Anda di halaman 1dari 18

2.

1 Landasan Filosofis dalam Pengembangan Kurikulum


Dalam proses pendidikan terdapat 6 unsur yang terlibat di dalamnya, yaitu
tujuan pendidikan, pendidik, anak didik, isi pendidikan, alat pendidikan dan
lingkungan pendidikan. Keenam unsur tersebut memiliki peranan yang amat
menentukan sehingga dalam merumuskan, mengembangkan dan menentukan setiap
unsur yang terlibat dalam proses pendidikan harus dilakukan melalui hasil berpikir
yang mendalam, logis, sistematis dan menyeluruh (filosofis).
Kurikulum sebagai program pendidikan terdiri dari empat unsur utama, yaitu
pengembangan tujuan, isi/materi, metode/proses, dan pengembangan evaluasi.
Dimana dalam merumuskan dan mengembangkan setiap unsur dari kurikulum
tersebut harus dilakukan dengan mengembangkan pemikiran yang mendalam, logis,
sistematis atau dengan kata lain dirumuskan dengan menggunakan hasil pemikiran
filosofis.
Adapun yang dimaksud dengan landasan filosofis dalam pengembangan
kurikulum yaitu asumsi-asumsi atau rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir
secara mendalam, analistis, kritis dan sistematis dalam merencanakan, melaksankan,
membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai
rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di sekolah.
Landasan filosofi dalam pengembangan kurikulum akan membahas dan
mengidentifikasi landasan filsafat dan implikasinya dalam mengembangkan
kurikulum. Filsafat ini mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi manusia,
termasuk masalah pendidikan. Filsafat pendidikan pada dasarnya merupakan
penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan.
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas
peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum,
proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasil belajar, hubungan peserta
didik dengan masyarakat dan lingkungan alam di sekitarnya. Kurikulum 2013
dikembangkan dengan landasan filosofis yang memberikan dasar bagi
pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas
yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.
Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa, filsafat
merupakan nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapain tujuan
pendidikan. Menurut Redja Mudyaharjo dalam (Sukirman, TT: 9), terdapat tiga
sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran
pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu
filsafat Idealisme, Realisme, dan filsafat Fragmatisme.
1. Landasan Filosofis Pendidikan Idealisme
Menurut filsafat idealisme, kenyataan pada hakikatnya adalah bersifat spiritual
daripda bersifat fisik, bersifat mental daripada maerial. Sehingga, menurut
filsafat idealisme manusia adalah mahkluk yang cerdas dan bertujuan. Pikiran
manusia dberikan kemampuan rasional sehingga dapat menentukan pilihan

mana yang harus diikutinya. Berdasarkan pemikiran filsafat idealisme bahwa


tujuan pendidikan harus dikembangkan pada upaya pembentukan karakter,
pembentukan bakat insani dan kebajikan sosial sesuai dengan hakikat
kemanusiannya. Isi kurikulum atau sumber pengetahuan dirancang untuk
mengembangkan kemampuan berpikir manusia, menyiapkan ketrampilan
bekerja yang dilakukan memlaui program dan proses pendidikan secara praktis.
Implikasi bagi para pendidik, yaitu harus bertanggung jawab untuk menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi terselenggaranya pendidikan. Pendidik harus
memiliki keunggulan kompetitif baik segi intelektual maupun moral, sehingga
dapat menjadi panutan bagi peserta didik.
2. Landasan Filosofi Pendidikan Realisme
Filsafat realisme memandang bahwa dunia bersifat materi. Dunia terbentuk dari
kesatuan yang nyata, substansial dan material. Mengingat segala sesuatu
dikatakan bersifat materi oleh filsafat realisme ini, maka tujuan pendidikan
irumuskan atau diarahkan untuk melalukan penyesuain diri dalam hidup dan
melaksanakan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, kurikulum yang
dkembangkan berdasarkan filsafat ini harus dikembangkan secara komprehensif
meliputi pengetahuan yang bersifat sains, sosial, maupun muatan nilai-nilai.
Implkasi bagai para pendidikan terutama bahwa peran pendidikan diposisikan
sebagai pengelola pendidikan atau pembelajaran. Sehingga pendidikan harus
menguasai tugas-tugas yang terkait dengan pendidikan khususnya dengan
pemblejaran, seperti penguasaan terhadap metode, media, dan strategi serta
teknik pembelajaran.
3. Landasan Filosofis Pendidikan Fragmatisme
Filsafat ini memandang bahwa kenyataan tidaklah mungkin dan tidak perlu.
Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik plural dan berubah. Manusia
menurut fragmatisme adalah hasil evaluasi biologis, psiklogis dan sosial.
Manusia ahir tanpa dibekali oleh kemampuan bahasa, keyakinan, gagasan atau
norma-norma. Tujuan pendidikan lebih diarahkan pada upaya untuk
memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah baru dalam
kehidupan individu maupun sosial. Oleh karena itu, tujuan pendidikan tidak ada
batas akhirnya, sebab pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses
rekonstruksi yang berlangsung secara terus menerus. Implikasi terhadap
pengembangan isi atau bahan dalam kurikulum ialah harus memuat
pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan
kebutuhan siswa. Fokus dari pendidikan menurut paham fragmatisme adalah
menyongsong kehidupan yang lebih bai pada saat ii maupun di masa datang.
Oleh karena itu, proses pendidikan dan pembelajaran secara metodologis harus
diarahkan pada upaya pemecahan masalah, penyelidikan dan penemuan, peran
pendidik adalah memimpin dan membimbing peserta didik untuk belajar tnpa
harus terlamau jauh mendikte para siswa atau membiarkan peserya didik untuk
belajar mandiri.
Walaupun banyak aliran filsafat pendidikan yang dapat dijadikan sebagai
referensi oleh para pengembang kurikulum dalam melaksanakan tugasnya, akan
tetapi sebagai bangsa Indonesia kit harus tetap kokoh komitmen untuk
mengembangkan Pancasila sebagai landasan filosofi dalam mengembangkan

