Anda di halaman 1dari 11

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

RESUME

Oleh:

Dwi Yudistira Suhendra (156311305)

Muhammad Fathurrahman Akbar (206310382)

Muhammad Kevin Iqbal (206313011)

ENGLISH LANGUAGE EDUCATION TEACHERS TRAINING AND

EDUCATION FACULTY UNIVERSITY OF ISLAM RIAU

PEKANBARU

2021

i
A. LANDASAN FILOSOFIS

Landasan filosofis tersebut mengandung makna bahwa pendidikan selalu berkaitan

dengan manusia sebagai subjek, sebagai objek dan sebagai pengelola. Oleh karena itu,

pendidikan selalu menjadi pusat interaksi manusia. Dalam interaksi ini tentunya ada tujuan

dan sasaran yang ingin dicapai, ada bahan atau materi yang saling berinteraksi, ada proses

yang saling berinteraksi dan ada kegiatan evaluasi untuk menentukan pencapaian proses dan

hasilnya. Untuk merumuskan dan mengembangkan setiap aspek dalam kaitannya dengan

setiap dimensi kurikulum, tentunya diperlukan jawaban atau pemikiran yang lebih

mendalam dan mendasar, atau dengan kata lain perlu menggunakan pemikiran filosofis.1

Pendidikan sebagai ilmu terapan tentunya membutuhkan ilmu-ilmu lain sebagai

penunjangnya, dalam hal ini filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah aplikasi dan

pemikiran filosofis untuk penyelesaian masalah pendidikan. Selain itu dikatakan bahwa

kurikulum pada hakikatnya merupakan alat untuk pencapaian tujuan pendidikan, karena

tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh falsafah atau visi hidup suatu bangsa, sehingga

kurikulum yang dikembangkan secara alamiah juga mencerminkan falsafah hidup suatu

bangsa. kehidupan bangsa itu. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara

kurikulum pendidikan suatu negara dengan falsafah negara yang bersangkutan. Sebagai

contoh, Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu

sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita

dijajah Jepang maka orientasi kurikulum berpindah disesuaikan dengan kepentingan dan

sistem nilai negara Jepang. Setelah kemerdekaan, kurikulum pendidikan secara utuh

menggunakan Pancasila sebagai dasar dan falsafah dalam pengembangannya.2

1
Afgani D., Jarnawi. (2011). Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. hlm
5
2
Ibid, hlm 6
1
Selain itu, Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan

kurikulum.Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan,kita dikenalkan pada berbagai

aliran filsafat,seperti :perenialisme,Essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan

rekonstruktivisme.3

a) Landasan filsafat dalam pengembangan kurikulum memilki empat fungsi

yaitu :Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan.

b) Filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus

dipelajari.

c) Filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan

d) Filsafat dapat menentukan tolak ukur keberhasilan.4

B. LANDASAN PSIKOLOGIS

Landasan ini didasarkan pada prinsip bahwa perkembangan seseorang dipengaruhi

oleh lingkungan dan kedewasaannya. Lingkungan yang dimaksud dapat berasal dari proses

pendidikan. Kurikulum sebagai instrumen pencapaian tujuan pendidikan tentunya berkaitan

dengan proses perubahan yang terjadi di kalangan siswa. Dengan adanya kurikulum

diharapkan perubahan yang terjadi pada diri siswa dapat membentuk keterampilan atau

kompetensi yang aktual dan potensial.5

Karakteristik perilaku setiap individu pada tahap perkembangan yang berbeda

merupakan kajian psikologi evolusioner, sehingga pengembangan kurikulum harus selalu

dikaitkan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, sehingga landasan

psikologis harus menjadi dasar pengembangan kurikulum. Perbedaan psikologis dari

3
Safaruddin. (2015). Landasan Pengembangan Kurikulum. Jurnal Kajian Islam dan Pendidikan. 7.(2). 98-114
Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai. hlm 101.
4
Ibid, hlm 102
5
Afgani D., Jarnawi. (2011). Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. hlm
7

2
masing-masing individu dalam kegiatan pembelajaran juga mendasari arah dan isi dalam

pengembangan kurikulum. Landasan ini bertujuan untuk menyesuaikan masing-masing

perbedaan secara psikologis dari materi dan isi kurikulum yang dikembangkan.6

Perkembangan yang dialami siswa pada umumnya diperoleh melalui proses

pembelajaran. Guru/pendidik harus selalu berusaha untuk dapat mengajar siswa. Metode

pembelajaran dan pengajaran yang dapat memberikan hasil yang optimal tentunya

membutuhkan pemikiran yang mendalam, yang terbukti ketika mempelajari psikologi

belajar. Anak adalah individu yang unik yang harus diperhatikan ketika mengembangkan

kurikulum. Setiap anak adalah pribadi yang mandiri dan memiliki perbedaan dan persamaan.

Implikasinya adalah:

a) setiap anak memiliki kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan

kebutuhannya;

b) lahir selain pelajaran umum (program dasar) yang harus dipelajari setiap anak di

sekolah, pelajaran juga ditawarkan sesuai dengan minat anak;

c) Selain memberikan materi pelatihan yang bersifat profesional, kurikulum juga

menawarkan materi pendidikan yang bersifat ilmiah. Anak-anak berbakat akademik

memiliki kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya;

d) Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap dan

keterampilan yang menggambarkan manusia seutuhnya yang utuh jasmani dan

rohani.7

Pada hakikatnya pandangan seseorang terhadap belajar dipengaruhi oleh aliran

psikologi belajar. Psikologi belajar atau teori belajar mengandung arus yang berbeda dalam

perkembangannya, misalnya teori disiplin mental atau teori kekuatan, perilaku dan

6
Ibid, hlm 7
7
Ibid, hlm 8
3
perkembangan spiritual. Pengaruh teori belajar terhadap proses belajar itu sendiri secara

khusus dibahas dalam prinsip-prinsip belajar.

C. LANDASAN SOSIOLOGI-TEKNOLOGIS

Landasan sosiologi didasarkan pada kenyataan bahwa pendidikan adalah proses

budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan adalah proses

sosialisasi melalui interaksi manusia dengan orang-orang terpelajar. Dalam konteks ini,

siswa dihadapkan pada budaya manusia, dimajukan dan dikembangkan sesuai dengan nilai-

nilai budayanya, dan ditingkatkan kemampuannya menjadi manusia. Kurikulum setiap

masyarakat pada dasarnya mencerminkan cara orang berpikir, merasa, berusaha, atau

memiliki kebiasaan. Oleh karena itu, ketika mengembangkan kurikulum, perlu dipahami

budayanya. Kebudayaan adalah pola tingkah laku yang umumnya terekam dalam suatu

masyarakat, meliputi segala gagasan, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, dan

seni. Pengembangan kurikulum yang dilandasi oleh hal tersebut sifatnya umum, artinya

berlaku bagi kehidupan masyarakat.8

Sehubungan dengan itu, teknologi juga menjadi bagian dalam landasan

pengembangan kurikulum ini. Ada tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat dan harus

dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu logika, estetika, dan etika. Ilmu

pengetahuan dan budaya adalah nilai-nilai yang didasarkan pada logika (pikiran). Sebagai

akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakekatnya merupakan

hasil kebudayaan manusia, kehidupan manusia semakin berkembang dan bertambah,

sehingga tuntutan hidup semakin meningkat.9

Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup dalam rangka mempersiapkan

peserta didik untuk hidup normal sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Sebagai

8
Ibid, hlm 8
9
Ibid, hlm 8
4
program pendidikan, kurikulum harus memenuhi tantangan dan tuntutan masyarakat.

Memenuhi persyaratan ini bukan hanya masalah kepatuhan konten, tetapi juga strategi

implementasi. Oleh karena itu, guru, pembina dan pelaksana kurikulum harus lebih peka

terhadap perkembangan di masyarakat agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan

berguna bagi kehidupannya di masyarakat. Calhoun, Light dan Keller menguraikan 7 fungsi

sosial pendidikan yang harus diperhatikan oleh pendidik, yaitu:

a) Keterampilan mengajar;

b) transmisi budaya lahir;

c) Mempromosikan adaptasi terhadap lingkungan;

d) Membangun disiplin;

e) Menggerakkan kerja kelompok;

f) Meningkatkan perilaku etis;

g) Memilih talenta dan hadiahi kinerja.10

D. ALIRAN FILSAFAT

a. Aliran Idealis

Menurut filsafat idealisme, realitas atau realitas pada hakikatnya adalah spiritual

