Anda di halaman 1dari 8

DEFINISI AGAMA

Definisi Agama Menurut Beberapa Ahli Edward Burnett Tylor, dikutip dari Seven Theories of
Religion (1996) karya Daniel L. Pals, definisi agama adalah kepercayaan seseorang terhadap
makhluk spiritual, misalnya roh, jiwa, dan hal-hal lain yang punya peran dalam kehidupan
manusia.

James George Frazer dalam bukunya berjudul The Golden Bough cenderung sepakat dengan
Tylor, namun ia membedakan sihir dengan agama. Menurutnya, agama adalah keyakinan
bahwa dunia alam dikuasai oleh satu atau lebih dewa dengan karakteristik pribadi dengan siapa
bisa mengaku, bukan oleh hukum.

Secara umum, agama dapat didefisinikan sebagai sistem yang mengatur kepercayaan dan
peribadatan Kepada Tuhan serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya, serta
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatan kehidupan. Masing-masing
agama biasanya mempunyai mitologi, simbol, atau sejarah untuk menjelaskan makna hidup dan
asal-usul kehidupan atau alam semesta. Kenneth Shouler dalam The Everything World's
Religions Book (2010) memperkirakan ada sekitar 4.200 agama di dunia.

https://tirto.id/apa-itu-agama-menurut-para-ahli-sejarah-macam-perkembangan-gaHK

Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya, dan pandangan dunia yang
menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan.[note 1] Banyak agama
memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup
dan asal-usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat
manusia, orang-orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama, atau gaya hidup yang
disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.[1]

Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, mendefinisikan


tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci.
Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa
atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, cara penguburan, pernikahan, meditasi,
doa, musik, seni, tari, atau aspek lain dari kebudayaan manusia. Agama juga mungkin
mengandung mitologi.[2]

Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan, atau
kadang-kadang mengatur tugas.[3] Namun, menurut ahli sosiologi Émile Durkheim, agama
berbeda dari keyakinan pribadi karena merupakan "sesuatu yang nyata sosial".[4] Émile
Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas
kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global
2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia mengidentifikasi diri sebagai beragama, dan
36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9 persen pada keyakinan
agama dari tahun 2005.[5] Rata-rata, wanita lebih religius daripada laki-laki.[6] Beberapa orang
mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas
dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti cara tradisional yang
memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.[7][8][9]

Etimologi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah pengatur (sistem) yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan keyakinan serta pengabdian kepada Sang Pencipta Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama (आगम) yang berarti "Cara
Hidup".[10] Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa
Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya
dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa
Latin religio, awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau dewa-dewa,
merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" (kemudian
selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti "ketekunan").[11][12] Max Müller menandai
banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian yang
memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama
kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai "hukum".[13]

Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi mereka
mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak memiliki kata
untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata Sanskerta, kadang-
kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik,
studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan upacara
serta tradisi praktis. Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara "hukum kekaisaran"
dan universal atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber independen dari
kekuasaan.[14][15]

Tidak ada kata yang setara dan tepat dari "agama" dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak
membedakan secara jelas antara identitas keagamaan nasional, ras, atau etnis.[16] Salah satu
konsep pusat adalah "halakha", kadang-kadang diterjemahkan sebagai "hukum",yang
memandu praktik keagamaan dan keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari.
Penggunaan istilah-istilah lain, seperti ketaatan kepada Allah atau Islam yang juga didasarkan
pada sejarah tertentu dan kosakata.[17]

Definisi

Kegiatan keagamaan di seluruh dunia

Definisi tentang agama di sini sedapat mungkin sederhana dan menyeluruh. Definisi ini
diharapkan tidak terlalu sempit maupun terlalu longgar, tetapi dapat dikenakan kepada agama-
agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Agama merupakan
suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu, terhadap apa
yang dikenal sebagai agama-agama, perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.

Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya


menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya. Sesuatu yang luar
biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada
bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-
ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa,
Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige, dan lain-lain.

Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara
menghambakan diri, yaitu menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan
yakin berasal dari Tuhan; dan menaati segenap ketetapan, aturan, hukum, dan lain-lain yang
diyakini berasal dari Tuhan.

Dengan demikian, agama adalah penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian


agama terdapat tiga unsur, yaitu manusia, penghambaan, dan Tuhan. Maka suatu paham atau
ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.

Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup, yakni bahwa seluruh aktivitas
lahir dan batin pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya. Bagaimana kita makan,
bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan sebagainya ditentukan oleh aturan/tata
cara agama.

Definisi menurut beberapa ahli

Di Indonesia, istilah agama digunakan untuk menyebut enam agama yang diakui resmi oleh
negara, seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budhisme, dan Khonghuchu. Sedangkan semua
sistem keyakinan yang tidak atau belum diakui secara resmi disebut “religi”.[18]

Agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan
dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia
lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Secara khusus, agama
didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang
diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi
tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. Bagi para
penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang
eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat. Karena
itu pula agama dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam
kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong serta pengontrol bagi
tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-
nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.[19]

https://id.wikipedia.org/wiki/Agama

Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan
dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama
memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup
dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang
kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup
yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia. Banyak agama
yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi tentang apa yang merupakan
kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktek agama juga dapat
mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan,
festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni,
tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga mungkin
mengandung mitologi.

Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan atau
kadang-kadang mengatur tugas; Namun, dalam kata-kata Émile Durkheim, agama berbeda dari
keyakinan pribadi dalam bahwa itu adalah "sesuatu yang nyata sosial" Émile Durkheim juga
mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan
praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global 2012
melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia adalah beragama, dan 36% tidak beragama,
termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9 persen pada keyakinan agama dari tahun 2005.
Rata-rata, wanita lebih religius daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama
atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak
prinsip-prinsip agama mereka mengikuti tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur
sinkretisme.

http://www.definisi-pengertian.com/2016/02/pengertian-agama-definisi-menurut-ahli.html
FITROH MANUSIA TERHADAP AGAMA

Bagaimana Fitrah Manusia Menurut Alquran? (1)

Senin 18 Feb 2019 13:13 WIB

Katsir mendasarkan pendapatnya pada ayat-ayat Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada suatu kata-kata bijak yang berbunyi, "Barang siapa yang
mengenal dirinya, sungguh dia telah mengenal Tuhannya.” Terlepas dari perdebatan apakah
ungkapan itu hadits Nabi Muhammad SAW atau bukan, suatu pesan dapat diambil darinya.

Manusia dibekali akal dan hati. Dengan dua instrumen itu, manusia dapat menjalani kehidupan
di muka bumi tidak sebagaimana hewan, tumbuhan, atau benda mati. Selalu ada keinginan
untuk menemukan hakikat diri.

Lantas, bagaimana Islam mengajarkan tentang pembawaan manusia? Seperti dijabarkan


Prof Yunahar Ilyas dalam bukunya, Tipologi Manusia Menurut Al-Qur’an (2007, Labda Press),
para ilmuwan Muslim telah memberikan pendapatnya masing-masing, dengan bersandar
pada Alquran dan Sunnah Nabi SAW.

Misalnya, Ibnu Katsir, yang membahas surah al-A'raf ayat ke-172. Terjemahannya sebagai
berikut. "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah
Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami
(bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)."

Menurut pakar ilmu tafsir Alquran itu, ayat tersebut menjelaskan, setiap anak cucu Nabi Adam
AS telah memberikan kesaksian sebelum mereka dilahirkan ke dunia. Kesaksian itu pada intinya
menegaskan, Allah SWT adalah Rabb, Malik, dan Ilah-nya. Tidak ada satu zat pun yang berhak
disembah selain Allah saja.

Pendapat itu, ungkap Yunahar Ilyas, termaktub dalam kitab Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir
II. Berangkat dari penjelasan Ibnu Katsir itu, dapatlah dipahami setiap manusia
memiliki fitrah bertauhid. Allah SWT memerintahkan kepada umat manusia untuk tetap berada
dalam fitrah tersebut.

Caranya dengan manusia itu mengikuti agama Allah yang lurus (Islam).Hal itu sudah
ditunjukkan oleh Sang Pencipta, melalui misalnya surah ar-Rum ayat ke-30. Terjemahannya,
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

 https://www.republika.co.id/berita/pn3ymu458/bagaimana-fitrah-manusia-menurut-alquran-
1

Pemahaman tentang fitrah manusia juga bisa dikaji dari ajaran agama Islam sebagaimana yang
ditunjukkan  dalam al-Qur’an dan as-sunnah, karena di dalam Q.S. al-Rum ayat 30 dinyatakan
bahwa agama Islam bersesuaian benar dengan fitrah manusia. Ajaran Islam – yang hendaknya
dipatuhi oleh manusia – itu sarat dengan nilai-nilai Ilahiyah yang universal dan manusiawi yang
patut dikembangkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Bahkan segala perintah dan
laranganNya pun erat berhubungan dengan fitrah manusia.
Bila ditinjau dari aspek tersebut, maka fitrah manusia itu cukup banyak macamnya, yang
terpenting di antaranya, yaitu: (1) fitrah beragama, yang merupakan potensi bawaan yang
mendorong manusia untuk selalu pasrah, tunduk dan patuh kepada Tuhan yang menguasai dan
mengatur segala aspek kehidupan manusia; dan fitrah ini merupakan sentral yang
mengarahkan dan mengontrol perkembangan fitrah-fitrah lainnya; (2) fitrah berakal budi
merupakan potensi bawaan yang mendorong manusia untuk berfikir dan berdzikir dalam
memahami tanda-tanda keagungan Tuhan yang ada di alam semesta, berkreasi dan berbudaya,
serta memahami persoalan dan tantangan hidup yang dihadapinya dan berusaha
memecahkannya; (3) fitrah kebersihan dan kesucian, yang mendorong manusia untuk selalu
komitmen terhadap kebersihan dan kesucian diri dan lingkungannya; (4) fitrah
bermoral/berakhlak, yang mendorong manusia untuk komitmen terhadap norma-norma atau
nilai-nilai dan aturan yang berlaku; (5) fitrah kebenaran, yang mendorong manusia untuk selalu
mencari dan mencapai kebenaran; (6) fitrah kemerdekaan yang mendorong manusia untuk
bersikap bebas/merdeka, tidak terbelenggu dan tidak mau diperbudak oleh sesuatu yang lain
kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan; (7) fitrah keadilan yang
mendorong manusia untuk berusaha menegakkan keadilan di muka bumi; (8) fitrah persamaan
dan persatuan yang mendorong manusia untuk mewujudkan persamaan hak serta menentang
diskriminasi ras, etnik, bahasa, dan sebagainya, dan berusaha menjalin kesatuan dan persatuan
di muka bumi; (9) fitrah individu yang mendorong manusia untuk bersikap mandiri,
bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan, mempertahankan harga diri dan 
kehormatannya, serta menjaga keselamatan diri dan hartanya; (10) fitrah sosial yang
mendorong manusia untuk hidup bersama, bekerjasama, bergotong royong, saling membantu
dan sebagainya; (11) fitrah seksual yang mendorong seseorang untuk mengembangkan
keturunan (berkembang biak), melanjutkan keturunan, dan mewariskan tugas-tugas kepada
generasi penerusnya; (12) fitrah ekonomi yang mendorong manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya melalui aktivitas ekonomi; (13) fitrah politik yang mendorong manusia
untuk berusaha menyusun suatu kekuasaan dan institusi yang mampu melindungi kepentingan
bersama; (14) fitrah seni yang mendorong manusia untuk menghargai dan mengembangkan
kebutuhan seni dalam kehidupannya; dan fitrah-fitrah lainnya.

https://pasca.uin-malang.ac.id/kebutuhan-manusia-akan-agama/

Sebagai bukti bahwa adanya fitrah beragama yang diberikan kepada manusia adalah dengan
adanya kesaksian manusia pada saat sebelum ia dilahirkan keatas bumi ini. Kesaksian itu
menyatakan bahwa Allah sebagai rabb (Tuhan). Sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-A'raf
ayat 172, yang artinya :

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam
keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman),
Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya
ketika itu kami lengah terhadap ini."

Ayat ini menceritakan saat ketika Allah menerima janji-janji dari umat manusia yang berisi
pengakuan diatas ketuhanan Allah, kelak dihari kiamat, Allah akan menanyai setiap manusia
tentang pelaksanaan janji yang pernah mereka ucapkan. Meskipun dalam Al-qur'an tidak
dijelaskan bagaimana bentuk pengambilan janji tersebut. Oleh karena itu, pada dasarnya fitrah
manusia adalah berIslam tetapi orang tuanyalah yg menjadikan agama selain dari pada Islam
kepada keturunannya.

https://www.kompasiana.com/anggiealdona/5de5ddcc097f366cfd328a82/fitrah-ber-islam-
bagi-manusia

Fitrah merupakan kecenderungan alamiah bawaan sejak lahir. Penciptaan terhadap sesuatu
ada untuk pertama kalinya dan struktur alamiah manusia sejak awal kelahirannya telah
memiliki fitrah bawaan secara alamiah yakni fitrah ketauhidan. Islam sebagai agama fitrah tidak
hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia tetapi juga menunjang pertumbuhan dan
perkembangan fitrahnya. Hal ini menjadikan eksistensinya utuh dengan kepribadiannya yang
sempurna. Maka pendidikan posisinya sangat strategis untuk mengembangkan, menjaga serta
memelihara fitrah manusia supaya tidak menyimpang, sehingga ia tetap atas fitrahnya yang suci
sampai ia kembali menemui Rabbnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
konsep fitrah manusia dalam Al-Qur’an, bagaimana kajian tafsir tarbawi terhadap konsep fitrah
manusia dalam Al-Qur’an, dan untuk mengetahui bagaimana implikasi konsep fitrah manusia
dalam Al-Qur’an terhadap pendidikan Islam. Adapun upaya pencarian data dalam penyelesaian
skripsi ini melalui pendekatan kepustakaan (library research), yaitu dengan mencari referensi
buku-buku atau kitab-kitab yang sesuai dengan fokus penelitian. Adapun metode penulisan
skripsi ini ialah dengan metode kualitatif noninteraktif, yakni pengkajian yang dilakukan
berdasarkan analisisdata dokumentasi dari perpustakaan, Kemudian peneliti memberikan
intepretasi terhadap peristiwa, konsep, dan kebijakan. Dari hasil kajian menunjukkan bahwa
pertama konsep fitrah manusia dalam Al-Qur’an ialah beragama Tauhid (Islam, suci, murni).
Atau suatu sifat yang melekat pada suatu zat yang dapat tumbuh dan berkembang melalui
potensi yang telah Allah Subhanahuwata’ala anugrahkan kepada hambanya sesuai dengan nilai-
nilai ilahiyah dan insaniyah. Serta manusia harus tetap atas fitrah lurusnya yang telah
ditetapkan oleh Allah Subhanahuwata’ala padanya, dan apabila manusia menyimpang dari
fitrah tersebut maka manusia harus bertanggungjawab atas fitrah yang telah diangurahkan oleh
Allah Subhanahuwata’ala. Kedua Kajian tafsir Tarbawi terhadap konsep fitrah manusia dalam
Al-Qur’an bahwa pendidikan harus senantiasa menjaga dan memelihara al-fitrah (kesucian)
manusia, serta mengembangkan potensi-potensi yang telah Allah Subhanahuwata’ala
anugrahkan kepada manusia melalui fitrahnya dalam rangka untuk menunjang pelaksanaan
fungsi kekhalifahannya di muka bumi. Dan yang ketiga Implikasi konsep al-fitrah manusia
terhadap pendidikan Islam memiliki tuntunan agar pendidikan Islam diarahkan untuk bertumpu
pada Tauhid. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat hubungan yang mengikat manusia
dengan Allah Subhanahuwata’ala. karena tujuan tertinggi pendidikan Islam ialah mewujudkan
manusia yang sempurna (insan kamil).

https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/2125/

Konsep Fitrah Manusia dalam Al-Qur’an Kajian Tafsir Tarbawi)

Muhammad Amin, 211323924 (2018) Konsep Fitrah Manusia dalam Al-Qur’an Kajian Tafsir


Tarbawi). Skripsi thesis, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai