Anda di halaman 1dari 20

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kurikulum Berbasis Kompetensi

Dosen
Dr. H. Toto Ruhimat, M. Pd.
Dr. Hj. Riche Cynthia Johan, S.Pd., M.Si.

oleh

Tri Liana Nurdini NIM 1707950

Holil Padli NIM 1706755

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan
manusia. Hal itu di sebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan
manusia, perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia. Kalau bidang-bidang lain
seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan sebagainya berperan menciptakan sarana dan
prasarana bagi kepentingan manusia, pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan
manusia. Pendidikan “menentukan” model manusia yang akan di hasilkannya.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral
dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan.
Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan di dalam perkembangan
kehidupan manusia, penyesunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang
di dasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penilitian yang mendalam. Kalau landasan
pembuatan sebuah gedung lemah maka ambruklah gedung tersebut, tetapi kalau landasan
pendidikan, khususnya kurikulum yang lemah, yang akan “ambruk” adalah manusianya.
Menurut Tyler, landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, psikologis dan
sosial, budaya. Pendapat tersebut serupa dengan yang dikemukakan Murray Print bahwa
landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, sosial budaya, dan psikologi, dan
perkembangan ilmu dan teknologi.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah yang menjadi landasan pengembangan kurikulum?
2. Apakah yang menjadi landasan filosofis dan psikologis?
3. Apakah yang menjadi landasan sosial budaya dan Iptek?

C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH


Melalui pemaparan makalah ini diharapkan:
1. Memiliki wawasan/pemahaman yang luas tentang landasan pengembangan kurikulum
berbasis kompetensi berdasarkan pendapat para ahli.
2. Menguraikan landasan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang dijadikan
pijakan dalam mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANDASAN FILOSOFIS
Filosofi menjadi hal yang penting untuk kurikulum. Filosofi mempengaruhi tujuan,
isi, dan penyusunan kurikulum (Ornstein &Hunkins, 2009). Pada umumnya pendidikan
disusun berdasarkan beberapa filosofi. Keragaman landasan filosofis inilah yang
memungkinkan kurikulum bersifat dinamis. Mempelajari filosofi akan membantu kita
untuk lebih memahami pendidikan dan kurikulum. William Van Til menyatakan bahwa
sumber arahan adalah filosofi, tanpa filosofi, kita akan melakukan langkah yang salah dan
kita memiliki kecenderungan untuk bergerak tak tentu arah. Dan pada skala yang lebih
besar, filosofi pendidikan akan menentukan keputusan-keputusan yang berkenaan dengan
pendidikan.
Filosofi menyediakan kerangka kerja mengenai bagaimana mengelola pendidikan
dan kelas bagi para pendidik terutama bagi pekerja kurikulum. Filosofi membantu
menentukan apa fungsi sekolah, mata pelajaran apa yang memiliki nilai, bagaimana siswa
belajar, dan metode serta material apa yang digunakan. Filosofi akan menjelaskan tujuan
pendidikan, konten yang sesuai, proses belajar dan mengajar, serta pengalaman dan
aktivitas yang sekolah sebaiknya ditekankan. Filosofi juga menjadi dasar untuk
menentukan buku teks yang digunakan, bagaimana menggunakan buku tersebut, berapa
banyak pekerjaan rumah yang ditugaskan, bagaimana menguji siswa dan menggunakan
hasil ujian, dan mata pelajaran apa yang harus ditekankan.
Setiap negara tentu mempunyai filsafat yang berbeda. Sehingga landasan dan tujuan
pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia, landasan filosofis pengembangan sistem
pendidikan nasional secara formal adalah Pancasila (Arifin, 2011).
a. Pancasila Dalam Perspektif Ontologi
Ontologi disebut juga dengan proto-filsafa atau atau filsafat yang pertama atau filsafat
ketuhanan. Ontologi adalah ilmu hakikat.
b. Pancasila Dalam Perspektif Epistemologi
Epistemologi merupakan nama lain dari logika material atau logika mayor yang
membahas isi fikiran manusia tentang pengetahuan. Pengetahuan yangberusaha
menjawab apakah pengetahuan dan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan.
Setiap pengetahuan manusia itu adalah hasil dari benda yang diperiksa, diselidiki, dan
akhirnya diketahui. Epistomologi membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas dan
hakikat pengetahuan yang memberi jaminan bagi guru bahwa ia memberikan
kebenaran kepada peserta didiknya.
c. Pancasila Dalam Perspektif Aksiologi
Aksiologi yaitu nilai-nilai, seperti baik, indah, bagus dan sebagainya. Aksiologi terbagi
menjadi tiga bentuk yaitu tindakan moral (moral conduct) yang melahirkan etika,
ekspresi keindahan (esthetic ekspression) yang melahirkan estetika, dan kehidupan
sosio-politik (socio-political life) yang melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.

