Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KURIKULUM DAN PEMBELAJAN BIOLOGI

” HAKEKAT KURIKULUM ”

Disusun Oleh :

Kelompok I

Yulianti (1814040006)
Sulfiani (1814041002)
Nurbina Septiani Jamaluddin (1814041014)
Putri Ramza Fikwi (1814041026)
Efendi Bandangan (1814041029)
IinAnugrah Sari (1814042013)
Nur Alisa Saiful (1814042025)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2019-2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan kesehatan, rahmat, serta karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Hakekat Kurikulum“.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas awal dalam mata kuliah
Kurikulum dan Pembelajan Biologi. Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penulisan maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran bagi
para pembaca guna sempurnanya makalah ini dan yang akan datang.

Terimah kasih penulis sampaikan kepada Allah S.W.T, orang tua, dan dosen
yang telah membimbing penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Penulis berharap emoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan
manfaat serta dapat menambah wawasan bagi para pembaca .

Makassar, 21 Agustus 2019

Penulis

v
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………...........
Daftar Isi…………………………………............................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………..................................
B. Rumusan Masalah……………………………………………………….....
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………...
D. Manfaat Penulisan…………………………………………………….........
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum……………………………………………………...
B. Peranan Kurikulum………………………………………............................
C. Fungsi Kurikulum………………………………………………..................
D. Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan
Kurikulum 2013............................................................................................
E. Kurikulum-kurikulum yang telah Digunakan di Indonesia………...............
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………
B. Saran…………………………………………………………………..........
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….....
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu sistem yang memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan itu sendiri dapat digambarkan
sebagai kesatuan subsistem yang membentuk suatu sistem yang utuh. Untuk
itu, pendidikan terasa sangat penting untuk dikembangkan dalam berbagai
ilmu pengetahuan karena pendidikan yang bermutu dan berkualitas dapat
mencerdaskan kehidupan suatu bangsa. Setiap praktik pendidikan diarahkan
pada pencapain tujuan-tujuan tertentu baik itu yang berkenaan dengan
penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan kerja. Untuk
menyampaikan bahan pelajaran maupun mengembangkan kemampuan-
kemampuan tersebut diperlukan metode penyampaian serta alat-alat bantu
tertentu.
Pendidikan yang baik tidak terlepas dari kurikulum yang baik pula.
Kurikulum dianggap sebagai ciri utama pendidikan di sekolah. Kurikulum
mengarah kesegaala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan
pendidikan tertentu. Kurikulum adalah suatu sistem yang mengikat berbagai
komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kurikulum itu sendiri
memiliki banyak pengertian. Salah satunya yang dikemukakan oleh Saylor,
Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap bahwa kurikulum sebagai
segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa agar belajar baik itu dalam
ruangan kelas, di halaman sekolah maupun luar sekolah.
Kurikulum bukan hanya dirumuskan dengan tujuan yang harus dicapai
sehingga dapat memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar harus
dimiliki oleh setiap peserta didik. Kurikulum itu sendiri berfungsi sebagai
suatu alat dan pedoman untuk mengantar peserta didik agar dapat menggapai
cita-cita yang mereka harapkan. Pengembangan suatu kurikulum ternyata
bukan hal yang mudah serta tidak sesederhana yang seperti kita bayangkan
selama ini. Oleh karena itu, dalam proses merancang dan mendesain suatu
kurikulum sangat perlu memerhatikan sistem nilai (value system) yang
berlaku serta perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Dalam
pengembangan kurikulum harus memerhatikan segala apek yang dimiliki
oleh peserta didik agar dapat mengembangkan minat dan bakat peserta didik.
Kurikulum harus secara terus-menerus dievaluasi dan dikembangkan agar isi
dan muatannya selalu relevan dengan tuntunan masyarakat yang selalu
berubah sesuai dengan perrkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh
karena itu, penulis berusaha untuk memaparkan hal-hal yang berkaitan
dengan hakekat kurikum secara lebih rinci.

