RESUME
Oleh:
PEKANBARU
2021
i
A. LANDASAN FILOSOFIS
dengan manusia sebagai subjek, sebagai objek dan sebagai pengelola. Oleh karena itu,
pendidikan selalu menjadi pusat interaksi manusia. Dalam interaksi ini tentunya ada tujuan
dan sasaran yang ingin dicapai, ada bahan atau materi yang saling berinteraksi, ada proses
yang saling berinteraksi dan ada kegiatan evaluasi untuk menentukan pencapaian proses dan
hasilnya. Untuk merumuskan dan mengembangkan setiap aspek dalam kaitannya dengan
setiap dimensi kurikulum, tentunya diperlukan jawaban atau pemikiran yang lebih
mendalam dan mendasar, atau dengan kata lain perlu menggunakan pemikiran filosofis.1
penunjangnya, dalam hal ini filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah aplikasi dan
pemikiran filosofis untuk penyelesaian masalah pendidikan. Selain itu dikatakan bahwa
kurikulum pada hakikatnya merupakan alat untuk pencapaian tujuan pendidikan, karena
tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh falsafah atau visi hidup suatu bangsa, sehingga
kurikulum yang dikembangkan secara alamiah juga mencerminkan falsafah hidup suatu
bangsa. kehidupan bangsa itu. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara
kurikulum pendidikan suatu negara dengan falsafah negara yang bersangkutan. Sebagai
contoh, Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu
sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita
dijajah Jepang maka orientasi kurikulum berpindah disesuaikan dengan kepentingan dan
sistem nilai negara Jepang. Setelah kemerdekaan, kurikulum pendidikan secara utuh
1
Afgani D., Jarnawi. (2011). Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. hlm
5
2
Ibid, hlm 6
1
Selain itu, Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan
rekonstruktivisme.3
dipelajari.
B. LANDASAN PSIKOLOGIS
oleh lingkungan dan kedewasaannya. Lingkungan yang dimaksud dapat berasal dari proses
dengan proses perubahan yang terjadi di kalangan siswa. Dengan adanya kurikulum
diharapkan perubahan yang terjadi pada diri siswa dapat membentuk keterampilan atau
dikaitkan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, sehingga landasan
3
Safaruddin. (2015). Landasan Pengembangan Kurikulum. Jurnal Kajian Islam dan Pendidikan. 7.(2). 98-114
Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai. hlm 101.
4
Ibid, hlm 102
5
Afgani D., Jarnawi. (2011). Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. hlm
7
2
masing-masing individu dalam kegiatan pembelajaran juga mendasari arah dan isi dalam
perbedaan secara psikologis dari materi dan isi kurikulum yang dikembangkan.6
pembelajaran. Guru/pendidik harus selalu berusaha untuk dapat mengajar siswa. Metode
pembelajaran dan pengajaran yang dapat memberikan hasil yang optimal tentunya
belajar. Anak adalah individu yang unik yang harus diperhatikan ketika mengembangkan
kurikulum. Setiap anak adalah pribadi yang mandiri dan memiliki perbedaan dan persamaan.
Implikasinya adalah:
a) setiap anak memiliki kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan
kebutuhannya;
b) lahir selain pelajaran umum (program dasar) yang harus dipelajari setiap anak di
rohani.7
psikologi belajar. Psikologi belajar atau teori belajar mengandung arus yang berbeda dalam
perkembangannya, misalnya teori disiplin mental atau teori kekuatan, perilaku dan
6
Ibid, hlm 7
7
Ibid, hlm 8
3
perkembangan spiritual. Pengaruh teori belajar terhadap proses belajar itu sendiri secara
C. LANDASAN SOSIOLOGI-TEKNOLOGIS
budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan adalah proses
sosialisasi melalui interaksi manusia dengan orang-orang terpelajar. Dalam konteks ini,
siswa dihadapkan pada budaya manusia, dimajukan dan dikembangkan sesuai dengan nilai-
masyarakat pada dasarnya mencerminkan cara orang berpikir, merasa, berusaha, atau
memiliki kebiasaan. Oleh karena itu, ketika mengembangkan kurikulum, perlu dipahami
budayanya. Kebudayaan adalah pola tingkah laku yang umumnya terekam dalam suatu
masyarakat, meliputi segala gagasan, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, dan
seni. Pengembangan kurikulum yang dilandasi oleh hal tersebut sifatnya umum, artinya
pengembangan kurikulum ini. Ada tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat dan harus
dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu logika, estetika, dan etika. Ilmu
pengetahuan dan budaya adalah nilai-nilai yang didasarkan pada logika (pikiran). Sebagai
akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakekatnya merupakan
peserta didik untuk hidup normal sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Sebagai
8
Ibid, hlm 8
9
Ibid, hlm 8
4
program pendidikan, kurikulum harus memenuhi tantangan dan tuntutan masyarakat.
Memenuhi persyaratan ini bukan hanya masalah kepatuhan konten, tetapi juga strategi
implementasi. Oleh karena itu, guru, pembina dan pelaksana kurikulum harus lebih peka
terhadap perkembangan di masyarakat agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan
berguna bagi kehidupannya di masyarakat. Calhoun, Light dan Keller menguraikan 7 fungsi
a) Keterampilan mengajar;
d) Membangun disiplin;
D. ALIRAN FILSAFAT
a. Aliran Idealis
Menurut filsafat idealisme, realitas atau realitas pada hakikatnya adalah spiritual
daripada fisik, mental daripada material. Jadi, menurut falsafah idealisme, manusia adalah
makhluk ruh, makhluk yang berakal dan teguh pendirian. Pikiran manusia memiliki
kemampuan rasional untuk memutuskan pilihan apa yang harus diambil. Berdasarkan ide
pembentukan karakter, pembentukan bakat manusia dan kebajikan sosial yang selaras
10
Ibid, hlm 9
11
Sukirman, Dadang. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: PT Rajawali Pers. Tim Pengembangan
MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. hlm 9
5
Oleh karena itu, tujuan pendidikan dari tingkat pusat (ideal) hingga perumusan tujuan
yang lebih operasional (pembelajaran) harus mencerminkan fitrah manusia sesuai dengan
pembentukan karakter, pengembangan bakat, dan kebajikan sosial. Konten kurikulum atau
mempersiapkan keterampilan kerja yang akan dicapai melalui program langsung dan proses
pendidikan. Bagi pendidik, ini berarti bahwa mereka bertanggung jawab untuk menciptakan
keunggulan kompetitif intelektual dan moral agar dapat menjadi panutan bagi siswa.12
b. Aliran Realisme
Dapat dikatakan bahwa filsafat realisme adalah kebalikan dari filsafat idealisme,
yang menurut filsafat realisme menganggap dunia atau realitas sebagai materi. Dunia terdiri
dari kesatuan nyata, material dan material, sedangkan filsafat menurut idealisme
menganggap realitas atau dunia sebagai mental, spiritual. Menurut realisme, manusia pada
dasarnya adalah apa yang dia lakukan. Mengingat segala sesuatu bersifat materi, maka tujuan
Oleh karena itu, jika kurikulum didasarkan pada filosofi realisme, maka harus
dikembangkan secara holistik, termasuk pengetahuan ilmiah, sosial, dan berbasis nilai. Isi
kurikulum disusun lebih efektif dalam bentuk mata pelajaran, karena memiliki
kecenderungan yang berpusat pada mata pelajaran. Bagi pendidik, ini berarti peran pendidik
diposisikan sebagai pengelola pendidikan atau pembelajaran. Untuk itu, pendidik harus
menghadapi tugas-tugas yang berkaitan dengan pendidikan, terutama yang berkaitan dengan
pembelajaran, seperti penguasaan metode, media, strategi, dan teknik pembelajaran. Secara
12
Ibid, hlm 9
13
Ibid, hlm 10
6
metodologis, unsur membiasakan sangat penting dan diutamakan ketika melaksanakan
c. Aliran Pragmatisme
Filsafat pragmatisme menganggap bahwa realitas tidak mungkin dan tidak perlu.
Realitas yang sebenarnya adalah realitas fisik, plural dan berubah. Menurut pragmatisme,
manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis, dan sosial. Orang dilahirkan tanpa
diberkahi dengan keterampilan bahasa, kepercayaan, ide, atau norma. Nilai baik dan buruk
ditentukan secara eksperimen dalam pengalaman hidup, jika hasilnya bermanfaat maka
perilaku tersebut dianggap baik. Oleh karena itu, tujuan pendidikan tidak ada habisnya,
yang berguna dalam memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan individu dan
sosial.15
Implikasi terhadap pengembangan isi atau bahan pada kurikulum adalah wajib
kebutuhan siswa. Warisan- warisan sosial dan masa kemudian nir mmenjadi masalah,
kehidupan yg lebih baik dalam ketika ini juga pada masa yg akan datang. Oleh karenanya
proses pendidikan dan pembelajaran secara metodologis wajib diarahkan dalam upaya
dan membimbing siswa buat belajar tanpa wajib terlampau jauh mendikte para siswa.16
14
Ibid, hlm 10
15
Ibid, hlm 11
16
Ibid, hlm 11
7
d. Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah ajaran filosofis bahwa semua gejala muncul dari keberadaan
(eksistensi). Eksistensi adalah sejenis manusia di dunia. Dimana cara manusia untuk ada
berbeda dari cara benda-benda material ada. Dimana keberadaan objek material didasarkan
pada ketidaksadaran diri dan tidak ada komunikasi di antara mereka. Tetapi manusia berbeda
dari materi, manusia berada pada pijakan yang sama dengan orang lain. Benda-benda
material akan menjadi signifikan berkat manusia. Maka lahirlah eksistensialisme karena
ingin mengembalikan manusia pada tempatnya yang sebenarnya. Orang sebagai subjek dan
sebagai objek.17
Kata Eksistensialisme berasal dari kata Eksistensi yang terdiri dari dua kata yaitu ex
yang berarti keluar dan mendengarkan yang berarti berdiri atau bangkit. Bahasa keberadaan
terdiri dalam membahas keberadaan orang sendiri atau tanpa paksaan dari orang lain.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang percaya bahwa kebenaran berada dalam
kebebasannya sendiri dan menolak untuk mengikuti aliran, kepercayaan, dan sistem.18
Jadi, menurut eksistensialisme, kebenaran itu relatif dan bisa berubah di lain waktu.
Karena setiap orang dapat dengan bebas memutuskan apa yang menurut mereka benar.
sebagai tempat yang memberikan kebebasan dan tidak membatasi atau mengkompromikan
keinginan atau kebutuhan siswa. Sehingga pendidik dapat mendorong setiap individu untuk
17
Rohmah, Lailatu. (2019). Eksistensialisme Dalam Pendidikan. Jurnal Kependidikan dan Sosial Keagamaan.
5.(1). 86-100. UIN Sunan Kalijaga. hlm 87
18
Ibid, hlm 87
19
Ibid, hlm 88
8
mengembangkan potensi penuh mereka untuk realisasi diri. Setiap individu memiliki
kebutuhan dan perhatian khusus mengenai aktualisasi diri, sehingga tidak ada kurikulum
berkontribusi pada pencarian makna individu dan muncul dengan kepekaan pribadi.
Kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang memberikan kebebasan individu yang besar
kepada siswa dan memaksa mereka untuk mengajukan pertanyaan, melakukan penelitian
mereka sendiri, dan menarik kesimpulan mereka sendiri. Menurut eksistensialisme, tidak
ada topik yang lebih penting dari yang lain. Topik adalah materi di mana orang dapat
20
Ibid, hlm 93
21
Ibid, hlm 95
9
DAFTAR PUSTAKA
Afgani D., Jarnawi. (2011). Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta:
Universitas Terbuka.
10