kurikulum. Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada


pandangan dan cara hidup manusia Indonesia, yaitu Pancasila, hal ini berarti bahwa
pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang
berpancasila. Sehingga, dapat dikatakan landasan dan arah yang ingin diwujudkan
oleh pendidikan di Indnesia adalah yang sesuai dengan kansungan falsafah Pancasila
itu sendiri. Undang-Undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
merumuskan, Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta pradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk
berkembangnya potensi pesserya didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap
kreatif, mandiri, an menjadi warga negara yang demkratis serta bertanggung jawab.
Rumusan tujuan tersebut merupakan keinginan luhur yang harus menjadi inspirasi
dan sumber bagi para pengelola pendidikan seperti guru, kepla sekolah dan para
pengawas pendidikan dan para pembuat kebijakan pendidikan agar dalam
merencanakan, melaksankan membina dan mengembangkan kurikulum didasarkan
pada nilai-nilai yang dikandung dalam falsafah bangsa yaitu Pancasila dan
perangkat-perangkat hukum yang ada di bahwahnya seperti Undang-Undang.
Pelaksanan penjabaran dan pengembangan kurikulum meliputi menjabarkan ke
dalam tujuan, menembangkan isi atau bahan, mengembangkan metode atau proses
pendidikan dan hubungan antara pendidik dan peserya didik, pengembangan evalusi
semuanya secara konsukwen dan konsukwen dan konsisten merefleksikan nilai-nilai
yang terkandung dalam rumusan tujuan pendikan nasional.
Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi pendidikan yang dapat digunakan
secara spesifik untuk pengembangan kurikulum yang dapat menghasilkan manusia
yang berkualitas. Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan
menggunakan filosofi sebagai berikut:
a. Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan
bangsa masa kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan Kurikulum
2013 dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam,
diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini, dan untuk membangun dasar
bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan. Untuk mempersiapkan
kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik, maka kurikulum 2013
mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan luas bagi
peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di
masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan
kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli
terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.
b. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan
filosofi ini, prestasi bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa lampau
adalah sesuatu yang harus termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta
didik. Proses pendidikan adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi kemampuan
berpikir rasional dan kecemerlangan akademik dengan memberikan makna
terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya
berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai dengan

tingkat kematangan psikologis serta kematangan fisik peserta didik. Selain


mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan cemerlang dalam
akademik, Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan budaya tersebut
dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan dimanifestasikan
dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial di masyarakat sekitarnya, dan
dalam kehidupan berbangsa masa kini.
c. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan
kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini
menentukan bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran
adalah pembelajaran disiplin ilmu (essentialism). Filosofi ini mewajibkan
kurikulum memiliki nama Mata pelajaran yang sama dengan nama disiplin
ilmu, selalu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan
kecemerlangan akademik.
d. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang
lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan
berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun
kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik (experimentalism and social
reconstructivism). Dengan filosofi ini, Kurikulum 2013 bermaksud untuk
mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan dalam berpikir
reflektif bagi penyelesaian masalah sosial di masyarakat, dan untuk
membangun kehidupan masyarakat demokratis yang lebih baik.
Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan filosofi sebagaimana di
atas dalam mengembangkan kehidupan individu peserta didik dalam beragama,
seni, kreativitas, berkomunikasi, nilai dan berbagai dimensi inteligensi yang sesuai
dengan diri seorang peserta didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan ummat
manusia.

