Anda di halaman 1dari 7

Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda yang

sejalan dengan pemikiran KHD?


Pemikiran Ki Hajar Dewantara
 Menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak sehingga anak dapat mencapai titik
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
 Pendidik diibaratkan petani yang menanam padi
 Pendidikan yang berupaya memenuhi kodrat kebutuhan tumbuh kembang anak.
 Budi pekerti atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran,
perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga/semangat.
 Bermain merupakan kodrat anak.
Kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah yang sejalan dengan
pemikiran KHD:
 Gotong royong
 Religi
 Pelestarian Alam
 Budi Pekerti
 Tanggung Jawab
Adapun kearifan lokal yang ada di daerah kami salah satunya yaitu Ruwatan
Bumi/Hajat Bumi

Ngaruwat Bumi atau biasa juga disebut Hajat Bumi, adalah tradisi upacara adat
masyarakat pedesaan di daerah Jawa Barat. Hingga saat ini upacara tersebut masih
dijalankan di daerah kami yaitu Desa Wanakerta Kecamatan purwadadi. Tradisi yang
telah berusia ratusan tahun ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan penghormatan kepada para leluhur yang telah
memelihara dan merawat desa hingga sampai saat ini masih bisa dinikmati oleh
segenap warga desa. Upacara Ruwatan ini juga berfungsi sebagai upacara Tolak Bala.
Istilah Ngaruwat Bumi artinya merawat bumi. Ngaruwat berasal dari
kata ruwat atau ngarawat yang dalam bahasa Sunda
artinya merawat atau menjaga. Ngaruwat ada juga yang mengartikan
mengumpulkan. Bumi mengandung arti tempat kita hidup. Sehingga istilah Ngaruwat
Bumi ini bisa dimaknai sebagai ajakan kepada masyarakat desa untuk berkumpul.
Masyarakat dan hasil buminya dikumpulkan, baik hasil bumi yang masih mentah
maupun yang sudah diolah. Tujuannya selain sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa, penghormatan pada leluhur, sekaligus sebagai tindakan Tolak
Bala.

Upacara Ngaruwat Bumi merupakan sebuah tradisi warga yang digelar setiap bulan
Muharam tepatnya 14 Muharam. Pelaksanaan ruwatan biasanya diselenggarakan di
tanah lapang. Masing-masing daerah punya cara sendiri-sendiri dalam
pelaksanaanya, namun pada  intinya, tujuannya  sama. Ngaruwat Bumi dilakukan
sebelum masyarakat tani memulai bercocok tanam atau sebelum pengolahan lahan
pertanian dimulai.
Menurut kepercayaan adat istiadat setempat sebelum diadakannya tradisi ruwatan
bumi, petani diharapkan jangan dulu menggarap lahan pertaniannya. Jika salah satu
petani ada yang melanggar tradisi tersebut maka akan mendapatkan na’as atau nasip
sial untuk petaninya, bisa berupa lahan pertaniannya diserang hama atau pun hasil
panennya menurun sehingga mengalami kerugian.

Ruwatan bumi dilakukan dengan cara mengumpulkan masyarakat di suatu tempat.


Masing-masing dari mereka membawa hasil bumi yang belum diolah dan sudah
diolah serta nasi tumpeng yang  kemudian dikumpulkan di suatu tempat, dan pada
saat acara dimulai masyarakat bisa saling mencicipi nasi tumpeng tersebut.

Rangkaian acara ruwatan bumi biasanya diawali dengan ritual berziarah ke salah
satu makam sesepuh desa  yang dianggap telah berjasa. Pada saat para sesepuh
kampung melakukan ritual ziarah, masyarakat kampung menggantungkan macam-
macam hasil bumi baik berupa olahan atau bukan olahan dengan seutas tali yang
digantungkan di depan pekarangan atau di gang-gang rumah warga.

Setelah acara ziarah selesai masyarakat melakukan arak-arakan keliling kampung


yang dipimpin oleh sesepuh kampung atau kepala desa setempat. Gantungan hasil
bumi yang telah digantung menjadi rebutan masyarakat yang ikut arak-arakan
tersebut.

Acara puncak ruwatan bumi diadakan pada malam hari. Acara diawali dengan do’a
bersama dan sambutan-sambutan oleh para sesepuh kampung, dan  diakhiri dengan
pagelaran wayang kulit atau wayang golek. Ada pun dana untuk menyelengarakan
rangkaian acara dan pagelaran adalah berasal dari dana swadaya berupa iuran para
warga.

Salah satu sisi positif dari penyelenggaraan acara ritual Ruwatan Bumi ini adalah
masyarakat bisa berkumpul dan bersilaturahmi untuk membahas berbagai kegiatan
dalam  membangun kampung dan membahas waktu pengolahan lahan pertanian
serta jadwal tanam secara serempak.

Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan


nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi
penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota
masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah Anda?
 Ngaruwat bumi ini mencerminkan sifat-sifat kerakyatan seperti kekeluargaan,
kekompakan, dan menghormati leluhur di daerah tersebut. (Nilai Moral)
 Sebagai sarana berkumpulnya warga dan pemerintahan untuk bersilaturahmi dan
bermusyawarah mengenai pertanian. (Nilai kekeluargaan)
 Kekayaan yang dimiliki oleh suatu daerah atau kelompok masyarakat, sehingga perlu
dilestarikan. (Nilai Budaya)
 Ngaruwat bumi ini mengandung nilai pendidikan yang bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat. (Nilai Pendidikan atau Edukasi)
 Ngaruwat bumi diadakan setiap tahun sekali untuk mengungkapkan rasa syukur kepada
Tuhan yang Maha Esa, ber’doa agar satu tahun kedepan hasil tani berlimpah dan
berkah, dan juga menolak bala agar pertanian tidak diserang hama penyakit atau gagal
panen (Nilai Religi)

Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku murid di


kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di
daerah Anda yang dapat diterapkan.
Bahwa Ruwatan Bumi sebagai salah satu warisan budaya yang sesuai dengan pemikiran ki
Hajar Dewantara.
Tahapan proses upacara Ruwatan adalah sebagai berikut: Prosesi siraman yang mengandung
nilai pembersih badan manusia menggunakan air kembang setaman, yaitu kembang kenanga,
kembang melati, dan kembang mawar. Sesaji dan selametan agar orang yang diruwat selalu
dalam keadaan selamat.

Bolehkah ruwat dalam Islam?


Menurut dia, ajaran Islam tidak mengenal tradisi ruwatan untuk menolak bala. Yang
dibolehkan dalam agama, kata dia, adalah menggelar tasyakuran. Hal itu biasanya
dilakukan dalam adat masyarakat ketika mendapat rejeki dengan menggelar selametan. "Tidak
ada itu ruwatan (dalam ajaran Islam).6 Jan 2013

Upacara ngaruwat bumi di Subang, Jawa Barat, telah berumur ratusan tahun. Namun
kesakralannya sebagai tradisi masyarakat agraris tetap terasa. Ngaruwat bumi adalah ungkapan
syukur atas hasil yang diperoleh dari bumi. Pengharapan setahun kedepan, serta penghormatan
kepada leluhur. Ruat dalam bahasa sunda artinya mengumpulkan dan merawat. Yang
dikumpulkan dan dirawat adalah masyarakat dan hasil buminya.

Ruwatan bumi juga disebut hajat bumi, menggenapi rangkaian upacara yang digelar
sebelumnya, seperti : upacara hajat solok, Mapag Cai, mitembiyan, netepkeun, nganyarkeun,
hajat wawar, ngabangsar, dan kariaan. Mayoritas diantaranya terkait proses pertaian, khusunya
budidaya padi. Dengan tradisi ruwatan bumi, padi memiliki tempat istimewa. Padi atau beras,
dalam keyakinan masyarakat setempat, tidak hanya sebagai bahan pangan. Padi diyakini
bermula dari aktivitas dewi-dewi sehingga bersifat sakral dan segala proses menghasilkannya
dipandang suci.

“Acara ini selain untuk menjaga tradisi budaya, juga menjaga silaturahmi
antar warga dan wujud syukur kita atas limpahan hasil bumi pertanian yang dinikmati
masyarakat,”

NGARUWAT BUMI
Ngaruwat Bumi berasal dari kata rawat atau ngarawat (Sunda), yang artinya
mengumpulkan atau memelihara. Secara umum kata tersebut memiliki makna
mengumpulkan seluruh anggota masyarakat dan mengumpulkan seluruh hasil bumi,
baik bahan mentah, setengah jadi, maupun yang sudah jadi/matang. Ruwatan
Bumi Kampung Banceuy dilaksanakan pada hari Rabu akhir bulan Rayagung atau bulan
Dzulhijah (menjelang dan menyambut tahun baru Islam).

Tujuan dari upacara ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME, sebagai
upaya menolak bala (dulu sewaktu ada bencana alam) serta ungkapan penghormatan
kepada leluhur.
Ngaruwat Bumi yang merupakan tradisi tahunan masyarakat Banceuy hingga saat ini
masih tetap dilaksanakan. Pada tahun 2018, dalam kalender masehi, tradisi ini
dilakukan pada bulan September, tepatnya pada tanggal 4 – 5 September 2018. Dalam
dua hari pelaksanaan tradisi ngaruwat bumi, beberapa kegiatan yang dilakukan antara
lain:
Dadahut, merupakan persiapan dari mulai musyawarah, penggalangan dana,
pembuatan aneka makanan, membuat pintu heek, membuat sawen.
Ngadiukeun, dilaksanakan oleh sesepuh adat dengan berdoa di goah, di hadapannya
terdapat sasajen untuk acara Ruwatan Bumi. Tujuannya adalah meminta izin kepada
Tuhan YME dan kepada para leluhur agar upacara berjalan lancar, dan dilaksanakan di
pagi hari, satu hari sebelum pelaksanaan upacara.
Meuncit Munding, saat dilaksanakan acara ini juga diumumkan mengenai maksud
dan tujuan dari upacara Ruwatan Bumi kepada masyarakat. Pelaksanaannya yakni
setelah upacara ngadiukeun yaitu sehari sebelum hari puncak (dalam hal ini jatuh pada
hari Selasa tanggal 4 September 2018, acara puncak tanggal 5 September 2018).
Daging kerbau tersebut seperempat disediakan untuk perjamuan tamu serta
kepentingan umum dan sisanya dibagikan kepada masyarakat.

Ngalawar, yakni penyimpanan sesajen di setiap sudut kampung oleh seorang sesepuh
adat. Ngalawar dimulai dari pukul 16.00 WIB, sehari sebelum pelaksanaan
upacara. Ngalawar dimulai dengan menyimpan sasajen pada titik pusat di tengah
kampung, kemudian dilanjutkan menyimpan sasajen di empat penjuru mata
angin. Sasajen dibungkus daun pisang kecil (pincuk), di dalamnya terdapat aneka
makanan yang terbuat dari beras, lalu disimpan di atas anyaman bambu
(rangap). Ngalawar bermaksud memberitahukan dan mengundang para leluhur bahwa
penduduknya akan mengadakan upacara Ruwatan Bumi.
Sholawatan, memanjatkan doa dan pujian kepada Tuhan YME, yang dilaksanakan
setelah magrib di masjid yang ada di Kampung Banceuy.
Seni Buhun Gemyung, dilaksanakan pada malam hari yakni seni persembahan
atau hurmatan kepada leluhur. Ini dilaksanakan pada hari pertama (Selasa, 04
September 2018).

Hari kedua, Rabu, 05 September 2018, merupakan hari terakhir upacara Ngaruwat


Bumi. Sesi ritual yang dilaksanakan adalah numbal, ngarak Dewi Sri, Nyawer Dewi Sri,
Ijab Rasul, dan pagelawarn wayang golek.
Numbal, upacara inti Ruwatan Bumi yakni mengubur semua sasajen dan makanan
yang terbuat dari beras, dengan cara tertentu. Numbal dilaksanakan pada pukul 07.00
WIB pada hari puncak pelaksanaan Upacara Ruwatan Bumi yang dilaksanakan
di panumbalan. Tujuan numbal yakni ngahurip bumi munar lemah artinya supaya
segala sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Adat Banceuy dan semua
yang dihasilkan tanah Banceuy bisa bermanfaat dan barokah.

Ngarak Dewi Sri, berupa arak-arakan mengelilingi kampung dengan tujuan ke lokasi
3 situs keramat yakni makam Eyang Ito, makam Aki Leutik, dan Situs Puncak. Helaran
atau arak-arakan dimulai dari Balai Musyawarah menuju ke lokasi 3 situs tadi
(Kampung Babakan Banceuy) dan berakhir di Balai Musyawarah.
Nyawer Dewi Sri, upacara yang dilakukan setelah Ngarak Dewi Sri
selesai. Sawer dilakukan oleh sesepuh adat dengan cara melantunkan syair buhun.
Sawer berisi tentang pujian terhadap Sang Pencipta, kepada leluhur dan pada Nyi
Pohaci (Dewi Sri).
Ijab Rasul, merupakan upacara khusus yang dilakukan oleh sesepuh adat yang dihadiri
oleh penduduk Kampung Adat Banceuy dan merupakan penutup Upacara Ruwatan
Bumi. Tujuan Ijab Rasul yakni ungkapan rasa terimakasih kepada Tuhan YME dan pada
para leluhur bahwa upacara telah berjalan dengan lancar tidak kurang suatu apa pun.
Pagelaran Wayang Golek. Merupakan acara hiburan yang dilaksanakan sehabis
waktu dzuhur sampai menjelang magrib, kemudian dilanjutkan pada malam harinya
setelah Isya sampai dini hari. Kali ini penampilan wayang golek dari Group Seni
Wayang Golek Giri Harja 5 yang sudah sangat dikenal masyarakat setempat maupun
masyarakat Jawa Barat pada umumnya.
Setelah pagelaran Wayang Golek selesai dilaksanakan maka selesailah sudah
pelaksanaan sebuah tradisi yang sarat dengan makna kearifan menjaga kelestarian
alam yang menjadi penopang utama dalam kehidupan masyarakat Banceuy.

Anda mungkin juga menyukai