B. LANDASAN PSIKOLOGIS
Para ahli pengembangan kurikulum selalu menjadikan anak sebagai salah satu pokok
pemikiran, agar anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat
mengubah sikapnya, dapat menerima norma-norma dan dapat menguasai sejumlah
keterampilan. Persoalan yang penting ialah bagaimana anak itu belajar, dalam keadaan
yang bagaimana pelajaran itu memberi hasil yang sebaik-baiknya, maka kurikulum dapat
direncanakan dan dilaksanakan dengan cara yang efektif terhadap suatu proses yang pelik
dan komplek tersebut, maka lahirlah berbagai teori belajar. Teori belajar dijadikan dasar
bagi proses belajar mengajar. Dengan demikian ada hubungan yang erat antara kurikulum
dengan psikologi belajar dan psikologi anak. Karena hubungan yang sangat erat itu, maka
psikologi menjadi salah satu dasar atau landasan pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari
psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik,
serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar tersebut terdapat dua cabang psikologi
yang sangat penting diperhatiakkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi
perkembangan dan psikologi belajar.

1. Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan dapat diartikan sebagai cabang psikologi yang
mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun sesudah kelahiran
maupun kematangan individu (J.P. Chaplin, 1979). Psikologi perkembangan juga
diartikan sebagai cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan
kemampuan individu sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa
konsepsi hingga mati (Ross Vasta, 1992).
Dengan demikian, pemahaman tentang peserta didik menjadi penting dalam
pengembangan kurikulum. Melalui kajian tentang peserta didik, maka upaya
pendidikan akan sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik penyesuaian dari segi
kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang harus disampaikan, proses
penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari segi evaluasi belajar.
Pemahaman tentang psikologi perkembangan ini akan memepengaruhi terhadap
pengembangan kurikulum:
a) Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan
bakat, minat, dan kebutuhannya.
b) Di samping disediakan pelajaran yang bersifat umum (program inti) yang wajib
dipelajari oleh setiap anak di sekolah, juga perlu disediakan pelajaran pilihan yang
sesuai dengan minat anak.
c) Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat
kejuruan maupun akademik.
d) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung aspek pengetahuan,
nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan pribadiyang utuh.
e) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada
perubahan tingkah laku peserta didik.
f) Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kebutuhan
peserta didik sehingga hasilnya bermakna bagi mereka.
g) Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
h) Media yang digunakan senantiasa menarik perhatian dan minat anak.
i) Sistem evaluasi harus dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan
berkesinambungan.

2. Psikologi Belajar
Psikologi belajar merupakan studi tentang bagaimana individu belajar.
Pemahaman yang luas dan komprehensif tentang berbagai teori belajar akan
memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi para pengembang kurikulum. Bagi
pengembangan kurikulum di Indonesia, paling sedidkit ada tiga jenis teori yang
mempengaruhi:
a) Teori psikologi kognitif
Para ahli psikologi kognitif yang memusatkan perhatian pada perubahan
dalam aspek kognisi, percaya bahwa belajar adalah suatu kegiatan mental internal
yang tidak dapat diamati secara langsung. Menurut teori ini cara belajar orang
dewasa berbeda dengan cara belajar anak, dimana cara belajar orang dewasa lebih
banyak melibatkan kemampuan kognitif. Menurut Piaget (1954) cara-cara berfikir
yang dianggap sederhana oleh orang dewasa tidak dipandang demikian oleh anak-
anak. Untuk menjelaskan proses belajar harus mempertimbangkan proses
kognisi(pengetahuan) yang turut ambil bagian selama proses belajar berlangsung.
Teori belajar kognitif memandang manusia sebagai pelajar aktif yang memprakarsai
pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah,
mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu
pemahaman baru.
Menurut Piaget (1970) terdapat empatf aktor yang mendasari seseorang
membuat pemahaman: Kematangan, aktivitas, pengalaman sosial, ekuilibrasi.
Piaget juga membagi tahapan perkembangan kognitif dari usia anak hingga
dewasa:
1) Tahap sensorimobil (0-2 tahun)
Tingkah laku anak pada tahap ini dikendalikan oleh perasan dan aktivitas
motorik.
2) Tahap Praoperasional
- Subtahap fungsi simbolik (2-4 tahun), mampu mengelompokkan dengan
sederhana
- Subtahap Fungsi intuitif (4-7 tahun) anak mampu berfikir dalam konsep kelas,
angka dan melihat hubungan yang sederhana.
3) Tahap operasi konkret (7-11 tahun)
Mampu memecahkan masalah konkret, mengembangkan kemampuan untuk
menggunakan dan memahami secara sadar operasi logis dan matematika,
klasifikasi dan rangkaian.
4) Tahap operasi formal (11 tahun-dewasa)
Mampu memahami konsep abstrak (kemampuan untuk berfikir tentang ide,
memahami hubungan sebab akibat, berfikir tentang masa depan, dan
mengembangkan sertamenguji hipotesis).

Peranan guru berdasarkan teori perkembangan kognitif dari Piaget :


1) Merancang program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pelajaran,
dan mengendalikan kreatifitas murid untuk melakukan inkuiri dan interaksi
dengan lingkungan.
2) Mendiagnosis tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada
murid yang sesusi dengan tingkat perkembangannya.
3) Mendorong perkembangan murid ke arah perkembangan selanjutnya dengan cara
memberikan latihan, bertanya, dan mendorong murid untuk melakukan eksplorasi,

b) Teori Psikologi Behavioristik


Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pembelajar, sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan
oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik, (Gage, Berliner, 1984)
1) Reinforcement and punishment
Menambahkan /mengurangi rangsangan
2) Primary and Secondary
Kebutuhan pokok, rangsangan dari asumsi seseorang
3) Schedules of reinforcement
Rangsangan secara terjadwal
4) Contingency management
Berhubungan dengan kesehatan mental
5) Stimulus control in operant learning
Mengendalikan rangsangan untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan
6) The elimination of responses
Penghapusan perilaku yang tidak diinginkan
c) Teori psikologi humanistik
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi
kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan
tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi
diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif,
sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan
pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalis. Psikologi
humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang
dikenal dengan sebutan pendidikan humanistic. Pengembangan aspek emosional,
sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model
pendidikan humanistic. Aliran Psikologi Humanistik selalu mendorong
peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-
potensi positif yang ada pada setiap insan. Seiring dengan perubahan dan tuntutan
zaman, proses pendidikan pun senantiasa berubah.

C. LANDASAN SOSIAL BUDAYA


Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal
dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa
pengembangan kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis?
Anak-anak berasal darimasyarakat, mendapatkan pendidikan baik informal, formal,
maupun nonformal dalamlingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam
kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala
karakteristiknya harus menjadilandasan dan titik tolak dalam melaksanakan pendidikan.
Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu
agarmenjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi, dan
berdasarkan pandangan antropologi, pendidikan adalah “enkulturasi” atau pembudayaan.
“Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan
asingterhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan
mampumembangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harusdisesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan
masyarakat tersebut” (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997:58).
Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu
pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi sosial
budayamasyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih
bermakna dalamhidupnya. Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan
kebutuhan masyarakat dan perkembangan masyarakat.
Tyler (1946) menyatakan bahwa tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam
pengembangan kurikulum. Tujuh fungsi sosial pendidikan yaitu:
1) Mengajar keterampilan.
2) Mentransmisikan budaya.
3) Mendorong adaptasi lingkungan.
4) Membentuk kedisiplinan.
5) Mendorong bekerja berkelompok.
6) Meningkatkan perilaku etik, dan
7) Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita,
pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nilai yang telah disepakati
olehmasyarakat. Daoed Yusuf (1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap
perwujudandan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika) serta perasaan
(estetika) manusiadalam rangka perkembangan kepribadian manusia, pekembangan
hubungan dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Secara lebih rinci, kebudayaan diwujudkan dalam tiga
gejala, yaitu:
a. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain. Wujud kebudayaan ini
bersifat abstrak yang berada dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat
ditempat kebudayaan itu berada.
b. Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan
inidisebut sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas manusia bersifat konkrit,
bisadilihat, dan diobservasi. Tindakan berpola manusia tentu didasarkan oleh
wujudkebudayaan yang pertama. Artinya, sistem sosial dalam bentuk aktivitas
manusiamerupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang telah
dimilikinya.
c. Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik
perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud
kebudayaanyang ketiga ini adalah produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan
kedua.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan
kurikulum dengan pertimbangan:
a. Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individumelalui interaksi
dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dansekolah/lembaga
pendidikan. Oleh karena itu, sekolah/lembaga pendidikanmempunyai tugas khusus
untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didikdengan salah satu alat yang
disebut kurikulum.
b. Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya.Aspek
sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yangsangat
beragam, seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya.Pendidikan
di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agardapat hidup
berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan anggota masyarakatlainnya serta
meningkatkan kualitas hidupnya sebagai mahluk berbudaya.

D. LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI


Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis
yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari
ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu
dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah
berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak
didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato, Socrates,
Aristoteles, John Dewey, Archimides, dan lain-lain.
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih
relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat.
Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan
kedepannya akan terus semakin berkembang.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan
temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial,
ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara
langsung maupun tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut
berpengaruh pula terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai
hubungan timbal-balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi
berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan
dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk
mengaplikasikannya.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan
sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap
mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam
bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo
berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil
menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa
terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran
manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan
politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara
kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat
pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan
canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi
dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam
mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan
antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam
bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.
Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan
hidup manusia.
Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil
industri seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-
alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi disaat
perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, menuntut
pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang memadai dari para guru dan
pelaksana program pendidikan lainnya. Mengingat pendidikan merupakan upaya
menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin
pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi
terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi
pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem
evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali
peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.

E. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM MENURUT RALPH W. TYLER

Suggestion
from Subject
Specialist

Studies of
Studies of
Contemporary
Learners
Life
School
Purposes

Use of
Use of
Psychology of
Philosophy
Learning

Tyler dalam bukunya “Basic Principles of Curriculum and Instruction” mengemukakan


beberapa landasan dalam menentukan tujuan sekolah. Sekolah sebagai tempat untuk anak-
anak muda ditempa untuk menghadapi segala permasalahan dimasa yang akan datang dengan
tepat. Bila sekolah dapat memastikan permasalahan apa yang akan dihadapi, maka tujuan dari
sekolah adalah untuk menyediakan pengetahuan, keterampilan, sikap yang dapat membekali
mereka dalam menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut.

Mempelajari Siswa Sebagai Sumber dari Tujuan Pendidikan


Pendidikan adalah proses untuk merubah pola perilaku. Tujuan dari institusi pendidikan
adalah untuk merubah perilaku siswanya. Dengan mempelajari siswa, akan dapat diketahui
apa yang diperlukan dalam mencapai perubahan perilaku siswa.
Manusia adalah mahluk yang dinamis, yang memerlukan keseimbangan sistem. Untuk
menyeimbangkan sistem ini diperlukan beberapa kebutuhan untuk dipenuhi. Kebutuhan ini
berupa kebutuhan fisik, kebutuhan sosial dan kebutuhan inegratif. Dengan memahami
kebutuhan ini, menjadi peranan sekolah untuk membantu siswa agar dapat memberikan
motivasi dan pengertian unt dapat memenuhi kebutuhan ini yang tidak dapat dperoleh di luar
sekolah.
Selain kebutuhan, yang harus dipelajari dalam mencapai tujuan sekolah adalah minat dari
siswa tersebut. Minat siswa inilah yang akan menjadi fokus perhatian dari pendidikan. Bila
kondisi sekolah sesuai dengan minat siswa, maka siswa akan mengikuti pelajaran dengan
aktif dan belajar akan berlangsung efektif dengan kondisi seperti ini. Sekolah memiliki fungsi
untuk memperluas dan memperdalam minat siswa sehingga siswa akan terus belajar
meskipun telah menyelesaikan pendidikan formalnya.
Metode yang digunakan untuk mempelajari siswa adalah: pengamatan terhadap siswa,
wawancara, melalui kuisioner, test dan juga rekaman. Teknik-teknik tersebut dapat
melibatkan guru dan staff dalam mempelajari kebutuhan dan minat siswa.

Mempelajari Kehidupan Kontemporer diluar Sekolah


Terdapat dua alasan untuk mempelajari kehidupan kontemporer dengan tujuan sebagai dasar
dalam menentukan tujuan pendidikan:
- Kehidupan itu begitu rumit dan senantiasa berubah, sehingga sangat penting untuk
mengarahkan pendidikan untuk menghadapi perubahan ini, sehingga siswa tidak
menghabiskan waktu untuk mempelajari sesuatu yang penting untuk diketahui 50 tahun
kebelakang namun tidak lagi menjadi hal yang penting saat ini.
- Pendidikan sebagai media yang dapat membekali siswa untk melatih fikiran dan panca
indra nya dalam menghadapi beragam kondisi yang akan dihadapi di masyarakat. Dengan
demikian siswa bisa menerapkan apa yang telah dipelajari di sekolah saat menghadapi
situasi yang mirip dalam kehidupan kontemporer.
Saran dari Para Ahli
Saran dari ahli sebagai landasan pendidikan adalah hal yang umum digunakan di sekolah
dan perguruan tinggi. Buku teks yang digunakan di sekolah dan perguruan tinggi ditulis oleh
para ahli dan secara gamblang menjelaskan pandangan mereka. Pandangan para ahli ini dapat
memberikan saran yang sangat membantu siswa dalam memahami apa manfaat dari masing-
masing mata pelajaran dalam mempersiapkan mereka saat berperan dalam bidang yang sama
maupun manfaat mata pelajaran tersebut pada bidang yang lain.

Penggunaan Filsafat
Berbagai program sekolah tidak akan efektif bila terlalu banyak mengusahakan berbagai
tujuan namun dengan sedikit pencapaian dari tujuan tersebut. Dengan demikian perlu
pemilihan dari berbagai tujuan yang ingin dicapai terutama dari tujuan yang tidak penting dan
bertentangan. Filsafat pendidikan dan filsafat sosial lah yang berperan dalam menyaring
berbagai tujuan itu.

Penggunaan Psikologi
Saringan kedua dalam menentukan tujuan pendidikan adalah psikologi pembelajaran.
Tujuan pendidikan merupakan akhir dari sebuah pendidikan dan hasil dari pencapaian
pendidikan. Pengetahuna tentang psikologi memungkinkana kita untuk mengenali perubahan
dari manusia sebagai hasil dari proses belajar. Psikologi juga memungkinkan kita untuk
mengenali tujuan yang dapat dicapai berdasarkan rentang usia. Psikologi juga dimanfaatkan
dalam penentuan penempatan kelas, rentang waktu yang diperlukan, dan tingkat usia efektif
dalam belajar.
F. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM MENURUT ROBERT S. ZAIS

(Zais, 1976)

Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pokok pengembangan kurikulum,


yaitu: philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, dan
learning theory. Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut, maka perancangan dan
pengembangan kurikulum yaitu pengembangan tujuan (aims, goals, objectives),
pengembangan isi/materi (content), pengembangan proses pembelajaran (learning activities),
dan pengembangan komponen evaluasi (evaluation), harus didasarkan pada landasan
filosofis, psikologis, sosiologis, ilmu pengetahuan dan tenologi.
Kurikulum sebagai program pendidikan, melalui pendekatan eklektik (eclectic model)
menempatkan empat unsur kurikulum, yaitu: 1. Aims, goals, objectives, 2. Content, 3.
Learning activities, 4. Evaluation. Untuk mengembangkan setiap aspek dari keempat unsur
kurikulum tersebut harus dilakukan dengan pengembangan jawaban-jawaban atau pemikiran-
pemikiran yang mendalam, logis, sistematis dan komprehensif atau dengan kata lain alasan
yang dirumuskan dengan menggunakan hasil pemikiran filosofis.
G. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM MENURUT JOHN D. MC.NEIL
John D. Mc Neil (1996) menjelaskan landasan psikologis dari sistemik kurikulum yang
merupakan konsep dasar dari KBK. Landasan psikologis dari sistemik kurikulum adalah
psikologi tingkah laku dan psikologi kognitif.
Psikologi tingkah laku menjadi salah satu landasan dari pembelajaran dimana siswa
memperoleh keterampilan dan materi berkaitan dengan tujuan yang menyebabkan perubahan
tingkah laku yang diinginkan dalam belajar. Karakteristik dari kurikulum yang berdasarkan
pada psikologi tingkah laku adalah :
▪ Membedakan tipe materi belajar (sederhana, rumit, tingkat pemikiran rendah atau tinggi)
▪ Analisis tugas dimana tugas yang kompleks diuraikan menjadi unit-unit yang lebih
sederhana.
▪ Bagian dari seluruh rangkaian instruksi.
▪ Instruksi langsung yakni instruksi yang jelas yang memungkinkan untuk berlatih dan
mengaplikasikan apa yang telah diajarkan.
Psikologi kognitif juga telah mempengaruhi kurikulum sistemik dengan menitikberatkan
pada bagaimana pola fikir siswa dapat mempengaruhi pembelajaran dan bagaimana
pemikiran konseptual dapat terjadi dengan cara yang terbaik. Pemikiran kognitif mempelajari
bagaimana pola fikir dari para ahli dalam menghadapi permasalahan, mengidentifikasikannya
lalu diterapkan pola fikir tersebut pada siswa.
Bertolak belakang dengan psikologi yang berperan dalam membentuk tingkah laku atau
membentuk pola fikir, kontruksi sosial berperan dalam pembelajaran yang responsif terhadap
pengetahuan sementara, konflik pemahaman yang siswa bawa ke sekolah, dan pengenalan
bahwa anak muda memiliki kemampuan untuk mengembangkan kemampuan pada tingkat
yang rumit.
BAB III
ANALISIS PENULIS

Sukmadinata (1997), Arifin (2011), Sukirman (2011) menyebutkan bahwa terdapat


empat landasan pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, landasan psikologis,
landasan sosial budaya, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ornstein dan Hunkins
mengemukakan bahwa terdapat empat landasan pengembangan kurikulum yakni landasan
filsafat, landasan sejarah, landasan psikologis, dan landasan sosial. Tyler mengemukakan
lima aspek filosofis dalam tujuan sekolah. Zais mengemukaakan konsep ekletik dimana
philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, dan learning
theory menjadi landasan pengembangan kurikulum. Sementara Mc Neil yang membahas
Kurikulum sistemik sebagai dasar KBK memaparkan landasan pengembangan kurikulum
dari landasan psikologi.

Arifin (2011) memaparkan secara detail landasan Pancasila sebagai landasan filosofis
pengembangan kurikulum di Indonesai dari sudut Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.
Sukirman (1997) lebih memaparkan filsafat pendidikan sebagai landasan pengembangan
kurikulum. Sedangkan Sukmadinata (1997) memandang filsafat sebagai landasan
pengembangan kurikulum dari kacamata dasar dasar filsafat Dewey yang menyatakan bahwa
experience is the only basis for knowledge and wisdom. Mengetahui tanpa mengalami adalah
omong ksosong. Sementara Ornstein (2009) selain memaparkan konsep landasan
pengembangan kurikulum menurut Tyler, juga memaparkan perkembangan filosofi
pendidikan perenialisme, esensialisme, progresivisme, rekonstruksinisme yang berkembang
dari landasan filosofis realisme, idealisme, dan pragmatisme.

Landasan psikologis sebagai landasan pengembangan kurikulum didasarkan pada


psikologi perkembangan dan psikologi belaja. Konsep behaviorime, Teori Piaget, metode
Montessori dan lainnya dipaparkan yang pada intinya untuk mengetahui kapan waktu terbaik
untuk mengajarkan sesuatu dan kondisi bagaimana yang terbaik dalam mempelajari sesuatu.
Mempertemuakan need dari siswa dengan interest yang mereka miliki. Landasan psikologis,
menurut penulis, bukan sesuatu yang berdiri sendiri melainkan saling melengkapi dalam
mencapai tujuan mengembangkan pendidikan.
Landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum terwakili oleh penuturan
Sukmadinata (1997) yang memandang tiga sifat pendidikan: 1. Pendidikan mengandung nilai
dan memberikan pertimbangan nilai, 2. Pendidikan diarahkan pada kehidupan dalam
masyarakat yakni menyiapkan anak anak untuk kehidupan dalam masyarakat, 3.
Pelaksaanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat tempat
pendidikan ini berlangsung. Ornstein menyebutkan bahwa kurikulum harus menyiapkan
siswa memiliki kompetensi yang sesuai dengan masyarakat yang bervariasi dan karakteristik
bangsa.

Perkembangan ilmu pengetahuna dan teknologi menyebabkan perkembangan pula


pada dunia pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung, Pengaruh langsung nya
adalah memberikan bahan yang akan disampaikan dalam pendidikan. Pengaruh tak langsung
adalah menyebabkan perkembangan msayarakat yang menimbulkan problema baru yang
menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan baru yang
dikembangkan dalam pendidikan.

Landasan sejarah hanya diungkapkan Ornstein dan Hunkins (98-99) yang


memaparkan teori kurikulum sejak Franklin Bobbit, Werret Charters, William Kilpatrict,
Tyler, hingga John Goodland. Sejarah ini mengungkapkan konsep, tujuan, dasar isi, dan
buku utama yang menjadi acuan. Bagaimana pada awalnya kurikulum ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan siswa saat dewasa nanti hingga saat ini dimana menempatkan
kurikulum sebagai pengelola kebutuhan masayarakat dan memiliki fungsi yang lebih luas
termasuk kognitif, sosial, kenegaraan, kejuruan, aestetik, dan moral.

Pengetahuan mengenai landasan pengembangan kurikulum menjadi hal yang krusial


dimiliki oleh orang-orang yang berperan dalam pendidikan. Berbagai landasan dalam
mengembangkan kurikulum akan menjadi dasar yang kuat dalam arah perkembangan
pendidikan di Indonesaia. Perubahan arah pendidikan Indonesia diawali dengan perubahan
kurikulum ke KBK yang menjadikan siswa sebagai pusat telah memberikan pengaruh besar.
Kompetensi ini akan menjadi acuan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan
nasional. Menciptakan generasi mendatang yang kompeten, berkarakter dan memiiki daya
juang dalam menghadapi kehidupan di masa depan.
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman
maupun kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau
menggunakan landasan yang kuat dan kokoh, agar dapat berfungsi serta berperan
sesuai dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam
tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan dalam UU no. 20 tahun 2003.
Pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam
setiap pengembangan kurikulum, yaitu:
a. Landasan Filosofis, yaitu asumsi-asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia,
hakikat pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum. Asumsiasumsi filosofis tersebut berimplikasi pada
permusan tujuan pendidikan, pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan
strategi, serta pada peranan peserta didik dan peranan pendidik.
b. Landasan psikologis, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang
dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi
yang harus menjadi acuan yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan mempelajari proses dan karaktersitik perkembangan
peserta didik sebagai subjek pendidikan, sedangkan psikologi belajar mempelajari
tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar. Ada tiga jenis teori belajar yang
mempunyai pengaru besar dalam pengembangan kurikulum, yaitu teori belajar
kognitif, behavioristik, dan humanistic.
c. Landasan sosial budaya, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi dan
antrofologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Karakterstik sosial budaya di mana peserta didik hidup berimplikasi pada
program pendidikan yang akan dikembangkan.
d. Landasan ilmiah dan teknologi, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari hasil-
hasil riset atau penelitian dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang menjadi titik
tolak dalam mengembangkan kurikulum. Pengembangan kurikulum
membutuhkan sumbangan dari berbagai kajian ilmiah dan teknologi baik yang
bersifat hardware maupun software sehingga pendidikan yang dilaksanakan dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pngetahuan dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. (2011). Konsep dan Model Pembangunan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Mc. Neil, John D. (1996). Contemporary Curriculum. Indianapolis: Wiley Jossey-Bass


Education

Ornstein, A.C.and Hunkins, F.P.(2009). Curriculum Foundations, Principles, and Issues.


Boston: Allyn and Bacon

Schnellert, Gary Loyd. (1993). Development of a curriculum model for vocational/technology


education. Iowa State University.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (1997). Pengembangan Kurikulum: teori dan Praktek. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.

Tyler, Ralph.W. (1949). Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago: The
University of Chicago Press.

Tim Pengembang MKDP. (2016). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : PT. Raja
Grafindo Persada

Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikaan


Nasional.

Zais, Robert.S. (1976). Curriculum: Principles and Foundations. New York: Harper & Row
Publisher Inc.

Anda mungkin juga menyukai