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa pokok permasalahan yang kan dibahas dalam makalah
ini antara lain sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kurikulum?
2. Peran apa saja yang dimiliki oleh kurikulum?
3. Apa fungsi kurikulum bagi guru, peserta didik, kepala sekolah, dan
pengawas?
4. Apa perbedaan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dengan Kurikulum 2013?
5. Kurikulum-kurikulum apa saja yang telah digunakan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Tidak luput dari rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari kurikulum
2. Untuk mengetahui peran apa saja yang dimiliki oleh kurikulum.
3. Untuk mengetahui fungsi kurikulum bagi guru, peserta didik, kepala
sekolah, dan pengawas.
4. Untuk mengetahui perbedaan antara Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dengan kurikulum 2013.

v
5. Untuk mengetahui kurikulum-kurikulum apa saja yang telah digunakan di
Indonesia.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini, yaitu
agar dapat menambah wawasan para pembaca mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan hakekat kurikulum.

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum
Kata kurikulum mempunyai banyak penafsiran dari berbagai pakar dalam
bidang pengembangan kurikulum dari dulu sampai saat ini. Tafsiran atau
interpretasi tersebut memiliki banyak perbedaan sesuai dengan pandangan
masing-masing pakar dan disesuaikan dengan titik berat inti yang para pakar
kaji (Abdul Wafi, 2017). Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa
latin yaitu currere yang berarti to run (menyelenggarakan) atau to run the
course yang bermakna menyelenggarakan suatu pengajaran (Rakhmat
Hidayat, 2011). Kata currere ini dipakai dalam sebuah perlombaan. Dalam
lapangan perlombaan terdapat garis start dan batas finish yang menunjukkan
tempat dimulai dan diakhirinya suatu perlombaan (Alimin Umar, 2012).
Kurikulum juga dapat diartikan sebagai sebuah rencana mengenai tujuan
belajar, kompetensi yang ingin dicapai, materi dan hasil belajar yang
diharapkan sebagai landasan dan pedoman untuk mencapai kompetensi dasar
dan tujuan dari pendidikan (Abdul Wafi, 2017). Pengertian kurikulum juga
banyak dikemukankan oleh para ahli. Salah satunya yang dikemukakan oleh
Sikunpribadi (dalam buku Reviu Kurikum yang ditulis oleh Alimin Umar
pada tahun 2012) yang menyatakan bahwa kurikulum adalah suatu program
belajar yang berisi pengalaman belajar bagi para pelajar untuk memperoleh
kemampuan tertentu. Program tersebut memuat peraturan tentang berapa
lama program tersebut harus dapat diselesaikan dengan menentukan waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikannya, bahan pelajaran yang memberikan
pengalaman belajar dan dapat dicerna oleh peserta didik selama program
studi itu diikuti, serta peraturan tentang evaluasi prestasi belajar.
Seiring dengan perkembangan zaman, istilah kurikulum mengalami
banyak perubahan atau revisi makna. Kurikulum tidak hanya diartikan
sebagai suatu perangkat pembelajaran yang harus diberikan dan dikuasai oleh
seorang siswa akan tetapi juga sebagai segala sesuatu yang harus dilasanakan

v
dalam proses pembelajaran yang dialami oleh siswa dan guru (Abdul Wafi,
2017). Kurikulum merupakan inti dari suatu pendidikan selain berisi rumusan
tentang tujuan yang akan menentukan ke mana peserta didik akan dibawa dan
diarahkan kurikulum juga berisi rumusan tentang isi dan kegiatan belajar
yang akan membekali peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap, serta nilai-nilai yang diperlukan oleh peserta didik dalam kehidupan
dan pelasaksanaan tugas di masa yang akan datang (Herry Widyastono,
2014).
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (dalam buku Pengantar Sosiologi Kurikulum oleh Rakhmat Hidayat
tahun 2011) mendefinisikan kurikulum sebagai “seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Pasal 1) yang
disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memerhatikan
tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan,
kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesenian yang sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing
satuan pendidikan (Pasal 37)”. Defenisi tersebut mengalami sedikit perubahan
atau revisi mmelalui UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 19, yang menjelaskan kurikulum sebagai
seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan legiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Herry Widyastono,
2014).

B. Peranan Kurikulum
Kurikulum dalam suatu lembaga pendidikan memiliki peran yang dapat
menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Kurikulum memiliki 3 (tiga)
peran yang sangat penting antara lain sebagai berikut :
1. Peran Konservatif

v
Peran Konservatif kurikulum merupakan pelestarian berbagai nilai-nilai
budaya sebagai warisan pada zaman dulu. Semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memungkinkan masuknya pengaruh
budaya asing yang dapat dengan mudah mempengaruhi budaya lokal. Oleh
karena itu, peran konservatif dalam kurikulum memiliki peran yang sangat
penting (Wina Sanjaya, 2008). Peranan konservatif ini sifatnya sangat
mendasar karena disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada
hakikatnya merupakan proses sosial. Salah satu tugas dari pendidikan yaitu
mempengaruhi dan mendidik peserta didik agar dapat sesuai dengan nilai
sosial yang ada di masyarakat sekitar (Abdul Wafi, 2017). Lewat peran
konservatif ini kurikulum memiliki peran untuk menangkal atau
menghalangi berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai luhur pada
masa lalu sehingga nilai tersebut tidak hilang dalam kehidupan masyarakat
(Wina Sanjaya, 2008).
2. Peran Kreatif
Kurikulum berperan sebagai alat yang mampu mengembangkan dan
dapat melahirkan sesuatu yang baru yang dapat bermanfaat bagi masa kini
dan masa yang akan datang serta dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya agar dapat memperoleh
pengalaman serta pengetahuan yang baru yang dibutuhkan dalam
kehidupannya (Abdul Wafi, 2017). Kurikulum harus berperan kreatif
karena jika kurikulum tidak memiliki unsur-unsur yang baru maka
pendidikan akan tertinggal selamanya yanng berarti apa yang diberikan
atau diajarkan di sekolah pada ujungnya tidak akan berarti apapun karena
kurikulum tidak relevan lagi dengan kebutuhan serta tuntutan sosial dari
masyarakat (Wina Sanjaya, 2008).
3. Peran Kritis dan Evaluatif
Kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya yang mana
perlu dipertahankan dan yang harus dimiliki anak didik. Dalam hal inilah
peran kritis dan evaluatif kurikulum diperlukan (Wina Sanjaya, 2008).
Peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada

v
melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan
budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan. Nilai-nilai yang
tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini harus dihilangkan
dan dilakukan modifikasi atau penyempurnan-penyempurnaan (Abdul
Wafi, 2017).

C. Fungsi Kurikulum
Kurikulum memiliki berbagai fungsi. Fungsi kurikulum bagi guru, kepala
sekolah, pengawas, dan peserta didik antara lain sebagai berikut :
1. Bagi guru, kurikulum merupakan pedoman dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar (Abdul Wafi, 2017). Proses pembelajaran yang tidak
berpedoman pada kurikulum maka tidak akan berjalan secara sistematis
dan efektif karena pembelajan merupakan suatu proses yang bertujuan
sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dan peserta didik
diarahkan untuk mencapai tujuan (Herry Widyastono, 2013).
2. Bagi kepala sekolah, kurikulum memiliki fungsi untuk menyusun
perencanaan dan program sekolah baik itu yang menyangkut tentang
pengajuan sarana dan prasarana sekolah kepada komite sekolah,
penyusunan kalender akademik sekolah, penyusunan berbagai kegiatan
sekolah baik yang bersifat intrakurikuler maupun ekstrakuliker, dan
berbagai kegiatan-kegiatan lainnya yang didasarkan pada kurikulum yang
digunnakan (Herry Widyatsono, 2013).
3. Bagi pengawas, kurikulum berfungsi sebagai panduan atau pedoman
dalam melakukan supervisi ke sekolah. Dengan berpedoman pada
kurikulum pengawas dapat melihat apakah program suatu sekolah
termasuk dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang
guru sudah sesuai dengan tuntutan kurikulum, bagian-bagian mana yang
telah dilaksanakan, dan bagian-bagian mana yang belum dilaksanakan.
Dengan begitu pengawas dapat memberikan suatu masukan atau saran
yang mengarah pada perbaikan (Herry Widyastono, 2017).

v
4. Bagi peserta didik, kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman dalam
proses pembelajaran (Abdul Wafi, 2017). Dengan kurikulum, peserta didik
dapat memahami kompetensi apa saja yang harus dicapai baik itu yang
menyangkut tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Saat proses
pembelajan dimulai seorang guru akan memberitahukan kepada peserta
didik mengenai tujuan pembelajaran yang akan dicapai setelah mengikuti
pembelajaran sehingga peserta didik dapat melakukan penilaian diri ketika
pembelajaran telah selesai (Herry Widyastono, 2017). Berkaitan dengan
fungsi kurikulum sebagai alat atau pedoman dalam proses pembelajaran
bagi siswa. Terdapat enam fungsi tambahan yang terkait dengan fungsi
kurikulum bagi siswa yang meliputi fungsi penyesuaian, fungsi integrasi,
fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi
diagnostik (Abdul Wafi, 2017).

D. Perbedaan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


dengan Kurikulum 2013
KTSP memiliki mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu
(untuk semua jenjang), mata pelajarannya dirancang berdiri sendiri dan
memiliki kompetensi sendiri (untuk semua jenjang), bahasa Indonesia sejajar
dengan mata pelajaran lain (untuk jenjang SD), setiap mata pelajaran yang
diajarkan dilakukan dengan pendekatan yang berbeda (untuk semua jenjang),
setiap jenis konten pembelajaran diajarkan dengan terpisah (separated
curriculum) (untuk jenjang SD), dll (Lukmanul Hakim, 2017).
Sedangkan kurikulum 2013 setiap mata pelajarannya mendukung semua
kompetensi (untuk semua jenjang), mata pelajaran dirancang terkait satu
dengan yang lain dan memiliki kompetensi yang diikat oleh kompetensi yang
diikat oleh kompetensi inti tiap kelas (untuk semua jenjang), bahasa Indonesia
sebagai penghela mata pelajaran lain (sikap keterampilan berbahasa)(untuk
jenjang SD), dll (Lukmanul Hakim, 2017).

v
E. Kurikulum-kurikulum yang telah Digunakan di Indonesia
 Kurikulum pada Masa Orde Lama
Menurut catatan sejarah, pada masa Orde Lama pendidikan di
Indonesia sudah mengalami perubahan kurikulum sebanyak 3 kali, antara
lain sebagai berikut:
1. Rencana Pelajaran (1947)
Di awal pemeritahannya, pemerintah secara bertahap
mengkonstruksikan kurikulum sesuai dengan kondisi saat itu. setalah
Indonesia merdeka dalam kurun waktu 3 tahun pemerintah membuat
suatu kurikulum yang sederhana yang dikenal dengan Rencana
Pelajaran, yang lebih populer disebut dalam bahasa belanda "Leer Plan".
Kurikulum pada tahun ini masih dipengaruhi oleh sistem pendidikan
kolonial Belanda dan Jepang sehingga hanya meneruska kurikulum yang
pernah digunakan oleh Belanda. Kurikulum ini tidak memberikan
tekanan pada pendidikan pikiran ( kognitif), tetapi yang diutamakan
adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat,
srdamgkan untuk materi pelajarannya dihubungkan dengan kejadian
sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani (Leo
Agung, 2015).
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Lahirnya kurikulum ini tidak terlepas dari sejarah lahirnya kurikulum
1947, karena kurikulum 1952 adalah pembaruan dari kurikulum 1947.
kurikulum ini merupakan kurikulum pertama yang memiliki dasar
hukum operasional. Hal ini karena saat kurikulum 1947 berlangsung
belum ada undang-undang pendidikan yang berlaku sebagai landasan
operasionalnya. Adapun tujuan dari pendidikan nasional berdasarkan
kurikulum 1952 adalah membentuk manusia yanh susila dan cakap serta
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab akan
kesejahteraan masyarakat dan tanah air (Leo Agung, 2015).
3. Kurikulum 1964

v
Pada akhir era kekuasaan Seokarno, kurikulum pendidikan tahun
1952 diubah menjadi Rencana Pendidikan 1964. Recana pendidikan
1964 yaitu pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing seorang
anak agar dapat memikirkan sendiri pemecahan suatu persoalan
(problem solving). Kurikulum ini juga menitikberatkan pada
pengembangan suatu daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral,
kemudian dikenal dengan Pancawardhana, di mana pada saat itu
pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
(Oemar Hamalik, 2004), ialah perkambangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani (Leo Agung, 2015).

 Kurikulum pada Masa Orde Baru


Berdasarkan catatan sejarah dunia, pendidikan di Indonesia pada masa
Orde Baru telah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu :
1. Kurikulum 1968
Perkembangan politik dan tatakenegaraan Indonesia pada tahun ini
telah membaik, pemeritahannya yang juga sudah mulai stabil
walaupun masih ada bahaya komunis yang dianggap pemerintah dan
rakyat sebagai bahaya "laten". Para generasi mudah sudah selayaknya
mendapatkan perlindungan dari ancaman bahaya "laten" komunisme
ini. Oleh karenanya pemerintah mengeluarkan kurikulum yang baru
untuk SMP yang dikenal dengan kurikulum SMP 1968 sebagai
pengganti kurikulum SMP 1964. kurikulum ini dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Adapun struktur dari kurikulum ini adalah sebagai
berikut:
- Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila.
- Kelompok Pembinaan Pengetahuan Dasar.
- Kelompok Pembinaan Kecakapan Khusus.

v
Kurikulum SMP 1968 tidak mengenal adanya penjurusan pada
kelas III SMP, pendidikan ini merupakan pendidikan umum yang tidak
perlu menyiapkan peserta didik dalam spesialisasi pendidikan
keilmuan (disiplin ilmu) yang khusus (Leo Agung, 2015).
2. Kurikulum 1975
Setelah kurikulum Tahun 1968 berjalan selama kurang lebih 6
tahun, kurikulum tersebut perlu disesuaikan dengan tuntutan yang ada
di masyarakat dan perubahan zaman. Adapun faktor yang
menyebabkan perlunya peninjauan kembali kurikulum SMP/SMA agar
sesuai dengan tuntutan perubahan, lebih efisien dan efektif untuk
menunjang tujuan-tujuan pendidikan antara lain sebagai berikut:
1. Pembaruan pendidikan pada tahun 1969 yang telah dilakukan
selama Pembangunan Lima Tahun (PELITA) I melahirkan dan
menghasilkan gagasan baru yang mulai memasuki pelaksanaan
sistem pendidikan nasional;
2. Adanya kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan nasional
yang digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN);
3. Hasil analisis dan penilaian pendidikan nasional telah mendorong
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk meninjau kembali
kebijakan pelaksanaan pendidikan nasional;
4. Inovasi dalam sistem belajar mengajar yang dirasakan dan dinilai
lebih efisien dan efektif telah memasuki dunia pendidikan di
Indonesia;
5. Keluhan-keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan
mendorong petugas-petugas pendidikan untuk meninjau kembali
sistem yang sedang berlaku.
Oleh karena itu, disebutkan bahwa tema pengembangan kurikulum
1975 adalah untuk menyelaraskan Kurikulum SMP/SMA dengan
kebijaksanaan baru di bidang pendidikan nasional, dan inovasi di
bidang sistem belajar mengajar dalam rangka meningkatkan mutu

v
pendidikan nasional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang
membangun (Leo Agung, 2015).
3. Kurikulum 1984
Perkambangan yang terjadi menjelang tahun 1983 dianggap ada
ketidaksesuaian anatara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu
pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975,
adapun faktor yang melatar belakangi perubahan kurikulum 1975 ke
kurikulum 1984 yaitu:
1. Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum
tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
2. Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang
studi dengan kemampuan anak didik.
3. Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan
pelaksanaannya di sekolah.
4. Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir
disetiap jenjang.
5. Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB)
sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat
kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk
Pendidikan Luar Sekolah.
6. Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi
kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Materi kurikulum 1984 pada dasarnya tidak banyak berbeda
dengan materi Kurikulum 1975; yang berbeda adalah organisasi
pelaksanaanya sehingga Kurikulum 1984 dapat dilaksanakan dengan
menggunakan bahan/buku-buku serta sarana yang ada. Perubahan yang
diadakan lebih mengarah pada penyederhanaan materi setiap mata
pelajaran sehingga mencakup hanya materi-materi yang penting saja.
Dengan berkurangnya kepadatan materi kurikulum, hal itu
memungkinkan terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang lebih
baik. Oleh karena itu, diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum

v
1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975
(Leo Agung, 2015).
4. Kurikulum 1994
Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta sekalian
peraturan pemerintah sebagai pedoman pelaksanaannya, maka
Kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu disesuaikan dengan
peraturan perundangan tersebut. Pendidikan menengah
diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar
serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau
pendidikan tinggi (Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun
1989). Penyempurnaan Kurikulum 1994 (Suplemen 1999) terjadi
seiring gerakan Reformasi pada tahun 1998 yang mununtut
peningkatan kesadaran terhadap keterbukaan, bidang pendidikan
sebagai salah satu aspek kehidupan berbagsa dan bernegara dituntut
untuk segera direformasi (Leo Agung, 2015).
Sebelum terjadinya Reformasi pun Kurikulum 1994 telah
mendapatkan berbagai tanggapan, kritik, dan saran yang sangat
konstruktif dari mansyarakat, praktisi, dan pakar pendidikan.
Penyempurnaan/penyesuaian ini lebih diarahkan hanya pada
peninjauan kembali substansi yang dianggap sudah tidam sesuai
dengan tuntutan dan jiwa reformasi, sedangkan Struktur Kurikulum
sebagaimana yanh terdapat dalam kurikulum 1994 secara prinsip tidak
mengalami perubahan sama sekali (Leo Agung, 2015).
5. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004
KBK adalah kurikulum berbasis kompetensi yang diberlakukan di
Indonesia pada tahun 2004 menggantikan kurikulum sebelumnya
(kurikulum 1994 yang disempurnakan (suplemen 1999)). Kebijakan

v
KBK disusun Depdiknas karena adanya prinsip kesatuan dalam
kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan. Artinya, sekalipun
kurikulumnya ditetapkan dari pusat, namun dalam pelaksanaanya
disesuaikan dengan keadaan nyata di sekolah (Leo Agung, 2015).
Kurikulum 2004 dikenal luas sebagai Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK), dirancang sejak tahun 2000. Setelah dokumen
kurikulum tersebut mendekati sempurna dan mulai diterapkan pada
tahun 2004, kurikulum tersebut diberi nama “Kurikulum 2004”
(Nurhadi, 15). Karekteristik yang paling menonjol dalam kurikulum ini
adalah mengedepankan pengembangan kompetensi peserta didik,
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan,
nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak (Leo Agung, 2015).
6. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Kurikulum ini dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi, dan karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat
setempat, dan karakteristik peserta didik. KTSP merupakan kurikulum
beriorentasi pada pencapaian kompetensi. Oleh sebab itu, kurikulum
ini merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) (Leo Agung, 2015).
KTPS merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk
mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Dalam
KTSP pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah,
serta komite sekolah dewan pendidikan. Tujuan umum diterapkannya
KTSP ini adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan
pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga
pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan
keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum (Leo
Agung, 2015).
7. Kurikulum 2013
Kurikulum ini dikembangkan berdasarkan beberapa faktor yaitu:

v
1. Adanya tantangan internal terkait kondisi pendidikan yang
dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada
delapan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan
tenaga pendidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan.
2. Adanya tantangan eksternal terkait dengan arus globalisasi dan
berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup,
kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan
budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional.
3. Penyempurnaan pola pikir.

Kurikulum ini memiliki beberapa karakteristik yaitu


mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.
Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual
dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan
intelektual dan psikomotorik, dll (Leo Agung, 2015).

v
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kurikulum
merupakan rencana mengenai tujuan belajar, kompetensi yang ingin dicapai,
materi dan hasil belajar yang diharapkan sebagai landasan dan pedoman
untuk mencapai kompetensi dasar dari tujuan pendidikan. Kurikulum
memiliki beberapa peran diantaranya yaitu peran konsernatif dimana
kurikulum berperan sebagai pelestarian berbagai nilai budaya. Kedua yaitu
peran kreatis berperan sebagai alat yang dapat mengembangkan dan
melahirkan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi masa kini dan akan datang.
Ketiga yaitu peran kritis dan evaluatif yang berperan dalam menyeleksi nilai
dan budaya yang perlu dipertahankan dan yang harus dimiliki oleh peserta
didik.
Kurikulum juga memiliki fungsi bagi setiap komponen-komponen yang
terlibat dalam pendidikan itu sendiri seperti bagi guru kurikulum berfungsi
sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, bagi kepala
sekolah berfungsi dalam penyusunan perencanaan dan program yang baik,
bagi pengawas berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan supervise ke
sekolah, dan bagi peserta didik berfungsi sebagai pedoman dalam proses
pembelajaran. Dalam sejarah perkurikuluman di Indonesia terdapat berbagai
macam kurikulum baik pada masa orde lama maupun pada masa orde baru,
salah satu diantara kurikulum yang pernah berlaku pada masa orde baru yaitu
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013. Dimana
kurikulum ini memiliki beberapa perbedaan salah satunya yaitu pada KTSP
mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu, sedangkan
Kurikulum 2013 tiap mata pelajarannya mendukung semua kimpetensi.

v
B. Saran
Dilihat dari beberapa sejarah pergatian kurikulum, kurikulum semestinya
dibuat tidak hanya untuk meningkatkan nilai kognitif dan karakter saja namun
juga bakat yang dimiliki oleh peserta didik. Walaupun kedua hal tersebut juga
penting namun perlunya perhatian terhadap minat dan bakat peserta didik
agar kedepannya peserta didik tidak hanya mengandalkan pengetahuan yang
didapatkan dari sekolah namun diharapakan para peserta didik juga mampu
mengetahui bakat apa yang dimilikinya dan mengasanya hingga dapat
bersaing di dunia luar, karena tidak semua hal bergantung pada nilai yang
didapatkan di sekolah.

v
DAFTAR PUSTAKA

Agung, Leo. 2015. Sejarah Kurikulum Sekolah Menengah di Indonesia.


Yogyakarta: Ombak.

Hakim, Lukmanul. 2017. Analisis Perbedaan antara Kurikulum KTSP dan


Kurikulum 2013. Jurnal Ilmiah Didaktika. Vol. 17(2): 281-292.

Hidayat, Rakhmat. 2011. Pengantar Sosiologi Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers.


Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Prenadamedia
Group.

Umar, Alimin. 2012. Reviu Kurikulum. Makassar: Badan Penerbit Universitas


Negeri Makassar.

Wafi, Abdul. 2017. Konsep Dasar Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jurnal
Pendidikan Agama Islam. Vol. 1(2): 134-139.

Widyastono, Herry. 2014. Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah


dari Kurikulum 2004, 2006, ke Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai