Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN BIOLOGI

” DESAIN KURIKULUM ”

Disusun Oleh :
Kelompok I

Nurhasanah (1514042013)
Yulianti (1814040006)
Sulfiani (1814041002)
Nurbina Septiani Jamaluddin (1814041014)
Putri Ramza Fikwi (1814041026)
Efendi Bandangan (1814041029)
Iin Anugrah Sari (1814042013)
Nur Alisa Saiful (1814042025)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2019-2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan kesehatan, rahmat, serta karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul ”Desain Kurikulum”.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kedua dalam mata kuliah
Kurikulum dan Pembelajaran Biologi. Penulis sangat menyadari bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penulisan
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran bagi para pembaca guna sempurnanya makalah ini dan yang akan datang.
Terimah kasih penulis sampaikan kepada Allah S.W.T, orang tua, dan dosen
yang telah membimbing penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Penulis berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan
manfaat serta dapat menambah wawasan bagi para pembaca.

Makassar, 6 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................ i
Daftar Isi................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………................................. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………..... 2
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………... 2
D. Manfaat Penulisan……………………………………………………......... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Desain Kurikulum yang Berorientasi Pada Disiplin Ilmu………………..... 3
B. Desain Kurikulum yang Berorientasi Kepada Masyarakat………………... 7
C. Desain Kurikulum yang Berorientasi Kepada Siswa…………………….... 9
D. Desain Kurikulum Teknologis..................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………….. 14
B. Saran…………………………………………………………………........ 14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum sebagai suatu rancangan pendidikan memiliki kedudukan yang
sangat strategis dalam seluruh aspek yang menyangkut tentang kegiatan
pendidikan. Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berisikan
berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan,
direncanakan, dan dirancang secara sistematik atas dasar norma-norma yang
berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga
kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan dari pendidikan.
Kurikulum akan senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan
dan keadaan. Pengembangan kurikulum tidak terlepas dari desain kurikulum
itu sendiri. Desain pada hakikatnya merupakan rancangan, pola, atau model.
Sedangkan mendesain berarti menyusun rancangan atau menyusun model
kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah. Desain kurikulum berkaitan
dengan pengaturan atau pengorganisasian komponen-komponen kurikulum.
Bukan hanya itu saja, desain kurikulum juga dapat berkaitan langsung dengan
masalah utama dalam pengaturan materi pelajaran (content) yakni, cakupan
(scope), sekuens (sequence), kontinuitas (continuity), dan integrasi
(integration).
Desain kurikulum termanifestasi dalam dua dimensi organisasi, yaitu
horizontal dan vertikal. Pengorganisaian pada arah horizontal berkaitan
dengan pengaturan kesejajaran komponen-komponen misalnya dalam
mengombinasikan materi pelajaran teori dengan praktikum laboratorium
sedemikian rupa agar penjadwalan pelajaran teori untuk suatu topik dapat
dilaksanakan secara berurutan. Hal ini juga berkaitan dengan penentuan
cakupan dan pengintegrasian materi pelajaran sehingga peserta didik dapat
memperoleh wawasan tentang aplikasi ilmu yang telah dipelajari. Sedangkan,
pengorganisaian pada arah vertikal berkaitan dengan pengaturan materi
pelajaran secara sekuensial dan kontinuitas pendalaman materi pelajaran dari
materi dasar secara sekuensial menuju materi lanjutan sesuai struktur ilmu

