LEARNING
B. COLLABORATIVE LEARNING
1. Pengertian Collaborative Learning
Menurut Smith & MacGregor (1992), “Collaborative Learning” adalah satu istilah
untuk suatu jenis pendekatan pendidikan yang meliputi penggabungan karya/usaha
intelektual siswa, atau siswa bersama dengan guru. Biasanya, siswa bekerja dalam 2 atau
lebih kelompok, saling mencari pemahaman, penyelesaian, atau arti, atau membentuk
suatu produk/hasil. Kegiatan dalam Collaborative Learning bermacam-macam,
tetapi pada dasarnya berpusat pada eksplorasi siswa atau aplikasi dari bagian materi, dan
bukan hanya ceramah dari guru. Collaborative Learning menggambarkan suatu
perubahan yang signifikan dari pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam Collaborative Learning, penekanannya
adalah pada diskusi siswa dan keaktifan dalam bekerja dengan materi yang telah
disediakan. Pendapat ini didukung oleh pendapat Nizar (2008), yang menyatakan
bahwa Collaborative Learning adalah proses belajar kelompok yang setiap anggota
menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan
ketrampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan
pemahaman seluruh anggota. Collaborative Learning dilandasi oleh pemikiran bahwa
kegiatan belajar hendaknya mendorong dan membantu peserta didik untuk terlibat secara
membangun pengetahuan sehingga mencapai pemahaman yang mendalam. Lebih lanjut,
Fall (1995) menambahkan bahwa dengan belajar secara berkelompok, selain dapat
meningkatkan motivasi dan minat peserta didik, juga dapat meningkatkan dan
mengembangkan cara berpikir kreatif. Hal ini terkait dengan peningkatan tanggungjawab
peserta didik dalam belajar secara berkelompok sehingga dapat menciptakan seseorang
yang berpikir kreatif.
Gunawan (2003 : 198 – 199) lebih menspesifikkan gambaran tentang proses belajar
secara kolaborasi atau Collaborative Learning. Menurutnya, penekanan Collaborative
Learning bukan hanya sekadar bekerja sama dalam suatu kelompok tetapi lebih kepada
suatu proses pembelajaran yang melibatkan proses komunikasi secara utuh dan adil di
dalam kelas. Proses tersebut meliputi :
a. Bagaimana guru berkomunikasi dengan murid dalam kaitannya dengan informasi
yang akan diajarkan dan bagaimana kriteria penilaian?
b. Bagaimana murid itu berkomunikasi dengan guru dengan guru dan dengan murid
lainnya?
c. Apakah komunikasi di kelas adalah komunikasi satu arah, dua arah, atau multi arah?
d. Apakah komunikasi dalam bentuk tulisan, ucapan, atau sentuhan dan peragaan?
Menurut Kemp dalam Hirschy (2003), Collaborative Learning itu meliputi kemampuan
sosial dan kemampuan pembelajaran. Ini menggabungkan 3 konsep, yaitu tanggungjawab
individu (individual accountability), keuntungan kelompok (group benefit), dan pencapaian
kesuksesan yang sama (equal achievement of success). Tujuan dari Collaborative
Learningadalah meningkatkan interaksi siswa dalam memahami suatu tugas.
Berikut ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif.
1. Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-
sendiri.
2. Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis..
3. Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan,
meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah
dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
4. Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing
siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
5. Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua
kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok
kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati,
membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan
selama lebih kurang 20-30 menit.
6. Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan
revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
7. Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun
perkelompok kolaboratif.
8. Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya,
dan didiskusikan
Ada banyak macam pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan oleh para ahli maupun
praktisi pendidikan, teristimewa oleh para ahli Student Team Learning pada John Hopkins
University. Tetapi hanya sekitar sepuluh macam yang mendapatkan perhatian secara luas, yaitu:
1. Learning Together
2. Teams-Games-Tournament (TGT)
Setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba
dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian
didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.
Semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan
pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan
siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan
forum kelas. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang
suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes
diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes
kelompok.
Para siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam
setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya adalah keberhasilan
seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan
kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu siswa. Penilaian didasarkan pada
pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok.
Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada
penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial. Fokusnya adalah
menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode
ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual(menggunakan dua bahasa)
dan di antara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja
kelompok.
Model pembelajaran ini mirip dengan TAI. Sesuai namanya, model pembelajaran ini
menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para
siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun
lisan di dalam kelompoknya.
1. Pembentukan kelompok
1. Engagement
Pada tahap ini, pengajar melakukan penilaian terhadap kemampuan, minat, bakat dan kecerdasan
yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Lalu, siswa dikelompokkan yang di dalamnya terdapat
siswa terpandai, siswa sedang, dan siswa yang rendah prestasinya.
2. Exploration
Setelah dilakukan pengelompokkan, lalu pengajar mulai memberi tugas, misalnya dengan
memberi permasalahan agar dipecahkan oleh kelompok tersebut. Dengan masalah yang
diperoleh, semua anggota kelompok harus berusaha untuk menyumbangkan kemampuan berupa
ilmu, pendapat ataupun gagasannya.
3. Transformation
Dari perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa, lalu setiap anggota saling
bertukar pikiran dan melakukan diskusi kelompok. Dengan begitu, siswa yang semula
mempunyai prestasi rendah, lama kelamaan akan dapat menaikkan prestasinya karena adanya
proses transformasi dari siswa yang memiliki prestasi tinggi kepada siswa yang prestasinya
rendah.
4. Presentation
Setelah selesai melakukan diskusi dan menyusun laporan, lalu setiap kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya. Pada saat salah satu kelompok melakukan presentasi, maka
kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan
menanggapi.
5. Reflection
Setelah selesai melakukan presentasi, lalu terjadi proses Tanya-jawab antar kelompok.
Kelompok yang melakukan presentasi akan menerima pertanyaan, tanggapan ataupun sanggahan
dari kelompok lain. Dengan pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain, anggota kelompok
harus bekerjasama secara kompak untuk menanggapi dengan baik.
Brandt (2004) menekankan adanya lima elemen dasar yang dibutuhkan agar kerjasama
dalam proses pembelajaran dapat sukses, yaitu :
Yaitu siswa harus percaya bahwa mereka adalah proses belajar bersama dan mereka peduli pada
belajar siswa yang lain. Dalam pembelajaran ini setiap siswa harus merasa bahwa ia bergantung
secara positif dan terikat dengan antarsesama anggota kelompoknya dengan tanggung jawab
menguasai bahan pelajaran dan memastikan bahwa semua anggota kelompoknya pun
menguasainya. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses.
Yaitu hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antarsiswa
yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan dan saling
membantu dalam pencapaian tujuan belajar. Siswa juga harus menjelaskan, berargumen,
elaborasi, dan terikat terhadap apa yang mereka pelajari sekarang untuk mengikat apa yang
mereka pelajari sebelumnya.
Yaitu setiap kelompok harus realis bahwa mereka harus belajar. Agar dalam suatu kelompok
siswa dapat menyumbang, mendukung dan membantu satu sama lain, setiap siswa dituntut harus
menguasai materi yang dijadikan pokok bahasan. Dengan demikian setiap anggota kelompok
bertanggung jawab untuk mempelajari pokok bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap
hasil belajar kelompok.
4. Social skills (keterampilan berkolaborasi)
Yaitu keterampilan sosial siswa sangat penting dalam pembelajaran. Siswa dituntut mempunyai
keterampilan berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta interaksi yang dinamis untuk
saling belajar dan membelajarkan sebagai bagian dari proses belajar kolaboratif. Siswa harus
belajar dan diajar kepemimpian, komunikasi, kepercayaan, membangun dan keterampilan dalam
memecahkan konflik.
Yaitu kelompok harus mampu menilai kebaikan apa yang mereka kerjakan secara bersama dan
bagaimana mereka dapat melakukan secara lebih baik. Siswa memproses keefektifan kelompok
belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana
yang tidak serta membuat keputusan-keputusan tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu
diubah.
Yaitu satu orang ditugasi mengajar yang lain. Jadi, siswa dapat berperan sebagai pengajar yang
disebut tutor, sedangkan siswa yang lain disebut tutee.
Adalah cara penyampaian baha pelajaran di mana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan
masalah.
Yaitu suatu metode mengajar dan pengajar memberikan tugas untuk mempelajari sesuatu kepada
pembelajar, kemudian melaporkan hasilnya. Tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar dapat
dilaksanakan di rumah, sekolah, perpustakaan, laboratorium, atau di tempat lain.
1. Siswa belajar dalam satu kelompok dan memiliki rasa ketergantungan dalam proses
belajar, penyelesaian tugas kelompok mengharuskan semua anggota bekerja bersama.
6. Adanya sharing pengetahuan dan interaksi antara guru dan siswa, atau siswa dan siswa.
1. Kelebihan
2. Kelemahan
c. Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya yang lemah merasa
rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain.
F. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah
untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada
siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah
ada.
Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell.
Whewell mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2)
menarik kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).
Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:
1. identifikasi kebutuhan siswa;
2. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi
pengetahuan;
3. seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
4. membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-
masing siswa;
5. mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;
6. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;
7. memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;
8. membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;
9. memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan
mengidentifikasi masalah;
10. merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
11. membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang
sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan
suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan
menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama
dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri
merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer
dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai
salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir
analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan
ditransfer dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah
diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil
lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discoverymeningkatkan penalaran siswa dan
kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-
keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa
pertolongan orang lain.
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179)
sebagai berikut:
1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk
menemukan hasil akhir;
2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses
menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;
3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin
melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
4. siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu
mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks;
5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki
beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama
dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka
diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa
pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi
tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru
sebelum pembelajaran dimulai