Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ILMU MANTIQ TENTANG TA'RIF

Februari 28, 2018


INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL QUR’AN
JAKARTA
TAHUN AKADEMIS 2017 / 2018

Mata Kuliah : ILMU MANTIQ


Judul Materi : Ta’rif
Dosen Pembimbing : Bapak Andi Iswandi, SHI, LMM.

PENYUSUN :
Syafi’i Al Azami

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Memiliki segala apa yang di langit dan apa yang
di bumi ini, tanpa bantuanNya kami tak mungkin dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat
waktu.
Sholawat dan salam tak lupa kami sanjungkan kepada baginda yang mulia, yang mudah
mudahan kita senantiasa selalu di barisanNya dan sesuai dengan apa yang di ajarkanNya,
sehingga menjadi umat yang menjadi kebanggaanNya dan mendapat syafa’atNya.
Rasa terimakasih tidak lupa juga kami ucapkan kepada Dosen Pembimbing, keluarga,
dan teman-teman, karena atas dukungan merekalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik, walaupun dalam pengerjaannya kami mendapat banyak kendala, dari kesulitan
mencari bahan tulisan maupun timbul rasa malas dalam diri kami, karena terbatasnya
pengetahuan kami dalam mengerjakan tugas makalah ini.
Kami berharap makalah ini yang membahas tentang “TA’RIF” dapat memberikan
pemahaman baru kepada pembaca / pendengar, walaupun terdapat banyak sekali kekurangan
dalam segi bahasa maupun tulisan, oleh karna itu kami mohon kritik dan sarannya agar kami
dapat menjadi lebih baik lagi dalam mengerjakannya.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan mudah mudahan makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Jakarta , 28 Februari 2018

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ...................................................................................................................   i
Daftar isi .............................................................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN   
A.    Latar Belakang .....................................................................................   1
B.     Rumusan Masalah ................................................................................  1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ta’rif ..................................................................................    2
B.     Pembagian Ta’rif .................................................................................    3
1.      Had ( Definisi Esensial ) ..........................................................   3
2.      Rasm ( Definisi aksidental ) .....................................................   4
3.      Lafdzi ( Definisi nominalis ) ....................................................   4
C.     Syarat – Syarat Ta’rif ...........................................................................   5

BAB III PENUTUP


A.    Kesimpulan ..........................................................................................   7
B.     Saran .....................................................................................................  7
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................  8

BAB I
PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang menyeluruh, karena dalam islam terdapat berbagai ilmu
yang belum kita ketahui sebelumnya, salah satunya yaitu ilmu mantiq. Meskipun pertama yang
menemukan ilmu ini adalah ilmuan Yunani yang pada waktu itu belum adanya agama Islam.
Menurut Baihaqi (2012, hlm.1) ilmu mantiq adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang
dapat membimbing manusia ke arah berfikir secara benar yang menghasilkan kesimpulan yang
benar sehingga ia terhindar dari berfikir secara keliru yang menghasilkan kesimpulan salah. Jadi
bisa disimpulkan bahwa manfaat ilmu mantiq secara praktis adalah untuk mencari dalil
kemudian kita dapat menyimpulkannya. Dalam menyimpulkan sesuatu kita haruslah berfikir
terlebih dahulu sebelum kita mengungkapkanya, baik ungkapan secara tulisan maupun sescara
lisan.
Tapi, sebelum kita menyimpulkan terdapat beberapa hal yang harus kita perhatikan dan harus
kita pahami dengan benar. Yang salah satunya harus mengetahui hakikat sesuatu beserta
penjelasannya. Hal ini sejalan dengan salah satu materi ilmu mantiq yakni materi tentang ta’rif.
A.    Latar Belakang Masalah
Ta’rif dalam keseharian di sebut juga pengertian atau definisi. Pengertian ta’rif itu sendiri
pengenalan dan pemahaman mengenai pengertian afrad-afrad untuk mendapatkan gambaran
yang jelas terhadap afrad tersebut atau bila di singkat pengertian ta’rif bisa di sebut bahwa ta’rif
adalah memperkenalkan sesuatu sesuai hakikat/mahiyah sebenarnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa  Pengertian  dari Ta’rif?
2.      Bagaimana Pembagian dari Ta’rif ?
3.      Bagaimana syarat-syarat dari Ta’rif ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ta’rif
Definisi secara etimologi berarti pengertian atau batasan sesuatu. Ta’rif disebut juga al
qaul al-syarih (ungkapan yang menjelaskan). Dengan demikian, ta’rif menyangkut adanya
sesuatu yang dijelaskan, penjelasannya itu sendiri, dan cara menjelaskannya. 
 Al-Jurzani menjelaskan pengertian ta’rif sebagai berikut:
َ ‫ْرفَةَ َشي ٍْئ‬
‫آخَر‬ ِ ‫ِعبَا َرةٌ ع َْن ِذ ْك ِر َشي ٍْئ تَ ْست َْل ِز ُم َمع‬
ِ ‫ْرفَتَهُ َمع‬
“Ta’rif adalah penjelasan tentang penuturan sesuatu, yang dengan mengetahuinya akan
melahirkan suatu pengetahuan yang lain.”
Takrif juga disebut al-had, yaitu
‫قَوْ ٌل دَا ٌّل َعلَى َما ِهيَ ِة ال َّشي ِْئ‬
“Kalimat yang menunjukkan hakikat sesuatu.”[1]
Pengertiam logis tentang persoalan objek pikir merupakan upaya memahami maknanya
dalam membentuk sebuah keputusan dan argumentasi ilmiah yang menjadi pokok bahasan
mantiq dan dalam praktiknya mesti menguasai bahan pembentukan ta’rif, yaitu kulliyah al-
Khams.
Sedangkan menurut istilah ahli logika (mantiq),  ta’rif atau definisi adalah teknik
menjelaskan sesuatu yang dijelaskan, untuk diperoleh suatu pemahaman secara jelas dan terang,
baik dengan menggunakan tulisan maupun lisan, dan dalam ilmu mantiq dikenal dengan
sebutan (qaul syarih). Dalam bahasa Indonesia, ta’rif tersebut dapat diungkapkan
dengan perbatasan dan definisi.

B.     Pembagian Ta’rif
Ta’rif di bagi menjadi 3 macam , yaitu :
1.      Had  ( Definisi Esensial )
Had secara etimoligi artinya mencegah. Karena Ta’rif model Had mencegah masuknya selain
perkara yang dita’rif-i.
Ta’rif Had ada 2 macam :
A.    Had Tam ( sempurna ) , adalah medefinisikan sesuatu dengan menggunakan jenis
qarib dan fashl qarib, karena apabila jenis qorib di akhirkan dari fasl qarib, maka tergolong had
naqis ( tidak sempurna ).
Contoh :
Manusia adalah hewan   yang berfikir , ( jenis qarib dan fashl qarib )
B.     Had naqis (tidak sempurna), adalah mendefinisikan sesuatu dengan menggunakan jenis
ba’id dan fashl qarib atau hanya jenis qarib[2]
disebut dengan naqis karena ada sebagian perkara yang keluar dari had, dimana had ini dianggap
merupakan salah satu cacat dalam sebuah had.
Contoh  penggunaan fashl qarib saja :
 Mansia adalah sesuatu yang berfikir (  fashl qarib )
Contoh fashl qarib bersamaan dengan  jenis ba’id ;
Manusia adalah materi yang berfikir (jenis ba’id dan fashl qarib )
           dua ta’rif tersebut secara substansi bersifat umum, karena mencakup dzat malaikat ,
namun dalam hal ini malaikat bukanlah golongan manusia. Sehingga ta’rif di atas tidak mampu
mencegah keluarnya dzat malaikat.
            Termasuk had naqis adalah definisi menggunakan fashl ba’id bersama fashl qarib.
  Contoh :
Manusia adalah materi yang berfikir (jenis ba’id dan fashl qarib )

           

2.      Rasm ( Definisi aksidental )


Rasm secara etimologis memiliki arti bekas atau pengaruh ( atsar)
Karna dalam ta’rif model rasm, terdapat khas yan merupakan petunjuk dan hakikat.
Ta’rif rasm ada dua macam :
A.    Rasm Tam ( sempurna )
Adalah  mendefinisikan  sesuatu dengan menggunakan jenis qarib dan khas yang bersifat
umum ( syamilah)   dan melekat (lazimah). Dalam hal ini di syaratkan jenis qarib didahulukan
dari khas. Karena apabila jenis qorib diakhirkan dari jenis khas, maka tergolong rasm
naqish (tidak sempurna).
Contoh :
Manusia adalah hewan  yang bisa tertawa (jenis qarib dan khas )
B.     Rasm naqis ( tidak sempurna )
Adalah mendefinisikan sesuatu menggunakan khas saja, atau khas bersama dengan jenis
ba’id.
Contoh penggunaan khas saja :
 Manusia adalah sesuatu yang bisa tertawa ( khas )

Contoh penggunaan khas bersama jenis ba’id :


Manusia adalah materi    yang bisa tertawa (  jenis ba’id dan khas )

3.      Lafdzi ( definisi nominalis )

Adalah mendefinisikan sebuah lafadz menggunakan lafadz lain yang semakna dan
menurut pendengar (sami’)  dianggap lebih dikenal (masyhur) atau suatu (mu’arraf yang di
definisikan ) dengan menggunakan kata murradif ( sinonim ) yang lebih jelas dari mu’arraf.[3]

Contoh :

1.      Menjelaskan pengertian rumah dengan kata griya

2.      Menjelaskan pengertian lautan dengan kata Bahtera

3.      Menjelaskan pengertian patug dengan kata arca. Dlsb

Catatan : ta’rif yang menggunakan fashl atau khash saja, tanpa di sertai lafadz lain adalah
menurut pendapat ulama yang memperbolehkan pendefisian sesuatu  menggunakan lafadz
mufrod (kata tunggal). Versi lain, sebagaimana imam Az-Zarkasyi, mengatakan bahwa
mendefinisikan sesuatu dengan lafadz menurut  tidak di perbolehkan[4]

4.      SYARAT – SYARAT  TA’RIF

Berikur merupakan syarat-syarat ta’rif:


1.    Ta’rif harus jami’-mani’ (istilah lain untuk itu ialah muththarid-mun’akis) maksudnya ta’rif
tidak boleh lebih umum atau lebih khusus dari yang dita’rifkan.
Contoh ta’rifkan lebih umum:
Manusia adalah hewan.
Contoh ta’rif lebih khusus:
Manusia adalah hewan yang bisa membaca dan menulis.
Contoh ta’rif yang sesuai:
Manusia adalah hewan yang berfikir dan/berkata-kata
2.    Ta’rif harus lebih jelas dari yang dita’rifkan. Jadi, ta’rif tidak boleh sama samarnya atau
lebih samar dari yang dita’rifkan.
Contoh:
Buah kelapa adalah  buah sebesar kepala bulat, berbungkus kulit keras, berjuntai di pohonnya
dan berisi santan yang bisa dijadikan minyak untuk menggoreng pisang.
3.    Ta’rif harus sama pengertiannya dengan yang dita’rifkan. Jadi, tidaklah benar ta’rif. Seperti
contoh:
Rokok adalah asap yang mengepul dari mulut ke udara dan berbau memabukkan.
4.    Ta’rif tidak boleh berputar-putar (daur)
Contoh:
Ilmu adalah pengetahuan di dalam otak.
Manusia adalah orang dan orang adalah manusia.
Karena sifatnya yang berputar-putar, maka ta’rif-ta’rif tersebut tidak benar.
5.    Ta’rif tidak boleh memakai kata-kata majaz (kiasan atau metaforik)
Contoh:
Pahlawan adalah singa yang gugur
Ilmu adalah laut yang nenulihkan kehausan
6.    Ta’rif tidak boleh menggunakan kata-kata musytarak (mempunyai lebih dari satu arti)
Contoh:          
Arloji adalah pukul yang dipakai ditangan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari materi yang telah kami paparkan, maka penulis menyimpulkan bahwa
Ta’rif (al-ta’rif)  secara etimologi berarti pengertian atau batasan sesuatu. Takrif disebut juga al
qaul al-syarih (ungkapan yang menjelaskan) atau al-had, yaitu
‫قَوْ ٌل دَا ٌّل َعلَى َما ِهيَ ِة ال َّشي ِْئ‬  
  “Kalimat yang menunjukkan hakikat sesuatu.”
Sedangkan ta’rif  secara mantiqi adalah teknik menerangkan baik dengan tulisan maupun
lisan, yang dengannya diperoleh yang jelas tentang sesuatu yang diterangkan / diperkenalkan.
Ta’rif dibagi menjadi 3  macam, yaitu: ta’rif had ( definisi esensial ), rasm ( definisi
aksidental ), dan lafdzi ( definisi nominslis )
Syarat-syarat ta’rif, yaitu harus jami’ mani’, harus lebih jelas dari yang dita’rifkan, harus
sama pengertiannya dengan yang dita’rifkan, tidak berputar-putar, bebas dari penggunaan
kata majazi  dan kata yang mngandung banyak makna.
A.    Saran
Sekian makalah tentang ta’rif ysng dapat saya sampaikan. Kami menyadari bahwa
makalah yang saya susun ini jauh dari kata sempurna, oleh karna itu saya memohon saran dari
semua pihak dan pembaca demi kesempurnaan makalah yang telah saya susun ini. Semoga
makalah ini dapat berguna bagi pembaca sekalian.

Daftar Pustaka
Al-Hasyimy, Muhammad Ma’shum Zainy. 2008. Zubdatul Mantiqiyah (teori Berfikir
Logis),Jombang: Darul Hikmah
 Azka, Darul dan Nailul Huda.
Baihaqi. 2012. Ilmu Matik Teknik Dasar Berfikir Logik. Jakarta: Darul Ulum Press.
Djalil, Basiq.2010. Logika (Ilmu Mantiq). Jakarta. Prenada Media Group.
 Hasan, Ali. 1995. Ilmu Mantiq (Logika).  Jakarta : Pedoman Ilmu jaya
Sambas, Syukriadi. 2000. Mantik kaidah berpikir Islam. Bandung: PT Remaja
RusdakaryaZakariya, Aceng. 1999. Ilmu Mantiq.
http://ernysulis5.blogspot.co.id/2014/01/ilmu-mantiq-definisi-tariif.html
http://milatunmina.blogspot.co.id/2017/04/ilmu-mantiq-tarif.html

[1]  Drs. H. Syukriadi.Sambas, Mantiq (Kadiah  Berpikir Logis),  Bandung : PT. Remaja


Rosyada , hlm .65
[2] Ibidh, hlm. 66
[3]  M. Ali Hasan, ilmu mantiq ( Logika ), Jakarta : Pedomon ilmu Jaya, hlm. 46
[4]  Al-Ahdhari, Syarah ‘Alamatul Ahdhari ‘Ala Sulam, hlm. 29

Anda mungkin juga menyukai