorang
yang diperoleh juga diberikan kepada penerima gadai boleh dimanfaatkan
selama dia membayar sewa dari manfaat hidup seperti hewan tunggangan dan
yang diambilnya. Dengan kata murtahin hewan perah. Begitu juga dengan benda
mengambil manfaat secara adil sesuai mati lainnya yang bisa dimanfaatkan
dengan kadar yang diberikan kepada sehingga memberikan manfaat kepada
barang gadai yang diamanatkan atau penerima gadai.
dikuasainya. Hal berlaku kepada benda
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Y. (2017). Analisis Kesesuaian Akuntansi Rahn Emas Dalam Perspektif
Psak Pada Hadits Imam Bukhari. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi (JIRA), 6(8),
1–15. Retrieved from
http://jurnalmahasiswa.stiesia.ac.id/index.php/jira/article/view/1523
Ali, Z. (2008). Hukum Pegadaian Syari’ah. Jakarta: Sinar Grafika.
Bassam, A. bin A. Al. (2006). Syarah Bulughul Maram, Jilid 4. Jakarta: Pustaka
Azzam.
Departemen Agama RI. (2010). Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: Syaamil
Qur’an.
Fadllan, F. (2014). GADAI SYARIAH; Perspektif Fikih Muamalah dan
Aplikasinya dalam Perbankan. IQTISHADIA: Jurnal Ekonomi & Perbankan
Syariah, 1(1), 30–41. https://doi.org/10.19105/iqtishadia.v1i1.364
Fadllan, F. (2015). OBLIGASI SYARIAH; Antara Konsep dan Implementasinya.
IQTISHADIA: Jurnal Ekonomi & Perbankan Syariah, 1(2), 163–175.
https://doi.org/10.19105/iqtishadia.v1i2.479
Fatmah, F. (2018). Pemanfaatan barang gadai. IQRA: Jurnal Ilmu Kependidikan &
Keislaman, 2(1), 55–60. Retrieved from
https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/IQRA/article/view/281
Febrianasari, S. N. (2020). Hukum Ekonomi Islam Dalam Akad Ijarah Dan Rahn
(Islamic Economic Law In The Ijarah And Rahn Contracts). Qawãnïn: Journal
of Economic Syaria Law, 4(2), 193–208. https://doi.org/10.30762/q.v4i2.2471
Irfan, A. (2015). Suatu Tinjauan Islam: Praktik “Boroh” (Pegadaian) (Mengatasi
Masalah Dengan Masalah). Jurnal Akuntansi Universitas Jember, 10(2), 48–
63. https://doi.org/10.19184/jauj.v10i2.1251
Karmaen, S., & Antoni, A. (2020). Pemanfaatan Barang Jaminan oleh Murtahin
Dalam Perspektif Islam. EL-HIKAM: Jurnal Pendidikan Dan Kajian
Keislaman, 13(1), 22–66. Retrieved from
http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/elhikam/article/view/3893
Kusairi, A. (2012). Konsep Gadai Dalam Hukum Islam (Studi Analisis terhadap
Mekanisme Operasional Gadai Syarî’ah di Perusahaan Umum Pegadaian
Syari’ah Pamekasan). Al-Ihkam, 7(1), 116–141. https://doi.org/10.19105/al-
lhkam.v7i1.320
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1984). Qualitative Data Analysis (a Source book
of New Methods). Beverly Hills: Sage Publications.
Misno, A. (2018). Gadai Dalam Syari’at Islam. Ad Deenar: Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis Islam, 1(1), 26–39. https://doi.org/10.30868/ad.v1i01.226
Purbasari, I., & Rahayu, S. (2017). Analisis Penerapan Akad Rahn (Gadai) dan
Pengenaan Biaya Administrasi Rahn di Pegadaian Syariah (Studi Empiris di
Kantor Cabang Pegadaian Syariah Pamekasan). Jurnal Hukum Ekonomi Islam,
1(1), 144–170. Retrieved from
https://jhei.appheisi.or.id/index.php/jhei/article/view/1
Roficoh, L. W., & Ghozali, M. (2018). Aplikasi Akad Rahn Pada Pegadaian Syariah.