daripada fisik, mental daripada material. Jadi, menurut falsafah idealisme, manusia adalah

makhluk ruh, makhluk yang berakal dan teguh pendirian. Pikiran manusia memiliki

kemampuan rasional untuk memutuskan pilihan apa yang harus diambil. Berdasarkan ide

filosofis idealisme bahwa tujuan pendidikan harus dikembangkan dalam mengejar

pembentukan karakter, pembentukan bakat manusia dan kebajikan sosial yang selaras

dengan kodrat manusia.11

10
Ibid, hlm 9
11
Sukirman, Dadang. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: PT Rajawali Pers. Tim Pengembangan
MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. hlm 9
5
Oleh karena itu, tujuan pendidikan dari tingkat pusat (ideal) hingga perumusan tujuan

yang lebih operasional (pembelajaran) harus mencerminkan fitrah manusia sesuai dengan

pembentukan karakter, pengembangan bakat, dan kebajikan sosial. Konten kurikulum atau

sumber pengetahuan dirancang untuk mengembangkan keterampilan berpikir manusia dan

mempersiapkan keterampilan kerja yang akan dicapai melalui program langsung dan proses

pendidikan. Bagi pendidik, ini berarti bahwa mereka bertanggung jawab untuk menciptakan

lingkungan yang kondusif bagi penyelenggaraan pendidikan. Pendidik harus memiliki

keunggulan kompetitif intelektual dan moral agar dapat menjadi panutan bagi siswa.12

b. Aliran Realisme

Dapat dikatakan bahwa filsafat realisme adalah kebalikan dari filsafat idealisme,

yang menurut filsafat realisme menganggap dunia atau realitas sebagai materi. Dunia terdiri

dari kesatuan nyata, material dan material, sedangkan filsafat menurut idealisme

menganggap realitas atau dunia sebagai mental, spiritual. Menurut realisme, manusia pada

dasarnya adalah apa yang dia lakukan. Mengingat segala sesuatu bersifat materi, maka tujuan

pendidikan harus dirumuskan, khususnya ditujukan untuk mengadaptasi kehidupan dan

melaksanakan tanggung jawab sosial.13

Oleh karena itu, jika kurikulum didasarkan pada filosofi realisme, maka harus

dikembangkan secara holistik, termasuk pengetahuan ilmiah, sosial, dan berbasis nilai. Isi

kurikulum disusun lebih efektif dalam bentuk mata pelajaran, karena memiliki

kecenderungan yang berpusat pada mata pelajaran. Bagi pendidik, ini berarti peran pendidik

diposisikan sebagai pengelola pendidikan atau pembelajaran. Untuk itu, pendidik harus

menghadapi tugas-tugas yang berkaitan dengan pendidikan, terutama yang berkaitan dengan

pembelajaran, seperti penguasaan metode, media, strategi, dan teknik pembelajaran. Secara

12
Ibid, hlm 9
13
Ibid, hlm 10
6
metodologis, unsur membiasakan sangat penting dan diutamakan ketika melaksanakan

program pendidikan atau pembelajaran filsafat realisme.14

c. Aliran Pragmatisme

Filsafat pragmatisme menganggap bahwa realitas tidak mungkin dan tidak perlu.

Realitas yang sebenarnya adalah realitas fisik, plural dan berubah. Menurut pragmatisme,

manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis, dan sosial. Orang dilahirkan tanpa

diberkahi dengan keterampilan bahasa, kepercayaan, ide, atau norma. Nilai baik dan buruk

ditentukan secara eksperimen dalam pengalaman hidup, jika hasilnya bermanfaat maka

perilaku tersebut dianggap baik. Oleh karena itu, tujuan pendidikan tidak ada habisnya,

karena pendidikan adalah pertumbuhan yang permanen, proses rekonstruksi yang

berkelanjutan. Sebaliknya, tujuan pendidikan ditujukan untuk memperoleh pengalaman

yang berguna dalam memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan individu dan

sosial.15

Implikasi terhadap pengembangan isi atau bahan pada kurikulum adalah wajib

memuat pengalaman-pengalaman yg sudah teruji, yg sinkron menggunakan minat dan

kebutuhan siswa. Warisan- warisan sosial dan masa kemudian nir mmenjadi masalah,

lantaran penekanan pendidikan dari faham fragmatisme merupakan menyongsong

kehidupan yg lebih baik dalam ketika ini juga pada masa yg akan datang. Oleh karenanya

proses pendidikan dan pembelajaran secara metodologis wajib diarahkan dalam upaya

pemecahan masalah, penyelidikan dan penemuan. Peran pendidik merupakan memimpin

dan membimbing siswa buat belajar tanpa wajib terlampau jauh mendikte para siswa.16

14
Ibid, hlm 10
15
Ibid, hlm 11
16
Ibid, hlm 11
7
d. Aliran Eksistensialisme

Eksistensialisme adalah ajaran filosofis bahwa semua gejala muncul dari keberadaan

(eksistensi). Eksistensi adalah sejenis manusia di dunia. Dimana cara manusia untuk ada

berbeda dari cara benda-benda material ada. Dimana keberadaan objek material didasarkan

pada ketidaksadaran diri dan tidak ada komunikasi di antara mereka. Tetapi manusia berbeda

dari materi, manusia berada pada pijakan yang sama dengan orang lain. Benda-benda

material akan menjadi signifikan berkat manusia. Maka lahirlah eksistensialisme karena

ingin mengembalikan manusia pada tempatnya yang sebenarnya. Orang sebagai subjek dan

sebagai objek.17

Kata Eksistensialisme berasal dari kata Eksistensi yang terdiri dari dua kata yaitu ex

yang berarti keluar dan mendengarkan yang berarti berdiri atau bangkit. Bahasa keberadaan

terdiri dalam membahas keberadaan orang sendiri atau tanpa paksaan dari orang lain.

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang percaya bahwa kebenaran berada dalam

kebebasannya sendiri dan menolak untuk mengikuti aliran, kepercayaan, dan sistem.18

Jadi, menurut eksistensialisme, kebenaran itu relatif dan bisa berubah di lain waktu.

Karena setiap orang dapat dengan bebas memutuskan apa yang menurut mereka benar.

Dalam eksistensialisme, setiap individu didorong untuk mengembangkan segala

kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Aliran ini juga menawarkan

berbagai pengalaman yang luas dan lengkap di semua bidang kehidupan.19

Tujuan filsafat eksistensialisme dalam pendidikan adalah menjadikan sekolah

sebagai tempat yang memberikan kebebasan dan tidak membatasi atau mengkompromikan

keinginan atau kebutuhan siswa. Sehingga pendidik dapat mendorong setiap individu untuk

17
Rohmah, Lailatu. (2019). Eksistensialisme Dalam Pendidikan. Jurnal Kependidikan dan Sosial Keagamaan.
5.(1). 86-100. UIN Sunan Kalijaga. hlm 87
18
Ibid, hlm 87
19
Ibid, hlm 88
8
mengembangkan potensi penuh mereka untuk realisasi diri. Setiap individu memiliki

kebutuhan dan perhatian khusus mengenai aktualisasi diri, sehingga tidak ada kurikulum

yang jelas ketika mendefinisikan kurikulum dan berlaku secara umum.20

Aliran eksistensialisme menilai kurikulum dengan apakah kurikulum itu

berkontribusi pada pencarian makna individu dan muncul dengan kepekaan pribadi.

Kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang memberikan kebebasan individu yang besar

kepada siswa dan memaksa mereka untuk mengajukan pertanyaan, melakukan penelitian

mereka sendiri, dan menarik kesimpulan mereka sendiri. Menurut eksistensialisme, tidak

ada topik yang lebih penting dari yang lain. Topik adalah materi di mana orang dapat

menemukan diri mereka sendiri dan persepsi mereka tentang dunia. 21

20
Ibid, hlm 93
21
Ibid, hlm 95
9
DAFTAR PUSTAKA

Afgani D., Jarnawi. (2011). Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Safaruddin. (2015). Landasan Pengembangan Kurikulum. Jurnal Kajian Islam dan

Pendidikan. 7.(2). 98-114. Sinjai: Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai.

Sukirman, Dadang. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: PT Rajawali Pers.

Rohmah, Lailatu. (2019). Eksistensialisme Dalam Pendidikan. Jurnal Kependidikan dan

Sosial Keagamaan. 5.(1). 86-100. Depok: UIN Sunan Kalijaga.

10

Anda mungkin juga menyukai