1
yang diajarkan. Hal ini berarti pula berkaitan dengan artikulasi materi
pelajaran menurut tingkat- tingkat dalam suatu jenjang pendidikan atau antar
jenjang pendidikan (tingkat satu, tigkat dua, tingkat tiga atau pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendididikan tinggi). Oleh karena itu,
makalah ini akan membahas lebih rinci tentang hal-hal yang berkaitan dengan
desain kurikulum.
B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah
ini antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimanakah desain kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu?
2. Bagaimanakah desain kurikulum yang berorientasi kepada masyarakat?
3. Bagaimanakah desain kurikulum yang berorientasi kepada siswa?
4. Bagaimanakah desain kurukilum teknologis itu?
C. Tujuan Penulisan
Tidak terlepas dari pokok permasalahan diatas, maka yang menjadi tujuan
dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui desain kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu.
2. Untuk mengetahui desain kurikulum yang berorientasi kepada masyarakat.
3. Untuk mengetahui desain kurikulum yang berorientasi kepada siswa.
4. Untuk mengetahui desain kurikulum teknologis.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini, yaitu
agar dapat menambah wawasan luas para pembaca mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan desain kurikulum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Desain Kurikulum yang Berorientasi Pada Disiplin Ilmu


Desain adalah rancangan, pola dan model. Sedangkan istilah
pengembangan menunjukkan pada suatu yang menghasilkan alat atau cara
yang baru yang mana penilaian dan penyempurnaan alat atau cara tersebut
tetap dilakukan selama kegiatan. Pengertian pengembangan kurikulum ini
juga berlaku dalam bidang kurikulum. Pengembangan kurikulum pada
hakikatnya merupakan pengembangan komponen-komponen kurikulum yang
membentuk sistem kurikulum itu sendiri, yaitu, komponen tujuan, peserta
didik, bahan, media, lingkungan, sumber belajar, metode, pendidik dan lain-
lain (Sholikah, 2017).
Desain kurikulum menyankut pola pengorganisasian unsur-unsur atau
komponen kurikulum. Penyususn desain kurikulum dapat dilihat dari dua
dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertical. Dimensi horizontal berkenaan
dengan penyusunan dari lingkup kurikulum. Susunan lingkup ini sering
diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Dimensi vertical
menyangkut penusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.
Bahan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih
sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang
lanjutan (Fristiana, 2016).
Model kurikulum yang berorientasi pada pengembangan intelektual
siswa, dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan displin
ilmu masing-masing. Mereka menyususn materi pembelajaran apa yang harus
dikuasai oleh siswa baik menyangkut data dan fakta, konsep maupun teori
yang ada dalam setiap displin ilmu masing-masing. Materi pembelajaran
tentu saja disusun sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Selain
menetukan materi kurikulum, juga para pengembangan kurikulum menyusun
bagaimana melakukan pengkajian materi pembelajaran melalui proses
penelitian ilmiah sesuai dengan corak atau masalah yang terkandung dalam
displin ilmu. Jadi dengan demikian, dalam desain model ini bukan hanya

3
siswa diharapkan semata-mata dapat menguasai materi pembelajaran sesuai
dengan displin ilmu, akan tetapi akan melatih proses berpikir melalui proses
penelitian ilmiah yang sistematis (Wina, 2009).
Saylor mengajukan delapan prinsip ketika akan mendesain kurikulum,
prinsip-prinsip tersebut salah satunya sebagai berikut :
1. Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi
serta pengembangan semua jenis pengalaman belajar esensial
bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil yang
diharapkan.
2. Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna
dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuan pendidikan, khsusnya
bagi kelompo siswa yang belajar dengan bimbingan guru
3. Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi
guru untuk menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam memilih,
membimbing, dan mengembangkan berbagai kegiatan belajar
sekolah.
Menurut Fristiana (2016), berdasarkan pada apa yang menjadi fokus
pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum yaitu :
1. Subject centered curriculum
Subject centered curriculum merupakan bentuk desain yang paling
popular, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam subject centered
curriculum design kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang
diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan
diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisah pisahnya itu maka
kurikulum ini disebut juga separated centered curriculum.
Model design curriculum ini mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan. Beberapa kelebihan dari model desain kurikulum ini adalah
1) mudah disusun, dilaksanakan di evaluasi dan disempurnakan 2) para
pengajarnya tidak perlu dipersiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau
bahan yang diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya.
Beberapa kitik yang juga merupakan kekurangan model desain ini adalah :

