Anda di halaman 1dari 29

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KURIKULUM

Dosen Pengampu Prof. Dr. Waspodo Tjipto Subroto, M.Pd.

MAKALAH

Oleh:

ARIF RISKA NURCAHYO

(17070855421)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

PASCASARJANA

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN DASAR

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia pengembangan kurikulum, kualitas pendidikan, langkah

nyata menuju desentralisasi, dan partisipasi maksimal para instruktur dalam

perencanaan kurikulum adalah perhatian utama para spesialis. Setelah tahun 1980-

an, pemetaan kurikulum diperkenalkan sebagai salah satu strategi yang paling

penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan, budaya partisipasi dan

kolaborasi dalam institusi pendidikan. Strategi ini dapat membantu kinerja siswa,

meningkatkan kualitas pendidikan. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa

pelembagaan pemetaan kurikulum di lembaga pendidikan memiliki efek positif

pada budaya organisasi dan ruang. Dalam artikel ini, pemetaan kurikulum

dijelaskan sebagai strategi untuk mendapatkan hasil yang diinginkan ini (Rahimi,

2010).

Pada dasarnya setiap perubahan yang terjadi dalam kurikulum, umumnya

merupakan proses pengembangan dari kurikulum sebelumnya. Banyak faktor

yang menyebabkan perubahan-perubahan tersebut terjadi, salah satunya adalah

kondisi yang terjadi di lapangan dan kemajuan zaman. Sebab jika tidak diikuti

dengan perubahan pula, maka bukan sesuatu yang tidak mungkin jika kita akan

berada pada posisi yang terbelakang. Perlu diingat bahwa pendidikan menjadi

barometer penting untuk melihat kemajuan suatu bangsa, begitu pula halnya

dengan di Indonesia. Kualitas pendidikan harus tetap diutamakan.


Kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi untuk

mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik tersebut.

Kurikulum 2013 dikembangkan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan

sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi manusia berkualitas

yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah,

manusia terdidik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri. Serta, warga negara yang

demokratis, bertanggung jawab.

Sekarang ini kita dapat melihat realita bahwa Indonesia sangatlah jauh

tertinggal di bidang IPTEK dibandingkan dengan bangsa Eropa dan Barat. Untuk

mengatasi masalah ini pemerintah menegaskan perlunya pengembangan

kurikulum dalam dunia pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal.

Dalam pengembangan kurikulum harus sesuai dengan pengertian kurikulum yakni

seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan

dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Sesuai perkembangan

masyarakat yang berlatar belakang berbeda-beda maka dalam pengembangan

kurikulum juga harus melibatkan masyarakat sehingga terbentuk kurikulum yang

ideal dan sistematik sesuai kebutuhan mereka.

B. Rumusan Masalah
1 Apakah yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum?

2 Apa saja landasan pengembangan kurikulum?

3 Bagaimana implementasi pengembangan kurikulum?

4 Apa saja unsure-unsur implementasi pengembangan kurikulum?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengembangan Kurikulum

Beane (1986) pada bukunya Curriculum planning and development

menjelaskan beberapa pengertian kurikulum. Saya mengutip dua pengertian

sebagai berikut.

Bobbit (1918) kurikulum merupakan serangkaian hal yang harus


dilaksanaan oleh anak-anak dan remaja dan pengalaman dari suatu
mengembangkan kemampuan untuk melakukan hal-hal dengan baik yang
membentuk sebuah kehidupan; dan dalam suatu hal yang harus dilakukan
oleh orang dewasa. Krug (1957) kurikulum terdiri dari semua pedoman
yang digunakan oleh sekolah untuk memberikan kesempatan bagi
pengalaman belajar siswa yang mengarah ke hasil pembelajaran yang
diinginkan.

Dari beberapa definisi tersebut Beane (1986) mengkategorikan

berdasarkan kesamaan pengertian kurikulum menjadi empat kategori: (1)

kurikulum sebagai produk, (2) kurikulum sebagai program, (3) kurikulum sebagai

program pembelajaran, dan (4) kurikulum sebagai pengalaman pembelajar.

Pengembangan kurikulum menurut Beane (1986) menjelaskan bahwa

suatu proses perencanaan kurikulum yang menghasilkan perencanaan kurikulum

yang luas dan spesifik. Hal ini, memerlukan pemilihan dan pengorganisasian

melalui egiatan seperti penentuan pusat penyelenggaraan kurikulum dan

spesifikasi tujuan yang disarankan, subyek, kegiatan, sumber daya, dan alat

pengukur. Pengembangan kurikulum mengarah pada penciptaan unit sumber


daya, rencana unit, garis besar pelajaran, dan panduan kurikulum lainnya yang

dapat digunakan oleh guru dan siswa untuk memfasilitasi proses pembelajaran.

B. Landasan Pengembangan kurikulum

Hornby, memberikan pengertian landasan adalah suatu gagasan atau

kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, contohnya

seperti landasan kepercayaan agama, dasar, atau titik tolak. Sedangkan Soedijarto

(1993), landasan adalah suatu gagasan, asumsi, atau prinsip yang menjadi

sandaran atau titik tolak. Kemudian Majir (2015: 1), menjelaskan pengertian

landasan, yaitu tempat pijakan awal, awal star atau titik awal.

Ada beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan landasan

pengembangan kurikulum pendidikan, yaitu sebagai berikut

1 Zais (1976), mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum,

yaitu Philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the

individual, dan learning theory. Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri

atas empat komponen, yaitu komponen tuuan (aims, goals, objectives),

isi/materi (contents), proses pembelajaran (learning activities), dan

komponen evaluasi (evaluastions).

Agar setiap komponen bisa berjalan sesuai fungsinya secara tepat dan

bersinergi, maka perlu didukung oleh sejumlah landasan (foundations),

yaitu: (1) landasan filosofis sebagai landasan utama, (2) masyarakat dan

kebudayaan, (3) individu (peserta didik), dan (4) teori-teori belajar.

2 Tyler (1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya degan

beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum (school purpose), yaitu:

“Use of philosophy, studies of learners, suggestions from subject


specialist, studies of contemporary life, dan use of psychology of

learning”.

Berdasaran kedua pendapat di atas, secara umum dapat disimpulkan

bahwa landasan dalam pengembangan kurikulum ada empat, yaitu landasan

filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan

dan teknologi.

1 Landasan Filosofis

Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah asumsi-

asumsi atau rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secara mendalam,

analitis, logis, dan sistematis (filosofis) dalam merencanakan,

melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum.Filsafat akan

menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan

perekat nilai-nilai dalm membimbing siswa kea rah pencapaaian tujuan

pendidikan.

Pandangan filsafat terhadap pengembangan kurikulum pendidikan,

menurut Majir (2017: 36) dibedakan menjadi 3 pandangan filsafat, yaitu

pandangan idealism, realism, dan pragmatisme. Pandangan filsafat

idealisme menjelaskan bahwa tujuan pendidikan harus dikembangkan pada

upaya pembentukan karakter, pembentukan bakat insane dan kebajikan

social sesuai dengan hakikat kemanusiaannya.

Pandangan realism menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan

dikembangkan secara komprehensif meliputi pengetahuan yang bersifat

sains, soaial, maupun muatan nilai-nilai. Isi kurikulum lebih efektif

diorganisasikan dalam bentuk mata pelajaran karena memiliki


kecenderungan berorientasi pada mata pelajaran (subject centered).

Sedangkan pandangan pragmatisme menjelaskan bahwa tujuan pendidikan

lebih diarahkan pada upaya untuk memperoleh pengalaman yang berguna

untuk memecahkan masalah baru dalam kehidupan individu maupun

social.

2 Landasan Psikologis

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia

dalam hubungan dengan ingkungan. Sehingga dalam pengembangan

kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan

apa dan bagaimana perilau peserta didik itu harus dikembangkan.

Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi

kurikulum yang diberikan kepada siswa, baik tingkat kedalaman dan

keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakan serta kebermanfaatan

materi senantiasa disesuaikan dengan taraf perkembangan peserta didik.

3 Landasan Sosiologis

Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan

individu dengan lingkungan. Sehingga dalam pengemangan kurikulum

adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak

dalam pengembangan kurikulum. Hal ini disebabkan, karena peserta didik

berasal dari masyarakat, yang mendapatkan pendidikan baik informal,

formal,maupun non formal dalam lingkungan masyarakat.

Dipandang dari sosiologi,pendidikan adalah proses mempersiapkan

individu agar menjadi warga masyarakat yang berbudaya. Oleh karena itu,

tujuan,isi, dan proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi,


kareakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut

(Sukmadinata, 1997)

4 Landasan IPTEK

Hakikat ilmu pengetahuan adalah sekumpulan proposisi sistematis

yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang benar dengan cirri

pokok yang bersifat general, rational, obyektif, mampu diuji kebenarannya

dan mampu menjadi milik umum (Gie, 1991). Sedangkan pengembangan

kurikulum ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang

disusun secara sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian.

Sedangkan pengertian teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan

untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan

menggunakan teknolgi alat dan teknologi sistem.

C. Implementasi Pengembangan Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa tahapan yang harus

diperhatikan agar sesuai dengan harapan sekolah. Tahapan pengembangan

kurikulum dengan memilih kurikulum sesuai dengan karakteristik sekolah. Salah

satu model pengembangan kurikulum adalah model Tyler yang dimodifikasi oleh

Brown (1996). Model ini kemudian diadaptasi sejalan dengan kelaziman

pengembangan kurikulum yang merujuk kepada aspek juridis dan panduan

penyusunan kurikulum yang disarankan DIKTI (2008).

Di bidang pengembangan kurikulum, banyak model kurikulum yang

disusun selama bertahun-tahun, bervariasi dari yang sederhana hingga yang

rumit. Posner (1998) berpendapat bahwa berbagai pendekatan ini dapat dipahami
sebagian sebagai satu set tanggapan untuk pertanyaan perencanaan kurikulum

yang berbeda (Ilie,2013).

Menurut Tyler ada 4 tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan

kurikulum yang meliputi,

1 Menentukkan tujuan pendidikan

2 Menentukan proses pembelajaran yang harus dilakukan

3 Menentukan organisasi pengalaman belajar

4 Menentukan evaluasi pembelajaran

Berdasarkan konsep pelaksanaan kurikulum kita mengenal beberapa istilah

kurikulum sebagai berikut.

1 Kurikulum ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal,

sesuatu yang dicita-citakan sebagaimana yang tertuang di dalam

dokumen kurikulum

2 Kurikulum actual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam

proses pengajaran dan pembelajaran.

3 Kurikulum tersembunyi, yaitu segala seuatu yang terjadi pada saat

pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Kebiasaan

guru dating tepat waktu ketika mengajar di kelas, sebagai contoh

akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh

kepada pembentukan kepribadian peserta didik.

Berdasarkan pengembangan dan penggunaannya, kurikulum dapat

dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1 Kurikulum nasional, merupakan kurikulum yang disusun oleh tim

pengembang tingkat nasional dan digunaan secara nasional


2 Kurikulum daerah, merupakan kurikulum yang disusun oleh masing-

masing daerah kabupaten/ kota

3 Kurikulum sekolah merupakan kurikulum yang disusun oleh satuan

pendidikan sekolah. Kurikulum sekolah lahir dari keinginan untuk

melakukan diferensiasi dalam kurikulum.

Dalam implementasi kurikulum, terdapat beberapa prinsip yang

menunjang tercapainya keberhasilan, yaitu :

1. perolehan kesempatan yang sama.

Prinsip ini mengutamakan penyediaan tempat yang

memberdayakan semua peserta didik secara demokratis dan berkeadilan

untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Seluruh peserta

didik berasal dari berbagai kelompok, termasuk kelompok yang kurang

beruntung secara ekonomi dan sosial yang memerlukan bantuan khusus.

2. Berpusat pada anak.

Upaya untuk memandirikan peseta didik untuk belajar,

bekerjasama dan menilai diri sendiri sangat diutamakan agar peserta didik

mampu membangun kemauan, pemahaman dan pengetahuannya.

3. Pendekatan dan kemitraan.

Seluruh pengalaman belajar dirancang secara

berkesinambungan,mulai dari taman kanak – kanak hingga kelas I sampai

kelas XII. Pendekatan yang digunakan dalam pengorgaisasian

pengalaman belajar berfokus pada kebutuhan peserta didik yang bervariasi

dan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu. Keberhasilan pencapaian

pengalaman belajar menuntut kemitraan dan tanggung jawab bersama dari


peserta didik, guru, sekolah, perguruan tinggi, dunia kerja dan industri,

orang tua dan masyarakat.

4. Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan.

Standar kompetensi disusun oleh pusat dengan cara

pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing –

masing daerah atau sekolah.

D. Unsur-unsur Implementasi Pengembangan Kurikulum

1 Buku
Berdasarkan permendikbud nomor 22 tahun 2016, buku teks
pelajaran digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pembelajaran yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik
2 Pembelajaran
Menurut permendikbud no. 22 tahun 2016 menjelaskan bahwa
sesuai dengan standar kompetensi lulusan dan standar isi maka prinsip
pembelajaran yang digunakan:
a. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
b. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis
aneka sumber belajar;
c. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah;
d. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis
kompetensi;
e. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
f. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju
pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
g. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
h. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan
keterampilan mental (softskills);
i. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
j. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan
(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun
karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran (tut wuri handayani);
k. pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat;
l. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru,
siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas;
m. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
n. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta
didik.
Menurut permendikbud no. 22 tahun 2016 karakteristik pembelajaran pada
setiap satuan pendidikan terkait erat pada standar kompetensi lulusan dan standar
isi. Standar kompetensi lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran
pembelajaran yang harus dicapai. Standar isi memberikan kerangka konseptual
tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat
kompetensi dan ruang lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi
Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan.
Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis)
yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui
aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,
mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya,
mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaktersitik kompetensi beserta
perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar
proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu
(tematik antar matapelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu
diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry
learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya
kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis
pemecahan masalah (project based learning).
Desain pembelajaran menurut permendikbud no. 22 tahun 2016,
perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan
pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan
penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan
skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan
pembelajaran yang digunakan
Prinsip penyusunan RPP menurut permendikbud no. 22 tahun 2016 bahwa
menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat
intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial,
emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang
budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
b. Partisipasi aktif peserta didik.
c. Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi,
minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.
d. Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk
mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
e. Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program
pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
f. Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
g. Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata
pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
h. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,
sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Menurut permendikbud no. 22 tahun 2016, persyaratan Pelaksanaan
Proses Pembelajaran
1 Alokasi Waktu Jam Tatap Muka Pembelajaran
a. SD/MI : 35 menit
b. SMP/MTs : 40 menit
c. SMA/MA : 45 menit
d. SMK/MAK : 45 menit
2 Rombongan belajar Jumlah rombongan belajar per satuan pendidikan dan
jumlah maksimum peserta didik dalam setiap rombongan belajar
dinyatakan dalam tabel berikut:

Menurut permendikbud no. 22 tahun 2016, pelaksanaan pembelajaran


merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan
penutup.
1 Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru wajib:
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran;
b. memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari,
dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan
internasional, serta disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang
peserta didik;
c. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
d. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai; dan
e. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan
sesuai silabus.
2 Kegiatan Inti Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan
dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan
pendekatan tematik dan /atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau
inkuiri dan penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang
pendidikan.
a. Sikap Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif
yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima,
menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan.
Seluruh aktivitas pembelajaran berorientasi pada tahapan
kompetensi yang mendorong peserta didik untuk melakuan
aktivitas tersebut.
b. Pengetahuan Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui,
memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga
mencipta. Karakteritik aktivititas belajar dalam domain
pengetahuan ini memiliki perbedaan dan kesamaan dengan
aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Untuk memperkuat
pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat
disarankan untuk menerapkan belajar berbasis
penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk
mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan
kontekstual, baik individual maupun kelompok, disarankan yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning).
c. Keterampilan Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati,
menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi
materi (topik dan sub topik) mata pelajaran yang diturunkan dari
keterampilan harus mendorong peserta didik untuk melakukan
proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk mewujudkan
keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran yang
menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry learning) dan pembelajaran yang menghasilkan
karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
3 Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik
baik secara individual maupun kelompok melakukan refleksi untuk
mengevaluasi:
a. seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang
diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat
langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang
telah berlangsung;
b. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
c. melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas,
baik tugas individual maupun kelompok; dan
d. menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk
pertemuan berikutnya.
3 Guru
Berdasarkan permendikbud no 22 tahun 2016 pengelolaan kelas
dan laboratorium
1 Guru wajib menjadi teladan yang baik bagi peserta didik dalam
menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya serta
mewujudkan kerukunan dalam kehidupan bersama.
2 Guru wajib menjadi teladan bagi peserta didik dalam menghayati
dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif dan
proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3 Guru menyesuaikan pengaturan tempat duduk peserta didik dan
sumber daya lain sesuai dengan tujuan dan karakteristik proses
pembelajaran.
4 Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus
dapat didengar dengan baik oleh peserta didik.
5 Guru wajib menggunakan kata-kata santun, lugas dan mudah
dimengerti oleh peserta didik.
6 Guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan
kemampuan belajar peserta didik.
7 Guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, dan
keselamatan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran.
8 Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons
dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung.
9 Guru mendorong dan menghargai peserta didik untuk bertanya dan
mengemukakan pendapat.
10 Guru berpakaian sopan, bersih, dan rapi.
11 Pada tiap awal semester, guru menjelaskan kepada peserta didik
silabus mata pelajaran; dan
12 Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan
waktu yang dijadwalkan.
Berdasarkan penjelesan umum undang-undang nomor 32 tahun 1947, di
Republik Indonesia peraturan-peraturan dari jaman Jepang tentang penyerahan
hak mendirikan sekolah-sekolah Negeri sampai kini belum diubah. Bahwa hal ini
menimbulkan akibat-akibat yang tidak baik tak usah diterangkan dengan panjang
lebar. Dilihat dari sudut peraturan pegawai umpamanya, dengan desentralisasi
yang begitu luas, sukar sekali didapat persamaan dalam menetapkan kedudukan
guru, karena pengangkatan dan penetapan tingkatan guru ialah hak Pemerintah
daerah. Hal ini memang menjadi keluh kesah para guru, dan dengan sengaja atau
tak disengaja suasana demikian mempengaruhi pengajaran di sekolah-sekolah.
4 Siswa
Permendikbud no. 21 tahun 2016 menjelaskan bahwa Tingkat
Kompetensi dikembangkan berdasarkan kriteria;
1 Tingkat perkembangan peserta didik,
2 Kualifikasi kompetensi Indonesia,
3 Penguasaan kompetensi yang berjenjang.
Selain itu Tingkat Kompetensi juga memperhatikan tingkat
kerumitan/kompleksitas kompetensi, fungsi satuan pendidikan, dan
keterpaduan antar jenjang yang relevan. Untuk menjamin keberlanjutan
antar jenjang, Tingkat Kompetensi dimulai dari Tingkat Kompetensi
Pendidikan Anak Usia Dini. Berdasarkan pertimbangan di atas, Tingkat
Kompetensi dirumuskan sebagai berikut:

SDLB, SMPLB, dan SMALB yang dimaksud hanya diperuntukkan


bagi tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna laras yang intelegensinya
normal.
Bloom Taxonomy yang pertama kali dikenalkan oleh sekelompok
peneliti yang dipimpin oleh Benjamin Bloom pada tahun 1956 dan
dikembangkan lebih lanjut oleh Anderson and Krathwol pada tahun 2001
digunakan sebagai rujukan pada Standar Kompetensi Lulusan. Bloom
Taxonomy mengkategorikan capaian pembelajaran menjadi tiga domain,
yaitu dimensi pengetahuan yang terkait dengan penguasaan pengetahuan,
dimensi sikap yang terkait dengan penguasaan sikap dan perilaku, serta
dimensi ketrampilan yang terkait dengan penguasaan ketrampilan.
Dimensi pengetahuan diklasifikasikan menjadi faktual, konseptual,
prosedural, serta metakognitif yang penguasaannya dimulai sejak Tingkat
Pendidikan Dasar hingga Tingkat Pendidikan Menengah.
Structure of Observed Learning Outcome (SOLO) Taxonomy yang
pertama kali dikembangkan oleh Biggs dan Collin (1982) dan telah
diperbarui tahun 2003 digunakan sebagai dasar untuk mengelompokkan
Tingkat Kompetensi untuk aspek pengetahuan. Menurut SOLO Taxonomy
ada lima tahap yang dilalui oleh peserta didik untuk menguasai suatu
pengetahuan, yaitu tahah pre-struktural, uni-struktural, multi-struktural,
relasional dan abstrak yang diperluas. Kelima tahap ini dapat
disederhanakan menjadi tiga tahap, yaitu surface knowledge,
deep knowledge dan conceptual atau constructed knowledge.
Tahap surface knowledge diperoleh pada Tingkat Pendidikan Dasar
untuk Sekolah Dasar, tahap deep knowledge diperoleh pada Tingkat
Pendidikan Dasar untuk Sekolah Menengah Pertama dan tahap
conceptual/constructed knowledge diperoleh pada Tingkat Pendidikan
Menengah yaitu ada Sekolah Menengah Atas. Walaupun demikian, untuk
jenis pengetahuan tertentu, ketiga tahap ini dapat dicapai dalam satu
jenjang pendidikan atau dalam satu tingkat kelas. Berdasarkan Tingkat
Kompetensi tersebut ditetapkan Kompetensi yang bersifat generik yang
selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan Kompetensi
dan ruang lingkup materi yang bersifat spesifik untuk setiap mata
pelajaran. Secara hirarkis, Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai
acuan untuk menetapkan Kompetensi yang bersifat generik pada tiap
Tingkat Kompetensi. Kompetensi yanag bersifat generik ini kemudian
digunakan untuk menentukan kompetensi yang bersifat spesifik untuk tiap
mata pelajaran. Selanjutnya, Kompetensi dan ruang lingkup materi
digunakan untuk menentukan Kompetensi Dasar pada pengembangan
kurikulum tingkat satuan dan jenjang pendidikan.
Kompetensi yang bersifat generik mencakup 3 (tiga) ranah yakni
sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap dipilah menjadi sikap
spiritual dan sikap sosial. Pemilahan ini diperlukan untuk menekankan
pentingnya keseimbangan fungsi sebagai manusia seutuhnya yang
mencakup aspek spiritual dan aspek sosial sebagaimana diamanatkan
dalam tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, Kompetensi yang
bersifat generik terdiri atas 4 (empat) dimensi yang merepresentasikan
sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan, yang
selanjutnya disebut Kompetensi Inti (KI). Setiap Tingkat Kompetensi
berimplikasi terhadap tuntutan proses pembelajaran dan penilaian.
Penjabaran Tingkat Kompetensi lebih lanjut pada setiap jenjang
pendidikan sesuai pencapaiannya pada tiap kelas akan dilakukan oleh
Pihak Pengembang Kurikulum. Tingkat Kompetensi yang berbeda
menuntut pembelajaran dan penilaian dengan fokus dan penekanan yang
berbeda pula. Semakin tinggi Tingkat Kompetensi, semakin kompleks
intensitas pengalaman belajar peserta didik dan proses pembelajaran serta
penilaian.
5 Standar Kompetensi Lulusan
Berdasarkan permendikbud no. 20 Tahun 2016, standar
kompetensi lulusan adalah suatu kriteria tentang kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
6 Penilaian
Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian
otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses,
dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen
tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar
peserta didik yang mampu menghasilkan dampak instruksional
(instructional effect) pada aspek pengetahuan dan dampak pengiring
(nurturant effect) pada aspek sikap. Hasil penilaian otentik digunakan guru
untuk merencanakan program perbaikan (remedial) pembelajaran,
pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil
penilaian otentik digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses
pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses
pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dengan menggunakan
alat: lembar pengamatan, angket sebaya, rekaman, catatan anekdot, dan
refleksi. Evaluasi hasil pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran
dan di akhir satuan pelajaran dengan menggunakan metode dan alat: tes
lisan/perbuatan, dan tes tulis. Hasil evaluasi akhir diperoleh dari gabungan
evaluasi proses dan evaluasi hasil pembelajaran.
Menurut permendikbud no. 22 tahun 2016 Bab II Lingkup
Penilaian Pasal 2 Penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah terdiri atas:
1 penilaian hasil belajar oleh pendidik;
2 penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
3 penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Menurut permendikbud no. 22 tahun 2016 pasal 3.
1 Penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah meliputi aspek: a. sikap; b. pengetahuan; dan
c. keterampilan.
2 Penilaian sikap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
memperoleh informasi deskriptif mengenai perilaku peserta didik.
3 Penilaian pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur penguasaan
pengetahuan peserta didik.
4 Penilaian keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur
kemampuan peserta didik menerapkan pengetahuan dalam
melakukan tugas tertentu.
5 Penilaian pengetahuan dan keterampilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh pendidik, satuan
pendidikan, dan/atau Pemerintah.
Menurut permendikbud no. 22 tahun 2016 Bab IV Prinsip
Penilaian Pasal 5, Prinsip penilaian hasil belajar:
1 sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur;
2 objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria
yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai;
3 adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta
didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang
agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan
gender.
4 terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran;
5 terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang
berkepentingan;
6 menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup
semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian yang sesuai, untuk memantau dan menilai perkembangan
kemampuan peserta didik;
7 sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan
bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku;
8 beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran
pencapaian kompetensi yang ditetapkan; dan
9 akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik
dari segimekanisme, prosedur, teknik, maupun hasilnya.
Pasal 6 (1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk
ulangan, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan. (2)
Penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk: a. mengukur dan
mengetahui pencapaian kompetensi Peserta Didik; b. memperbaiki proses
pembelajaran; dan c. menyusun laporan kemajuan hasil belajar harian, tengah
semester, akhir semester, akhir tahun. dan/atau kenaikan kelas. (3) Pemanfaatan
hasil penilaian oleh pendidik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) diatur
lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal terkait.
Pasal 7 (1) Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan dalam
bentuk ujian sekolah/madrasah. (2) Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk penentuan kelulusan
dari satuan pendidikan. (3) Satuan pendidikan menggunakan hasil penilaian oleh
satuan pendidikan dan hasil penilaian oleh pendidik sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) untuk melakukan perbaikan dan/atau penjaminan mutu
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. (4) Dalam rangka perbaikan dan/atau
penjaminan mutu pendidikan sebagai mana yang dimaksud pada ayat (3), satuan
pendidikan menetapkan kriteria ketuntasan minimal serta kriteria dan/atau
kenaikan kelas peserta didik.
Pasal 8 (1) Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk
Ujian Nasional dan/atau bentuk lain yang diperlukan. (2) Penilaian hasil belajar
oleh Pemerintah dalam bentuk Ujian Nasional digunakan sebagai dasar untuk: a.
pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; b. pertimbangan seleksi
masuk ke jenjang pendidikan berikutnya; dan c. pembinaan dan pemberian
bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
Bab VI Mekanisme Penilaian Pasal 9 (1) Mekanisme penilaian hasil
belajar oleh pendidik: a. perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan
pada saat penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan
silabus; b. penilaian aspek sikap dilakukan melalui observasi/pengamatan dan
teknik penilaian lain yang relevan, dan pelaporannya menjadi tanggungjawab wali
kelas atau guru kelas; c. penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes
tertulis, tes lisan, dan penugasan sesuai dengan kompetensi yang dinilai; d.
penilaian keterampilan dilakukan melalui praktik, produk, proyek, portofolio,
dan/atau teknik lain sesuai dengan kompetensi yang dinilai; e. peserta didik yang
belum mencapai KKM satuan pendidikan harus mengikuti pembelajaran remedi;
dan f. hasil penilaian pencapaian pengetahuan dan keterampilan peserta didik
disampaikan dalam bentuk angka dan/atau deskripsi. (2) Ketentuan lebih lanjut
tentang mekanisme penilaian oleh pendidik diatur dalam pedoman yang disusun
oleh Direktorat Jenderal terkait berkoordinasi dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian.
Pasal 10 (1) Mekanisme penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan: a.
penetapan KKM yang harus dicapai oleh peserta didik melalui rapat dewan
pendidik; b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan pada semua mata
pelajaran mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan; c. penilaian
pada akhir jenjang pendidikan dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah; d.
laporan hasil penilaian pendidikan pada akhir semester dan akhir tahun ditetapkan
dalam rapat dewan pendidik berdasar hasil penilaian oleh Satuan Pendidikan dan
hasil penilaian oleh Pendidik; dan e. kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik
dari satuan pendidikan ditetapkan melalui rapat dewan pendidik. (2) Ketentuan
lebih lanjut tentang mekanisme penilaian oleh satuan pendidikan diatur dalam
pedoman yang disusun oleh Direktorat Jenderal terkait berkoordinasi dengan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian.
Pasal 11 Mekanisme penilaian hasil belajar oleh pemerintah:
a. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional
(UN) dan/atau bentuk lain dalam rangka pengendalian mutu pendidikan;
b. penyelenggaraan UN oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
bekerjasama dengan instansi terkait untuk mengukur pencapaian kompetensi
lulusan.
c. hasil UN disampaikan kepada peserta didik dalam bentuk sertifikat hasil UN;
d. hasil UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan masukan
dalam perbaikan proses pembelajaran; e. hasil UN disampaikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan sebagai dasar untuk: pemetaan mutu program dan/atau
satuan pendidikan; pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam
upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan; f. bentuk lain penilaian hasil
belajar oleh Pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk survei dan/atau sensus; dan
g. bentuk lain penilaian hasil belajar oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bab VI Prosedur Penilaian Pasal 12 (1) Penilaian aspek sikap dilakukan
melalui tahapan: a. mengamati perilaku peserta didik selama pembelajaran; b.
mencatat perilaku peserta didik dengan menggunakan lembar
observasi/pengamatan; c. menindaklanjuti hasil pengamatan; dan d.
mendeskripsikan perilaku peserta didik. (2) Penilaian aspek pengetahuan
dilakukan melalui tahapan: a. menyusun perencanaan penilaian; b.
mengembangkan instrumen penilaian; c. melaksanakan penilaian; d.
memanfaatkan hasil penilaian; dan e. melaporkan hasil penilaian dalam bentuk
angka dengan skala 0-100 dan deskripsi. (3) Penilaian aspek keterampilan
dilakukan melalui tahapan: a. menyusun perencanaan penilaian; b.
mengembangkan instrumen penilaian; c. melaksanakan penilaian; d.
memanfaatkan hasil penilaian; dan e. melaporkan hasil penilaian dalam bentuk
angka dengan skala 0-100 dan deskripsi.
Pasal 13 (1) Prosedur penilaian proses belajar dan hasil belajar oleh
pendidik dilakukan dengan urutan: a. menetapkan tujuan penilaian dengan
mengacu pada RPP yang telah disusun; b. menyusun kisi-kisi penilaian; c.
membuat instrumen penilaian berikut pedoman penilaian; d. melakukan analisis
kualitas instrumen; e. melakukan penilaian; f. mengolah, menganalisis, dan
menginterpretasikan hasil penilaian; g. melaporkan hasil penilaian; dan h.
memanfaatkan laporan hasil penilaian. (2) Prosedur penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan dilakukan dengan mengkoordinasikan kegiatan dengan urutan:
a. menetapkan KKM; b. menyusun kisi-kisi penilaian mata pelajaran; c. menyusun
instrumen penilaian dan pedoman penskorannya; d. melakukan analisis kualitas
instrumen; e. melakukan penilaian; f. mengolah, menganalisis, dan
menginterpretasikan hasil penilaian; g. melaporkan hasil penilaian; dan h.
memanfaatkan laporan hasil penilaian. (3) Prosedur penilaian hasil belajar oleh
pemerintah dilakukan dengan urutan: a. menyusun kisi-kisi penilaian; b.
menyusun instrumen penilaian dan pedoman penskorannya; c. melakukan analisis
kualitas instrumen; d. melakukan penilaian; e. mengolah, menganalisis, dan
menginterpretasikan hasil penilaian; f. melaporkan hasil penilaian; dan g.
memanfaatkan laporan hasil penilaian. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang prosedur
Penilaian oleh Pendidik sebagai mana dimaksud pada ayat (1) serta Penilaian oleh
Satuan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam pedoman
yang disusun oleh Direktorat Jenderal terkait berkoordinasi dengan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementerian.
Bab VII Instrumen Penilaian Pasal 14 (1) Instrumen penilaian yang
digunakan oleh pendidik dalam bentuk penilaian berupa tes, pengamatan,
penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan
karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. (2) Instrumen
penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk penilaian akhir
dan/atau ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan
bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik. (3) Instrumen penilaian yang
digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi persyaratan substansi,
konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas empirik serta menghasilkan skor
yang dapat diperbandingkan antarsekolah, antardaerah, dan antartahun.
Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan.
Pengawasan proses pembelajaran dilakukan oleh kepala satuan pendidikan dan
pengawas.
DAFTAR PUSTAKA

