Anda di halaman 1dari 11

Bersikap adil dan tidak memihak

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok kelas PPI 4 A.

Mata Kuliah : Hadist siyasah

Dosen Pengampu : Ali Darta

Disusun Oleh: Kelompok 4

1. Firman Alamsyah (NIM. 0404192024)


2. Melisa. (NIM. )

PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

(UINSU)

T.A. 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta
karunia-Nya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, kami semua dapat menyusun, menyesuaikan,
serta dapat menyelesaikan sebuah makalah ini. Di samping itu, kami mengucapkan rasa
terima kasih kepada semua pihak yan telah banyak membantu kami dalam menyelesaikan
pembuatan sebuah  makalah ini, baik dalam bentuk moril maupun dalam bentuk materi
sehinggadapat terlaksana denan baik.

Kami, sangat menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini memang masih banyak
kekurangan serta amat  jauh dari kata kesempurnaan. Namun, kami semua telah berusaha
semaksimal mungkin dalam membuat makalah ini. Di samping itu, kami sangatt 
mengharapkan kritik serta saran nya dari semua teman-teman demi tercapainya
kesempurnaan yang di harapkan dimasa akan datang.

Penulis, 18 Mei 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keadilan
B. Konsep Keadilan dalam Islam
C. Penegakan dan Standar Keadilan
D. Keutamaan Berbuat Adil
E. Hadist Tentang berlaku Adil

BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
II. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang benar, agama yang paling sempurna di antara agama samawi
yang diturunkan Allah SWT. kesmpurnaannya dapat dilihat dari syariatnya, tidak ada satu
sendi kehidupan pun melainkan semua itu telah terliputi oleh hukum atau syariat Islam,
termasuk dalam keadilan.
Keadilan dalam Islam meliputi semua hal, mulai pada diri sendiri, dalam kehidupan
rumah tangga, masyarakat hingga kehidupan bernegara. Keadilan dalam Islam bukanlah
keadilan yang dibuat-buat atau hasil pemikiran manusia, melainkan berlandaskan Al-Qur’an
yang telah diturunkan oleh Allah Rabb semesta alam baik dalam Al-Qur’an maupun yang
ilhamkan kepada manusia pilihan Allah, Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam (Al-
Hadits).

B. Rumusan Masalah
a.         Apa pengertian adil?
b.        Bagaimana konsep keadilan dalam Islam?
c.         Bagaimana penegakan dan standar keadilan itu?
d.        Apa keutamaan berbuat adil?
e.         Sebutkan hadits tentang berlaku adil!

C. Tujuan Masalah

a. Memahami pengertian adil

b. Mengetahui konsep keadilan dalam islam

c. Memahami cara menegakkan keadilan

d. Memahami keutamaan berbuat adil

e. Mengetahui hadist tentang berlaku adil


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Adil
Berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus.
Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran.
Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik
hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang
berlaku. Dalam Al Quran, kata ‘adl disebut juga dengan qisth (QS Al Hujurat:9)[1].
Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak
memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku,
bangsa maupun agama. Keberpihakan karena faktor-faktor terakhir—bukan berdasarkan pada
kebenaran– dalam Al Quran disebut sebagai keberpihakan yang mengikuti hawa nafsu dan itu
dilarang keras (QS An Nisa’ 4:135). Dengan sangat jelas Allah menegaskan bahwa kebencian
terhadap suatu golongan, atau individu, janganlah menjadi pendorong untuk bertindak tidak
adil (QS Al Maidah:8).
Sebagian ulama berpendapat bahwa: “Orang yang adil itu ialah orang yang jika marah,
kemarahannya itu tidak menjerumuskannya kepada kebatilan. Dan apabila ia senang,
kesenangannya itu tidak mengeluarkannya dari kebenaran." [2]
Mengapa Islam menganggap sikap adil itu penting? Salah satu tujuan utama Islam
adalah membentuk masyarakat yang menyelamatkan; yang membawah rahmat pada seluruh
alam –rahmatan lil alamin (QS Al Anbiya’:107). Ayat ini memiliki sejumlah konsekuensi
bagi seorang muslim:
Pertama, seorang muslim harus bersikap adil dan jujur pada diri sendiri, kerabat dekat ,
kaya dan miskin. Hal ini terutama terkait dengan masalah hukum (QS An Nisaa’:135).
Penilaian, kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada kebenaran
walaupun kepada diri sendiri, saat di mana berperilaku adil terasa berat dan sulit.
Kedua, keadilan adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang suku, agama,
status jabatan ataupun strata sosial. Oleh karena itu, seorang muslim wajib menegakkan
keadilan hukum dalam posisi apapun dia berada; baik sebagai hakim, jaksa, polisi maupun
saksi.
Ketiga, di bidang yang selain persoalan hukum, keadilan bermakna bahwa seorang
muslim harus dapat membuat penilaian obyektif dan kritis kepada siapapun. Mengakui
adanya kebenaran, kebaikan dan hal-hal positif yang dimiliki kalangan lain yang berbeda
agama, suku dan bangsa dan dengan lapang dada membuka diri untuk belajar (QS Yusuf:
109) serta dengan bijaksana memandang kelemahan dan sisi-sisi negatif mereka. Pada saat
yang sama, seorang muslim dengan tanpa ragu mengkritisi tradisi atau perilaku negatif yang
dilakukan umat Islam.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa seorang individu muslim yang
berperilaku adil akan memiliki citra dan reputasi yang baik serta integritas yang tinggi di
hadapan manusia dan Tuhan-nya. Karena, sifat dan perilaku adil merupakan salah satu
perintah Allah (Qs Asy-Syura 42:15) dan secara explisit mendapat pujian (QS Al-A’raf: 159).
Perilaku adil, sebagaimana disinggung di muka, merupakan salah satu tiket untuk
mendapat kepercayaan orang; untuk mendapatkan reputasi yang baik. Karena dengan reputasi
yang baik itulah kita akan memiliki otoritas untuk berbagi dan menyampaikan nilai-nilai
kebaikan dan kebenaran dengan orang lain (QS Ali-Imran:104). Tanpa itu, kebaikan apapun
yang kita bagi dan sampaikan hanya akan masuk ke telinga kiri dan keluar melalui telinga
kanan. Karena, perilaku adil itu identik dengan konsistensi antara perilaku dan perkataan (QS
As Saff: 3).

B. Konsep Keadilan dalam Islam


 Keadilan intelektual (al-‘adl al-fikri).
Yaitu pemikiran seseorang yang berani menyatakan bahwa sesuatu sebagai kebenaran
atau kesalahan yang secara objektif karena memang benar atau salah, bukan karena
pertimbangan subjektif dan tendensial lain.

 Keadilan terhadap diri sendiri.


Menegakkan keadilan pada diri sendiri itu hendaklah berani mengakui kesalahan
dirinya sendiri dan bersedia menerima akibat daripada kesalahan tersebut. Keadilan pada diri
sendiri itu dapat dipelihara apabila seseorang itu mempunyai ilmu tentang yang benar (hak)
dan yang salah (batil).

 Adil kepada orang lain.


Keadilan kepada orang lain artinya menyempurnakan hak mereka dan melaksanakan
hukum secara saksama antara mereka, membela orang yang teraniaya dan menghukum orang
yang bersalah. Ini berdasarkan ayat Al-Quran An Nahl Ayat 90, Artinya: Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat,
dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. Sabda Nabi: “(hakim) itu ada
tiga jenis ; dua daripadanya masuk ke Neraka dan satu daripadanya masuk ke Syurga.
Lelaki (hakim) yang tahu perkara yang benar, lalu ia menghukum berlandaskan kebenaran
tersebut, maka ia masuk ke Syurga. Dan lelaki (hakim) yang tidak tahu perkara yang benar,
lalu ia menjalankan hukuman atas kejahilannya, maka ia masuk ke Neraka.”

 Berlaku adil kepada makhluk lain.


Artinya dapat menempatkan pada tempat yang sesuai, misalnya adil pada binatang,
harus menempatkannya pada tempat yang layak menurut kebiasaan binatang tersebut. Jika
memelihara binatang harus disediakan tempat dan maka nannya yang memadai. Jika binatang
itu akan dimanfaatkan untuk kendaraan atau usaha pertanian, hendaknya dengan cara yang
wajar, jangan member beban yang malampaui batas. demikian pua jika hendak dimakan,
maka hendaklah disembelih dengan cara yang telah ditentukan oleh ajaran agama, dengan
cara yang baik yang tidak menimbulkan kesakitan bagi binatang itu. Menjaga kelestarian
lingkungan juga termasuk berbuat adil kepada makhluk lain.
Bentuk lain adil adalah Tawazun (keseimbangan) meliputi fisik, akal, dan ruhani.
Sabda Nabi yang artinya: “Berlaku adillah walaupun ke atas diri kamu (sendiri).”

C. Penegakan dan Standar Keadilan


Berlaku adil memerlukan kejelian dan ketajaman, di samping mutlak
adanya mizan(standar) yang dipergunakan untuk menilai keadilan atau kezaliman seseorang.
Mizan keadilan dalam Islam adalah Al Qur’an. Firman Allah :

K‫ن‬Kَ K‫ ا‬K‫ َز‬K‫ ي‬K‫ ِم‬K‫ ْل‬K‫ ا‬K‫ َو‬K‫ق‬


ِّ K‫ح‬Kَ K‫ ْل‬K‫ ا‬Kِ‫ ب‬K‫ب‬
Kَ K‫ا‬Kَ‫ ت‬K‫ ِك‬K‫ ْل‬K‫ ا‬K‫ َل‬K‫ َز‬K‫ ْن‬Kَ‫ أ‬K‫ ي‬K‫ ِذ‬Kَّ‫ل‬K‫ ا‬Kُ ‫هَّللا‬
Artinya: “Allah-lah yang menurunkan kitab dengan membawa kebenaran dan menurunkan
neraca (keadilan)” (QS. Asy-Syuraa: 17)
K‫ َم‬K‫و‬K Kُ‫ ق‬Kَ‫ ي‬Kِ‫ ل‬K‫ن‬Kَ K‫ ا‬K‫ز‬Kَ K‫ ي‬KK‫ ِم‬K‫ ْل‬K‫ ا‬K‫و‬Kَ K‫ب‬
Kَ K‫ ا‬K Kَ‫ ت‬K‫ ِك‬K‫ ْل‬K‫ ا‬K‫ ُم‬Kُ‫ ه‬K‫ َع‬K‫ َم‬K‫ ا‬Kَ‫ ن‬K‫ ْل‬K‫ز‬Kَ K‫ ْن‬Kَ‫ أ‬K‫و‬Kَ K‫ت‬
ِ K‫ ا‬Kَ‫ ن‬Kِّ‫ي‬Kَ‫ ب‬K‫ ْل‬K‫ ا‬Kِ‫ ب‬K‫ا‬Kَ‫ن‬Kَ‫ ل‬K‫ ُس‬K‫ ُر‬K‫ا‬Kَ‫ ن‬K‫ ْل‬K‫ َس‬K‫ر‬Kْ Kَ‫ أ‬K‫ ْد‬Kَ‫ ق‬Kَ‫ل‬
ِ K‫ا‬Kَّ‫ن‬K‫ ل‬Kِ‫ ل‬K‫ ُع‬Kِ‫ف‬K‫ ا‬Kَ‫ ن‬K‫ َم‬K‫و‬Kَ K‫ ٌد‬K‫ ي‬K‫ ِد‬K‫ َش‬K‫س‬
K‫س‬ Kٌ Kْ‫أ‬Kَ‫ ب‬K‫ ِه‬K‫ ي‬Kِ‫ ف‬K‫ َد‬K‫ ي‬K‫ ِد‬K‫ح‬Kَ K‫ ْل‬K‫ ا‬K‫ ا‬Kَ‫ ن‬K‫ ْل‬K‫ز‬Kَ K‫ ْن‬Kَ‫ أ‬K‫و‬Kَ Kۖ K‫ ِط‬K‫ ْس‬Kِ‫ ق‬K‫ ْل‬K‫ ا‬Kِ‫ ب‬K‫س‬ Kُ K‫ا‬Kَّ‫ن‬K‫ل‬K‫ا‬

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti


yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat
kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia”.(QS.Al-Hadiid: 25)
Rasyid Ridla, dalam Tafsir al Manar menjelaskan ayat ini dengan mengatakan :
“Sebaik-baik orang adalah orang yang bisa berhenti dari kezaliman dan permusuhan
dengan hidayah Al Qur’an, kemudian orang yang berhenti dari kezaliman karena kekuasaan
(penguasa) dan yang paling buruk adalah orang yang tidak bisa diterapi kecuali dengan
kekerasan. Inilah yang dimaksudkan dengan al Hadid (besi)”.
Keadihan dunia ini hanya bisa ditegakkan dengan Al Qur’an yang telah mengharamkan
kezaliman dan pengrusakan-pengrusakan lainnya. Sehingga manusia menjauhi kezaliman itu
karena rasa takutnya kepada murka Allah di dunia dan akhirat, di samping untuk
mengharapkan balasan/ganjaran dunia akhirat. Kemudian dengan keadilan hukum yang
ditegakkan penguasa untuk membuat jera umat manusia dari dosa.

D. Keutamaan Berbuat Adil


Keutamaan berbuat adil adalah:
a.         Terciptanya rasa aman, tenang dan tentram dalam jiwa dan ada rasa khawatir kepada orang
lain, karena tidak pernah melakukan perbuatan yang merugikan atau menyakiti orang lain.
b.        Membentuk pribadi yang dapat melaksanakan kewajiban dengan baik, taat dan patuh kepada
Allah SWT, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya.
c.         Menciptakan ketenteraman dan kerukunan hidup, hubungan yang harmonis dan tertib dengan
orang lain.
d.        Dalam memanfaatkan alam sekitar untuk kemasyalatan dan kebaikan hidup di dunia dan di
akhirat.

E. Hadits Tentang Berlaku Adil


Hadits ke – 1:
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhuberkata: Bersabda
Rasulullah Shalallahu‘alaihiwassalam: Sesungguhnya mereka-mereka yang berbuat adil di
sisi Allah Ta’ala, kelak mereka akan berada di atas mimbar dari cahaya, dari tangan kanan
Allah ArRahman ‘Azza wa Jalla. Dan kedua tangan Allah Ta’ala adalah kanan. Mereka
adalah orang-orang yang adil dalam menghukumi sesuatu bahkan terhadap keluarga
mereka sendiri, juga terhadap orang-orang yang mereka pimpin. (Hr. Imam Muslim)

Hadits ke – 2:

ِ َ‫ان لَهُ ا ْم َرأَت‬


‫ان فَ َما َل إِلَى إِحْ َداهُ َما َجا َء يَ ْو َم القِيَا َم ِة َو ِشقُّهُ َمائِ ٌل‬ َ ‫َم ْن َك‬
Artinya: “Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih
cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang
dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.”
Takhrij Hadits Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2133), an-Nasa’i (2/157),
Tirmidzi (1/213), ad-Darimi (2/143), Ibnu Majah (1969), Ibnu Abi Syaibah (2/66/7), Ibnul
Jarud (no. 722), Ibnu Hibban (no. 1307), al-Hakim (2/186), al-Baihaqi (7/297), ath-Thayalisi
(no. 2454), dan Ahmad (2/347, 471) melalui jalur Hammam bin Yahya, dari Qatadah,
dari an-Nadhr bin Anas, dari Basyir bin Nuhaik, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma

Hadits ke – 3:
Dalam memutuskan perkara, keadilan mesti menjadi landasan berpijak. Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
bersabda:
‫إِ َذا َح َك ْمتُ ْم فَا ْع ِدلُوْ ا‬
Artinya: “Apabila kalian memutuskan hukum maka bersikaplah adil!” (Dinyatakan hasan
oleh al-Albani dalam ash-Shahihah [no. 469])

BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan
Berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus.
Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran.
Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik
hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang
berlaku.
Konsep keadilan dalam Islam yaitu:
a.         Keadilan Intelektual
b.        Keadilan Terhadap Diri Sendiri
c.         Adil Kepada Orang Lain
d.        Berlaku Adil Kepada Makhluk Lain.
Berlaku adil memerlukan kejelian dan ketajaman, di samping mutlak
adanya mizan (standar) yang dipergunakan untuk menilai keadilan atau kezaliman seseorang.
Mizan keadilan dalam Islam adalah Al Qur’an. Dengan bersikap adil akan tercipta
keharmonisan dalam kehidupan.

II. Saran
Sebagai seorang muslim kita harus taat menjalankan apa yang telah disyariatkan oleh
agama tanpa pengecualian termasuk untuk berbuat adil dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Adil#cite_note-1
Ibnu Qayyim.  1990. Risalah Tabukiyah , (Tahqiq Abu Abdirrahman Aqil bin Muhammad bin Zaid
Al-Muqthiri Al-Yamani, cet. Ke-1). Yaman: Maktabah Dar Al-Quds
Soeyoeti, Zarkowi. 1995/1996. Pendidikan Agama Islam Untuk Smu. Jakarta: Direktora jendral
Pembina kelembagaan agama Islam

Anda mungkin juga menyukai