Jurnal Masharif Al-Syariah: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 3(2),
26–43. https://doi.org/10.30651/jms.v3i2.1736
Safrizal, S. (2016). Praktek Gala Umong (Gadai Sawah) Dalam Perspektif Syari’Ah
(Studi Kasus Di Desa Gampong Dayah Syarif Kecamatan Mutiara Kabupaten
Pidie Provinsi Aceh). Jurnal Ilmiah Islam Futura, 15(2), 231–250.
https://doi.org/10.22373/jiif.v15i2.544
Soemitra, A. (2016). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Sofi’i, I. (2016). ANALISIS TRANSAKSI GADAI EMAS DALAM
PERSPEKTIF ISLAM (Studi Kasus Pada BMT Al Muqrin Pondok Cabe
Pamulang Banten). Keberlanjutan: Jurnal Manajemen Dan Jurnal Akuntansi,
1(2), 94–112. Retrieved from
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/keberlanjutan/article/view/145
Subagiyo, R. (2014). Tinjauan Syariah Tentang Pegadaian Syariah (Rahn). An-
Nisbah: Jurnal Ekonomi Syariah, 1(1), 161–184.
https://doi.org/10.21274/an.2014.1.1.161-184
Surahman, M., & Adam, P. (2018). Penarapan Prinsip Syariah Pada Akad Rahn Di
Lembaga Pegadaian Syariah. Law and Justice, 2(2), 135–146.
https://doi.org/10.23917/laj.v2i2.3838
Surepno, S. (2018). Studi Implementasi Akad Rahn (Gadai Syariah) Pada Lembaga
Keuangan Syariah. TAWAZUN: Journal of Sharia Economic Law, 1(2), 174–
186. https://doi.org/10.21043/tawazun.v1i2.5090
Suwandi, S. (2017). Hukum jaminan antara utang-piutang dan rahn. Jurisdictie:
Jurnal Hukum Dan Syariah, 7(2), 203–218.
https://doi.org/10.18860/j.v7i2.3855
Syafe’i, R. (1995). Konsep Gadai (al-Rahn) dalam Fiqh Islam. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Wahid, N. (2018). Pelibatan Akad Ijarah dalam Praktik Rahn di Bank Syari’ah
Perspektif Hukum Ekonomi Syariah. Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam,
12(1), 147–161. https://doi.org/10.24090/mnh.v12i1.1349
Witro, D. (2019). Praktek Jual Beli Parang dengan Cara Penumpukan untuk
Meningkatkan Harga di Desa Koto Padang Perspektif Hukum Islam. Al-Qisthu:
Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum, 17(1), 34–40.
https://doi.org/10.32694/010710
Witro, D. (2021). Qaidah furu’ fi al-hiwalah: Sebuah tinjauan umum. Qawãnïn:
Journal of Economic Syaria Law, 5(1), 1–12.
https://doi.org/10.30762/qawanin.v5i1.2897
Witro, D., Nuraeni, N., & Januri, M. F. (2021). Classification of Aqad in Sharia
Economic Law. Nurani, 21(1), 55–68.
https://doi.org/10.19109/nurani.v21i1.8387
Yusuf, N. (2016). Pemanfaatan Barang Gadaian Dalam Perspektif Hukum Islam.
Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, 4(2), 1–14. https://doi.org/10.30984/as.v4i2.206
Zain, I., Abbas, S., & Idami, Z. (2019). Klausula Akad Rahn Dari Perspektif Hukum
Islam Dan Urgensi Notaris Dalam Penyusunannya. Jurnal Hukum Ius Quia
Iustum, 26(2), 410–431. https://doi.org/10.20885/iustum.vol26.iss2.art10