4
1) karena pengetahuan diberikan secara berpisah-pisah hal itu
bertentangan dengan kenyataan 2) karena mengutamakan bahan ajar maka
peran peserta didik sangat pasif 3) pengajaran lebih menekankan
pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan demikian pengajaran lebih
bersifat verbalistis dan kurang praktis.
2. Learner-centered design
Learner centered mengutamakan peranan isi dari kurikulum. Memberi
tempat utama kepada peserta didik. Didalam pendidikan atau pengajaran
yang belajar dan berkembang peserta didik sendiri. Guru atau pendidik
hanya berperan menciptakan situasi belajar mengajar, mendorong dan
memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan
peserta didik.
Ada dua ciri utama yang membedakan desain model learner centred
dengan subject centered. Pertama. Learned design mengembangkan
kurikulum dengan bertolak dari peserta didik dan bukan dari isi. Kedua
learned centered bersifat not-preplanned (kurikulum tidak diorganisasikan
sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama antara guru dengan siswa
dalam penyelesaian tugas-tugas pendidikan. Organisasi kurikulum
didasarkan atas masalah-masalah atau topik yang menarik perhatian dan
dibutuhkan peserta didik yang sesuai dengan tingkat perkembangan
mereka
3. Problem centered design
Problem centerd design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan
peranan manusia (man centered) dalam kesatuan kelompok yaitu
kesehjahteraan masyarakat. Konsep pendidikan para pengembangan model
kurikulum ini berasal dari asumsi bahwa manusia sebagai mahluk social
yang selalu hidup bersama. Isi kurikulum berupa masalah-masalah social
yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang. Disusun
berdasarkan kebutuhan, kepentingan,dan kemampuan peserta didik.

5
Landasan pemikiran desain kurikulum dengan pendekatan displin ilmu
dikembangkan untuk pendidikan kejuruan dan pendidikan tinggi professional.
Tujuan utama dari desain kurikulum dengan pendekatan displin ilmu adalah :
a) menyediakan pilihan yang sesuai dengan bakat dan minat peserta didik
setelah lulus dari pendidikan dasar b) pembekalan pada kemampuan bekerja
pada jalur tertentu bagi mereka yang ingin segera terjun ke dalam dunia kerja
(umur 18 tahun keata), namun memungkinkan pula menlanjutkan ke
pendidikan tinggi professional. Desain kurikulum dengan pendekatan disiplin
ilmu menekankan pada pemahaman atas struktur dan logika displin ilmu dan
hubungan antara ilmu-ilmu dalam suatu displin ilmu, konsep-konsep, kaidah-
kaidah dan penerapannya. Proses pembelajarannya walaupun masih ada yang
bersifat ekspositori, tetapi lebih dikombinasikan dengan metode penemuan
(inquiry/discovery) disamping praktikum/praktik di laboratorium dan di
bengkel (Tedjo, 2010).
Salah satu contoh kurikulum yang berorientasi pada displin ilmu atau
disebut juga kurikulum subjek akademis adalah Man : a Course of Study
(MACOS), yang dirancang untuk memperbaiki proses perbaikan pengajaran
ilmu-ilmu social dan humanistis yang diperuntukkan untuk siswa-siswa
sekolah dasar. Tujuan utama kurikulum MACOS adalah perkembangan
intelektual, yaitu membangkitkan penghargaan dan keyakinan akan
kemampuan sendiri dengan memberikan serangkaian cara kerja yang
memungkinkan anak mampu menganalisis kehidupan social walaupun dengan
cara kerja yang memungkinkan anak mampu menganalisis kehidupan sosial
walaupun secara sederhana (Wina, 2009).
Keuntungan dari desain kurikulum dengan pendekatan displin ilmu
adalah, mendekatkan peserta didik kepada masalah-masalah nyata dalam
dunia kerja dan masyarakat. Dengan demikian terdapat dorongan untuk
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi yang dampaknya adalah
mendorong peserta didik untuk berupaya mengikutinya. Kelemahan desain
kurikulum dengan pendekatan displin ilmu justru terletak pada guru. Tidak
jarang guru (yang pada umumnya yang berpenghasilan rendah) tidak mampu

