PENGERTIAN TA’RIF
1. PENGERTIAN TA’RIF (DEFINISI)
Takrif (al-ta’rif) secara etimologi berarti pengertian atau batasan sesuatu. Takrif disebut juga al qaul
al-syarih (ungkapan yang menjelaskan). Dengan demikian, takrif menyangkut adanya sesuatu yang
dijelaskan, penjelasannya itu sendiri, dan cara menjelaskannya.
“Takrif adalah penjelasan tentang penuturan sesuatu, yang dengan mengetahuinya akan melahirkan
suatu pengetahuan yang lain.”
Pengertiam logis tentang persoalan objek pikir merupakan upaya memahami maknanya dalam
membentuk sebuah keputusan dan argumentasi ilmiah yang menjadi pokok bahasan mantik. Dan dalam
praktiknya mesti menguasai bahan pembentukan takrif, yaitu kulliyah al-Khams.
Sedangkan menurut istilah ahli logika (mantiq), ta’rif atau definisi adalah teknik menjelaskan sesuatu
yang dijelaskan, untuk diperoleh suatu pemahaman secara jelas dan terang, baik dengan menggunakan
tulisan maupun lisan, dan dalam ilmu mantiq dikenal dengan sebutan (qaul syarih). Dalam bahasa
Indonesia, ta’rif tersebut dapat diungkapkan dengan perbatasan dandefinisi.
PEMBAGIAN TA’RIF
1) Ta’rif Had
Ta’rif dengan had, adalah ta’rif yang menggunakan rangkaian lafadz kulli jins dan fashl. Contoh: Manusia
adalah hewan yang berfikir.
Ta’rif had ada 2, yaitu ta’rif had tam dan ta’rif had naqish
َ س َو ْال َف
ِ ص ِل ال َق ِر ْي َبي
ْن ِ اَنْ َي ُك ْو َن ِب ْال ْ ِج
“Penjelasan sesuatu (mu’arraf yang didefinisikan) dengan menggunakan jenis qarib dan fashal qarib.”
Contoh: Manusia adalah hewan yang dapat berfikir (al-insan hayawan al-nathiq)
Hewan adalah jins qarib kepada manusia karena tidak ada lagi jins di bawahnya. Sedangkan dapat
berfikir adalah fashal qarib baginya.
“Penjelasan sesuatu (mu’arraf yang didefinisikan) dengan menggunakan jenis ba’id dan fashal qarib,
atau hanya fashal qarib.”
Contoh: Manusia adalah tubuh yang dapat berfikir ( al-insan jism al-nathiq).
Jism adalah jins ba’id bagi manusia dan
Contoh: Manusia adalah yang dapat berfikir (hanya fashal qarib saja).
2) Ta’rif Rasm
Ta’rif dengan rasm adalah ta’rif yang menggunakan jins dan ‘irdhi khas. Contoh: Manusia adalah hewan
yang dapat tertawa.
Hewan adalah jins dan tertawa adalah ‘irdhi khas (sifat khusus) manusia.
Ta’rif rasm ada 2, yaitu ta’rif rasm tam dan ta’rif rasmnaqish
َّ ب َو ْال َخا
ص ِة ِ اَنْ َي ُك ْو َن ِب ْال ْ ِج
ِ س ال َق ِر ْي
“Penjelasan sesuatu (mu’arraf yang didefinisikan) dengan menggunakan jenis qarib dan khashah.”
ص ِة َف َق ْط
َّ ص ِة اَ ْو ِب ْال َخا
َّ س ال َب ِع ْي ِد َو ْال َخا
ِ اَنْ َي ُك ْو َن ِب ْال ْ ِج
“Penjelasan sesuatu (mu’arraf yang didefinisikan) dengan menggunakan jenis ba’id dan khashah atau
dengan khashah saja.”
“Penjelasan sesuatu (mu’arraf yang didefinisikan) dengan menggunakan kata muradif (sinonim) yang
lebih jelas dari mu’arraf.”
Contoh:
َِْئ ِب ِم َثالِه
ِ ب ِْييْنُ ال َّشي
Contoh: subjek (fail) itu seperti “mahasiswa” dalam ucapan “mahasiswa telah datang”.
SYARAT-SYARAT TA’RIF
Ta’rif menjadi benar dan dapat diterima, jika syarat-syaratnya terpenuhi, antara lain:
Secara lughawi, jami’ berarti mengumpulkan dan mani’ adalah melarang. Dalam ilmu mantik, jami’
berarti mengumpulkan semua satuan yang dita’rifkan ke dalam ta’rif. Sedangkan mani’ berarti melarang
masuk segala satuan hakekat lain dari yang dita’rifkan ke dalam ta’rif tersebut. Oleh Karena itu, ta’rif
tidak boleh lebih umum atau lebih khusus dari yang dita’rifkan.
Contoh:
2) Ta’rif harus lebih jelas dari yang dita’rifkan (an yakuna audlah min al-mu’raf).
3) Ta’rif harus sama pengertiannya dengan yang dita’rifkan. Karena itulah ta’rif tidak dianggap benar
dan tidak bisa diterima sebagai ta’rif (definisi), jika keadaannya tidak sama dengan yang didefinisikan.
4) Ta’rif tidak berputar-putar. Maksudnya jangan sampai terjadi ta’rif dijelaskan oleh yang dita’rifi (an
yakuna khaliyan min al-dawar).
5) Ta’rif bebas dari penggunaan kata majazi dan kata yang mngandung banyak makna (an yakuna
khaliyan min al-majaz wa al-musytarakat).
Dalam kaitannya dengan klasifikasi ta’rif (definisi) dan kriterianya seperti tersebut di atas, maka para ahli
logika berpendapat bahwa hal-hal yang tidak boleh dimasukkan ke dalam ta’rif (definisi) adalah sebagai
berikut:
1) Masalah hukum
Hal ini tidak bisa dimasukkan ke dalam wilayah ta’rif (definisi) had, baik ta’rif had tam maupun had
naqish. Contoh:
Tarkib HAL ( )حالadalah isim yang dibaca nashab yang menjelaskan tentang prilaku dan keadaan.
Definisi seperti ini, tidak dibenarkan oleh para ahli logika, sebab nashob adalah masalah hukum dari
suatu struktur kalimat atau tarkib dalam istilah ilmu nahwu.
2) Masalah lafal AW ()او, yang biasa dipakai untuk pembagian (taqsim / ( لِ َت ْقسِ ي ٍْم َو َت َنوُّ ٍع
Hal ini tidak boleh dimasukkan ke dalam wilayah ta’rif (definisi) had, baik ta’rif had tam maupun had
naqish. Akan tetapi boleh dimasukkan ke dalam wilayahta’rif (definisi) rosm, baik rosm tam maupun
rosm naqish. Contoh:
manusia adalah hewan yang bisa tertawa atau menangis atau berfikir.
Dengan demikian, para ahli logika berpendapat bahwa definisi yang dianggap paling sempurna adalah
ta’rif had tam. Sekalipun demikian, para filosof berpendapat bahwa untuk mendapatkan definisi had
tam dari segala sesuatu itu, harus mengenal lebih dahulu esensi segala sesuatu tersebut, sebab apa saja
yang dianggap sebagai had tam, misalnya dalam mendefinisikan manusia dan sebagainya, tidak akan
terlepas dari berbagai macam kemungkinan sebagai salah satu pilihan dan kelonggaran.
Oleh sebab itu, criteria yang telah dibuat oleh para ahli logika tentang had tam akan kehilangan nilai
yang sebenarnya, lantaran sifat pesimistis para filosof terhadap had tam yang hakikatnya menjadi
tanggung jawab mereka.
BAB III
KESIMPULAN
Takrif (al-ta’rif) secara etimologi berarti pengertian atau batasan sesuatu. Takrif disebut juga al qaul al-
syarih (ungkapan yang menjelaskan) atau al-had,yaitu
Ta’rif dibagi menjadi 4 macam, yaitu: ta’rif had (tam dan naqish), ta’rif rasm (tam dan naqish), ta’rif
dengan lafadz dan ta’rif dengan mitsal.
Syarat-syarat ta’rif, yaitu harus jami’ mani’, harus lebih jelas dari yang dita’rifkan, harus sama
pengertiannya dengan yang dita’rifkan, tidak berputar-putar, bebas dari penggunaan kata majazi dan
kata yang mngandung banyak makna.
Dalam kaitannya dengan klasifikasi ta’rif (definisi) dan kriterianya seperti tersebut di atas, maka para ahli
logika berpendapat bahwa hal-hal yang tidak boleh dimasukkan ke dalam ta’rif (definisi), yaitu masalah
hukum dan masalah lafal AW ()او, yang biasa dipakai untuk pembagian (taqsim / ( لِ َت ْقسِ ي ٍْم َو َت َنوُّ ٍع.
DAFTAR PUSTAKA
Sambas, Syukriadi. 2000. Mantik kaidah berpikir Islam. Bandung: PT Remaja Rusdakarya
Baihaki. 2002. Ilmu Mantik Teknik dasar Berpikir Logik: Darul Ulum Press
al-Hasyimy, Muhammad Ma’shum Zainy. 2008. Zubdatul Mantiqiyah (teori Berfikir Logis), Jombang:
Darul Hikmah
JAKARTA
PENYUSUN :
Syafi’i Al Azami
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Memiliki segala apa yang di langit dan apa yang di bumi ini, tanpa
bantuanNya kami tak mungkin dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu.
Sholawat dan salam tak lupa kami sanjungkan kepada baginda yang mulia, yang mudah mudahan kita
senantiasa selalu di barisanNya dan sesuai dengan apa yang di ajarkanNya, sehingga menjadi umat yang
menjadi kebanggaanNya dan mendapat syafa’atNya.
Rasa terimakasih tidak lupa juga kami ucapkan kepada Dosen Pembimbing, keluarga, dan teman-teman,
karena atas dukungan merekalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik, walaupun
dalam pengerjaannya kami mendapat banyak kendala, dari kesulitan mencari bahan tulisan maupun
timbul rasa malas dalam diri kami, karena terbatasnya pengetahuan kami dalam mengerjakan tugas
makalah ini.
Kami berharap makalah ini yang membahas tentang “TA’RIF” dapat memberikan pemahaman baru
kepada pembaca / pendengar, walaupun terdapat banyak sekali kekurangan dalam segi bahasa maupun
tulisan, oleh karna itu kami mohon kritik dan sarannya agar kami dapat menjadi lebih baik lagi dalam
mengerjakannya.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan mudah mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 7
B. Saran ..................................................................................................... 7
BAB I
PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang menyeluruh, karena dalam islam terdapat berbagai ilmu yang belum kita
ketahui sebelumnya, salah satunya yaitu ilmu mantiq. Meskipun pertama yang menemukan ilmu ini
adalah ilmuan Yunani yang pada waktu itu belum adanya agama Islam.
Menurut Baihaqi (2012, hlm.1) ilmu mantiq adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang dapat membimbing
manusia ke arah berfikir secara benar yang menghasilkan kesimpulan yang benar sehingga ia terhindar
dari berfikir secara keliru yang menghasilkan kesimpulan salah. Jadi bisa disimpulkan bahwa manfaat
ilmu mantiq secara praktis adalah untuk mencari dalil kemudian kita dapat menyimpulkannya. Dalam
menyimpulkan sesuatu kita haruslah berfikir terlebih dahulu sebelum kita mengungkapkanya, baik
ungkapan secara tulisan maupun sescara lisan.
Tapi, sebelum kita menyimpulkan terdapat beberapa hal yang harus kita perhatikan dan harus kita
pahami dengan benar. Yang salah satunya harus mengetahui hakikat sesuatu beserta penjelasannya. Hal
ini sejalan dengan salah satu materi ilmu mantiq yakni materi tentang ta’rif.
Ta’rif dalam keseharian di sebut juga pengertian atau definisi. Pengertian ta’rif itu sendiri pengenalan
dan pemahaman mengenai pengertian afrad-afrad untuk mendapatkan gambaran yang jelas terhadap
afrad tersebut atau bila di singkat pengertian ta’rif bisa di sebut bahwa ta’rif adalah memperkenalkan
sesuatu sesuai hakikat/mahiyah sebenarnya.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ta’rif
Definisi secara etimologi berarti pengertian atau batasan sesuatu. Ta’rif disebut juga al qaul al-syarih
(ungkapan yang menjelaskan). Dengan demikian, ta’rif menyangkut adanya sesuatu yang dijelaskan,
penjelasannya itu sendiri, dan cara menjelaskannya.
“Ta’rif adalah penjelasan tentang penuturan sesuatu, yang dengan mengetahuinya akan melahirkan
suatu pengetahuan yang lain.”
Pengertiam logis tentang persoalan objek pikir merupakan upaya memahami maknanya dalam
membentuk sebuah keputusan dan argumentasi ilmiah yang menjadi pokok bahasan mantiq dan dalam
praktiknya mesti menguasai bahan pembentukan ta’rif, yaitu kulliyah al-Khams.
Sedangkan menurut istilah ahli logika (mantiq), ta’rif atau definisi adalah teknik menjelaskan sesuatu
yang dijelaskan, untuk diperoleh suatu pemahaman secara jelas dan terang, baik dengan menggunakan
tulisan maupun lisan, dan dalam ilmu mantiq dikenal dengan sebutan (qaul syarih). Dalam bahasa
Indonesia, ta’rif tersebut dapat diungkapkan dengan perbatasan dan definisi.
B. Pembagian Ta’rif
Had secara etimoligi artinya mencegah. Karena Ta’rif model Had mencegah masuknya selain perkara
yang dita’rif-i.
A. Had Tam ( sempurna ) , adalah medefinisikan sesuatu dengan menggunakan jenis qarib dan fashl
qarib, karena apabila jenis qorib di akhirkan dari fasl qarib, maka tergolong had naqis ( tidak sempurna ).
Contoh :
Manusia adalah hewan yang berfikir , ( jenis qarib dan fashl qarib )
B. Had naqis (tidak sempurna), adalah mendefinisikan sesuatu dengan menggunakan jenis ba’id dan
fashl qarib atau hanya jenis qarib[2]
disebut dengan naqis karena ada sebagian perkara yang keluar dari had, dimana had ini dianggap
merupakan salah satu cacat dalam sebuah had.
Manusia adalah materi yang berfikir (jenis ba’id dan fashl qarib )
dua ta’rif tersebut secara substansi bersifat umum, karena mencakup dzat malaikat , namun
dalam hal ini malaikat bukanlah golongan manusia. Sehingga ta’rif di atas tidak mampu mencegah
keluarnya dzat malaikat.
Termasuk had naqis adalah definisi menggunakan fashl ba’id bersama fashl qarib.
Contoh :
Manusia adalah materi yang berfikir (jenis ba’id dan fashl qarib )
Karna dalam ta’rif model rasm, terdapat khas yan merupakan petunjuk dan hakikat.
Adalah mendefinisikan sesuatu dengan menggunakan jenis qarib dan khas yang bersifat umum
( syamilah) dan melekat (lazimah). Dalam hal ini di syaratkan jenis qarib didahulukan dari khas. Karena
apabila jenis qorib diakhirkan dari jenis khas, maka tergolong rasm naqish (tidak sempurna).
Contoh :
Manusia adalah hewan yang bisa tertawa (jenis qarib dan khas )
Adalah mendefinisikan sesuatu menggunakan khas saja, atau khas bersama dengan jenis ba’id.
Manusia adalah materi yang bisa tertawa ( jenis ba’id dan khas )
Contoh :
Catatan : ta’rif yang menggunakan fashl atau khash saja, tanpa di sertai lafadz lain adalah menurut
pendapat ulama yang memperbolehkan pendefisian sesuatu menggunakan lafadz mufrod (kata
tunggal). Versi lain, sebagaimana imam Az-Zarkasyi, mengatakan bahwa mendefinisikan sesuatu dengan
lafadz menurut tidak di perbolehkan[4]
1. Ta’rif harus jami’-mani’ (istilah lain untuk itu ialah muththarid-mun’akis) maksudnya ta’rif tidak
boleh lebih umum atau lebih khusus dari yang dita’rifkan.
2. Ta’rif harus lebih jelas dari yang dita’rifkan. Jadi, ta’rif tidak boleh sama samarnya atau lebih samar
dari yang dita’rifkan.
Contoh:
Buah kelapa adalah buah sebesar kepala bulat, berbungkus kulit keras, berjuntai di pohonnya dan berisi
santan yang bisa dijadikan minyak untuk menggoreng pisang.
3. Ta’rif harus sama pengertiannya dengan yang dita’rifkan. Jadi, tidaklah benar ta’rif. Seperti contoh:
Rokok adalah asap yang mengepul dari mulut ke udara dan berbau memabukkan.
Contoh:
Ilmu adalah pengetahuan di dalam otak.
Contoh:
6. Ta’rif tidak boleh menggunakan kata-kata musytarak (mempunyai lebih dari satu arti)
Contoh:
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari materi yang telah kami paparkan, maka penulis menyimpulkan bahwa
Ta’rif (al-ta’rif) secara etimologi berarti pengertian atau batasan sesuatu. Takrif disebut juga al qaul al-
syarih (ungkapan yang menjelaskan) atau al-had, yaitu
Sedangkan ta’rif secara mantiqi adalah teknik menerangkan baik dengan tulisan maupun lisan, yang
dengannya diperoleh yang jelas tentang sesuatu yang diterangkan / diperkenalkan.
Ta’rif dibagi menjadi 3 macam, yaitu: ta’rif had ( definisi esensial ), rasm ( definisi aksidental ), dan lafdzi
( definisi nominslis )
Syarat-syarat ta’rif, yaitu harus jami’ mani’, harus lebih jelas dari yang dita’rifkan, harus sama
pengertiannya dengan yang dita’rifkan, tidak berputar-putar, bebas dari penggunaan kata majazi dan
kata yang mngandung banyak makna.
A. Saran
Sekian makalah tentang ta’rif ysng dapat saya sampaikan. Kami menyadari bahwa makalah yang saya
susun ini jauh dari kata sempurna, oleh karna itu saya memohon saran dari semua pihak dan pembaca
demi kesempurnaan makalah yang telah saya susun ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi
pembaca sekalian.
Daftar Pustaka
Al-Hasyimy, Muhammad Ma’shum Zainy. 2008. Zubdatul Mantiqiyah (teori Berfikir Logis),Jombang:
Darul Hikmah
Baihaqi. 2012. Ilmu Matik Teknik Dasar Berfikir Logik. Jakarta: Darul Ulum Press.
Hasan, Ali. 1995. Ilmu Mantiq (Logika). Jakarta : Pedoman Ilmu jaya
Sambas, Syukriadi. 2000. Mantik kaidah berpikir Islam. Bandung: PT Remaja RusdakaryaZakariya, Aceng.
1999. Ilmu Mantiq.
http://ernysulis5.blogspot.co.id/2014/01/ilmu-mantiq-definisi-tariif.html
http://milatunmina.blogspot.co.id/2017/04/ilmu-mantiq-tarif.html
[1] Drs. H. Syukriadi.Sambas, Mantiq (Kadiah Berpikir Logis), Bandung : PT. Remaja Rosyada , hlm .65
[3] M. Ali Hasan, ilmu mantiq ( Logika ), Jakarta : Pedomon ilmu Jaya, hlm. 46