KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI
KOMPETENSI KOMPETENSI INTI
INTI 1 KOMPETENSI INTI
INTI 2 3
(SIKAP 4
(SIKAP SOSIAL) (PENGETAHUAN)
SPIRITUAL) (KETRAMPILAN)
9. Menghayati 10. Menunjukkan 11. Memahami, 12. Menunjukkan
dan perilaku jujur, menerapkan, keterampilan
mengamalkan disiplin, santun, menganalisis dan menalar,
ajaran agama peduli (gotong mengevaluasi mengolah, dan
yang royong, pengetahuan menyaji secara:
dianutnya; kerjasama, faktual, efektif, kreatif,
toleran, damai), konseptual, produktif, kritis,
bertanggungjaw prosedural, dan mandiri,
ab, responsif, metakognitif kolaboratif,
dan pro aktif, pada tingkat komunikatif, dan
dalam teknis, spesifik, solutif dalam
berinteraksi detil, dan ranah konkret dan
secara efektif kompleks abstrak terkait
sesuai dengan berdasarkan rasa dengan
perkembangan ingin tahunya pengembangan
anak di tentang ilmu dari yang
lingkungan, pengetahuan, dipelajarinya di
keluarga, teknologi, seni, sekolah dan
sekolah, budaya, dan bertindak secara
masyarakat dan humaniora efektif dan kreatif
lingkungan alam dengan wawasan serta mampu
sekitar, bangsa, kemanusiaan, menggunakan
negara, kawasan kebangsaan, metoda sesuai
regional, dan kenegaraan, dan dengan kaidah
kawasan peradaban terkait keilmuan.
internasional; penyebab
fenomena dan
kejadian, serta
menerapkan
pengetahuan
pada bidang
kajian yang
spesifik sesuai
dengan bakat dan
minatnya untuk
memecahkan
masalah;
Masalah nâsikh mansûkh dan korelasinya dengan al-Qur’an merupakan hal yang
masih hangat untuk dibicarakan sampai saat ini. Pendapat seputar konsep ini dalam ushûl al-
fiqh dan ‘ulûm al-qur’ân (tafsir) masih diselimuti oleh kontroversi. Kontroversi tentang ada
tidaknya teori naskh akhirnya mencuat ke permukaan dan menjadi isu yang tak kunjung
berakhir. Oleh karena itu, Muhammad Amin Suma menyatakan bahwa di antara kajian Islam
tentang hukum (fiqh – usûl fiqh), yang sampai sekarang masih debatable dan kontroversial
adalah persoalan naskh, terutama jika dihubungkan dengan kemungkinan adanya nâsîkh-
mansûkh antar ayat-ayat Al-Qur’an.
Dengan nada yang cukup “provokatif”, pemikir muslim asal Mesir, Gamal al-Banna
menyatakan bahwa ide naskh adalah “min akbar al-kawârits al-fikriyyah” (‘salah satu
malapetaka pemikiran terbesar’) yang menjadikan ulama salaf tergelincir dan tertipu.
Akhirnya seluruh mereka membolehkannya, bahkan mereka sampai mengatakan bahwa itu
merupakan ijma‘. Lebih dari itu, mereka menolak Imam Syafi‘i, yang menyatakan bahwa
Sunnah tidak me-naskh Al-Qur’an, berdasarkan klaim mereka bahwa kedua-duanya –Al-
Qur’an dan Sunnah– adalah wahyu.
Maka dari itu, pembahasan tentang Naskh dan Mansukh dalam buku ini akan
mengulas banyak hal tentang dimensi-dimensi yang terdapat dalam Naskh-Mansukh, mulai
definisi, hikmahnya dll.
MATERI PEMBELAJARAN
bahasa Arab digunakan dengan arti al-izalah()اإلزالة, yang artinya menghilangkan atau
yang ada alam kitab ini”, begitu juga ungkapan: َنسخت َالشمسالظ ّل “Matahari telah
menghilangkan bayangan”. Terkadang kata tersebut juga digunakan dengan arti al-
َإنهَالخطابَالدالَعلىَارتفاعَالحكمَالثابتَبالخطابَالمتقدمَعلىَوجهَلوَّلهَلكانَثابتا
َََ.معَتراخيهَعنه
Artinya: Nasakh ialah khitab (titah) yang menunjukkan terangkatnya hukum
yang ditetapkan dengan khitab terdahulu dalam bentuk seandainya ia tidak
terangkat tentu masih tetap berlaku disamping hukum yang datang kemudian.
Sementara definisi dari Al-Amidi tidak jauh berbeda dengan definisi yang
disebutkan di atas, yaitu:
ََعبارةَعنَخطابَالشرعيَالمانعَمنَاستمرارَماَثبتَمنَحكمَخطابَشرعيَسابق
Artinya: lbarat dari titah pembuat hukum (syari’) yang menolak kelanjutan
berlakunya hukum yang ditetapkan dengan titah terdahulu.
Al-Syathibi dari kalangan ulama Maliki juga menetapkan nasakh dengan arti
َ.لحكمَالشرعيَبدليلَشرعيَمتأخر
ٍ رفعَا
Artinya: Mencabut hukum syar’i dengan dalil syar’i terkemudian.
Secara sederhana nasakh adalah menghapus hukum syara’ yang sudah ada
dengan mengganti hukum syara’ baru yang datang setelah hukum tersebut. Yang
dimaksud menghapus di sini adalah menghapus keterkaitan hukum tersebut dengan
perbuatan orang mukallaf. Dari definisi tersebut, nasakh itu bisa terjadi bila memenuhi
kriteria berikut ini:
1. Hukum yang dihapus atau diganti adalah hukum syara’. Karena itu penghapusan
hukum akal tidak disebut nasakh. Contoh, Seseorang diwajibkan shalat karena ada
dalil ayat al-Qur’an. Secara akal, sebelum dalil al-Qur’an itu datang shalat
hukumnya tidak wajib. Maka pergantian hukum tidak wajibnya shalat menjadi wajib
tidak disebut nasakh.
2. Penghapusan atau penggantian hukum tersebut disebabkan karena tuntutan syara’.
Dengan demikian penghapusan hukum yang disebabkan karena kematian, lupa, gila
atau ketidakmampuan tidak disebut nasakh.
C. Macam-macam nasakh
1. Nasakh yang tidak ada gantinya; seperti nasakh terhadap keharusan memberikan
sedekah kepada orang miskin bagi mereka yang akan berbicara dengan Nabi.
2. Nasakh yang ada gantinya, namun penggantinya tersebut adakalanya lebih ringan
dan adakalanya lebih berat; seperti pembatalan shalat sebanyak 50 kali, diganti
dengan lima kali saja.
3. Nasakh bacaan (teks) dari suatu ayat, namun hukumnya tetap berlaku, seperti hukum
rajam bagi laki-laki dan perempuan tua yang telah menikah.
4. Nasakh hukum ayat, namun teksnya masih ada, seperti nasakh terhadap keharusan
memberikan sedekah bagi orang miskin bagi mereka yang akan berbicara kepada
Nabi.
5. Nasakh hukum dan bacaan sekaligus, seperti haramnya menikahi saudara sesusu itu
dengan batasan 10 kali. (HR. Bukhari dan Muslim dari A’isyah). Hukum dan bacaan
teks tersebut telah dihapus.
6. Terjadinya penambahan hukum dari hukum yang pertama. Menurut ulam Hanafiyah
hukum penambahan tersebut bersifat nasakh.
َ۟ َوإِنَيَ ُكنَ ِّمن ُكمَ ِّم ۟ائَةٌَيَ ْغ ِلبُو ۟اَأَ ْلفًاَ ِّمنَ َٱلَّذِينَ َ َكفَ ُر
ََواَبِأَنَّ ُه ْمَقَ ْو ٌم َََّّلَيَ ْفقَ ُهون
Artinya: jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu
kaum yang tidak mengerti.
Demikian pula Firman Allah dalam surat al-Baqarah (2): 187:
MENGAMATI
Amatilah gambar ini, dan renungkan dan kaitkan dengan materi yang anda pelajari!
Buatlah narasi dari hasil renungan anda.
HIKMAH
Ilmu Nasikh wa Mansukh merupakan bagian penting dalam ilmu Alquran yang wajib
diketahui oleh mujtahid, akan berakibat fatal apabila salah dalam memahaminya pada
konteks kekinian, karena itu mengatahui Nasikh wa Mansukh dalam Alquran dijadikan
syarat yang harus dipenuhi mujtahid dalam menentukan hukum.
Meskipun demikian, pendapat tentang konsep ini dalam ushul fiqh dan studi qur’an
masih debatable dan menuai perbedaan pendapat di kalangan ulama. Kontroversi tentang
teori naskh ini mencuat menjadi isu yang tak kunjung berakhir. Oleh karena itu, Muhammad
Amin Suma berpendapat bahwa di antara kajian Islam tentang hukum (fiqih dan ushul fiqh),
yang sampai saat ini masih debatable dan kontroversial adalah persoalan naskh, terutama
ketika dihubungkan dengan kemungkinan adanya naskh antar ayat-ayat al-Qur’an.
Oleh karena kajian tentang Nasikh dan Mansukh dengan mengkaji seputar definisi
dan ruang lingkup An-Naskh, urgensi dan hikmah An-Naskh, Pedoman mengetahui An-
Naskh, Kontroversi an-Naskh dalam Alquran beserta argumentasi pendapat para ulama
(jumhur) tentang eksistensi nasikh dan mansukh dalam al-Qur’an, juga pembagian dan
macam-macam An-Naskh dalam Alquran dalam berbagai perspektif, merupakan lingkup
pada pembahasan bab ini.
RANGKUMAN
Syarat Nasakh; (1) Hukum yang di-Naskh Merupakan Hukum Syariat; (2) Hukum
Tersebut Menerima Naskh; (3) Dalil yang Menaskh Terpisah dan Datang Kemudian; (4)
Dalil yang Me-naskh Adalah Titah Syar’î, artinya dalil yang me-naskh harus berupa titah
yang datang dari pencipta syariat yaitu al-Quran dan Hadits; (5) Dalil yang me-naskh harus
kuat; (6) Dalil yang me-naskhtidak mungkin dikompromikan.
UJI KOMPETENSI