6
mengikui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena keterbatasan
finansial (untuk membeli computer atau buku referensi). Untuk mengatasi
masalah ini, penyelenggara pendidikan hendaknya melengkapi fasilitas
pendidikan (Tedjo, 2010).

B. Desain Kurikulum yang Berorientasi Kepada Masyarakat


Asumsi yang mendasari bentuk rancangan kurikulum berorientasi pada
masyarakat adalah, bahwa tujuan dari sekolah adalah untuk melayani
kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat harus
dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum (Yoto, 2013).
Menurut Wina (2009), ada tiga perspektif desain kurikulum yang
berorientasi pada kehidupan masyarakat, yaitu perspective status quo (the
status quo perspective), perspektif reformis (the reformist perspevtive) dan
perspektif masa depan (the futurist perspective).
1. Perspektif Status Quo (the status quo perspective)
Rancangan kurikulum ini di arahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya
masyarakat. Dalam perspektif ini kurikulum merupakan perencanaan untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak-anak didik sebagai
persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan
masyarakat. Yang dijadikan dasar oleh para perancang kurikulum adalah
aspek-aspek penting kehidupan masyarakat.
Salah seorang tokoh yang berpengaruh dalam menentukan relevansi
dengan kebutuhan sosial masyarakat adalah Frankin Bobbit. Ia mengkaji
secara ilmiah berbagai kebutuhan masyarakat yang harus menjadi isi
kurikulum. Berdasarkan kajian ilmiah yang dilakukannya, Bobbit menemukan
kegiatan-kegiatan utama dalam kehidupan masyarakat yang disarankan
menjadi isi kurikulum sebagai berikut :
 Kegiatan berbahasa atau komunikasi social
 Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan
 Kegiatan dalam kehidupan social seperti bergaul dan berkelompok
dengan orang lain

7
 Kegiatan menggunakan waktu senggang dan menikmati rekreasi
 Usaha menjaga kesehatan jasmani dan rohani
 Kegiatan yang berhubungan dengan religious
 Kegiatan yang berhubungan dengan orangtua seperti
membesarkan anak, memelihara kehidupan keluarga yang
harmonis
 Kegiatan praktis yang bersifat vokasional atau keterampilan
tertentu
 Melakukan pekerjaan sesuai dengan bakat seseorang
2. Perspektif pembaharuan (the reformist perpective)
Dalam perspektif ini, kurikulum dikembangkan untuk lebih meningkatkan
kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformis menghendaki peran serta
masyarakat secara total dalam proses pendidikan. Pendidikan dalam
perspective ini harus berperan dalam mengubah tatanan sosial masyarakat.
Menurut pandangan reformis, dalam proses pembangunan pendidikan sering
digunakan untuk menindas masyarakat miskin untuk kepentingan elit yang
berkuasa atau untuk mempertahankan struktur sosial yang sudah ada. Dengan
demikian, masyarakat lemah akan tetap dalam ketidakberdayaan. Oleh sebab
itu, menurut aliran reformis, pendidikan harus mampu mengubah keadaan
masyarakat itu. Baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal harus
mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian
kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
3. Perspektif Masa Depan (the futurist perspective)
Yang memelopori desai kurikulum rekonstruksi social diantaranya adalah
Harold Rug sekitar tahun 1920-1930-an. Rug melihat adanya kesenjangan
antara kurikulum yang diberikan sekolah dengan kenyataan di masyarakat.
Perspektif masa depan sering dikaitkan dengan kurikulum rekontruksi sosial
yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum
dan kehidupan social, politik, dan ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini
lebih mengutamakan kepentingan social daripada kepentingan individu. Setiap
individu harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada di

8
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat cepat. Dengan
pemahaman tersebut akan memungkinkan setiap individu dapat
mengembangkan masyarakatnya sendiri.
Tujuan utama kurikulum dalam perspektif ini adalah mempertemukan
siswa dengan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia. Para ahli
rekonstruksi social percaya bahwa masalah yang dihadapi masyarakat, bukan
hanya dapat dipecahkan melalui “Bidang Studi” social saja akan tetapi setiap
displin ilmu termasuk didalamnya. Ada 3 kriteria yang harus diperhatikan
dalam proses mengimplementasikan kurikulum ini, yaitu menuntut
pembelajarn nyata (real), berdasarkan pada tindakan (action), dan
mengandung nilai (values).
C. Desain Kurikulum yang Berorientasi Kepada Siswa
Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan
diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karenanya, pendidikan
tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum yang berorientasi
pada siswa menekankan kepada siswa sebai sumber isi kurikulum. Segala
sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh terlepas dari kehidupan sebagai
peserta didik. Anak didik adalah menusia yang sangat unik. Mereka memiliki
karakteristik tertentu (Sanjaya, 2008).

Learner-centered design atau desain yang terpusat pada peserta didik/ siswa
adalah suatu pendekatan desain kurikulum yang menempatkan peserta didik
pada posisi sentral. Desain ini dimasukkan untuk mengembangkan bakat yang
selaras dengan minat peserta didik. Pendidik/ guru hanya berfungsi sebagai
fasilitator dan motivator. Learner-centered design mengutamakan
perkembangan individual, oleh sebab itu tidak memiliki pola pengorganisasian
yang baku (Tedjo, 2010).

Learner-centered, memberi tempat utama pada siswa. Di dalam pendidikan


atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri.
Guru atau pendidikan hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar,

9
mendorong dan memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan para
peserta didik (Fristiana, 2016).

Pada jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK) mulai dibedakan antara


kurikulum untuk pendidikan umum atau komprehesif (SMA) dan pendidikan
khusus atau kejuruan (SMK). Terdapat mata peljaran yang diperlukan untuk
semua peserta dididk (bahasa, matematika, kewarganegaraan, dll) da nada pula
mata pelajaran pilihan sesuai dengan kejuruan yang dipilih (Sanjaya, 2008).

Kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan irama perkembangan mereka.


Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa, Alice Crow (Crow
& crow. 1955) menyarankan hal-hal berikut:
1. Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak.
2. Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang
dianggap berguna untuk masa yang akan dating.
3. Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha untuk
belajar sendiri. Artinya, siswa harus didorong untuk melakukan berbagai
aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.
4. Diusakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat dan tingkat
perkembangan mereka. Artinya, apa yang seharusnya dipelajari bukan
ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau dari sudut orang lain
akan tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri.

Menurut Sanjaya (2008) desain kurikulum yang berorientasi pada anak


didik, dapat dilihat minimal dari dua perspektif, yaitu perspektif kehidupan
anak di masyarakat (the chil-in-society perspective) dan perspektif psikologi
(the psychological curriculum perpective).

1. Perspektif Kehidupan Anak di Masyarakat


Dipandang dari perspektif kehidupan siswa dimasyarakat, isi kurikulum
harus memuat sisi kehidupan siswa sebagai peserta didik. Proses
pembelajaran bukan hanya mengembangkan kemampuan intelektual dengan
memahami sejumlah teori dan fakta saja, akan tetapi bagaimana proses

10
belajar itu dapat mengembangkan seluruh aspek kehidupan siswa. Materi
kurikulum serta pengalaman belajar dalam perspektif ini adalah membawa
anak pada situasi nyata di masyarakat. Belajar adalah proses berpengalaman
materi kurikulum harus terkait dengan kehidupan nyata. Dengan demikian,
manakala anak dapat menyelesaikan pendidikannya, mereka tidak akan
merasa asing dengan kehidupan masyarakat.
Dari penjelasan diatas, maka tampak kurikulum berorientasi pada anak
dalam perspektif kehidupan dimasyarakat, mengharapkan materi kurikulum
yang dipelajari disekolah serta pengalamana belajar, didesain sesuai dengan
kebutuhan anak sebagai persiapan agar mereka dapat hidup dimasyarakat.

2. Perspektif Psikologi
Dalam perpektif psikologi, desain kurikulum yang berorientasi kepada
siswa, sering diartikan juga sebagai kurikulum yang bersifat humanistik,
yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang hanya
mengutamakan segi intelektual. Tujuan pendidikan adalah proses
perkembangan pribadi secara dinamis, yaitu pertumbuhan ideal, intergrasi,
dan otonimi pribadi. Manusia yang memiliki kualitas dan kemampuan
seperti itu, bukan hanya ditandai dengan perkembangan kognitif saja, akan
tetapi perkembangan dalam estetika dan perkembangan moral, seperti
misalkan perkembangan manusia menjadi manusia pekerja yang baik dan
manusia yang memiliki karakter.
Kurikulum humanistik sangat menekankan kepada adanya hubungan
emosional yang baik antara guru dengan siswa. Guru harus mampu
membangun suasana yang hangat dan akrab yang memungkinkan siswa
dapat mencurahkan segala perasaannya dengan penuh kepercayaan. Selain
itu, guru juga harus berperan sebagai sumber, yang mampu memperlancar
proses pembelajaran yang menarik serta mampu memperlancar proses
pembelajaran. Melalui situasi dan kondisi yang demikian, diharapkan guru
dapat mendorong serta membantu mereka mengaktualisasikan diri. Untuk
itu ada tiga hal yang harus dilakukan guru dalam mengimplementasikan

11
kurikulum ini: (i) dengarkan secara menyeluruh berbagai ungkapan siswa;
(ii) bersikaplah respek pada siswa; dan (iii) bersikaplah wajar dan alamiah
jangan mengada-ada dan penuh kepura-puraan.

D. Desain Kurikulum Teknologis


Menurut Sanjaya (2008), model desain kurikulum teknologi difokuskan
kepada efektivitas program, metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat
mencapai tujuan. Persfektive teknologi telah banyak dimanfaatkan pada
berbagai konteks misalnya pada program pelatihan dilapangan industry dan
militer. Desain system intruksional menekankan kepada pencapaian tujuan
yang mudah diukur, aktivitas dan tes serta penerapan bahan-bahan ajar.
Teknologi sebagai suatu sistem, menekankan kepada penyusunan program
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem yang ditandai dengan
perumusan tujuan khusus sebagai tujuan khusus sebagai tujuan tingkah laku
yang harus dicapai. Proses pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian, keberhasilan pembelajaran itu diukur dari sejauh mana
didwa dapat menguasai atau mencapai tujuan khusus tersebut. Jadi,
penerapan teknologi sebagai suatu sistem itu tidak ditentukan oleh penerapan
hasil-hasil teknologi akan tetapi bagaimana merancang implementasi
kurikulum dengan pendekatan sistem.

Kurikulum teknologi, banyak dipengaruhi oleh psikologi belajar


behavioristik. Salah satu ciri dari teori belajar ini adalah menekankan pola
tingkah laku yang bersifat mekanis seperti yang digambarkan dalam teori
Stimulus-respons. Lebih lanjut dalam pandangan tentang belajar kutikulum
ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Belajar dipandang sebagai proses respons terhadap rangsangan.
2. Belajar diatur berdasarkan langkah-langkah tertentu dengan sejumlah
tugas yang harus dipelajari.
3. Secara khusus siswa belajar secara individual, meskipn dalam hal-hal
tertentu bisa saja belajar secara kelompok.

12
Menurut McNiel (1990), tujuan kurikulum teknologis ditekankan kepada
pencapaian perubahan tingkah laku yang dapar diukur. Oleh karena itu tujuan
umum dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan khusus. Model desain kurikulum
teknologi difokuskan kepada efektivitas program, metode, dan bahan-bahan
yang dianggap dapat mencapai tujuan. Perspektive teknologi yang telah
banyak dimanfaatkan pada berbagai konteks, misalnya pada program
pelatihan dilapangan industry dan pembelajaran pada pendidikan teknologi
dan kejuruan. Kurikulum berorientasi teknologi perlu memperhatikan kondisi
dan dampak yang terjadi dari peserta didik.
Sebagaimana tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, Sanjaya (2008)
maka organisasi bahan pelajaran dalam kurikulum teknologis memiliki ciri-
ciri: (i), pengorganisasian materi kurikulum berpatokan pada rumusan
tujuan; (ii) materi kurikulum disusun secara berjenjang, dan (iii), materi
kurikulum disusun dari mulai yang sederhana menuju yang kompleks.
Selanjutnya untuk efektivitas dan keberhasilan implementasi kurikulum
teknologi hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Kesadaran akan tujuan, artinya siswa perlu memahami bahwa
pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, siswa
perlu diberi penjelasan tujuan apa yang harus dicapai.
2. Dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan mempraktikkan
kecakapan sesuai dengan tujuan.
3. Siswa perlu diberi tahu hasil yang telah dicapai. Dengan demikian, siswa
perlu menyadari apakah pembelajaran sudah dianggap cukup atau masih
perlu bantuan.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa desain adalah
rancangan, pola dan model. Sedangkan, istilah pengembangan menunjukkan
pada suatu yang menghasilkan alat atau cara yang baru yang mana penilaian
dan penyempurnaan alat atau cara tersebut tetap dilakukan selama kegiatan.
Pengertian pengembangan kurikulum ini juga berlaku dalam bidang
kurikulum. Desain kurikulum dengan pendekatan disiplin ilmu menekankan
pada pemahaman atas struktur dan logika displin ilmu dan hubungan antara
ilmu-ilmu dalam suatu displin ilmu, konsep-konsep, kaidah-kaidah dan
penerapannya. Ada tiga perspektif desain kurikulum yang berorientasi pada
kehidupan masyarakat, yaitu perspective status quo (the status quo
perspective), perspektif reformis (the reformist perspevtive) dan perspektif
masa depan (the futurist perspective).
Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepada siswa
sebagai sumber isi kurikulum. Segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum
tidak boleh terlepas dari kehidupan sebagai peserta didik. Anak didik adalah
menusia yang sangat unik. Mereka memiliki karakteristik tertentu. Model
desain kurikulum teknologi difokuskan kepada efektivitas program, metode,
dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Persfektive teknologi
telah banyak dimanfaatkan pada berbagai konteks misalnya pada program
pelatihan dilapangan industri dan militer.

B. Saran
Dengan terselesaikannya makalah yang berjudul “Desain Kurikulum”.
Makalah ini tentunya tidak terlepas dari berbagai kekurangan baik dari segi
isi materi, teknik penulisan, dan sebagainya. Untuk itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun baik itu dari dosen
pembimbing maupun rekan-rekan mahasiswa demi kesempurnaan makalah
ini kedepannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Irina, Fristiana. 2016. Pengembangan Kurikulum Teori, Konsep, dan Apikasi.


Yogyakarta: Parama Ilmu.
Narsoyo, Tedjo. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan
Kejujuran. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media
Group.
Sholikah. 2017. Desain Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam.
Jurnal Kuttab. Vol. 1(2): 169-179.
Yoto, dkk. 2013. Partisipasi Masyarakat Industri Daalam Penyusunan Sikronisasi
Kurikulum di SMK. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 21(1): 113-125.

15
16

Anda mungkin juga menyukai