2.2 Landasan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum


Pendidikan merupakan sebuah proses yang bersentuhan langsung dengan
tingkah laku peserta didik. Proses yang terjadi dalam pendidikan berupa interaksi
peserta didik dengan lingkungannya, baik fisik, maupun lingkungan sosialnya.
Pendidikan mengharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju
kedewasaan, baik dewasa dari segi fisik, mental, emosional, moral, intelektual,
maupun sosial. Meskipun demikian, tidak semua perubahan prilaku dapat terjadi
oleh penyesuaian program pendidikan.
Perubahan perilaku peserta didik tidak hanya dipengaruhi oleh program
pendidikan itu sendiri, tapi juga oleh faktor eksternal (lingkungan). Sebagai alat
pencapai program/tujuan pendidikan, kurikulum tentunya sudah memiliki
keterhubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Kurikulum harus
mampu menjadi alat yang mampu mentransformasi kemampuan potensial menjadi
kemampuan aktualisasi.

Pentingnya perubahan perilaku sebagai salah satu tolak ukur pengembangan


kurikulum merujuk pada landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum. Hal
ini mengingat perilaku seseorang sangat bergantung pada kondisi psikologis orang
tersebut. Landasan psikologis ini sendiri meliputi tentang kajian apa dan bagaiamana
perkembangan peserta didik dan bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu
terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum adalah suatu asumsi
psikologi yang dijadikan titik tolak pengembangan kurikulum. Dalam pendidikan
tejadi proses interaksi antar individu. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya
karena kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis sebenarnya merupakan karakter
psikofisik seseorang sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai bentuk
perilaku interaksi dengan lingkungannya. Dalam pengembangan kurikulum, minimal
ada dua landasan psikologi yang mempengaruhinya, yaitu psikologi perkembangan
dan psikologi belajar (Rahmadonna, 2016). Selain itu, Nana Syaodih Sukmadinata
(1997) dalam (Anonim, 2014) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi
perkembangan dan (2) psikologi belajar.
Psikologi perkembangan mempelajari proses dan karaktersitik perkembangan
peserta didik sebagai subjek pendidikan, sedangkan psikologi belajar mempelajari
tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar. Ada tiga jenis teori belajar yang
mempunyai pengaru besar dalam pengembangan kurikulum, yaitu teori belajar
kognitif, behavioristik, dan humanistik. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis
landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum secara lebih rinci.

A. Psikologis Perkembangan
Menurut Chaplin (1979) .... That branch of psychology which studies
processes of pra and post natal growth and the maturation of behavior" yang artinya
psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses
perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan
perilaku. Sejalan dengan itu, Ross Vasta, dkk. (1992) mengemukakan bahwa
psikologi perkembangan adalah cabang psikologi yang mempelajari perubahan
tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai
masa konsepsi sampai mati.
Pemahaman tentang perkembangan peserta didik menajdi sangat penting
karena melalui kajian perkembangan peserta didik kurikulum dapat dikembangkan
sesuai karakteristik peserta didik yang notabene adalah sasaran peserta didik. baik
penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang harus
disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari segi
evaluasi pembelajaran.

Perkembangan setiap individu terintegrasi dalam bebrapa fase


perkembangan. Menurut Hurlock, E. (1980) fase-fase tersebut dapat dirinci sebagai
berikut.
1. Tahap I : fase pranata (sebelum lahir, yaitu masa konsepsi sampai dengan 9
bulan)
2. Tahap II : Infancy (orok, lahir 10-14 hari)
3. Tahap III : childhood (kanak-kanak, yaitu 2 tahun sampai remaja),
4. Tahap IV : adolescence/puberty yaitu 11-13 tahun

Sejalan dengan itu, Rousseau mengemukakan tahapan perkembangan


adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.

Tahap I : 0,0 2,0 tahun, usia pengasuhan


Tahap II : 2,0 12,0 masa pendidikan jasmani dan latihan pancaindera
Tahap III : 12,0 15,0 periode pendidikan akal
Tahap IV : 15- 20,0 periode pendidikan watak dan pendidikan agama.
Menurut Yusuf, S. (2005) penahapan perkembangan harus bersifat elektif,
yaitu bersifat universal (dapat meramu berbagai pendapat yang ada/tidak terpaku
pada satu pendapat saja). Oleh karenanya, tahapan perkembangan dapat dinyatakan
sebagai berikut.
Tabel X. Tahapan Perkembangan Individu
TAHAP
PERKEMBANGAN
Masa usia prasekolah
Masa usia sekolah dasar
Masa usia sekolah menengah
Masa usia mahasiswa

