Anda di halaman 1dari 12

JURNAL

TA’RIF & SEJARAH ILMU RIJALUL HADIST


Jurnal ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulumul Hadist
Dosen Pengampu: Enan Kusnandar M.Pd

Disusun Oleh
Tati nurhayati 0106.1801.
Mila Wahyuni 0106.1801.018
Sipa Maulia Hasanah 0106.1801.025

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
STAI DR. KHEZ. MUTTAQIEN
ABSTRAK

Dalam perkembangannya hingga saat ini, keaslian tradisi sering dipertanyakan. Banyak
kritik diarahkan pada hadits, dan beberapa bahkan menolaknya. Meski begitu telah begitu lama
melengkapi sumber ajaran Islam (Qur'an), Hadits itu masih perlu diuji validitas dan validitasnya.
Salah satu dari beberapa penyebab adalah sebagai tambahan dengan tidak adanya jaminan tegas
validitasnya, serta keterlambatan dalam menulis hadits itu sendiri. Jadi sangat mungkin dugaan
penularan banyak hadis palsu.

Kata Kunci : Urgensi, hadis.

ABSTRAK

“In its development to the present, the authenticity of tradition is often questioned. Much
criticism is directed to the hadith, and some even reject it. That even though it has so long
complemented the source of Islamic teachings (Qur'an), Hadith if it still needs to be tested
its validity and validity. One of several causes is in addition to the absence of a firm
guarantee of its validity, as well as the delay in writing the hadith itself. So it is very likely
alleged transmission of many hadiths are false.”

Kata Kunci; Urgensi, Hadis.

PEMBAHASAN

PENGERTIAN TA’RIF

Takrif (al-ta’rif) secara etimologi berarti pengertian atau batasan sesuatu. Takrif disebut


juga al qaul al-syarih (ungkapan yang menjelaskan). Dengan demikian, takrif menyangkut
adanya sesuatu yang dijelaskan, penjelasannya itu sendiri, dan cara menjelaskannya.

Al-Jurzani menjelaskan pengertian takrif sebagai berikut:

ٍ ‫ْرفَةَ َشي ٍْئ‬


‫آخَر‬ ِ ‫ِعبَا َرةٌ ع َْن ِذ ْك ِر َشي ٍْئ تَ ْست َْل ِز ُم َمع‬
ِ ‫ْرفَ ْتهُ َمع‬
“Takrif adalah penjelasan tentang penuturan sesuatu, yang dengan mengetahuinya akan
melahirkan suatu pengetahuan yang lain.”

Ta’rif juga disebut al-had, yaitu

‫قَوْ ٌل دَا ٌل َعلَى َما ِهيَ ِة ال َّشي ِْئ‬

“Kalimat yang menunjukkan hakikat sesuatu.”

Pengertiam logis tentang persoalan objek pikir merupakan upaya memahami maknanya
dalam membentuk sebuah keputusan dan argumentasi ilmiah yang menjadi pokok bahasan
mantik. Dan dalam praktiknya mesti menguasai bahan pembentukan takrif, yaitu kulliyah al-
Khams.

Sedangkan menurut istilah ahli logika (mantiq), ta’rif atau definisi adalah teknik
menjelaskan sesuatu yang dijelaskan, untuk diperoleh suatu pemahaman secara jelas dan terang,
baik dengan menggunakan tulisan maupun lisan, dan dalam ilmu mantiq dikenal dengan sebutan
(qaul syarih). Dalam bahasa Indonesia, ta’rif tersebut dapat diungkapkan dengan perbatasan
dandefinisi.

PEMBAGIAN TA’RIF

Ta’rif dibagi menjadi 4 macam, yaitu:

1) Ta’rif Had

Ta’rif dengan had, adalah ta’rif yang menggunakan rangkaian lafadz kulli jins dan fashl.
Contoh: Manusia adalah hewan yang berfikir.

Hewan adalah jins dan berfikir adalah fashl bagi manusia.

Ta’rif had ada 2, yaitu ta’rif had tam dan ta’rif had naqish

a) Ta’rif Had Tam

َ َ‫س َو ْالف‬
‫ص ِل القَ ِر ْيبَ ْي ِن‬ ِ ‫اَ ْن يَ ُكوْ نَ بِ ْال ِْج‬
“Penjelasan sesuatu (mu’arraf yang didefinisikan) dengan menggunakan jenis
qarib dan fashal qarib.”

Contoh: Manusia adalah hewan yang dapat berfikir (al-insan hayawan al-nathiq)

Hewan adalah jins qarib kepada manusia karena tidak ada lagi jins di bawahnya.
Sedangkan dapat berfikir adalah fashal qarib baginya.

b) Ta’rif Had Naqish

ْ َ‫ب فَق‬
‫ط‬ َ َ‫ب اَوْ بِ ْالف‬
ِ ‫ص ِل القَ ِر ْي‬ َ َ‫س البَ ِع ْي ِد َو ْالف‬
ِ ‫ص ِل القَ ِر ْي‬ ِ ‫اَ ْن يَ ُكوْ نَ بِ ْال ِْج‬

“Penjelasan sesuatu (mu’arraf yang didefinisikan) dengan menggunakan jenis


ba’id dan fashal qarib, atau hanya fashal qarib.”

Contoh: Manusia adalah tubuh yang dapat berfikir ( al-insan jism al-nathiq).

Jism adalah jins ba’id bagi manusia dan

dapat berfikir adalah fashl qarib baginya.

Contoh: Manusia adalah yang dapat berfikir (hanya fashal qarib saja).

2) Ta’rif Rasm

Ta’rif dengan rasm adalah ta’rif yang menggunakan jins dan ‘irdhi khas. Contoh:
Manusia adalah hewan yang dapat tertawa.

Hewan adalah jins dan tertawa adalah ‘irdhi khas (sifat khusus) manusia.

Ta’rif rasm ada 2, yaitu ta’rif rasm tam dan ta’rif rasmnaqish

a) Ta’rif Rasm Tam

َّ ‫ب َو ْالخَا‬
‫ص ِة‬ ِ ‫اَ ْن يَ ُكوْ نَ بِ ْال ِْج‬
ِ ‫س القَ ِر ْي‬

“Penjelasan sesuatu (mu’arraf yang didefinisikan) dengan menggunakan jenis


qarib dan khashah.”

Contoh: Manusia adalah hewan yang mampu belajar kitab.

Hewan adalah jins qarib bagi manusia, sedangkan


mampu belajar kitab adalah khashah baginya.

b) Ta’rif Rasm Naqish

ْ َ‫ص ِة فَق‬
‫ط‬ َّ ‫ص ِة اَوْ بِ ْال َخا‬
َّ ‫س البَ ِع ْي ِد َو ْالخَ ا‬
ِ ‫اَ ْن يَ ُكوْ نَ بِ ْال ِْج‬

“Penjelasan sesuatu (mu’arraf yang didefinisikan) dengan menggunakan jenis


ba’id dan khashah atau dengan khashah saja.”

Contoh: Manusia adalah jism (tubuh) yang bisa ketawa.

Jism adalah jins ba’id bagi manusia dan

bisa tertawa adalah khashah baginya.

Contoh: Manusia adalah yang tertawa.(dengan khashah saja)

3) Ta’rif dengan Lafadz

َ ْ‫تَ ْبيِيْنُ ال َّشي ِْئ بِالَّ ْف ِظ اَو‬


ُ‫ض ُح ِم ْنه‬

“Penjelasan sesuatu (mu’arraf yang didefinisikan) dengan menggunakan kata


muradif (sinonim) yang lebih jelas dari mu’arraf.”

Contoh:

‫ع ه َُو ْالقَلَ ُم‬


ُ ‫ْاليَ َر‬

“Sesuatu yang menyerupai bambu runcing adalah pena.”

‫ْال َغنَفَ ُر هُ َو االَ َس ُد‬

“Singa jantan adalah singa.”

4) Ta’rif dengan Mitsal

َ‫ْبيِيْنُ ال َّشي ِْئ بِ ِمثَالِ ِه‬

“Penjelasan sesuatu (mu’arraf yang didefinisikan) dengan menggunakan contohnya.”

Contoh: subjek (fail) itu seperti “mahasiswa” dalam ucapan “mahasiswa telah datang”.

SYARAT-SYARAT TA’RIF
Ta’rif menjadi benar dan dapat diterima, jika syarat-syaratnya terpenuhi, antara lain:

1) Ta’rif harus jami’ mani’ (muththarid mun’akis)

Secara lughawi, jami’ berarti mengumpulkan dan mani’ adalah melarang. Dalam ilmu
mantik, jami’ berarti mengumpulkan semua satuan yang dita’rifkan ke dalam ta’rif. Sedangkan
mani’ berarti melarang masuk segala satuan hakekat lain dari yang dita’rifkan ke dalam ta’rif
tersebut. Oleh Karena itu, ta’rif tidak boleh lebih umum atau lebih khusus dari yang dita’rifkan.

Contoh:

Manusia adalah hewan yang berakal.

2) Ta’rif harus lebih jelas dari yang dita’rifkan (an yakuna audlah min al-mu’raf).
3) Ta’rif harus sama pengertiannya dengan yang dita’rifkan. Karena itulah ta’rif tidak
dianggap benar dan tidak bisa diterima sebagai ta’rif (definisi), jika keadaannya tidak
sama dengan yang didefinisikan.
4) Ta’rif tidak berputar-putar. Maksudnya jangan sampai terjadi ta’rif dijelaskan oleh yang
dita’rifi (an yakuna khaliyan min al-dawar).
5) Ta’rif bebas dari penggunaan kata majazi dan kata yang mngandung banyak makna (an
yakuna khaliyan min al-majaz wa al-musytarakat).

Ta’rif (Definisi) Dalam Wacana Para Ahli Logika dan Filosof

Dalam kaitannya dengan klasifikasi ta’rif (definisi) dan kriterianya seperti tersebut di
atas, maka para ahli logika berpendapat bahwa hal-hal yang tidak boleh dimasukkan ke dalam
ta’rif (definisi) adalah sebagai berikut:

1) Masalah hukum

Hal ini tidak bisa dimasukkan ke dalam wilayah ta’rif (definisi) had, baik ta’rif had tam
maupun had naqish. Contoh:

Tarkib HAL (‫ )حال‬adalah isim yang dibaca nashab yang menjelaskan tentang prilaku dan
keadaan.

Definisi seperti ini, tidak dibenarkan oleh para ahli logika, sebab nashob adalah
masalah hukum dari suatu struktur kalimat atau tarkib dalam istilah ilmu nahwu.
2) ٍ ‫لِتَ ْق ِسي ٍْم َو تَن َُّو‬
Masalah lafal AW (‫)او‬, yang biasa dipakai untuk pembagian (taqsim / (‫ع‬

Hal ini tidak boleh dimasukkan ke dalam wilayah ta’rif (definisi) had, baik ta’rif had tam
maupun had naqish. Akan tetapi boleh dimasukkan ke dalam wilayahta’rif (definisi) rosm, baik
rosm tam maupun rosm naqish. Contoh:

I. lafal AW tidak boleh masuk wilayah ta’rif had,


seperti: manusia adalah binatang atau hewan yang berfikir atau tertawa atau bisa
berbicara.
II. Lafal AW dalam ta’rif rosm,
seperti: manusia adalah hewan yang bisa tertawa atau menangis atau berfikir.

Dengan demikian, para ahli logika berpendapat bahwa definisi yang dianggap paling
sempurna adalah ta’rif had tam. Sekalipun demikian, para filosof berpendapat bahwa untuk
mendapatkan definisi had tam dari segala sesuatu itu, harus mengenal lebih dahulu esensi segala
sesuatu tersebut, sebab apa saja yang dianggap sebagai had tam, misalnya dalam mendefinisikan
manusia dan sebagainya, tidak akan terlepas dari berbagai macam kemungkinan sebagai salah
satu pilihan dan kelonggaran.

Oleh sebab itu, criteria yang telah dibuat oleh para ahli logika tentang had tam akan
kehilangan nilai yang sebenarnya, lantaran sifat pesimistis para filosof terhadap had tam yang
hakikatnya menjadi tanggung jawab mereka.

PENGERTIAN AR RIJALUL AL HADIST

Secara bahasa: kata rijalul hadis berasal dari kata: RIJAL dan HADITS, dimana kata rijal
berasal dari bahasa Arab yang berarti: beberapa laki-laki. Dan kata tersebut , merupakan jama’
dari mufrad “‫ ”رجل‬yang artinya laki-laki. Sedangkan kata hadits artinya: sesuatu yang
disandarkan kepada nabi Muhammad saw baik berupa perkataan, perbuatan dan penatapan, jadi
ilmu rijal hadits adalah: ilmu yang membahas tentang seseorang yang menyandarkan segala
sesuatu kepada Nabi Muhammad saw.

Landasan Pentingnya Ilmu Rijal al-Hadits


Ilmu Rijal Hadis ini lahir bersama-sama dengan periwayatan hadis dalam Islam dan
mengambil porsi khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan di sekitar sanad. Ulama
memberikan perhatian yang sangat serius terhadapnya agar mereka dapat mengetahui tokoh-
tokoh yang ada dalam sanad. Ulama akan menanyakan umur para perawi, tempat mereka, sejarah
mendengar ( belajar ) mereka dari para guru,disamping bertanya tentang para perawi itu sendiri.
Hal itu mereka lakukan demi mengetahui keshahihan sima’ yang dikatakan oleh perawi dan demi
mengetahui sanad-sanad yang muttashil dari yang terputus, yang mursal, dari yang marfu’ dan
lain-lain

Manfaat mempelajari Ilmu Rijal al-Hadits

Sejarah merupakan senjata terbaik yang digunakan oleh ulama dalam menghadapi para
pendusta. Sufywan Al Tsaury mengatakan : “Sewaktu para perawi menggunakan kedustaan,
maka kami menggunakan sejarah untuk melawan mereka.”

Ulama tidak cukup hanya menunjukkan urgensi mengetahui sejarah para perawi, tetapi
mereka sendiri juga mempraktekkan hal itu. Contoh mengenai hal itu sangat banyak, sampai tak
terhitung.

Antara lain yang diriwayatkan oleh ‘Ufair ibn Ma’dan Al Kala’yi, katanya : Umar ibn
Musa datang kepada kami di Himsh. Lalu kami berkumpul di mesjid. Lalu beliau berkata :
“Telah meriwayatkan kepada kami guru kalian yang shaleh.” Ketika sering mengungkap kata itu,
aku bertanya kepadanya : “Siapa yang anda maksud guru kami yang shaleh? Sebutlah namanya
agar kami bisa mengenalnya.” Ia menjawab : “Khalid Ibn Ma’dan.” Aku bertanya kepadanya :
“Tahun berapa anda bertemu dengannya?” Ia menjawab : “Aku bertemu dengannya pada tahun
seratus delapan.” Aku bertanya lagi : “Di mana anda bertemu dengannya?” Ia berkata : “Aku
bertemu di dalam peperangan Armenia.” Lalu aku bertanya kepadanya : “Bertakwalah kepada
Allah, wahai Syeikh dan jangan berdusta. Khalid ibn Ma’dan wafat tahun seratus empat. Jadi
anda mengaku bertemu dengannya empat tahun sesudah ia meninggal.” Aku tambahkan pula, ia
tidak turut serta dalam peperangan ke Armenia. Dia hanya ikut dalam perang Romawi.

Dengan ilmu ini kita dapat mengetahui, keadaan para perawi yang menerima hadits dari
Rasulullah dan keadaan perawi yang menerima hadits dari sahabat dan seterusnya. Dan juga
dengan ilmu ini, dapat ditentukan kualitas serta tingkatan suatu hadis dalam permasalahan sanad
hadis.

Jadi dapat diketahui bahwa ilmu rijal hadis berguna untuk mengetahui tentang para
perawi yang ada dalam tingkatan sanad hadis. Dengan mengatahui para perawi itu akan dapat
mencegah terjadinya pemalsuan hadis, penambahan matan hadis, juga dapat mengetahui
tingkatan keshahihan tiap-tiap hadis yang ditemui.

SEJARAH, TUJUAN, DAN MANFAAT ILMU RIJAL HADITS

Sejarah Terbentuknya Ilmu Rijal al-Hadits

Kemunculan rijal al-hadits merupakan buah dari berkembang dan menyebarkannya isnad,
serta banyaknya pertanyaan tentangnya. Semakin majunya zaman, maka semakin banyak dan
panjang jumlah perawi dalam sanad. Maka perlu menjelaskan keadaan perawi. Akan tetapi kitab-
kitab rijal al-hadits muncul setelah abad ke-2. Dan karya tulis ulama pertama tentang ilmu ini
adalah kitab At-Tarikh yang ditulis oleh Al-Laits bin Sa’ad (w. 175 H) dan kitab Tarikh yang
disusun oleh Imam Abdullah bin Mubarak (w. 181 H). Imam Adz-Dzahabi menyebutkan bahwa
AL-Walid bin Muslim (w. 195 H) juga memiliki kitab Tarikh ar-Rijaal, lalu secara berturut-turut
muncul karya-karya tulis dalam bidang ini.

Tujuan Ilmu Rijal al-Hadits

Tujuan Ilmu Rijal al-Hadits yaitu mengetahui dan meneliti keadaan tokoh-tokoh dalam
sanad hadits yang dapat diterima atau tidak. Ilmu ini juga dapat memberikan pengetahuan
tentang para perawi yang menerima hadits dari Rasulullah saw, tentang perawi yang menerima
hadits dari sahabat dan tabi’in. Jadi, ilmu ini memiliki peran yang sangat penting. Ilmu ini dapat
memberikan pengetahuan kepada kita tentang riwayat hidup sang perawi.

Manfaat Mempelajari Ilmu Rijal al-Hadits

Manfaat mempelajari ilmu ini ialah:

• Sebagai alat untuk mengetahui apakah hadits ini dapat diterima atau ditolak;
• Memberikan pengetahuan tentang hadits yang lebih dahulu dating dan hadits yang
datang kemudian;
• Memberikan pengetahuan tentang tersambung atau terputusnya sanad dalam hadits;
• Menyikap data-data perawi hadits;
• Dapat mengetahui sikap dan pandangan para ahli hadits yang menjadi kritikus terhadap
perawi yang menjadi sand hadits dan sikap mereka dalam menjaga otensitas hadits;
• Memberikan pengetahuan tentang kualitas dan otensitas hadits.

KESIMPULAN

 Takrif (al-ta’rif) secara etimologi berarti pengertian atau batasan sesuatu. Takrif disebut
juga al qaul al-syarih (ungkapan yang menjelaskan) atau al-had,yaitu

‫قَوْ ٌل دَا ٌل َعلَى َما ِهيَ ِة ال َّشي ِْئ‬

“Kalimat yang menunjukkan hakikat sesuatu.”

Sedangkan ta’rif secara mantiki adalah teknik menerangkan baik dengan tulisan
maupun lisan, yang dengannya diperoleh yang jelas tentang sesuatu yang diterangkan /
diperkenalkan.

Ta’rif dibagi menjadi 4 macam, yaitu: ta’rif had (tam dan naqish), ta’rif rasm (tam
dan naqish), ta’rif dengan lafadz dan ta’rif dengan mitsal.

Syarat-syarat ta’rif, yaitu harus jami’ mani’, harus lebih jelas dari yang
dita’rifkan, harus sama pengertiannya dengan yang dita’rifkan, tidak berputar-putar,
bebas dari penggunaan kata majazi dan kata yang mngandung banyak makna.

Dalam kaitannya dengan klasifikasi ta’rif (definisi) dan kriterianya seperti


tersebut di atas, maka para ahli logika berpendapat bahwa hal-hal yang tidak boleh
dimasukkan ke dalam ta’rif (definisi), yaitu masalah hukum dan masalah lafal AW (‫)او‬,
ٍ ‫لِتَ ْق ِسي ٍْم َو تَن َُّو‬.
yang biasa dipakai untuk pembagian (taqsim / (‫ع‬

 Pengertian Ar Rijalul Al Hadist


Secara bahasa: kata rijalul hadis berasal dari kata: RIJAL dan HADITS, dimana
kata rijal berasal dari bahasa Arab yang berarti: beberapa laki-laki. Dan kata tersebut ,
merupakan jama’ dari mufrad “‫ ”رجل‬yang artinya laki-laki. Sedangkan kata hadits
artinya: sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw baik berupa perkataan,
perbuatan dan penatapan, jadi ilmu rijal hadits adalah: ilmu yang membahas tentang
seseorang yang menyandarkan segala sesuatu kepada Nabi Muhammad saw.

DAFTAR PUSTAKA

Sambas, Syukriadi. 2000. Mantik kaidah berpikir Islam. Bandung: PT Remaja

RusdakaryaBaihaki. 2002. Ilmu Mantik Teknik dasar Berpikir Logik: Darul Ulum

PressMundiri. 1998. Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persadaal-Hasyimy, Muhammad

Ma’shum Zainy. 2008. Zubdatul Mantiqiyah (teori Berfikir Logis), Jombang: Darul Hikmah.

Anda mungkin juga menyukai