Anda di halaman 1dari 25

Tugas Kelompok 8

HALAMAN JUDU L

TEOLOGI AL-BANJARI
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

MATA KULIAH:Teologi Islam


DOSEN : Syahmidi,S.Th.I.,M.Pd.I.

Disusun Oleh:
Muhammad Akbar
1801160084

Rita Sari
1801160076

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
TAHUN 2018 M / 1439 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
penulis panjatkan puja dan syukur ke hadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada peneliti, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya Tulis
Ilmiah ini. Sholawat serta salam peneliti haturkan kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah
memberikan bimbingan berupa iman dan islam kepada kita semua.

Makalah ini berjudul “Teologi Al-Banjari”. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dalam
rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Teologi Islam.

Karya Tulis Ilmiah ini telah peneliti susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Karya Tulis Ilmiah
ini.Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, pada kesempatan ini
peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberi arahan, bimbingan, kritik, saran,
motivasi serta bantuan dalam bentuk apapun.

Wassalumu’alaikumWr. Wb.

Palangka Raya, November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................................................................ 2
D. Batasan Makalah .......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 3
A. Perkembangan Intelektual Al-Banjari .............................................................................. 3
1. Kehidupan Awal Al-Banjari .................................................................................................. 3
2. Pengembangan Intelektual di Haramain ................................................................................ 3
3. Kontribusi Al-Banjari bagi Pendidikan dan Dakwah ............................................................ 7
4. Karya-karya Tulis Al-Banjari ................................................................................................ 8
B. Firqah dalam pandangan Al-Banjari ....................................................................................... 9
1. Penilain Al-Banjari atas Firqah Akidah dan Firqah Tasawuf ................................................ 9
2. Ajaran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah Menurut Al-Banjari dan Upaya Penegakannya ....... 15
BAB III PENUTUP................................................................................................................... 21
A. Kesimpulan................................................................................................................................. 21
B. Saran ........................................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 22

iii
BAB I P ENDA HULUAN

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam tumbuh di Banjarmasin sekitar abad ke-16, sejak kerajaan
Islam Banjar didirikan oleh Sultan yang pertama, yakni Sultan Suriansyah
(1525-1550 M. / 931-957 H.). Meskipun demikian, dari segi intensitas
pengamalan, Islam di tanah Banjar mengalami peningkatan ketika
Muhammad Arsyad Al-Banjari bersama para murid dan anak cucunya
pada akhir abad ke-18 melakukan pembaharuan. Salah satu pembaharuan
yang dilakukan Muhammad Arsyad al- Banjari dalam bidang akidah
terangkum dalam tulisannya Tuhfat Al-Raghibin.1
Pendidikan Semangat pembaharuan dalam kepribadian Muhammad
Arsyad Al-Banjari, pembelajaran keagamaan terlihat setelah ia kembali
dari tanah suci Mekkah ke Martapura Kalimantan Selatan. Salah satu yang
dilakukannya setelah berada di Kalimantan Selatan khusus di Martapura
adalah mendirikan lembaga pendidikan Islam yang sangat penting untuk
mendidik kaum Muslimin guna meningkatkan pemahaman masyarakat
atas ajaran-ajaran dan praktik-praktik Islam.

Asal mula kemunculan firqah (kaum, aliran, kelompok, golongan


atau paham) dilatar belakangi oleh perbedaan dan perselisihan tentang
masalah politik dan teologi. Karena perbedaan dan perselisihan pandangan
tersebut, satu firqah dengan mudah mengkufurkan firqah lainnya, seperti
kaum khawarij terhadap para sahabat yang terlibat dalam tahkim (aritbase).
Menurut mereka orang yang terlibat dalam tahkim itu kufur.2 Maka dari itu
penting kiranya kita mengetahui bagaimana peranan dan pemikiran Syekh
Muhammad Arsyad pada pembentukan akidah masyarakat Banjar.

1
Hawash Abdullah,Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, al-Fathanah, Pontianak, 1983 hlm. 21.
2
Khairil Anwar,Teologi Al-Banjari, Global House Publications, Bandung, 2009, hlm.60.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan intelektual Al-Banjari?
2. Bagaimana penilaian firqah dalam pandangan Al-Banjari?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui perkembangan intelektual Al-Banjari.
2. Untuk mengetahui penilaian firqah dalam pandangan Al-Banjari.
D. Batasan Makalah
Mengingat begitu luasnya materi ini, maka penulis membatasi pembahasan
ini yang sesuai dan terdapat dalam rumusan masalah. Mengenai hal ini yang
tidak memiliki hubungan dengan hal-hal yang tercantum pada rumusan
masalah di atas tidak penulis uraikan pada makalah ini.

2
BAB II PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Intelektual Al-Banjari


1. Kehidupan Awal Al-Banjari
Al-Banjari dilahirkan di Martapura, Kalimantan Selatan, pada malam
Kamis tanggal 15 safar 1122 atau 19 Maret 1710 pada masa Sultan
Tahmidullah I (1700-1734). Ayahnya bernama Abdullah,seorang
penduduk Lok Gabang di Kecamatan Astanbul, Kabupaten Banjar. Ibunya
bernama Aminah juga berasal dari kampung itu.
Al-Banjari mendapatkan pendidikan dasar keagamaannya di daerahnya
sendiri, dari ayahnya dan para guru setempat. Ketika berusia 7 tahun,ia
telah mampu membaca Al-Qur’an secara sempurna. Dia menjadi terkenal
sehingga mendorong Sultan Tahmidullah I (1700-1734), untuk
mengajarkan tinggal di Istana. Dikemudian hari,Sultan Tamjidillah (1734-
1759), menikahkannya dengan seorang wanita keturunann China yang
bernama Bajut ketika Al-banjari berusia 30 tahun. Ketika istrinya
mengandung, Sultan Tamjidillah mengirim Al-banjari ke Makkah guna
menuntut ilmu lebih lanjut atas biaya kesultanan Banjar.
Tampaknya,sultan mengongkosi Al-Banjari dengan murah hati sehingga
Al-Banjari mampu membeli sebuah rumah di daerah Syamiyah, Makkah,
yang disebut dengan “Berhat Banjar” ,yang mana rumah itu masih
dipertahankan oleh para pendatang (imigran) Banjar sampai sekarang ini.
2. Pengembangan Intelektual di Haramain
Di Makkah, Al-Banjari mempelajari agama Islam bersama dengan
beberapa ulama lainnya pada abad ke-18, seperti Abd al-Shamad al-
Falimbani, Abd Al-Wahhab Bugis, dan Ulama Betawi yang masyhur, Abd
al-Rahman Misri. Empat ulama ini pernah belajar tasawuf pada Syekh Abd

3
al-Karim al-Sammani, yang dari namanya diambil nama Tarikat
Sammaniyyah. 3
Selain itu, Al-Banjari belajar kepada ulama terkenal baik di Makkah
maupun di Madinah. Ulama terkenal itu adalah:
1. Syekh Atha Allah ibn Ahmad al-masri Al-azhari;
2. Syekh Muhammad ibn Sulaiman al-Kurdi;
3. Ahmad ibn Abd al-Mun’im al-Damanhuri;
4. Abdullah ibn Hijazi al-Syarqawi;
5. Syekh Siddiq ibn Umar Khan;
6. Syekh Abd al-Rahman ibn Syekh Muhammad Hilal;
7. Syekh Muhammad Zayn ibn Faqih Jalal al-Din, Aceh;
8. Sayyid Muhammad Murtadla al-Zabidi;
9. Syekh Salim ibn Abdullah al-Basri;
10. Syekh Muhammad ibn Ali al-Jauhari;
11. Ibrahim al-Ra’is al-Zamzami.

Menurut Azra, ulama yang terakhir inilah yang mungkin


mengajarkan kepada Al-Banjari Imu Falak (astronomi), bidang yang
menjadikan Al-Banjari salah seorang ahli paling menonjol di antara
para ulama Melayu Indonesia.4

Menurut Shagir Abdullah, ada beberapa sanad pengajian Al-


Banjari yang telah diketahui antara lain:

1. Sanad Matan al-Ghayah wa al-Taqrib. Dalam sanad kitab ini,


Al-Banjari belajar kepada Mufti Sayyid Abd al-Rahman ibn
Sulaiman al-Ahdal al-Zabidi. Kemudian, Abd al-Rahman al-
Zabidi belajar kepada gurunya dan seterusnya sampai kepada
pengarang kitab tersebut Al-Qadi Abu Syuja Ahmad ibn Husyn
al-Asfahani.

3
Ibid.,hlm. 46-47
4
Azyumardi Azra,Jaringan Ulama Timur Tengah dan kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII,Mizan,Bandung,1994,hlm.47.

4
2. Sanad Fath al-Jawad Syarh al-IrsyadI. Al-Banjari belajar
kepada Sulaiman al-Zabidi, dan seterusnya sampai kepada
pengarang tersebut, Syekh Ahmad ibn Muhammad ibn Hajar
al-Haitami al-Makki.
3. Sanad Manzhumah al-Rahbiyyah. Al-Banjari belajar kepada
Sayyid Abi al-Fa’id Muhammad Murtadla ibn Muhammad al-
Zabidi, dan seterusnya, sampai kepada al-Imam Mauqit al-Din
Muhammad ibn Ali al-Rahbi,penggubah kitab tersebut.
4. Sanad Nayl al-Authar ala mustaqa al-akhbar.Al-Banjari
berguru kepada pengarangnya,yakni Sayyid Muhammad ibn
Ismail ibn Shalih ibn Muhammad yang dikenal dengan al-
sar’ani.
5. Sanad al- Sunan al-Shughra. Al-Banjari belajar kepada Salim
ibn Abdullah al-Bashri al-Makki, dan seterusnya sampai
kepada Imam al-Nasa’I, pengarang kitab tersebut.
6. Sanad Sirah ibn Ishaq. Al-Banjari belajar kepada Muhammad
Murtada al-Zabidi, dan seterusnya sampai kepada pengarang
kitab tersebut, Syekh Abu Bakr Muhammad ibn Ishaq al-
mutallibi.
7. Sanad al-Nayr wa al-Ajrumiyyah. Al-Banjari belajar kepada
Muhammad Murtada al-Zabidi, dan seterusnya sampai kepada
pengarang kitab tersebut yaitu Syekh Syams al-Din Abu al-
khair Muhammad ibn Muhammad ibn al-Jazari.
8. Sanad alfiyyah al-Haditsiyyah. Al-Banajari berguru kepada
Sulaiman al-Zabidi, dan seterusnya samapai kepada
pengubahnya yaitu Imam Jalal al-Din al-Suyuti.
9. Sanad hasyiyah syarb al-Sa’d ‘ala al-Aqa’id. Al-
Banjariberguru kepada pengarang kitab, Syekh ‘Isham al-Din
Ibrahim ibn ‘Urbasyah al-Asfarayini.

5
10. Sanad Syarh al-Jauharah. Al-Banjari berguru kepada Sulaiman
al-Zabidi, dan seterusnya samapi kepada Syekh ‘Abd al-Salim
ibn Syekh Ibrahim al-Laqani.
11. Sanad Kitab al-Tauhid fi haqq Allah. Al-Banjari belajar kepada
Muhammad al-Zabidi, dan seterusnya sampai kepada
Muhammad ibn Abd al-Wahhab ibn Sulaiman.
12. Sanad al-Mawahid al-Sunniyah al-Fara’id al-Bahiyyah. Al-
Banjari belajar kepada Sulaiman al-Zabidi yang belajar
langsung kepada pengarang kitab, Syekh ‘Abdullah ibn
Sulaimin al-Jarhazi al-Zabidi.
13. Sanad Kanz al-Raghibin Syarh al-Minhaj. Al-Banjari belajar
kepada Muhammad al-Zabidi, dan seterusnya sampai kepada
pengarang kitab, Syekh Jalal al-Din Muhammad ibn
Muhammad al-Mahalli.
14. Sanad Taj al-‘Arusy Syarh al-Qamus. Al-Banjari belajar
langsung kepada pengarang kitab tersebut, Syekh Abu al-Fayd
Muhammad Murtadla ibn Muhammad al-Zabidi.
15. Sanad fiqh al-Lughah wa sirrah al-‘Arabiyyah. Al-Banjari
berguru kepada Syekh Al-Hassan ibn Ahmad ‘akisy Al-
Yamani, dan seterusnya sampai kepada pengarang kitab
itu,yakni al-Imam Abu Mansur al-Tha’alibi.
16. Sanad Tarikh Makkah. Al-Banjari belajar kepada Sulaiman al-
Zabidi, dan seterusnya sampai kepada al-Imam Ab-Walid
Muhammad ibn Abdullah Al-Azraqi.5

Dari sanad diatas membuktikan bahwa Al-Banjari belajar berbagai


kitab dari guru-guru yang bersambung sanad-nya sampai kepada
pengarang atau pengubah kitab. Hal ini membuktikan bahwa Al-Banjari
tetap menjaga tradisi belajar system sanad yang berkembang saat itu.

5
Hawash Abdullah,Syekh Muhammad Arsyad Pengarang Sabilal Muhtadin,Khazanah
Fathaniyah,Kuala Lumpur, 1990, hlm.27-28.

6
Sistem sanad ini tampaknya juga tetap dilestarikan oleh sebagian ulama di
berbagai pesantren tradisional di Indonesia.

Setelah lebih 30 tahun belajar di Makkah dan di Madinah, Al-Banjari


pulang ke Nusantara bersama temannya Abd al-Rahman al-Batawi al-
Mashri dan abd Al-Wahhab al-Bugisi pada sekitar tahun 1772/1773 M.
setelah pulang ke Nusantara, tidak sedikit aktivitas yang didilakukannya
dan buah karya pemikiran yang dihasilkannya. Sampai akhirnya, Al-
Banjari wafat pada tanggal 6 syawal 1227 H/ 13 Oktober 1812 M dalam
usia 105 tahun dalam hitungan tahun Hijriyah dan 102 tahun dalam tahun
Masehi.

3. Kontribusi Al-Banjari bagi Pendidikan dan Dakwah


Kontribusi Al-Banjari dalam pendidikan dan dakwah tidak dapat
dilepaskan dari profil keulamaannya sebagai seorang tokoh yang memilih
dan menguaisai ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan keagamaan
serta tinjauan tentang sosoknya sebagai seorang tokoh yang giat
menjalankan fungsi dan peran keulamaannya dalam masyarakat. Berbagai
disiplin ilmu agama ia kuasai seperti akidah,fikih,tasawuf, dan bahkan
ilmu falak sehingga ia dengan mudah dapat menyelesaikan berbagai
masalah yang pelik.
Diantara keahlian dan kedalaman ilmunya dalam ilmu Falak adalak
usahanya memperbaiki arah kiblat di beberapa masjid di Batavia setelah
kepulangannya dari Haramain pada tahun 1186 H/1773 M.
Adapun aktivitas Al-Banjari dalam bidang pendidikan dapat dilihat
dari usahanya membangun lembaga-lembaga pendidikan Islam. Lembaga
pendidikan tersebut berada di Kampung Dalam Pagar sekitar 8 km dari
kota Martapura. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut melahirkan kader
ulama-ulama yang tangguh dan ulet. Pada mulanya lembaga pendidikan
berbentuk pengajian ini lebih ditekankan kepada anak cucu dan keluarga
Al-Banjari,kemudian semakin lama semakin bertambah banyak santri-
santri dari jauh datang belajar dilembaga tersebut.

7
Menurut Azra, lembaga pendidikan yang dibangun Al-Banjari seperti
surau di Sumatra Barat atau pesantren di Jawa. Seperti pesantren yang
berada di Jawa, pusat lembaga pendidikan Islam yang di bangun Al-
Banjari terdiri atas ruangan-ruangan untuk belajar,pondokan santri,rumah
para ulama dan perpustakaan.
Dalam konteks memberikan peran kepada ulama yang dikadernya, Al-
Banjari juga telah mengambil langkah penting lain dengan jalan
mengadadakan pembaharuan administrasi pengadilan kesultan Banjar.
Disamping aktif mengajar dan mendidik anak cucu serta para santri yang
datang dari berbagai daerah, Al-Banjari juga pergi berdakwah ke segenap
lapisan masyarakat,dari kalangan biasa sampai kaum bangsawan yang
tinggal di istana.
Dakwah Al-Banjari dalam konteks ini merupakan dakwah kultural dan
struktural, dalam aktivitas dakwah kultural, agaknya Al-Banjari
menemukan kesulitan,terutama yang berkaitan dengan objek dakwah.
Betapa sulitnya ia menghadapi masyarakat Muslim yang masih percaya
dan melestarikan tradisi animisme dan ajaran Hindu. Menghadapi hal
ini,metode dakwah yang digunakannya cukup menarik yaitu ia mengawini
orang-orang keturunan Cina,melalui perkawinan ini, ia ingin mendapatkan
dukungan dari kalangan etnis lain. Hal lain yang cukup menarik adalah
usaha Al-Banjari untuk memberantas paham wujudiyyah mulhidah yang
dibawa oleh Haji Abdul Hamid,karena ajarannya dinilai oleh Al-Banjari
dapat meresahkan dan menyesatkan umat Islam,Haji Abdul Wahid
dihukum mati oleh Sultan atas dasar fatwa yang diberikan Al-Banjari. 6
4. Karya-karya Tulis Al-Banjari
Dalam usaha mendakwahkan agama Islam di daerah Kalimantan, Al-
Banjari menulis beberapa risalah atau kitab. Kitab-kitab itu ditulis dalam
bahasa Arab Melayu. Di antara kitab-kitab itu ada yang sudah dicetak, tapi

6
Syamsiar Seman,Pangeran Antasari dan Meletusnya Perang Banjar,Lembaga Studi Sejarah
Perjuangan dan Kepahlawanan Kalimantan Selatan,Banjar Masin,2003,hlm.29-30

8
ada juga yang masih dalam bentuk manuskrip. Menurut Asywadi Syukur,
ada dua belas karya Al-Banjari, yaitu:
a. Risalah Ushul al-Din;
b. Risalah Tuhfah al-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu’minin
wa Ma Yufsiduhu min Riddah al-Murtaddin;
c. Risalah al-Qaul al-Mukhtshar fi’Alamah al-Maahdi al-Muntadzar;
d. Parukunan basar;
e. Risalah Luqthah al-Banjari;
f. Kitab al-Nikah
g. Kitab al-Fara’idi
h. Risalah Fatwa ‘Atha illah;
i. Syarah Fath al-Jawad;
j. Kitab Sabil al-Muhtadin li Tafaqquhi fi al-Din
k. Risalah Fath al-Rahman bi Syarah Risalah al-Wali al-Ruslan;
l. Risalah Kanz al-Ma’rifah.7

B. Firqah dalam pandangan Al-Banjari


1. Penilain Al-Banjari atas Firqah Akidah dan Firqah Tasawuf
Dalam upayanya menyelamatkan umat Islam dari berbagai firqah
yang sesat, Al-Banjari memberikan penilain atas beberapa ajaran firqah
akidah dan firqah tawawuf yang berkembang di masyarakat.
a. Penilain Al-Banjari atas Ajaran Firqah Akidah
Penilain pertama ditujukan firqah Rafidhiyah yang menurut Al-
Banjari terpecah menjadi 12 firqah kecil. Dalam Tuhfah al-Raghibin,Al-
Banjari menilai beberapa ajaran atau keyakinan yang dianut oleh firqah
Rafidhiyah. Di antara yang dinilainya adalah sebagai berikut:
1) keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah Nabi Allah, dan
malaikat Jibril keliru membawa wahyu kepada Nabi
Muhammad saw,kemudian Al-Banjari menyatakan bahwa
keyakinan seperti itu dapat membawa kepada kekufuran

7
Ibd.,hlm.34

9
2) keyakinan adanya hulul dan tanasukh (reinkarnasi);
3) keyakinan bahwa Tuhan berjisim seperti jasad para nabi dan
imam mereka.

Ajaran-ajaran Rafidhiyah seperti ini kebanyakan diajarkan oleh


kelompok Syi’ah ghulat (ekstrem) yang ditentang oleh Syi’ah Itsna
‘Asyari. Dalam penilaian Al-Banjari,kaum Rafidhiyah merupakan
sejahat-jahat ahli bid’ah,bahkan mereka boleh dibunuh. Hal ini harus
dipahami sebagai upaya Al-Banjari membentengi atau menjaga
masyarakat Banjar sebagai objek dakwahnya supaya tidak
terpengaruh oleh paham Rafidhiyah. Karena, menurut Al-Banjari
keyakinan kaum Rafidhiyah jelas dapat merusak paham Ahl al-
Sunnah wa al-Jam’ah.

Penilain yang kedua ditunjukkan Al-Banjari atas firqah


Kharijiyah atau Khawarij yang kemudian terpecah menjadi 12 firqah
kecil. Ada beberapa ajaran atau keyakinan Khawarij yang dikaji Al-
banjari dalam kitab Tuhfah al-Raghibin. Diantaranya adalah
kebiasaan kaum Khawarij mengkafirkan orang Islam yang
mengerjakan dosa besar. Yang dimaksud mengkafirkan orang yang
berdosa besar itu tidak hanya yang meninggalkan shalat dan zakat,
tetapi juga yang terlibat dal peristiwa ttahkim (aritbase). Keyakinan
seperti itu jelas bertentangan dengan paham Al-Qur’an dan Hadis
seperti yang dipahami Al-Banjari.

Penilain yang ketiga diarahkan kepada firqah Jabariyah yang


terpecah menjadi 12 sekte kecil. Kitab Tuhfah al-Raghibin, ada
beberapa penilain Al-Banjari terhadap ajaran firqah Jabariyah, di
antara nya yaitu: (1) keyakiyanan kaum jabariyah bahwa segala
perbuatan manusia, baik amal kebajikan seperti imam dan amal saleh
maupun kejahatan seperti kufur dan maksiat, semata-mata dari
Allah; (2)keyakinan mereka bahwa manusia tidak mempunyai daya

10
dan usaha dalam segala perbuatan sebab manusia bagaikan benang
yang tergantung lalu ditiup angina ke kanan dan ke kiri. Keyakinan
Jabariyah seperti itu, menurut Al-Banjari bertentangan dengan Al-
Qur’an dan ijma ulama. Jelas disini bahwa Al-Banjari,tidak
sependapat dengan paham Jabariyah yang memandang bahwa semua
perbuatan itu diciptakan dan dilakukan atas iradah (kehendak) dan
qudrah (kuasa) Allah. Keyakinan seperti ini dinilai oleh Al-Banjari
dapat membawa pada kekufuran karena ia dapat menimbulkan
perbuatan jahat seperti berzina dan mencuri dengan
mengatasnamakan iradah dan qudrah Allah swt.8

Penilaian keempat ditunjukkan kepada firqah Qadariyah. Di


dalam kitab Tuhfah al-Raghibin, Al-Banjari memberikan penilaian
atas kaum Qadariyah yang menyakini bahwa perbuatan manusia itu
baru dan memberi bekas atas usaha atau ikhtiar manusia sendiri yang
dayanya sudah diciptakan oleh Allah sebelumnya menurut Al-
Banjari keyakinan seperti itu dapat membawa kepada kekufuran.
Sebab,kata Al-Banjari,keyakinan kaum Qadariyah bahwa Allah itu
lemah dalam menjadikan segala perbuatan bertentangan dengan
qudrah dan iradah Allah swt.

Penilain kelima diarahkan kepada kaum Mujassimah. Menueut


Al-Banjari, ada beberapa keyakinan Mujassimah yang bertentangan
dengan Al-Qur’an,Hadis dan ijma. Diantara paham Mujassimah
yang dinilai Al-Banjari bid’ah dan dapat membawa kekufuran adalah
(1) keyakinan mereka bahwa nama dan sifat Allah itu makhluk; (2)
keyakinan mereka bahwa Allah itu bersifat mawjud dalam bentuk
hulul dan ittihad; (3) keyakinan mereka bahwa orang Mukmin yang
berbuat maksiat akan kekal didalam neraka; (4) keyakinan mereka
bahwa orang yang masuk neraka kalau sudah terbakar menjadi abu
tidak akan hidup kembali. Keyakinan-keyakinan seperti itu memang

8
Khairil Anwar, Op.cit hlm.71-74

11
bertentangan dengan paham Al-Banjari. Menurut Al-Banjari, Tuhan
itu mempunyai sifat, tapi sifat-Nya tidak sama dengan sifat manusia.

Penilain keenam ditunjukan kepada kaum Muji’ah Mal’unah


(kelompok Murji’ah yang di nilai sesat dan terkutuk). Namun,
sebelumnya perlu diketahui nahwa menurut Al-Banjari, firqah
Mur’jiah terbagi dua golongan, yaitu Murji’ah Marhumah
(kelompok Murji’ah yang selamat) dan Murji’ah Mal’unah
(kelompik Murji’ah yang terkutuk). Dari kedua golongan
tersebut,Al-Banjari hanya mengkritik Murji’ah Mal’unah yang
dinilainya bid’ah, bahkan dapat membawa kepada kekufuran.
Diantaranya adalah (1) keyakinan mereka bahwa jika seseorang
sudah mengucapkan kalimat tauhid La Illaha Illa Allah, maka ia
tetap dihukumi Mukmin sekalipun berbuat maksiat dan (2)
keyakinan bahwa jika seseorang percaya pada keesaan Allah maka
sekali-kali tidak tersurat atasnya dosa besar. Kufur menurut Al-
Banjari itu rupanya tidak sampai menafikan keiman seseorang.
Kufur menurut Al-Banjari tersebut tidak mengarah kepada kufr
millah. Memang kalau ada pham yang memang jelas menyimpang,
maka ia harus di tolak dan dibuktikan kesalahannya agar yang
mengemukakannya menyadari kesalahannya dan yang terpengaruh
kembali kepada kebenaran. Terlepas dari itu,penilain Al-Banjari
yang terkesan keras tersebut tampaknya harus dipahami sebgai
upaya dakwah Al-Banjari dalam menjaga akidah umatnya,khususnya
umat Islam Banjar, dari paham atau keyakinan yang dinilainya
bid’ah, dan dapat membawa kepada kekufuran.9

b. Penilaian atas Berbagai Firqah Tasawuf


Selain memberikan penilaian atas beberapa ajaran akidah, Al-
Banjari juga memberikan penilaian atas berbegai firqah tasawuf
yang disebutnya sebagai “kaum mulhid yang bersufi-sufi diri”.

9
Ibid.,hlm.75-77

12
Penilaian Al-Banjari ini memang terkesan keras. Namun, penilaian
ini merujuk kepada pendapat ulama Sunni. Al-Banjari memberikan
berbagai penilaian atas firqah orang-orang yang disebutnya “bersufi-
sufi diri”. Jumlah firqah tasawuf yang dinilai dan dikritik Al-Banjari
sebanyak 13 dan semuanya dimasukkannya ke dalam 72 firqah yang
bid’ah .berikut firqah-firqah tasawuf yang dinilai bid’ah oleh Al-
Banjari:
1) Murjiyah Hubbiyah
Nama firqah tasawuf ini tertulis murjiyah pada kitab tuhfah al-
Ragibhin. Dalam penilaian Al-Banjari, paham yang dianut kelompok
Murjiyah Hubbiyah ini bid’ah dan membawa pada kekufuran
penilaian ini didasarkan atas paham mereka yang menyatakan bahwa
apabila seorang hamba sudah sampai ke martabat kasih akan Allah
swt., maka gugurlah semua ibadah yang zahir (nyata) seperti shalat
dan puasa, lalu ibadatnya cukup dengan bertafakur saja. Mereka juga
berpendapat bahwa seorang hamba yang sudah mencapai martabat
itu dihalalkan “berhubungan” dengan perempuan lain sesuka hati,
dengan dalih semua makhluk yang ada didunia ini hanya milik
Allah. Al-Banjari tidak menjelaskan tingkat kekufuran paham
tersebut. Namun, kalau memakai ukuran yang digunakan Al-
Ghazali,agaknya kufur yang dimaksud adalah menentang hukum
Tuhan. Karena itu, orang yang berpaham Hubbiyah tidaklah kafir
millah melaikan kafir terhadap Tuhan yang qad’I (pasti) dari Al-
Qur’an seperti shalat dan puasa.
2) Awliya’iyah
Kata awaliya’iyah berasal dari kata wali,jamaknya awliya’,yang
berarti dekat, yang mencintai,teman,sahabat, atau orang yang
mengurus perkara seseorang. Dikatakan Awliyya’iyah karena firqah
ini percaya bahwa seseorang wali itu ma’shum terhindar dari dosa),
bahkan ia lebih mulia disbanding seorang nabi.

13
Penilaian Al-Banjari atas kaum Awliya’iyah disebabkan oleh
paham mereka yang menyimpang,kata Al-Banjari, menyatakan
bahwa apabila seorang hamba sudah sampai ke derajat wali, maka
terlepaslah darinya kewajiban amar al-ma’ruf dan nahyi al-munkar.
Mereka juga tidak mau menghindari wali itu meskipun ia telah
melakukan kemungkaran atau perbuatan paling keji. Lebih dari itu,
mereka meyakini bahwa seorang wali lebih utama daripada nabi,
baik ketika ia masih hidup, maupun ketika ia sudah meninggal dunia.
Karena seorang nabi menerima wahyu dari Allah swt.melalui Allah
swt. Tapa perantara. Pemahaman seperti itu agaknya wajar dinilai
bid’ah dan membawa kepada kekufuran oleh Al-Banjari karena
bertentangan dengan Al-Qur’an,hadis,ijma’ ulama Sunni.
3) Syakhrakhiyah
Nama firqah tasawuf ini tertulis dengan nama Syakhrakhiyah
dalam Tuhfah al-Raghibin. Pembawanya bernama ‘Abdullah ibn
Syamrakh, salah seorang tokoh khawarij. Kelompok ini menamakan
dirinya kelompok Hububiyah. Bagi mereka, nikah mut’ah itu halal
sebab perempuan yang tidak menikah adalah seperti bunga yang
tidak ada pemiliknya. Sedangkan memetik atau mencium bunga
yang tidak ada pemiliknya adalah dibolehkan. Demikian pula para
janda; mereka boleh dinikahi atau sekedar dipandang saja. Al-
Banjari mengatakan bahwa kelompok ini sudah sampah pada tingkat
mengasihi Tuhan,maka terangkatlah amar ma’ruf dan nahyi al-
munkar.
4) Ibahiyah (ibahatiyah)
Nama firqah ini berasal dari kata abaha,yubihu,ibahatan, yang
berarti bebas dan boleh. Ibahiyah adalah firqah yang meyakini
bahwa mereka bebas dan boleh berbuat sekehendaknya. Al-Banjari
menyebut paham ini sebagai paham yang suka meninggalkan
kewajiban amar al-ma’ruf nahyi al-munkar dan memperbolehkan
zina. Sedangkan menurut al-Hafni, di antara pengikut kelompok

14
orang yang menganggap dirinya telah mencapai puncak kesufian
sehingga, menurut mereka,tidak perlu lagi memperhatikan hukum-
hukum Islam. Mereka beranggapan bahwa tujuan hukum Islam alah
untuk mengatur orang-orang awam yang belum sampai pada puncak
kesufian seperti mereka. Dari sini, mereka juga meyakini tidak ada
satu kewajiban pun harus mereka lakukan.
Disamping itu, mereka menghalalkan berhubungan badan
dengan siapa saja dengan alas an bahwa dalam diri setiap orang dari
mereka terdapar nur Illahi (cahaya ketuhanan) sehingga dengan
berhubungan badan,cahaya dari masing-masing orang akan akan
bertemu dan bersatu. Lebih dari itu, Ibn al-Jawzi dan Ibn Jarir
menjelaskan bahwa kelompok Ibahiyah selalu menghalalkan hal-hal
yang diharamkan,bahkan di antara mereka ada yang meyakini bahwa
semua laki-laki adalah saudara bagi semua perempuan.
Paham kaum Ibahiyah dinilai Al-Banjari sebagai bid’ah dan
sesat serta dapat membawa kekufuran. Namun,kufur mereka tidak
sampai kufr millah (agama),melainkan kufr ni’mah dan kufr terhadap
syari’at Allah, seperti melakukan zina dan meninggalkan kewajiban
terhadap Tuhan.
5) Mutakasilah
Nama ini berasal dari kata takasala-yatakasalu-takasulan yang
berarti bermalas-malasan. Dikatan Al-Banjari, firqah ini suka
bermalas-malasan,tidak mau berusaha, dan bekerja keras,suka
meminta-minta serta suka mengambil uang zakat dan sedekah untuk
kepentingan pribadi. Firqah ini dinilai bid’ah oleh Al-Banjari karena
bertentangan dengan ajaran Rasullah saw.10
2. Ajaran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah Menurut Al-Banjari dan
Upaya Penegakannya
Setelah melakukan penilaian atas firqah akidah dan firqah
tasawuf, Al-Banjari mengajak untuk berakidah dengan akidah Ahl

10
Ibid.,hlm.80-84

15
Al-Sunnah wa al-Jam’ah. firqah yang terakhir ini dinilai Al-Banjari
sebagai firqah yang selamat. Sebelum membahas penegakkan
akidah Ahl al-Sunnah wa al-Jam’ah, perlu diketahui terlebih dahulu
bentuk ajaran atau keyakinan Ahl Sunnah wa al-Jam’ah menurut Al-
Banjari.
a. Akidah Ahl Sunnah wa al-Jam’ah Menurut Al-Banjari
Al-Banjari menegaskan bahwa umat Islam terpecah menjadi 73
golongan. Tujuh puluh dua golongan dinilainya bid’ah dhalalah dan
hanya satu golongan yang selamat, yaiyu Ahl al-Sunnah wa al-
Jam’ah, yaitu golongan yang berpegang pada sunnah Rasullah saw.
dan ijma sahabat. Keyakinan Al-Banjari bahwa jumlah firqah umat
Islam adalah 73 golongan terkait dengan surat Al-An’am [6]:153.

artinya:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan jalan
(yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu
darijalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu
agar kamu bertakwa.” (QS. al-An’am: 153)11
Al-Banjari menegaskan bahwa akidah Ahl al-Sunnah wa al-
Jam’ah berada di antara Rafdhiyah dan Kharijiyah; antara Jabariyah
dan Qadariyah; antara tasbih dan ta’thil.
Pertama, pendapat Al-Banjari bahwa akidah Ahl al-Sunnah wa
al-Jam’ah berada di antara dua keyakinan yang ekstrem, yakni antara
Rafdhiyah dan Khawarij, terkait dengan masalah khalifah Ali ibn

11
KementrianAgama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan ,Jakarta: Penerbit
Wali, 2012, hlm. 149

16
Abi Thalib dan pengkafiran terhadap para sahabat Nabi lainnya oleh
kaum Rafidhiyah. Al-Banjari menolak paham firqah Rafdhiyah yang
berlebihan memuji Ali. Firqah Rafdhiyah tidak hanya menganggap
Ali sebagai orang yang berhak atas imamah setelah wafatnya Nabi
serta menolak kekhalifahan Abu Bakar,Umar, dan
Utsman,melainkan juga Ali sebagai nabi dan Tuhan. Di sisi lain, Al-
Banjarimenolak paham khawarij yang ekstrem dalam mengkafirkan
Ali,Muawiyah dan sahabat lainnya.
Para sahabat tersebut oleh kaum Khawarij dinilai kufur bahkan
boleh dibunuh karena mereka menyetujui tahkim(aritbase atau
berdamai) pada perang Shiffin. Kedua sisi paham ekstrem ditolak
Al-Banjari.
Meski tidak menjelaskan bagaimana sikap Ahl al-Sunnah wa al-
Jamaah terhadap Ali dan para sahabat Nabi lainnya, dapat dipastikan
bahwa Al-Banjari berada di antara paham Rafdhiyah dan Khawarij
seperti telah dijelaskan di atas. Paham Al-Banjari ini memang tidak
jauh berbeda dengan paham ulama Sunni lainnya seperti al-Bazdawi
dan al-Taftazani.
Menurut al-Bazdawi, kebanyakan ulama Sunni berpendapat
bahwa setelah Nabi wafat,kekhilafahan di pegang oleh Abu Bakar,
Umar,Utsman, dan Ali. Setelah, Ali wafat, kekhilafahan di pegang
oleh Mu’awiyah. Kemudian Al-Tafzani memperkuat pendapat
gurunya (Al-Bazdawi) yaitu Mu’awiyah yang memusuhi Ali karena
Nabi melarang melaknat orang Islam yang Ahl al-Qiblah (beriman
dan melaksanakan salat).
Kedua, pendapat Al-Banjari paham Ahl al-Sunnah wa al-Jam’ah
berada di antara paham Jabariyah dan Qadariyah terkait dengan
masalah hubungan antara kekuasaan Tuhan dan perbuatan manusia.
Al-Banjari menolak paham Jabariyah karena firqah ini meyakini
bahwa manusia tidak kuasa untuk berbuat apa-apa. Di sisi lain, Al-
Banjari juga menolak paham Qadariyah yang meyakini bahwa

17
manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Al-Banjari sendiri
tidak menjelaskan seperti apa konsep perbuatan manusia dan
kekuasaan Tuhan menurut dia. Namun demikian, dapat dipastikan
bahwa sikap Al-Banjari tentang masalah ini berada di antara
Qadariyah dan Jabariyah.
Pendapat Al-Banjari ini tidak berbeda dengan keyakinan Ahl al-
Sunnah wa al-Jama’ah. Al-Banjari mengikuti paham al-asy’ari yang
cenderung Jabariyah,berarti paham Al-Banjari cenderung ke firqah
Jabariyah meskipun Al-Banjari menolak paham firqah ini. Seperti
diketahui, Al-Asy’ari dengan teori al-kasb,berpendapat bahwa
perbuatan manusia tidak lebih dari perbuatan yang diciptakan oleh
Allah dan dilimpahkan pada manusia sebagai “tempat perbuatan”
tersebut. Manusia pada hakikatnya tidak mempunyai daya yang
efektif untuk melakukan perbuatannya sendiri selama tidak sesuai
dengan yang sudah direncanakan Allah. Jadi, menurut teori al-kasb,
perbuatan manusia tidak efektif; perbuatan Allah-lah yang efektif.
Ketiga, pendapat Al-Banjari bahwa paham Ahl Al-Sunnah wa
Al-Jam’ah berada di antara paham ta’thil dan tasybih rupanya terkait
dengan sifat-sifat Tuhan,tetapi juga menolak menolak paham tasybih
yang menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya. Firqah yang
berpaham ta’thil adalah Mu’tazilah dan Jahmiyah. Sedangkan firqah
yang berpaham tasybib adalah Mujassimah atau Musyabbihah. Al-
Banjari mengikuti paham al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah tidak
hanya mempunyai zat, tetapi juga mempunyai sifat seperti
hidup,mengetahui, mendengar, berkuasa, berkata, dan melihat,dan
lain-lain. Sifat-Nya adalah qadim dan melekat pada Zat-Nya.
Dengan demikin, dapat dikatakan bahwa Al-Banjari mempunyai
paham yang moderat di antara dua sisi firqah ekstrem tersebut.
Posisi jalan tengah tersebut di ambil guna menjembatani berbagai
friksi di antara berbagai firqah dalam Islam. Sikap moderat ini
sejalan dengan ajaran Al-Qur’an, surah Al-Baqarah [2]:143.

18
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu
(umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi
atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang
menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui
(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan
Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”.12
Paham moderat yang di pegang Al-Banjari itu sangat relavan
untuk dikembangkan di masa sekarang dan masa mendatang.

b. Penegakkan Akidah Ahl Sunnah wa al-Jam’ah


Setelah memberikan penjelasan konsep tentang Ahl al-Sunnah
wa al-Jama’ah yang cukup luas itu, Al-Banjari lalu mengajak
masyarakat Banjar dan pembaca karya-karyanya untuk mengikuti
firqah tersebut dan tidak mengikuti firqah yang sesat.

12
Ibid., hlm.22.

19
Al-Baghdadi dalam al-Farq bain al-Firaq mengatakan bahwa
berdasarkan kesepakan kelompok ulama Sunni, terdapat 15 rukun
akidah (keyakinan) yang wajib diketahui dan ditegakkan.
Al-Asy’ari,al-Baghdadi,al-Bazdawi, dan al-Taftazani
menambahkan kesepakatan ulama Sunni mengenai akidah Ahl al-
Sunnah wa al-Jam’ah itu, khususnya yang terkait dengan masalah
eskatologis. Di antaranya adalah percaya kepada Imam al-Mahdi,
keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa, dan beberapa tanda datangnya
kiamat. Mereka meyakini hal-hal ini karena berdasar pada hadis
yang mereka nilai shahih, meskipun hadis ini dinilai Ibn Khaldun
dan Mahmud Syaltut tidak mencapai derajat mutawatir. Mayoritas
Ulama Sunni memang menerima hadis ahad sebagai sumber akidah.
Dalam rangka penegakkan paham Sunni, Al-Banjari
mengajarkan dan menyebarkan keyakinan-keyakinan kaum Sunni
tersebut di tengah masyarakat Banjar dan mengajak mereka untuk
menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Dakwah Al-Banjari
dalam mengajarkan paham Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah kepada
masyarakat Banjar berhasil dengan baik.13

13
Khairil Anwar, Op.cit hlm.96-98

20
BAB III PENUTUP

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa pembahasan di atas, dapat di ambil kesimpulan pemahaman Al-Banjari
terhadap akidah Islam tidak bisa dilepaskan dari pandangan ulama Sunni masa lalu
yang mempengaruhi perjalanan intelektual Al-Banjari selama lebih 30 tahun belajar di
Haramain, Makkah dan Madinah. Pengaruh ulama Sunni itu di jadikan pijakan Al-
Banjari dalam menanggapi situasi dan kondisi masyarakat Banjar yang mengitarinya
pada abad ke-18 M setelah kepulangannya ke Martapura sekitar tahun 1773 M. Al-
Banjari memiliki wawasan ilmu yang cukup luas, dapat dilihat dari pandangannya
terhadap firqah.Dalam upayanya menyelamatkan umat Islam dari berbagai firqah
yang sesat, Al-Banjari memberikan penilain atas beberapa ajaran firqah akidah dan
firqah tasawuf yang berkembang di masyarakat.

B. Saran
Pemakalah menyarankan kepada pembaca agar tidak menjadikan makalah ini
satu-satunya rujukan yang dijadikan sebagai sarana informasi ilmu yang berkaitan
dengan Teologi Syekh Al-Banjari, karena pada makalah ini tentunya masih banyak
hal-hal yang belum sempurna.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Hawas. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.1983. Pontianak: ,al-Fathanah


Abdullah, Hawash.Syekh Muhammad Arsyad Pengarang Sabilal
Muhtadin.1990,Kuala Lumpur: Khazanah Fathaniyah.
Anwar,Khairil.Teologi Al-banjari:Pemikiran Akidah Syekh Muhammad Arsyad.
2009.Bandung: Global House Publications.
Azra,Azyumardi .Jaringan Ulama Timur Tengah dan kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII.1994. Bandung:Mizan.
KementrianAgama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan.2012.Jakarta:
Penerbit Wali.
Seman,Syamsiar.Pangeran Antasari dan Meletusnya Perang Banjar.2003. Banjar
Masin: Lembaga Studi Sejarah Perjuangan dan Kepahlawanan Kalimantan Selatan.

22

Anda mungkin juga menyukai