USIA
0,0 6 tahun
6,0 12 tahun
12,0 -18 tahun
18,0 25 tahun

Sumber: Yusuf, S. (2005)


Setiap tahapan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, penekanan pada
setiap tahapan memiliki ke khasan nya sendiri. Berikut penjelasan secara rinci
mengenai tahapan-tahapan diatas.
1. Tahap usia prasekolah
Tahap usia prasekolah ini dapat uraikan menjadi dua uraian, yakni masa
vital dan masa estetik. Pada masa vital, individu menggunakan fungsi-fungsi
biologis untuk merespon berbagai hal yang terdapat di lingkungannya. Pada masa ini
perkembangan fisik berlangsung sangat pesat dibandingkan dengan aspek-aspek
perkembangan lainnya. Sedangkan masa estetika adalah rentang diamana anak sudah

mulai merasakan keindahan dan masa dimana anak sudah mulai memiliki kepekaan
akan rangsangan (stimulus) melalui seluruh inderanya. Para ahli pendidikan anak
usia dini menyebut masa ini adalah the golden age atau masa emas, karena masa
ini adalah saat yang tepat bagi anak untuk mengembangkan aspek-aspek
perkembangannya secara menyeluruh.
2. Tahap usia sekolah dasar
Pada tahapan ini, umumnya anak sudah menunjukkan perhatia yang cukup
baik terhadap ilmu pengetahuan oleh karenanya, tahap ini juga sering disebut
sebagai periode intelktual. Pada masa ini anak-anak lebih mudah diarahkan, diberi
tugas yang harus diselesaikan, dan cenderung mudah untuk belajar berbagai
kebiasaan seperti makan, tidur, bangun, dan belajar pada waktu dan tempatnya
dibandingkan dengan masa prasekolah.
3. Tahap usia sekolah menengah
Masa sekolah menegah (Remaja) merupakan masa yang memiliki sifat khas
dan merupakan akar dari keberlajutan individu dalam persiapan masuk ke
lingkungan masyarakat orang dewasa.
Berdasarkan uraian tentang perkembangan peserta didik diatas, maka
pemahaman tersebut berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum, dianataranaya
adalah sebagai berikut.
a. Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat
dan kebutuhannya.
b. Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib
dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai
dengan minat anak.
c. Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga
menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di
bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang
pendidikan berikutnya.
d. Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap,
dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan
batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran
(actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat
kepada perubahan tingkah laku peserta didik.
b. Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan
perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
c. Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf
perkembangan anak.
d. Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
e. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara
terus menerus.

B. PSIKOLOGI BELAJAR
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar
dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar
yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari
pengembangan kurikulum (Anonim, 2014)
Psikologi belajar yaitu suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Secara
sederhana, belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi
melalui pengalaman. Menurut Hilgard dan Bower dalam (Awaludin, 2013)
menambahkan perubahan tersebut terjadi karena individu berinteraksi dengan
lingkungannya sebagai reaksi terhadap situasi yang dihadapinya. Perkembangan
atau kemajuan yang dialami anak sebagian besar terjadi karena usaha belajar baik
melalui proses peniruan, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan maupun
pemecahan masalah.
Selanjutnya dalam (Anonim, 2014) dikemukakan pula tentang 5 tipe
kompetensi, yaitu :
a. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau
keinginan untuk melakukan suatu aksi.
b. Bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai
situasi atau informasi.
c. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
d. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;
e. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang dalam (Sukirman, 2016) pada
dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu: Teori Disiplin Mental
atau Teori Daya (Faculty heory), Behaviorisme, dan Organismik atau Cognitive
Bestalt Field
1. Teori daya atau disiplin mental (faculty theory)
Menurut teori daya anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu
(faculties) yang masingmasing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi atau daya
mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya
memecahkan masalah, dan sejenisnya. Daya-daya tersebut dapat dilatih agar dapat
berfungsi secara optimal, daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran
berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang
telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini
mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam
konteks ini melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada
umumnya melalui hafalan dan latihan-latihan.
2. Teori Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori
koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning
(reinforcement). Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak
membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan
(keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat). Behaviorisme menganggap bahwa
perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan

3.

a.

b.

c.

d.

hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S R (stimulus respon)
atau aksi-reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan
respon stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus
respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang
memunculkan tiga teori belajar yaitu, Law of Readiness, Law of Exercise, dan Law
of Effect. Menurut hukum kesiapan (readiness), hubungan antara stimulus dengan
respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum latihan
atau pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila
sering dilatih atau diulang ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa
hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang
menyenangkan.
Teori Organismic atau Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian,
keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai
makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara
keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir
diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya
terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih
berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan
dalam pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses
pembelajaran, belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi
antara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas
menghapal tetapi memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai
adalah metode ilmiah dengan cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan
yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada
akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari
apa yang telah dipelajari. Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic atau
cognitive gestalt field, antara lain:
Belajar berdasarkan keseluruhan
Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu.
Pelajaran yang yang diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah
atau pkok yang luas yang harus dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik
mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh pelajaran oleh keseluruhan
jiwanya.
Belajar adalah pembentukan kepribadian
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan. Anak dibimbing untuk
mendapat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk
menjadi manusia seutuhnya yang memiliki keseimbangan lahir dan batin antara
pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh melalui
program pembelajaran yang terpadu.
Belajar berkat pemahaman
Belajar merupakan proses pemahaman. Pemahaman mengandung makna
penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan ketrampilannya.
Ketrampilan menghubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh suatu
kesimpulan yang merupakan wujud pemahaman
Belajar berdasarkan pengalaman

Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam


proses pembelajaran peserta didik harus aktif dengan pengolahan bahan
pembelajaran melalui diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey
lapangan, dan sejenisnya.
e. Belajar dari proses perkembangan
Dalam hubungan ini terdapat tiga teori yang perlu diketahui guru, yaitu:
perkembangan anak merupakan hasil dari pembawaan, perkembangan anak
merupakan hasil lingkungan, dan perkembangan anak merupakan hasil keduanya.
Peraduan kedua itu melahirkan teori tugas perkemangan (development task) yang di
gagas oleh Havighurts
f. Belajar adalah proses berkelanjutan
Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti untuk
belajar, hal ini dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya
dianjurkan dalam pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku pada proses
pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat
ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Keberhasilan belajar tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat, perhatian, dan
kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan.
2.3 Landasan Sosiologis dalam Pengembangan Kurikulum
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang
berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
Mengapa pengembangan kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis? Anakanak berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik informal, formal,
maupun non formal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu
terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan
budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam
melaksanakan pendidikan.
Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan
individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses
sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi, pendidikan adalah enkulturasi
atau pembudayaan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusiamanusia yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih
bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya.
Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan
dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut
(tirtahardja,2005). Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat
yang diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum
harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama,
berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu
meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai mahluk yang berbudaya.
Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia
yang berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan dengan budaya

manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk
kemampuan dirinya menjadi manusia.
Sosiolologi mempunyai empat perenan yang sangat penting dalam
pengembangan kurikulum. Empat peranan sosiologi tersebut adalah berperan dalam
proses penyesuaian nilai-nilai dalam masyarakat, berperan dalam penyesuaian
dengan kebutuhan masyarakat, berperan dalam penyediaan proses sosial, dan
berperan dalam memahami keunikan individu, masyarakat dan daerah.
Dalam merumuskan tujuan kurikulum harus memahami tiga sumber
kurikulum yaitu siswa (student), masyarakat (society), dan konten (content). Sumber
siswa lebih menekankan pada kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan siswa pada
tingkat pendidikan tertentu yang sesuai dengan perkembangan jiwa atau usianya.
Sumber masyarakat lebih melihat kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, sedangkan sumber konten adalah
berhubungan dengan konten kurikulum yang akan dikembangkan pada tingkat
pendidikan yang sesuai. Dengan kata lain landasan sosiologi digunakan dalam
pengembangan kurikulum dalam merumuskan tujuan pembelajaran dengan
memperhatikan sumber masyarakat (society source) agar kurikulum yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala sosial
hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau masyarakat. Di
dalam kehidupan kita tidak hidup sendiri, namun hidup dalam suatu masyarakat.
Dalam lingkungan itulah kita memiliki tugas yang harus dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab sebagai bakti kepada masyarakat yang telah memberikan jasanya
kepada kita.
Tiap masyarakat memiliki norma dan adat kebiasaan yang harus dipatuhi.
Norma dan adat kebiasaan tersebut memiliki corak nilai yang berbeda-beda, selain
itu masing-masing dari kita juga memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Hal inilah yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan sebuah kurikulum,
termasuk perubahan tatanan masyarakat akibat perkembangan IPTEK. Sehingga
masyarakat dijadikan salah satu asas dalam pengembangan kurikulum.

Faktor Pengembangan Kurikulum Dalam Masyarakat


Ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan
kurikulum dalam masyrakat, antara lain :
1. Kebutuhan masyarakat
Kebutuhan masyarakat tak pernah tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh
karena itu lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik yang

terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat.


2. Perubahan dan perkembangan masyarakat
Masyarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan
berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat sering
menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya pendidikan diharapkan
konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi.