Beane, James, A., Toepfer, Jr. C.F., Alessi, Jr. S. J. (1986). Curriculum planning

and development. Massachusetts (US): Allyn and Bacon, Inc.

Bobbitt, J. F. (1918). The Curriculum. San Fransisco: Houghton Mifflin Company

Brown, Steven R. (1996). Q methodology and qualitative research. Kent State

University

Hornby, A. S. (1995). Oxford advanced learner’s dictionary of current English.

Fifth edition. Oxford: Oxford University Press.

Gie, The Liang. (1991). Pengantar ilmu filsafat. Yogyakarta: Yayasan Studi Ilmu

dan Teknologi

Ilie, M. D. (2013). A hyper-rationalistic model for curriculum development: First

draft. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 76, 383-387.

Kemendikbud. (2016). Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik


Indonesia nomor 20 tahun 2016 tentang standar kompetensi lulusan
pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Kemdikbud.
Kemendikbud. (2016). Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik
Indonesia nomor 21 tahun 2016 tentang standar isi pendidikan dasar
dan menengah. Jakarta: Kemdikbud.
Kemendikbud. (2016). Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik
Indonesia nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan
dasar dan menengah. Jakarta: Kemdikbud.
Kemendikbud. (2016). Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik
Indonesia nomor 23 tahun 2016 tentang standar penilaian pendidikan
dasar dan menengah. Jakarta: Kemdikbud.
Kemendikbud. (2016). Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik
Indonesia nomor 24 tahun 2016 tentang KI dan KD kurikulum 2013
pada pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Kemdikbud.
Presiden Republik Indonesia. (1947). Undang-undang nomor 32 tahun 1947
tentang memusatkan segala urusan sekolah-sekolah lanjutan negeri
pada kementerian pengajaran pendidikan dan kebudayaan. Jakarta:
Presiden RI.
Krug, Edward, A. Curriculum Planning. New York (US): Harper and brother

Majir, A. (2015). Delapan landasan manajemen pendidikan. Jakarta: Fellynda

Restu

Majir, A. (2017). Dasar pengembangan kurikulum. Yogyakarta: DEEPUBLISH

Rahimi, A., Borujeni, S. A. M., Esfahani, A. R. N., & Liaghatdar, M. J. (2010).

Curriculum mapping: a strategy for effective participation of faculty

members in curriculum development. Procedia-Social and Behavioral

Sciences, 9, 2069-2073. doi:10.1016/j.sbspro.2010.12.448

Soedijarto, (1993). Menuju pendidikan nasional yang relevan dan bermutu.

Jakarta: Balai Pustaka

Sukmadinata, S., Nana. (1997). Pengembangan kurikulum. Bandung: Remaja

Rosda karya

Tyler, T. R., Lind, E. A. (1988). The social psychology of procedural justice. New

York: Plenum

Zais, Robert S. (1976). Topics education, culture, curriculum planning. New

York: Crowell

Anda mungkin juga menyukai