Nim :1820305005
A. Perilaku Agama
1
Daniel L. Pals, Seven Theories of religion, New York: Oxford University Press, 1996, terjemahan dari materi
antropologi kelas XII
1
rasionalitas formal. Rasionalitas formal, meliputi proses berfikir aktor dalam
membuat pilihan mengenai alat dan tujuan. Dalam konteks ini, hubungan
sosial berkaitan dengan motivasi dan rasionalitas formal mengenal 3 sifat
hubungan, yaitu:
2
Jenis atau bentuk tindakan terakhir yang dinyatakan oleh Max Weber
ialah tindakan tradisional yaitu tindakan dimana seseorang akan melakukan suatu
tindakan hanya karena mengikuti amalan tradisi atau kebiasaan yang telah
berlaku. Sebagai contoh dari teori rasionalistik ini adalah, seperti yang kita
ketahui bahwa teori rasional itu masuk akal, seperti halnya kita memotong apel
memakai pisau itu sangat masuk akal, bukan memotong apel memakai sendok.
Jika dalam agama akan berbeda ranah, karena agama tidak rasio. Adanya
kepercayaan kepada tanggalan primbon Jawa. Berikut adalah pendapat Max
Weber. Max Weber melakukan studi mendalam tentang ikatan Calvinisme (etika
protestan) dengan spirit kapitalisme industrial. Agama yang beragam adanya di
permukaan bumi, tidak seluruhnya memiliki kesamaan di dalam menjalankan
ritual keagamaannya. Namun, hampir seluruhnya percaya terhadap sesuatu yang
dianggapnya memiliki kekuasaan dan kekuatan. Van Baal menjelaskan bahwa
manusia memiliki kepercayaan terhadap mana. Mana adalah sesuatu yang
mempengaruhi semua hal yang melampaui kekuasaan manusia yang berada di
luar jalur yang normal dan wajar. Mana muncul karena hadirnya pengaruh yang
ditimbulkan oleh pikiran manusia. Ketika seseorang mengenakan cincin dengan
batu akik dengan warna tertentu kemudian mendapatkan kekayaan yang di luar
dari kebiasaannya, ia akan berpandangan bahwa batu akik yang dikenakannya itu
memiliki mana.2
2
Yudi Santoso, Sosiologi Agama Max Weber, (Jogjakarta : IRCiSoD, 2012), Hal.18
3
berkaitan dengan tahap-tahap yang penting dalam kehidupan manusia, seperti
kelahiran, perkawinan, dan kematian. Upacara intensifikasi (rites of
intensification) adalah upacara keagamaan yang diadakan pada waktu kelompok
menghadapi krisis real atau potensial. Salah satu contoh upacara peralihan yang
paling serig kita jumpai adalah aqiqah yang biasa dilaksanakan oleh umat Islam.
Upacara aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran seorang anak,
ditandai dengan penyembelihan kambing. Untuk anak anak laki-laki, kambing
yang disembelih berjumlah dua ekor sedangkan untuk perempuan hanya seekor.
Tujuan pelaksanaan upacara ini adalah untuk menebus anak. Menurut keyakinan
mereka, seorang anak sebelum diaqiqahi masih tergadai. Rangkaian upacara ini
meliputi pencukuran rambut anak, pemberian nama yang baik, dan penyebelihan
ternak kurban. Sebagian daging ternak yang telah disembelih itu kemudian
dibagikan kepada masyarakat sekitar, sebagian yang lain untuk pesta. Maknanya,
anak diantar untuk menjadi seorang makhluk sosial dan mempunyai akhlak yang
baik. Upacara pada tahap berikutnya adalah sunatan. Sunat adalah tanda anak
laki-laki memasuki akil balig, biasanya dilakukan pada anak usia 8-14 tahun. Saat
melaksanakan upacara ini, biasanya orang tua mengadakan pesta dengan
mengundang sanak saudara dan tetangga. Setelah menginjak dewasa, sampailah
anak pada jenjang perkawinan. Berdasarkan hukum Islam, perkawinan terjadi
antara seorang jejaka dan gadis dengan wali mewakili gadis. Sebuah upacara bisa
dilaksanakan apabila ada izin dari wali, selanjutnya ia harus memberikannya dan
menerima ikatan perkawinan yang mempersatukan kedua mempelai. Ikatan itu
biasa disebut mahar (berupa emas, benda berharga atau Al Quran). Mempelai
kemudian mengikuti prosesi di depan tamu undangan. Di beberapa suku bangsa,
kedua anggota keluarga yang yang telah terikat dalam satu ikatan kekeluargaan
itu saling memberikan petuah kepada kedua mempelai. Saat ada salah satu
anggota keluarga yang meninggal, maka ada banyak kewajiban yang biasa
dilakukan oleh sanak keluarga yang ditinggal. Misalnya dengan memandikan,
mengubur, hingga berdoa untuk keluarga yang meninggal. Upacara kematian
yang diadakan oleh sanak keluarga biasanya berisi talqin dan tahlil.
Upacara dibagi menjadi tiga tahap, yaitu separasi, transisi, dan inkorporasi.
4
Dikutip dari Havilland, separasi adalah dalam upacara peralihan, upacara untuk
memisahkan seseorang dari masyarakatnya. Transisi adalah dalam upacara
peralihan, isolasi seseorang setelah mengalami separasi dan sebelun inkorporasi.
Inkorporasi adalah dalam upacara peralihan, penyatuan kembali seseorang ke
dalam masyarakat menurut statusnya yang baru.
Berkaitan dengan upacara peralihan, manusia dianggap melalui beberapa tahap
kehidupan. Tahap kehidupan tersebut adalah kelahiran, pubertas, perkawinan,
menjadi orang tua, naik ke tingkat yang lebih tinggi, spesialisasi pekerjaan, dan
kematian. Sementara itu, berkaitan dengan upacara intensifikasi, manusia banyak
mengalami suatu krisis. Krisis air hujan, serangan hama, muncul serangan
binatang berbahaya, muncul serangan musuh, kematian, dan lain-lain. Untuk
menghalau krisis-krisis tersebut, manusia mengadakan upacara. Di dalam mencari
ketenangan hidup, manusia menggunakan bermacam hal yang berkaitan dengan
supranatural. Hal tersebut di antaranya adalah agama, magic, dan sihir. 3
B. Perilaku Magic
3
Ibid.,Hal 1
5
b) Magic sentuhan didasarkan pada hukum sentuhan fisik atau
penukaran dan pengaruh magic mempunyai dasarnya pada kontak
fisik. Disini ahli magic dapat mencelakaan orang lain , kalau dia
dapat memperoleh sehelai rambut, seopotong kuku, secarik kain
yang pernah bersentuhan dengan orang tersebut. Kesusasteraan
etnologi membedakan secara umum antara magic putih dan magic
hitam menurut tujuannya masing-masing yakni apakah hal itu
dilakukan untuk menolong atau mencederai orang. Pada umumnya
magic hitam dianggap tidak etis dalam hal sikap maupun campur
tangannya dalam hubungan antar pribadi. Orang primitif melihat
magi hitam sebagai suatu kejahatan yang sungguh-sungguh
melawan masyarakat. Orang jahat adalah orang yang mengarahkan
pengetahuan dan bakatnya dalam hal magic hitam untuk melawan
anggota-anggota dalam kelompoknya sendiri. Dalam istilah Frazer
baik magi tiruan maupun sentuhan disebut magic simpatik
(syzmphatetic magic) dan ini memberikan kesan bahwa semua
magi bersifat simpatik. Dan ini sangat berbeda dengan sosiolog
Perancis H. Hubert dan M. Mauss yang mengatakan bahwa
tidaklah benar bahwa semua magi berdasarkan pada prinsip
gagasan dan tindakan simpatik, sebab tidak perlu diragukan ada
kata-kata dan tindakan magis yang tidak simpatik, misalnya
mantra.
Menurut Frazer, magi sama sekali tidak berkaitan dengan agama yang
didefinisikan sebagai suatu orientasi ke arah roh, dewa-dewa atau hal-hal lain
yang melampaui susunan alam atau kosmos fisik ini. Ahli magi “tidak memohon
kepada kuasa yang lebih tinggi, ia tidak menuntut untuk kepentingan makhluk
yang tidak tetap dan suka melawan, ia tidak merendahkan diri dihadapan dewata
yang hebat. Dia hanya dapat menguasai daya itu sejauh sesuai dengan hukum-
hukum kemahirannya, atau dengan apa yang bisa disebut hukum-hukum alam
sebagaimana dibbyangkannya. Frazer berpendapat bahwa ahli magi mempunyai
kaitan lebih erat dengan ilmuan darpipada agamawan. Ahli magi dan ilmuwan
6
keduanya menganggap rangkaian kejadian sebagi sesuatu yang pasti dan
mengikuti aturah dengan sempurna, terbatas oleh hukum-hukum yang tidak
berubah, yang operasinya dapat diramalkan dan diperhitungkan dengan tepat,
unsur-unsur sepontanitas , kebetulan dan musibah dikecualikan dari jalan alam.
Magi bertujuan mencapai hubungan denga daya-daya alam, pada hakikatnya
bersifat manipulatif, yakni mau mengontrol daya-daya alam tersebut untuk
kepentingan pribadi. Agama sebaliknya berusaha menjalin suatu hubungan
komunal dengan makhluk-makhluk rohani (dewa-dewa) yang lebih dari sekedar
daya-daya impersonal. Agama bisa mencari pertolongan dari dewa-dewa, tetapi
hanya dengan memohon, bukan memerintah. Sedangkan magi memerintah. Magi
adalah suatu teknik yang dirancang untuk mencapai tujuannya dengan cara
menggunakan obat-obatan, kalau obat-obatan ini digunakan semata-mata sebagai
sarana, sebagai jenis muslihat khusus, untuk memperoleh tujuan-tujuan tertentu,
maka kita berhadapan dengan magi (Lowie). Tujuannya kedekatan atan kesatuan
dengan ilahi adalah agama, magi memperhitungkan tujuan-tujuan dalam hidup
(Beth), sarana demi tujuan, itulah magi, tujuan itu sendiri menampilkan agama
(Malinowski), sebagai praktik magi adalah pemanfaatan dari kuasa untuk tujuan-
tujuan umum atau privat ini (Webstre), magi terdiri dari tindakan-tindakan
expresif dari suatu hasrat akan kenyataan (Kramrisch).
7
2) Magi dan klasifikasinya
Magi adalah upacara dan rumusan verbal yang memproyeksikan
hasrat manusia ke dunia luar atas dasar teori pengontrolan manusia untuk
suatu tujuan.
4
http://diyahpradita.wordpress.com