Tri Pusat Pendidikan


Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat pendidikan
dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain itu media massa,
lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga dapat berperan sebagai pusat
pendidikan. Ruang lingkup pengembangan kurikulum dalam masyarakat.
Lingkungan atau dunia sekitar manusia pada dasarnya terdiri dari tiga bagian besar,
yaitu:
-

Dunia alam kodrat


Dunia alam kodrat merupakan segala sesuatu di luar diri kita yang berpengaruh
sangat kuat dalam kehidupan kita, misalnya : penampakan alam
(gunung,laut,dll). Untuk mengubah dan mengatasi pengaruh tersebut maka kita
harus dapat menggunakan IPTEK dengan benar. Dengan demikian dalam
mengembangkan kurikulum hendaknya kita berusaha untuk memasukkan
masalah-masalah yang berupa gejala-gejala dalam alam kodrat.
Dunia sekitar benda-benda buatan manusia
Dunia sekitar benda-benda buatan manusia merupakan benda-benda yang
diciptakan manusia sebagai alat pemuas kubutuhannya. Untuk itu keterampilan
fisik dan psikis harus dikembangkan dalam pembelajaran, sehuingga dapat
menghasilkan segala sesuatu yang menjadi sarana dan prasarana yang
dibutuhkan masyarakat.
Dunia sekitar manusia
Merupakan dunia yang paling kompleks, sebab selalu berubah dan dinamis.
Interaksi antar individu berjalan sangat aktif. Untuk itu diperlukannya norma
dalam pergaulan masyarakat agar interaksi dalat berjalan dengan baik.

Fungsi sistem dan lembaga pendidikan dari segi sosiologis bagi


kepentingan masyarakat
Dari segi sosiologis sistem dan lembaga pendidikan di dalamnya dapat
dipandang sebagai badan yang mempunyai berbagai fungsi bagi kepentingan
masyarakat, antara lain:

Mengadakan perbaikan, bahkan perombakan sosial


Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebasan mengadkan penelitian
ilmiah
Mendukung dan turut memberi sumbangan kepada pembangunan nasional
Menyampaikan kebudayaan dan nilai-nilai tradisional
Mengeksploitasi orang banyak demi kesejahteraan dolongan elite
Mewujudkan revolusi sosial untuk melenyakan pengaruh pemerintahan terdahulu
Mendukung golongan tertentu seperti golongan militer, industri atau politik
Mengarahkan dan mendisiplinkan jalan pikiran generasi muda
Mendorong dan mempercepat laju kemajuan IPTEK
Mendidik generasi mudamenjadi arga negara nasional dan warga dunia
Mengajar keterampilan pokok seperti membaca, menulis, dan berhitung
Memberi keterampilan dasar berkaitan dengan mata pencaharian.

Sosiologi Sebagai Landasan Kurikulum


Kurikulum mutlak diperlukan dalam proses pendidikan karena tujuan dalam
kurikulum itulah yang akan menghasilkan lulusan dengan kompetensinya. Oleh
karena itu diperlukan kurikulum yang benar-benar menggali nilai sosial budaya serta
mampu menyiapkan peserta didik untuk menghadapi perubahan zaman.
Menurut undang-undang SISDIKNAS no. 21 tahun 2003 tujuan pendidikan
di Indonesia adalah melahirkan generasi yang bertaqwa, cerdas dan memiliki
keterampilan hidup. Ketaqwaan dibangun dari nilai-nilai agama serta budaya yang
santun. Kecerdasan dan keterampilan hidup ditumbuhkan dengan berbagai bacaan,
eksperimen dan pelatihan. Jika dirunut kualitas atau keunggulan suatu generasi
ternyata terletak pada karakter yang kokoh dan baik. Disinilah pentingnya
memasukkan kurikulum untuk membangun karakter tersebut.
Kurikulum karakter bersumber pada nilai agama dan nilai sosial budaya yang
terpuji. Bangsa kita yang mayoritas muslim dan secara turun temurun hidup dalam
budaya yang harmonis serta gotong royong hendaknya menjadi acuan dalam
penyusunan kurikulum sehingga kurikulum kita semestinya berisi tentang
pengamalan agama yang benar, membudayakan kebiasaan gotong royong dan santun
pada setiap jenjang pendidikan.
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai
suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita
maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk
terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata,
namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup,
bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal

maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan


masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan
budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia manusia
yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui
pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan
masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan
yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya
tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota
masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan
nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat.
Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi
kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat
untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang
terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Pidarta M, 2014) mengemukakan bahwa melalui pendidikan
manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan
membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya
mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial
budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

Kearifan lokal
Setiap bangsa memiliki kearifan lokal sesuai kondisi alam dan sosial
budayanya. Kearifan lokal ini bersifat unik karena menjadi ciri khas dari bangsa
tersebut. Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang memiliki semangat juang yang
tinggi (Bushido) karena ditempa oleh alam yang rawan gempa dan minim kekayaan
alam, demikian pula yang terjadi pada bangsa Korea. Indonesia sebagai bangsa yang
besar, beragam suku, bahasa, budaya dan hidup di alam yang subur dan kaya
memiliki berbagai keunikan pada setiap daerahnya. Keunikan inilah yang
semestinya dijadikan sebagai pendekatan dalam pendidikan. Mendidik siswa dengan
potensi kearifan lokal disebut In Situ Development.

Guru sebagai Role Model


Kualitas pendidikan sangat bergantung pada kualitas guru. Guru tidak hanya
berperan sebagai pengajar yang mentransfer ilmu pengetahuan melainkan juga
sebagai sosok yang mengajarkan karakter yang baik. Setiap tutur kata, sikap dan
perilaku guru akan menjadi inspirasi dan contoh bagi siswanya. Guru menjadi role
model atau teladan bagi para siswa. Oleh karena itu guru hendaknya memiliki bekal
ilmu yang mumpuni dan memiliki sikap serta perilaku terpuji. Diperlukan proses
pendidikan guru yang benar-benar mampu melahirkan guru dengan karakteristik
tersebut. Pada kenyataannya sekarang ini guru tidak banyak yang memiliki kualitas
sebagai role model(chasiyah,dll,2009)
. Berbagai faktor yang mendasarinya seperti tuntutan ekonomi, budaya gelar
dan gengsi serta potensi yang tidak sesuai (relevansi). Banyak orang ingin menjadi
guru karena konon profesi guru menghasilkan income yang besar. Budaya gelar dan
mengejar gengsi telah mendorong para siswa untuk kuliah dengan tujuan sekedar
mendapat gelar kesarjanaan meskipun selama proses pendidikannya melakukan
plagiatisme dan pada saat lulus memilki kompetensi dan kemandirian yang rendah.
Banyak guru yang menjadi guru karena terpaksa atau ikut-ikutan karena potensi
dasar sebagai seorang guru yaitu senang dan semangat untuk mengajar memang
tidak dimilikinya.
Guru yang mampu menjadi role model akan efektif mengajar nilai-nilai
sosial budaya bagi para siswanya. Dengan demikian para siswa akan menjadi lulusan
yang mampu mengarahkan kehidupan sosial dan budaya yang baik di masyarakat
karena mereka menjadi role model di masyarakat. Pelajar saat ini adalah iron
stocks(sumber daya manusia) yang akan mewarnai kehidupan sosial budaya di masa
mendatang. Apapun profesinya, mereka akan memimpin dan mewarnai
lingkungannya dengan karakter yang diperoleh semasa pendidikan.

Bahan bacaan atau referensi


Bahan bacaan atau buku adalah gerbang ilmu sekaligus rujukan. Buku-buku
yang berkualitas mutlak diperlukan agar proses pemelajaran berjalan dengan baik
dan mencapai tujuan yang diharapkan. Saat ini kita masih sangat kekurangan bahan
bacaan yang berkualitas terlebih lagi bahan bacaan yang memuat nilai sosial budaya
sebagai landasan pendidikan. Buku-buku yang ada saat ini dominan berupa buku
motivasi, kisah pesohor, kiat-kiat praktis dan komik-komik yang jauh dari nilai
kebaikan. Buku-buku yang membahas tentang kehidupan sosial yang baik, kekayaan
bahasa, budaya dan potensi unik setiap daerah masih sangat minim. Sehingga wajar
jika nilai sosial budaya belum dimasukkan dalam proses pemelajaran.

2.4 Landasan Teknologis dalam Pengembangan Kurikulum


Di zaman modern ini perkembangan teknologi semakin pesat dan
mencangkup segala aspek kehidupan. Perkembangan teknologi memberikan
pengaruh besar terhadap kehidupan sosial budaya kehidupan di masyarakat. Aspekaspek perubahan karena perkembangan teknologi di antaranya adalah komunikasi,
transformasi, industri, pertanian, perdagangan, sampai pada aspek pendidikan.
Perkembangan teknologi di samping menyebabkan terjadinya perubahan nilai-nilai
di masyarakat, teknologi juga menuntut munculnya kebutuhan baru di masyarakat.
Perkembangan teknologi menghauskan manusia memiliki pengetahuan yang cukup
untuk dapat bersaing dalam menjalani hidup di era persaingan saat ini.
Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara
sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah
aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam
kehidupan (Masitoh, dkk). Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Sejak abad
pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa kini banyak didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran
para filsuf purba seperti Plato, Coulomb, Socrates, Aristoteles, John Dewey,
Archimedes, dan lain-lain.
Sejarahnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih
sangat sederhana. Masa-masa awal peradaban teknologi dan pengetahuan manusia
hanya sebatas dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Pada abad
pertengahan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Penemuan-penemuan dan teori-teori baru mulai ditemukan oleh para ilmuan dan
berlanjut sampai sekarang. Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia,
dewasa ini banyak dihasilkan temuan-temuan baru dalam berbagai bidang
kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan
kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi
monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung maupun tidak
langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula
terhadap pendidikan. Misalnya perkembangan teknologi industri mempunyai
hubungan saling timbal-balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju
memproduksi berbagai macam alat dan bahan yang secara langsung atau tidak
langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya
manusia yang berkompeten untuk mengaplikasikannya.
Teknologi dan informasi yang dikembangkan di dalam pendidikan harus
menuju terwujudnya sistem terpadu yang dapat membangun konektivitas antar
komponen yang ada dalam pendidikan sehingga pendidikan menjadi lebih dinamis
dan lincah bergerak dalam mengadakan komunikasi guna memperoleh dan meraih
peluang-peluang yang ada untuk pengembangan pendidikan di Indonesia (Munir,
2011). Berdasarkan hal tersebut maka mengharus untuk dapat diikuti oleh kesiapan
seluruh komponen sumber daya manusia baik dalam cara berpikir, orientasi perilaku,
sikap dan sistem nilai yang mendukung pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi untuk menghadapi permasalahan-permasalahan manusia. Oleh karena
itu, seluruh komponen untuk segera menyiapkan diri secara konkrit dalam memasuki

hal ini.
Pendidikan tidak hanya menghadapi perubahan substansi data dan fakta,
lebih jauh ditantang untuk menemukan bentuk pendekatan, strategi dan metode
pembelajaran yang mampu menjawab tantangan kebutuhan pendidikan sejarah pada
era globalisasi dan keterbukaan informasi. Penelitian dan pengembangan pendidikan
dalam menemukan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang mengakar
pada konteks bangsa perlu dilakukan secara sadar dan berkelanjutan. Pendidikan
merupakan sumber kemajuan bangsa yang sangat menentukan daya saing bangsa,
dengan demikian, sektor pendidikan harus terus-menerus ditingkatkan mutunya.
Fakta saat ini menunjukkan bahwa faktor kesenjangan pendidikan menjadi salah satu
faktor utama dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kesenjangan mutu pendidikan
tersebut selain disebabkan karena faktor sarana dan prasarana yang belum memadai,
sumberdaya manusia yang masih terbatas dan juga manajemen sistem pendidikan
yang belum terpadu.
Menurut Munir (2011) teknologi informasi akan dapat untuk mengatasi
masalah sebagai berikut:
a

Masalah geografis, waktu dan sosial ekonomis Indonesia Negara Republik


Indonesia merupakan Negara kepulauan, daerah tropis dan pegunungan hal ini
akan mempengaruhi terhadap pengembangan infrastruktur pendidikan sehingga
dapat menyebabkan distribusi informasi yang tidak merata.

Mengurangi ketertinggalan dalam pemanfaatan teknologi dalam pendidikan


dibandingkan dengan negara berkembang dan negara maju lainnya.

Akselerasi pemerataan kesempatan belajar dan peningkatan mutu pendidikan


yang sulit diatasi dengan cara-cara konvensional

Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pengembangan dan


pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Teknologi dan informasi akan membantu kinerja pendidikan secara terpadu


sehingga akan terwujud manajemen yang efektif dan efisien, transparan dan
akuntabel dalam pendidikan.
Menurut Sukirman, pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa dalam

menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di
dalamnya adalah perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan
kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah landasan umum dan landasan pokok sebagai
pijakan dalam pengembangan kurikulum.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak membawa


perubahan pada sistem nilai-nilai. Pendidikan pada dasarnya adalah normatif,
dengan demikian bagaimanapun pula agar perubahan nilai-nilai di masyarakat akibat
dari perkembangan teknologi bisa menuju pada perubahan yang bersifat positif.
Berdasarkan pada hal tersebut, maka dalam pengembangan kurikulum tidak bisa
terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga kurikulum
yang dihasilkan memiliki kekuatan. Kekuatan yang dimaksud adalah kemampuan
kurikulum untuk dapat melahirkan kembali pengetahuan dan teknologi. Kemudian
kurikulum akan mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang
baik dari segi perkembangan sosial budaya maupun perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi
terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan
isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta
penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan
untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan
masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai