Anda di halaman 1dari 28

MENGENALI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Inklusi

Diasuh Oleh: Nina Permatasari, S.Spi, M.Pd

OLEH:

Abidatul Khairiyah Pina Ayu Imanah A1C414046


A1C414002 Taufik Ramadhan A1C414209
Anggun Ulil Izzati A1C415005 Tuti Nur Latifah A1C414058
Febriani Putri Tria Ratna Ningtias
A1C414215 A1C415037
Fitriani Setiasih A1C414017 Yenny Warnida A1C414063
Lili Yanti A1C415015 Zainab A1C414064
Lily Herlinawati A1C414079
Noorhadijah Heriyanti
A1C414039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

1
SEPTEMBER
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wataala, karena atas berkat


Rahmat dan hidayah-Nya, kami kelompok tiga dapat menyelesaikan makalah ini
sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam makalah ini kami membahas tentang klasifikasi anak berkebutuhan
khusus secara umum dan klasifikasi serta karakteristik anak berkebutuhan khusus
dengan gangguan penglihatan dan pendengaran. Dalam pembuatan makalah ini,
kami menyadari, penjelasan dan pembahasan dalam makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Kami kelompok tiga berharap, makalah ini dapat membantu dan
bermanfaat bagi kita semua. Kami juga meminta maaf jika dalam penulisan
makalah ini, terdapat banyak kekurangan. sehingga kami sangat berharap adanya
kritik dan saran untuk lebih membangun dan menjadikan makalah ini menjadi
lebih baik.

Banjarmasin, 21 September 2016

Kelompok Tiga

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan....................................................................2
1.4. Manfaat Penulisan.................................................................2
BAB II KAJIAN TEORI............................................................................... 3
2.1. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Secara Umum........................3
1. Anak Berkebutuhan Khusus Permanen.................................................4
2. Anak berkebutuhan Khusus Temporer................................................12
2.2. Klasifikasi dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus dengan
Gangguan Penglihatan...........................................................................17
a. Klasifikasi Anak Tunanetra..............................................................17
b. Penyebab Terjadinya Ketunanetraan...................................................17
c. Ciri-ciri Anak Tunanetra.................................................................18
d. Alat Bantu Pembelajaran untuk Anak Tunanetra....................................19
2.3. Klasifikasi dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus dengan
Gangguan Pendengaran.........................................................................19
a. Klasifikasi Anak Tunarungu.............................................................20
b. Karakteristik Anak Tunarungu..........................................................21
BAB III PENUTUP.................................................................................. 23
3.1. Simpulan................................................................................... 23
3.2. Saran........................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 25

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus 4

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1....................................................................................................Latar Belakang
Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal.Banyak di antara
mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan,
kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai
perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus.
Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus.
Kelainan dari segi fisik berupa kecacatan fisik , misalnya orang yang tidak
memiliki kaki sebelah kiri , matanya buta sebelah , dan sejenisnya . kelainan
dari segi fsikis atau aspek kejiwaan (psikologis), misalnya orang yang
menderita keterbelakangan mental akibat dari intelegesi yang dimiliki di
bawah normal. Kelainan dari segi sosial, misalnya orang yang tidak dapat
melakukan interaksi dan komunikasi sosial, sehingga mereka tidak dapat di
terima secara sosial oleh masyarakat sekitarnya yang mnyebabkan mereka
kurang bergaul dan merasa rendah diri yang berlebihan, dan kelainan dari segi
moral dapat berupa ketidakmampuan seseorang untuk mengendalikan emosi
dan hati nuraninya.
Anak berkebutuhan khusus di klasifikasikan atas beberapa kelompok
sesuai dengan jenis kelainan anak. Klasifikasi tersebut mencakup kelompok
anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar,
gangguan emosional, kelainan fisik, kerusakan atau gangguan pendengaran,
kerusakan atau gangguan penglihatan, gangguan bahasa dan wicara, dan
kelompok anak yang berbakat.

1.2......................................................Rumusan Masalah
1. Bagaimana klasifikasi anak berkebutuhan khusus secara
umum?
2. Bagaimana klasifikasi dan karakteristik anak berkebutuhan
khusus dengan gangguan penglihatan?
3. Bagaimana klasifikasi dan karakteristik anak berkebutuhan
khusus dengan gangguan pendengaran?
1.3........................................................Tujuan Penulisan

1
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Inklusi yang telah diberikan, mengenai
klasifikasi anak berkebutuhan khusus secara umum dan klasifikasi serta
karakteristik anak berkebutuhan khusus dengan gangguan penglihatan dan
pendengaran.

1.4..................................................... Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Membantu mahasiswa dalam memahami mengenai
klasifikasi anak berkebutuhan khusus secara umum.
2. Membantu mahasiswa dalam memahami klasifikasi dan
karakteristik anak berkebutuhan khusus dengan gangguan
penglihatan.
3. Membantu mahasiswa dalam memahami klasifikasi dan
karakteristik anak berkebutuhan khususdengan gangguan
pendengaran.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Secara Umum


Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam
mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi
mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi
mental, gangguan emosional, juga anak-anak yang berbakat dengan
inteligensi yang tinggi dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan
khusus/luar biasa, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga
profesional (Suran dan Rizzo, 1979 dalam Mangunsong, F 2009).
Asep (2013: 7) Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang
anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan
belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.
Kustawan (2013: 28) menyatakan anak berkebutuhan khusus (Heward)
adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menujukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan
memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada
umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan
hambatan belajar dan hambatan perkembangan.
Dengan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-
anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan
berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam
dirinya.
Asep (2013: 7) menyatakan cakupan konsep anak berkebutuhan khusus
dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan
khusus yang bersifat menetap (permanent) dan anak berkebutuhan khusus
yang bersifat sementara (temporer)

3
Gambar 2.1 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

1. Anak Berkebutuhan Khusus Permanen


Kustawan (2013: 28) menyatakan anak berkebutuhan khusus yang
bersifat permanen adalah anak akibat dari perkembangan yang
memerlukan perhatian dan pelayanan khusus, seperti anak yang
mengalami hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan
kecerdasan atau mental, hambatan fisik, emosional, sosial dan atau
dikarenakan kecelakaan sejak di dalam kandungan maupun setelah lahir
sehingga mengalami kecacatan. Oleh karena itu layanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus tidak selalu harus di satuan pendidikan khusus
Sekolah Luar Biasa (SLB), tetapi bisa dilayani di sekolah umum dan
kejuruan secara inklusif di sekolah terdekat dimana anak itu berada. Cara
berpikir seperti ini dilandasi oleh konsep special needs education, yang
antara lain melatarbelakangi munculnya gagasan pendidikan inklusif
(UNESCO, 1994).
A. Anak Berkebutuhan Khusus yang Memiliki Kelainan

4
Anak-anak berkebutuhan khusus meliputi kelompok di bawah ini:
a. Tunanetra
Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi
seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra
penglihatannya. Berdasarkan tingkat gangguannya Tunanetra
dibagi dua yaitu buta total (total blind) dan yang masih mempunyai
sisa penglihatan (Low Visioan). Alat bantu untuk mobillitasnya bagi
tunanetra dengan menggunakan tongkat khusus, yaitu berwarna
putih dengan ada garis merah horizontal. Akibat
hilang/berkurangnya fungsi indra penglihatannya maka tunanetra
berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang lainnya seperti,
perabaan, penciuman, pendengaran, dan lain sebagainya sehingga
tidak sedikit penyandang tunantera yang memiliki kemampuan luar
biasa misalnya di bidang musik atau ilmu pengetahuan. Untuk
mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal
sebagai tes Snellen Card.
b. Tunarungu
Anak tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan
kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat,
digolongkan ke dalam yang tuli dan kurang dengar. Orang tuli
adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar
sehingga menghambat proses memperoleh informasi bahasa
melalui pendengarannya, dengan atau tanpa alat bantu. Orang
kurang dengar adalah seseorang yang pada umumnya dengan
menggunakan alat bantu mendengar cukup memungkinkan
keberhasilan memproses informasi bahasa melalui
pendengarannya.

c. Tunawicara
Tunawicara merupakan individu yang mengalami kesulitan
berbicara. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang atau tidak

5
berfungsinya alat-alat bicara, seperti rongga mulut, lidah, langit-
langit dan pita suara. Selain itu, kurang atau tidak berfungsinya
organ pendengaran, keterlamabatan perkembangan bahasa,
kerusakan pada system saraf dan struktur otot, serta
ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga dapat mengakibatkan
keterbatasan dalam berbicara ada yang sama sekali tidak dapat
berbicara, dapat mengeluarkan bunyi tetapi tidak mengucapkan
kata-kata dan ada yang dapat berbicara tetapi tidak jelas.
Masalah yang utama pada diri seseorang tunawicara adalah
mengalami kehilangan/terganggunya fungsi pendengaran
(tunarungu) dan atau fungsi bicara (tunawicara), yang disebabkan
karena bawaan lahir, kecelakaan maupun penyakit. Umumnya anak
dengan gangguan dengar/wicara yang disebabkan karena faktor
bawaan (keturunan/genetik) akan berdampak pada kemampuan
bicara walaupun tidak selalu.
d. Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memilki intelegensi yang
signifikan dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan
dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
Tunagrahita merupakan keadaan keterbelakangan mental, keadaan
ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Tunagrahita
sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
Lemah pikiran Mampu Latih

Terbelakang mental Ketergantungan penuh atau Butuh


Rawat
Bodoh atau dungu Mental Subnormal
Pandir Defisit Mental
Tolol Defisit Kognitif
Oligofrenia Cacat Mental
Mampu Didik Gangguan Intelektual
e. Tunadaksa

6
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang
disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang
bersifaat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral
pals (CP), amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada
tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam
melakukan aktivitas fisik tetapi masih dapat ditingkatkan melalui
terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami
gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan
total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan
fisik.
f. Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras
biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai
dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras
dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu
pengaruh dari lingkungan sekitar.
g. Tunaganda (kelainan majemuk)
Yang disebut anak tunaganda adalah anak yang memilki
kombinasi kelamin (baik dua jenis kelamin atau lebih)
menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius, sehingga dia
tidak hanya dapat di atas dengan suatu program pendidikan khusus
untuk satu kelainan saja, melainkan harus didekati dengan variasi
program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki.
h. Anak berkesulitan belajar spesifik (Learning Disability)
Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang memiliki
gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan
menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berfikir, membaca,
berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi,
baraininjury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia

7
perkembangan. Anak berkesulitan belajar memilki IQ rata-rata atau
di atas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik,
gangguan koordinasi gerak, ganggaun orientasi arah dan ruang dan
keterlambatam perkembangan konsep.
i. Anak lamban belajar
Anak lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki
potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk
tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan berfikir,
merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih
baik dibanding dengan tunagrahita, lebih lamban dibanding anak
pada umumnya, mereka butuh waktu yang lebih lama dan
berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik
maupun non akademik, sehingga memerlukan pelayanan
pendidikan khusus. Karakteristik atau ciri-ciri anak lamban belajar
yaitu rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah, dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat
dibandingkan teman-teman seusianya, daya tangkap terhadap
pelajaran lambat dan pernah tidak naik kelas.
j. Autisme
James Coplan (2000) menyatakan bahwa autisme muncul tanpa
membedakan usia, tingkat kecerdasan, dan status sosial. Autisme
bukanlah merupakan penyakit yang menular akan tetapi bisa terjadi
pada siapa saja. Autis dipandang sebagai kumpulan gejala klinis
atau sindrom yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor unik dan
saling berkaitan satu sama lain. Perbandingan jumlah penyandang
autis antra pria dan wanita sekitar 4:1. Gangguan spektrum autisme
meliputi masalah sosial, bahasa, dan fungsi perilaku. Autisme
bervariasi dari ekspresi yang minimal (hipoaktif) hingga sangat
ekspresif (hiperaktif).
k. Anak dengan gangguan konsentrasi (Attention Deficit
Disoreder/ADD)

8
Rini (2013: 10) menyatakan Anak dengan ADD/ADHD
merupakan gangguan perilaku yang dialami anak yang disebabkan
oleh adanya gangguan dalam pemusatan perhatian dan kadang-
kadang disertai dengan hiperaktivitas.
anak dengan gangguan konsentrasi memiliki kesulitan untuk
beradaptasi dan tingkat perkembangannya tidak konsisten. Gejala-
gejala yang nampak antara lain sering gagal ketika memperhatikan
secara detail, sering membuat kesalahan dalam kegiatan atau dalam
pekerjaan sekolah. Anak inipun sering kesulitan dalam
memperhatikan aktivitas permainan atau tugas-tugas. Ketika diajak
berbicarapun sering tidak mendengarkan. Tidak senang ataus sering
tidak mengikuti instruksi untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah.
Tidak senang dengan pekerjaan atau tugas sekolah. Sering beralih
perhatian pada rangsangan luar serta mudah lupa terhadap kegiatan
sehari-hari.
l. Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
ADHD diterjemahkan dengan Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas. Gejala anak ADHD mirip sekilas dengan anak
autisme, tetapi memiliki kemampuan dan interaksi sosial yang jauh
lebih baik. Gangguan perilaku yang ditandai dengan kurangnya
perhatian, aktivitas berlebihan (hiperaktif) dan perilaku impulsif
yang tidak sesuai dengan umurnya.
Anak dengan gangguan hiperaktif dan tidak mampu untuk
memberi perhatian pada suatu obyek dengan waktu yang cukup
lama. Anak ini cenderung hiperaktivitas. Gerakan motorik tinggi,
perhatiannya mudah buyar, tidak bisa diam, canggung, tidak
fleksibel, sering berbuat tanpa dipikir akibatnya dan mudah
frustasi.

B. Anak Berkebutuhan Khusus yang Memiliki Potensi Kecerdasan


dan/atau Bakat Istimewa (CI+BI)

9
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 5 ayat 4 menyatakan bahwa Warga negara yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus. Perlunya perhatian khusus kepada anak CI+BI
merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan potensi peserta
didik secara utuh dan optimal.
Gifted (IQ>125) dan talented (bakat istimewa) Menurut Renzuli
(1978,2005), bahwa Anak berbakat merupakan satu interaksi di
antara tiga sifat dasar manusia yang menyatu ikatan terdiri dari
kemampuan umum dengan tingkatnya di atas kemampuan rata-rata,
komitmen yang tinggi terhadap tugas-tugas dan kreativitas yang
tinggi. Anak berbakat ialah anak yang memiliki kecakapan dalam
mengembangkan gabungan ketiga sifat ini dan mengaplikasikan
dalam setiap tindakan yang bernilai.
Pengertian dari perbedaan gifted dan talented, yaitu:
Gifted, anak gifted menunjukkan kemampuan berfikir dengan
ditandai IQ tinggi (>= 130) disamping cenderung menunjukkan
kecakapan khusus yang menonjol pada suatu bidang ilmu
pendidikan tertentu dimana antara gifted satu sama dengan yang
lain bidangnya tidak sama.
Talented, anak talented hanya menunjukkan suatu bidang
kemahiran khusus saja. Misalnya seni musik, drama, mengarang,
melukis dan sebagainya. Namun kemahiran ini berarti luar biasa
dalam mengetahui. Misalnya dalam musik, anak talented berarti
mengetahui irama, nada, keselarasan, interpretasi, keterampilan
dalam memainkan alat musik dan lain-lain. Jadi talented adalah
penonjolan pada suatu bidang tertentu saja dari suatu individu
yang dibawa sejak lahir atau secara umum disebut bakat berarti
kecakapan khusus non intelektif.
Untuk menentukan atau mengidentifikasi peserta didik cerdas
istimewa diperlukan pendekatan multidimensional. Artinya kriteria

10
yang digunakan lebih dari satu (bukan sekedar intelligensi). Batasan
yang digunakan adalah peserta didik yang memiliki dimensi
kemampuan umum pada taraf cerdas ditetapkan skor IQ 130 ke atas
dengan pengukuran menggunakan skala Wechsler (Pada alat tes yang
lain sama dengan rerata skor IQ ditambah dua standar deviasi),
dimensi kreativitas tinggi (ditetapkan skor CQ dalam nilai baku tinggi
atau plus satu standar deviasi di atas rerata) dan pengikatan diri (Task
commitment) terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori
nilai baku baik, atau plus standar deviasi di atas rerata). Tiga
kompenen ini dikenal sebagai Konsepsi Tiga Cincin dari Renzulli
(1978, 2005) yang banyak digunakan dalam menyusun pendidikan
untuk anak cerdas istimewa, dan merupakan teori yang mendasari
pengembangan pendidikan anak cerdas istimewa dan berbakat
istimewa (Gifted and Talented children).
Model ini menuntut perhatian yang besar terhadap berbagai
komponen (sekolah, lingkungan, dan keluarga) untuk mendukungnya,
tetapi model ini lebih fleksibel dalam melakukan pendeteksian dan
pendiagnosisan anak berkecerdasan istimewa, terutama dalam
menghadapi anak-anak berkecerdasan istimewa dengan kondisi
tumbuh kembang yang mengalami disinkronitas yang besar dan
krusial, berkesulitan dan bergangguan belajar (learning difficulties &
learning disabilities), serta yang megalami komorbiditas dengan
gangguan lainnya (ganggguan emosi dan perilaku yang patologis).
Fleksibilitas yang dimaksud adalah dalam upaya penggunaan daftar
dan alat-alat ukur asesmen.
Menurut Heller konsep keberbakatan dapat ditinjau berdasarkan
empat dimensi multifaktor yang saling terkait satu sama lain:
1. Faktor talenta (talented) yang relatif mandiri,
2. Faktor kinerja (performance),
3. Faktor kepribadian,
4. Faktor lingkungan;

11
Anak-anak CI dan BI juga sama dengan anak-anak lain seusia mereka.
Untuk itu, perlu ditegaskan lagi, perhatian terhadap perkembangan mereka
tetap sama dengan anak-anak lainnya, dan perlu peran dari orang tua untuk
mendukung dan memberikan perhatian khusus serta tetap mengawasi
kegiatan belajar mengajar anak.

2. Anak berkebutuhan Khusus Temporer


Kustawan (2013: 28) mengemukakan konsep anak berkebutuhan
khusus jenis temporer adalah anak yang mengalami hambatan sementara
seperti trauma akibat bencana alam atau kerusuhan, anak yang mengalami
kesulitan konsentrasi, anak mengalami hambatan belajar dan hambatan
perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, yaitu anak yang
mengalami trauma akibat bencana, anak korban kerusuhan, anak yang
memiliki kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan dengan kasar,
anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar.
Berkenaan dengan anak berkebutuhan khusus temporer ini atau anak
berkebutuhan khusus yang memerlukan pendidikan layanan khusus lebih
luas akan diuraikan mengenai anak di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, anak dari daerah yang mengalami bencana
alam, bencana sosial, dan anak yang berasal dari keluarga yang tidak
mampu dari segi ekonomi.
A. Anak Bekebutuhan Khusus dari Daerah Terpencil atau
Terbelakang
Daerah terpencil merupakan daerah yang sulit dijangkau yaitu
wilayah yang tidak terhubungkan dengan prasarana transportasi (darat,
laut maupun udara) dan komunikasi dengan pusat-pusat pertumbuhan
terkecil sekalipun (yakni, pusat desa atau kecamatan). Wilayah
terpencil berada di pulau-pulau kecil maupun di pedalaman. Di
beberapa wilayah pedesaan terpencil ini bermukim masyarakat adat
dan masyarakat umum. Mereka adalah masyarakat yang masih sangat
terbelakang, belum mampu mengembangkan pengetahuan untuk

12
meningkatkan kualitas hidupnya dan sangat sedikit menerima
sentuhan pembangunan.
Dengan kondisi daerah seperti itu, sangat berpengaruh pada anak-
anak usia sekolah yang pada umumnya berada di pulau-pulau kecil
maupun di pedalaman yung masih sangat terbelakang, anak-anak usia
sekolah di daerah terpencil belum mampu mengembangkan
pengetahuan untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan sangat sedikit
menerima sentuhan pembangunan.
Hambatan geografis menjadi persoalan dalam penyediaan layanan
pendidikan yang bermutu di seluruh indonesia. Oleh karenanya,
sangatlah penting menemukan cara baru untuk menyediakan
pendidikan yang bermutu, mudah diakses, dan terjangkau bagi
semuanya.
Secara geografis, wilayah indonesia yang membentang dari Sabang
sampai Merauke dan terdiri lebih dari 17.000 pulau memiliki
kemajemukan adat istiadat, budaya dan serta memiliki potensi alam
dan manusia yang besar. Hal ini menjadi salah satu kendala bagi
upaya pemerataan pendidikan. Di samping keterpencilan, di indonesia
juga masih terdapat kelompok masyarakat etnis minoritas, yang
menganut adat istiadat tertentu, dan sudah berlangsung turun temurun,
yang mempunyai sikap belum dapat menerima pengaruh budaya dari
masyarakat luar. Contohnya masyarakat Badui Dalam di Kabupaten
Lebak, Banten, Suku-suku di pedalaman Papua yang jumlahnya
ratusan, serta suku di pedalaman Kalimantan. Kawasan yang rentan
terhadap bencanan alam juga turut berpengaruh terhadap pendidikan
di Indonesia.
1. Kelompok masyarakat di daerah terpencil dan atau kesulitan
geografis.
2. Kelompok masyarakat suku minoritas/terasing.
3. Kelompok masyarakat yang terpencil/terasing karena adat istiadat,
budaya, dan persepsi atau mitos dari masyarakat dan atau

13
pemerintah yang tidak kondusif, menutup diri yang tidak kondusif
terhadap kemajuan.
Pendidikan layanan khusus anak daerah terpencil dilakukan agar
anak dapat memiliki pengetahuan, kompetensi, perilaku dan sikap
mental yang mendukung mereka untuk mengembangkan dirinya dan
memiliki kompetensi untuk hidup. Melalui program pendidikan ini
diharapkan anak dapat mempunyai masa depan yang lebih baik. Oleh
karena itu, perlu dirancang strategi pendidikan yang relevan untuk
mencapai tujuan pendidikan tersebut.

B. Anak Kebutuhan Khusus dari Masyarakat Adat yang Terpencil


Penyebutan tentang masyarakat adat sebagai masyarakat
primitive, masyarakat terasing, masyarakat perambah dan
lainnya adalah bentuk diskriminasi yang dialami, menurut keppres No.
111/1999 dan Kepmensos No. 06/PEGHUK/2002, komunitas adat
terpencil adalah kelompok sosial (budaya) yang bersifat lokal dan
terpecar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan
pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik. Kedua, adanya
pengakuan dari pemerintah berupa pengakuan akan eksistensi
komunitas adat terpencil, pengakuan terhadap hak sosial dan ekonomi
komunitas adat terpencil dan pengakuan terhadap program
pemberdayaan komunitas adat terpencil.
Masyarakat adat terpencil merupakan komunitas kecil, tertutup dan
homogen serta hubungan kekeluargaan di antara mereka sangat kuat.
Sehingga berdampak keengganan mereka untuk meninggalkan
daerahnya dan membaur dengan masyarakat lain.
Upaya perberdayaan pendidikan bagi anak di daerah terpencil telah
diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 sistem Pendidikan Nasional:
Pasal 5

14
Ayat (3) : warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan
layanan khusus.
Pasal 32 Ayat (2) : Pendidikan layanan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam,
bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
Anak berkebutuhan khusus dari masyarakat adat dan tertinggal
mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan supaya dapat
meningkatkan taraf kesejahteraan sosial mereka, sehingga harkat dan
martabat mereka dapat setaraf dengan bangsa indonesia pada
umumnya dan mendapat pengakuan terhadap martabat dan harga diri
individu.

C. Anak berkebutuhan khusus yang mengalami bencana alam


Bencana alam membuat anak berpotensi mengalami problema
dalam belajar. Masa anak merupakan masa-masa kritis dimana
pengalaman-pengalaman dasar yang terbentuk pada masa itu akan
sulit untuk diubah dan terbawa sampai dewasa. Karena itu
pengalaman negatif anak dalam berinteraksi dengan lingkungan yang
terjadi pada masa awal kehidupannya akan dapat merugikan
perkembangan sosial anak selanjutnya. Untuk itu perlu adanya
pendidikan layanan khusus agar anak dapat belajar dan dapat
berkembang di lingkungannya, sehingga mampu mengeliminir
dampak sosial sebagai akibat dari kondisinya.

D. Anak berkebutuhan khusus dari daerah yang mengalami bencana


sosial
Pemerintah telah berupaya untuk menjaga ketentraman dan
keamanan bagi seluruh masyarakat. Namun tidak bisa dipungkiri
konflik sering terjadi di antara masyarakat. Perebutan lahan pertikaian,

15
atau perang antar suku dan bentuk konflik lainnya dapat mengganggu
ketentraman kehidupan. Anak-anak yang seharusnya memperoleh
layanan pendidikan jadi terabaikan, anak yang seharusnya sekolah
menjadi tidak sekolah. Rasa takut dan ancaman akan keselamatan
memyebabkan mereka tidak bersekolah. Kadang mereka mengungsi
atau bersembunyi di tempat-tempat yang dianggap aman. Disamping
itu harus memulihkan stabilitas keamanan nasional, anak-anak tetap
harus memperoleh akses pendidikan. Anak-anak didaerah seperti ini
memerlukan pendidikan layanan khusus.

E. Anak berkebutuhan khusus yang berasal dari keluarga yang tidak


mampu dari segi ekonomi
Kustawan (2012: 23-31) menyatakan anak dari lingkungan
keluarga yang memiliki pendapatan dibawah rata-rata secara ekonomi
sehingga berpengaruh terhadap kelangsungan belajarnya.
Dengan kondisi seperti ini anak yang berasal dari keluarga tidak
mampu dari segi ekonomi tidak akan mampu mengembangkan diri
secara optimal. Keterbatasan kemampuan orang tuanya akan
mempengaruhi kesempatannya untuk bersekolah. Faktor ekonomi
yang menekan dan menghimpit orang tua membuat orang tua tidak
perhatian akan pendidikan anaknya, bahkan karakternya menjadi
pemarah dan keras. Kekerasan tersebut tidak hanya berupa kekerasan
dalam berucap atau bentakan, tetapi juga sering diikuti kekearasan
fisik yang berupa siksaan terhadap anaknya, seperti menjewer telinga,
menjitak, mencubit dan memukul.
Anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu dari segi
ekonomi banyak yang bekerja untuk membantu orang tuanya.
Keluarga seperti ini bukan hanya berada di desa tetapi juga banyak di
perkotaan. Di pedesaan pekerjaan anak-anak yang orang tuanya tidak
mampu membantu orang tuanya bekerja di kebun/sawah ladang,
mencari kayu bakar dan mencari keperluan dari sungai atau hutan. Di

16
perkotaan pekerjaannya berbeda dengan anak-anak miskin di
pedesaan. Ada anak-anak yang menjadi pengemis, pengamen, tukang
semir, pembersih kaca mobil di perempatan jalan, tukang koran,
pengangkut barang, dan sebagainya.
Berdasarkan peraturan dan perundang-undangan bahwa semua
warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Anak-
anak seperti ini membutuhkan pendidikan layanan khusus untuk
memberkan akses pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhannya.

2.2. Klasifikasi dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus dengan


Gangguan Penglihatan
Asep (2013: 11) mengemukakan anak tunanetra adalah seseorang yang
memiliki gangguan/kurang berfungsinya indra penglihatan mulai dari jarak 6
meter untuk melihat sampai tidak dapat melihat cahaya.
a. Klasifikasi Anak Tunanetra
1) Low Vision (kurang awas)
Adalah seseorang yang mengalami penurunan fungsi penglihatan atau
lemah penglihatan.
2) Tunanetra ringan
Adalah seseorang yang masih mampu melihat benda besar.
3) Tunanetra setengah berat.
Adalah seseorang yang masih mampu melihat cahaya atau
membedakan terang dan gelap.
4) Tunanetra berat/total
Adalah seseorang yang sama sekali tidak mampu melihat.
b. Penyebab Terjadinya Ketunanetraan
1) Pra natal adalah tunanetra/yang memiliki gangguan penglihatan yang
disebabkan faktor keturunan/genetik pertumbuhan janin pada saat
dalam kandungan.
2) Natal adalah anak tunanetra/yang memiliki gangguan penglihatan
yang disebabkan pada saat proses persalinan misalnya salah
tindakan/vacum/karena alat bantu persalinan.
3) Post natal adalah anak tunanetra/yang mengalami gangguan
penglihatan yang disebabkan setelah lahir, masa anak-anak, masa
remaja, masa dewasa, faktor penyebabnya, trakhom, gonorchea,
avitaminosis, penyakit lain karena kecelakaan/trauma.

17
c. Ciri-ciri Anak Tunanetra
1) Low Vision
a) Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat
b) Hanya dapat membaca huruf yang sangat besar
c) Memicingkan mata atau mengerutkan kening ketika melihat
sesuatu dicahaya terang
2) Tunanetra/gangguan penglihatan
a) Fisik, keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak
sebayanya, perbedaan pada bentuk organ matanya. Gejala
tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik antara lain, mata
juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata
mengarah, gerakan mata tidak beraturan dengan cepat, mata
selalu berair, dan sebagainya.
b) Perilaku
1) Beberapa gejala tingkah laku pada anak yang mengalami
gangguan penglihatan dini antara lain, berkedip lebih banyak,
dari biasanya, menyipitkan mata, tidak bisa melihat benda-
benda jauh.
2) Adanaya keluhan-keluhan antara lain, mata gatal, panas,
pusing, kabur atau penglihatan ganda.
c) Psikis
1) Mental intelektual, tidak beda jauh dengan anak normal,
kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai
kebawah.
2) Sosial, kadangkala ada keluarga yang belum siap menerima
anggota keluarga yang tunanetra sehingga menimbulkan
kegelisahan diantara keluarga. Seorang tunanetra juga
biasanya mengalami hambatan kepribadian seperti rasa
curiga terhadap orang lain, perasaan mudah tersinggung dan
ketergantungan yang berlebihan.
d. Alat Bantu Pembelajaran untuk Anak Tunanetra
a) Low Vision (kurang Awas)
Alat bantu bagi anak low vision terdiri dari:
Alat bantu optik, kacamata, kacamata pembesaran, hand
magnifer, telescope.

18
Alat bantu non optik, kertas bergaris besar, spidol hitam,
lampu meja, CCTV, penyangga buku.
Alat peraga, gambar yang diperbesar, benda asli yang
diawetkan, benda/model tiruan, dibuat dengan warna
yang kontras.
b) Tunanetra
Alat pendidikan bagi tunanetra terdiri dari:
Alat pendidikan khusus, reglet dan pena, mesin tik
braille, abacus, komputer bicara.
Alat bantu, alat bantu perabaan (buku-buku) dan alat
bantu pendengaran (kaset, CD, talking books) tongkat
orientasi mobilitas.
Alat peraga, alat tactual atau audio yaitu alat peraga yang
dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran,
miniatur benda besar, dan macam-macam benda tiga
dimensi.

2.3. Klasifikasi dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus dengan


Gangguan Pendengaran
Asep (2013: 15) anak tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau
sebagian daya pendengarannya, sehingga mengalami gangguan
berkomunikasi secara verbal dan memerlukan layanan pendidikan yang
disesuaikan dengan kebutuhan.
Wulandari (2013: 13) mengemukakan karena memiliki hambatan
pendengaran, individu tunarungu pun memiliki hambatan dalam berbicara.
Untuk berkomunikasi, individu tunarungu menggunakan bahasa isyarat.
Abjad jari telah dipatenkan secara internasional, sedangkan isyarat bahasa
berbeda-beda di setiap negara. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam
memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Gangguan pendengaran dapat disebabkan:
1) Kerusakan pada alat pendengaran yang disebabkan oleh adanya
komplikasi pada peradangan otak (meningitis).
2) Tuli yang dibawa sejak lahir (congenital Deaf)
3) Karena keturunan
4) Karena luka pada waktu dalam kandungan

19
5) Kerusakan alat pendengaran sesudah lahir yang disebabkan oleh
peradangan.
6) Luka
7) Keracunan
a. Klasifikasi Anak Tunarungu
Imam Yuwono & Utomo (2015: 66-70) menyatakan ketunarunguan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
1) Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
Tunarungu Ringan (Mild Hearing Loss)
Tunarungu Sedang (Moderate Hearing Loss)
Tunarungu Agak Berat (Moderately Severe Hearing Loss)
Tunarungu Berat (Severe Hearing Loss)
Tunarungu Berat Sekali (Profound Hearing Loss)
2) Berdasarkan sifat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
Ketunarunguan Prabahasa (Prelingual Deafness)
Ketunarunguan Pasca Bahasa (Post Lingual Deafness)
3) Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis,
ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Tunarungu Tipe Konduktif (kerusakan bagian luar penghubung)
Tunarungu Tipe Sensorineural (kerusakan bagian dalam saraf
penghantar)
Tunarungu Tipe Campuran (mengalami seperti yang terjadi pada
konduktif dan sensori)
b. Karakteristik Anak Tunarungu
Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak-anak dengan
pada umunya. Seseorang akan diketahui menyandang ketunarunguan
pada saat dia bicara, mereka berbicara tanpa suara, atau dengan suara
yang kurang/tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama
sekali, dan mereka cenderung berbicara disertai isyarat.
Akibat dari ketunarunguan tersebut maka anak tunarungu terhambat
komuniaksi maupun interaksi sosialnya sehingga menimbulkan ciri khas
atau karakteristik pada anak tunarungu yaitu:
1) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif tergantung dari perkembangan bahasanya, jika
perkembangan bahasanya baik (pemahaman konsep) maka ia dapat

20
berprestasi, sebaliknya juga perkembangan bahasanya rendah maka
prestasi akademiknya akan terhambat.
2) Perkembangan Bahasa
Karena ia mengalami gangguan pendengaran maka komunikasinya
akan terhambat, tetapi dengan diberi pendidikan yang baik ia dapat
mengatasi kekurangan dalam bahasanya.
3) Pengenalan Sosial dan Pribadi
Karena anak tunarungu mengalami masalah komunikasi maka sering
menyebabkan kesulitan sosial dan perilaku, mereka menunjukkan
kekhasan, kekakuan, egosentris, tanpa kontrol dalam diri dan keras
kepala. Mereka cenderung curiga pada orang yang baru dikenalnya,
akhirnya mereka senang berkelompok dengan sesama penyandang
tunarungu.

21
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Klasifikasi anak berkebutuhan khusus secara umum, mereka yang
memiliki perbedaan dengan anak-anak secara umum atau rata-rata anak seusianya.
Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan
lebih dalam dirinya. Anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua
kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus permanent dan anak
berkebutuhan temporer. Anak berkebutuhan khusus permanen adalah anak akibat
dari perkembangan yang memerlukan perhatian dan pelayanan khusus
dikarenakan kecelakaan sejak di dalam kandungan maupun setelah lahir sehingga
mengalami kecacatan permanent, sedangkan anak berkebutuhan khusus temporer
adalah anak yang mengalami hambatan sementara seperti trauma.
Klasifikasi anak berkebutuhan khusus dengan gangguan penglihatan
(Tunanetra) yaitu Low Vision (kurang awas), Tunanetra ringan, Tunanetra
setengah berat, Tunanetra berat/total. Karakteristiknya untuk Low Vision biasanya
menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat, Hanya dapat membaca
huruf yang sangat besar, Memicingkan mata atau mengerutkan kening ketika
melihat sesuatu dicahaya terang. Keadaan fisik perbedaan pada bentuk organ
matanya. Secara psikis, mental intelektual tidak beda jauh dengan anak normal,
sosialnya biasanya mengalami hambatan kepribadian seperti rasa curiga terhadap
orang lain, perasaan mudah tersinggung dan ketergantungan yang berlebihan.
Klasifikasi anak berkebutuhan khusus dengan gangguan pendengaran
(Tunarungu). Ketunarunguan dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat
kehilangan pendengaran, sifat terjadinya, letak gangguan pendengaran secara
anatomis. Karakteristiknya mereka berbicara tanpa suara, atau dengan suara yang

22
kurang/tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali, dan
mereka cenderung berbicara disertai isyarat. Akibat dari ketunarunguan tersebut
maka anak tunarungu terhambat komunikasi maupun interaksi sosialnya sehingga
perkembangan kognitifnya tergantung dari perkembangan bahasanya, karena
masalah komunikasi maka sering menyebabkan kesulitan sosial dan perilaku
3.2. Saran
Dengan membaca makalah karakteristik anak berkebutuhan khusus
diharapkan kita sebagai calon pendidik dapat mengetahui karakteristik anak
berkebutuhan khusus sehingga kita paham cara menghadapi anak
berkebutuhan khusus dan telaten untuk mengajar anak-anak berkebutuhan
khusus. Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang
berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi
masnyarakat Indonesia terutama bagi para pendidik dalam menyikapi dan
mendidik anak yang menyandang berkebutuhan khusus dengan baik dan
sesuai dengan yang diharapkan, karena pada dasarnya anak seperti itu bukan
malah dijauhi akan tetapi didekati dan diperlakukan sama dengan manusia
normal lainnya akan tetapi caranya yang berbeda.

23
DAFTAR PUSTAKA

Asep dan Sri Widati. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa.
Bandung: PT. Luxima Metro Media.

Hildayani, Rini. 2013. Penanganan Anak Berkelainan ( anak dengan kebutuhan


khusus). Banten: Universitas Terbuka.

Kustawan, Dedy. 2012. Pendidikan Inklusi & Upaya Implementasinya. Jakarta


Timur: PT Luxima Metro Media.

Kustawan, Dedy & Yani Meimulyani. 2013. Mengenal Pendidikan Khusus &
Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya. Bandung: luxima.

Mangunsong Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.


Jilid Kesatu. Jakarta: LPSP3-Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Wulandari. 2013. Teknik Mengajar Siswa dengan Gangguan Bicara dan Bahasa.
Yogyakarta: Imperium.

Yuwono, Imam & Utomo. 2015. Pendidikan Inklusif Paradigma


Pendidikan Ramah Anak. Banjarmasin: Pustaka Banua.

24

Anda mungkin juga menyukai