Anda di halaman 1dari 84

makalah fiqih tentang QISAS, DIYAT , KAFARAT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam islam prilaku pembunuhan sangat dilarang dalam agama, dan mendapat sangsi
yang sesuai dengan pembunuhannya. Dalam islam ada tiga jenis pembunuhan.
1. Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, yaitu merencanakan pembunuhan dalam
keadaan jiwa sehat dan penuh kesadaran .
2. Pembunuhan yang terjadi tanpa sengaja dengan alat yang tidak mematikan.
3. Pembunuhan karena kesalahan atau kekhilafan semata-mata tanpa direncanakan dan tidak
ada maksud sama sekali, misalnya kecelekaan.

Dalam islam setiap jenis pembunuhan mempunyai sangsi masing-masing, baik dia
pembunuhan sengaja, tidak sengaja , ataupun tersalah.

Maka dari itu kami disini akan membahas tentang hukuman yang diberikan kepada
pelaku pembunuhan. Dimana dalam islam hukuman itu terdiri dari qisas, diyat, dan kafarat.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas antara lain :

a. Menjelaskan Pengertian Qisas, diyat, dan kafarat ?


b. Bagaimanakah hukuman bagi pembunuhan sengaja, tidak sengaja, dan tersalah
c. Bagaimanakah ketentuan qisas, diyat , dan kafarat dalam islam ?

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian qishash
Yang dimaksud dengan qishash hukuman balasan yang seimbang atau yang sama, setara
dan yang sepadan dengan perbuatan kejahatan yang dilakukan bagi para pelaku sengaja dan
pelaku peaniyayaan secara pisik dengan sengaja.

Yang dimaksud dengan hukuman yang sama dengan perbuatan kejahatan yang
dilakukan adalah , jika seseorang melakukan pembunuhan dengan sengaja maka pelakunya
harus dihukum bunuh , jika seseorang melakukan peaniyayaan secara pisik dengan sengaja
terhadap orang lain maka pelakunya harus dikenai hukuman yang sama dengan bentuk
kejahatan yang dilakukanya .

2. Syarat syarat diwajibkanya hukum qishash

Hukum qishash tidak diwajibkan, kecuali apabila terpenuhinya syarat syarat sebagai
berikut
a. Orang yang terbunuh terlindungi darahnya
Andaikata yang dibunuh adalah orang kapir HARBY , orang yang zinah mukhson , atau
orang murtat, maka penbunuh bebas dari tanggung jawab, tidak diqishash dan diyat , sebab
mereka adalah orang orang yang tersia sia darahnya atau tidak dilindungi .

b. Pelaku pembunuhan sudah balikh


c. Pelaku pembunuhan sudah berakal
d. Pembunuhan dalam kondisi bebas memilih
e. Pembunuh bukan orang tua dari si terbunuh, orang tua tidak diqishash sebab membunuh
anaknya atau cucunya dan seterusnya sekalipun disengaja.

Bapak tidak dibunuh sebab dia membunuh anaknya. (Riwayat Baihaqi)

Hadis dari ibnu Umar bahwa Nabi SAW pernah bersabda :


Artinya : orang tua tidak diqishash oleh sebab membunuh anak nya . ( H.R . IMAM
TIRMIDZI ).

f. Ketika terjadi pembunuhan yang terbunuh dan pembunuh sederajat


Kesamaan derajat ini terletak pada bidang agama dan kemerdekaan . Orang islam yang
membunuh orang kafir atau orang merdeka membunuh hamba sahaya tidak diqisash , karena
dalam hal ini tidak ada kesamaan derajat antara pembunuh dan yang dibunuh.
Sabda Rasullullah saw:

orang islam tidak dibunuh sebab dia membunuh orang kafir.(Riwayat Bukhari)

g. Tidak ada orang lain yang ikut membantu pembunuhan diaintara orang orang yang tidak
wajib hukm qisahash atasnya.

3. Diyat (Denda)
Yang dimaksud dengan diyat ialah denda penganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak
dilakukan padanya hukum bunuh . Diyat ada dua macam, yaitu :
1. Denda berat
Yaitu seratus ekor unta, dengan perincian : 30 ekor unta betina umur 3 masuk 4 tahun, 30
ekor unta betina umur 4 masuk 5 tahun, 40 ekor unta betina yang sedang hamil.
Diwajibkan denda berat karena:
a. Sebagai ganti hukum bunuh (qisas) yang dimaafkan pada pembunuhan yang betol-betul
sengaja. Denda ini wajib dibayar tunai oleh yang mebunuh sendiri.
b. Melakukan pembunuhan seperti sengaja. Denda ini wajib dibayar oleh keluarganya,
diangsur dalam waktu 3 tahun, tiap-tiap akhir tahun wajib dibayar sepertiganya.
Diyat berat diwajibkan atas pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh ahli waris dari si
terbunuh,serta pembunuhan yang tidak ada unsur-unsur membunuh yang dilakukan dibulan
haram, ditempat haram, serta pembunuhan atas diri seseorang yang masih ada hubungan
kekeluargaan.

2. Denda ringan
Banyaknya seratus ekor unta juga, tetapi dibagi lima kelompok: 20 ekor unta betina
umur 1 masuk 2 tahun, 20 ekor unta betina umur 2 masuk 3 tahun, 20 ekor unta jantan umur
2 masuk 3 tahun, 20 ekor unta betina umur 3 masuk 4 tahun, 20 ekor unta betina umur 4
masuk 5 tahun. Denda ini wajib dibayar oleh keluarga yang membunuh dalam jangka waktu
tiga tahun , tiap-tiap akhir tahun dibayar sepertiga.
Jika denda tidak dapat dibayar dengan unta, wajib dibayar dengan uang sebanyak
harga unta. Denda ringan atau diyat ringan diwajibkan atas pembunuhan tersalah,
Pembunuhan karena kesalahan obat bagi dokter, dan pemotongan atau membuat cacat serta
melukai anggota badan.

Ringannya denda dipandang dari tiga segi:


a. Jumlahnya yang dibagi lima
b. Diwajibkan atas keluarga yang bersangkutan
c. Diberi waktu selama tiga tahun.
Beratnya denda dipandang dari tiga segi juga:
a. Jumlah denda hanya dibagi tiga, sedangkan tingkat umurnya lebih besar
b. Denda diwajibkan atas yang membunuh itu sendiri
c. Denda wajib dibayar tunai.

4. Kafarat
Telah diuraikan tentang kewajiban orang yang membunuh orang, yaitu menyerah agar
ia dibunuh pula, atau membayar diyat, atau dibebaskan. Selain itu ia wajib juga membayar
kafarat, yaitu memerdekakan budak, kalau tidak mampu memerdekakan budak atau hamba,
misalnya keadaan sekarang yang tidak ada lagi hamba, maka ia wajib puasa dua bulan
berturut-turut.

Firman ALLAH SWT:

Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah ( tidak sengaja ), hendaklah ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman.Sampai pada firman Allah , Barang
siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh ) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah.(An-Nisa:92).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Yang dimaksud dengan qishash hukuman balasan yang seimbang atau yang sama, setara dan
yang sepadan dengan perbuatan kejahatan yang dilakukan bagi para pelaku sengaja dan
pelaku peaniyayaan secara pisik dengan sengaja.
Syarat syarat wajib qisas
a. Orang yang membunuh sudah baligh dan berakal
b. Orang yang membunuh bukan bapak dari yang terbunuh
c. Orang yang dibunuh tidak kurang derajatnya dari yang membunuh
d. Yang terbunuh adalah orang yang terpelihara darahnya, dengan islam ataua dengan
perjanjian.
Yang dimaksud dengan diyat ialah denda penganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak
dilakukan padanya hukum bunuh . Diyat ada dua macam, yaitu :
1. Denda berat
Yaitu seratus ekor unta, dengan perincian : 30 ekor unta betina umur 3 masuk 4 tahun, 30
ekor unta betina umur 4 masuk 5 tahun, 40 ekor unta betina yang sedang hamil.
2. Denda ringan
Banyaknya seratus ekor unta juga, tetapi dibagi lima kelompok: 20 ekor unta betina
umur 1 masuk 2 tahun, 20 ekor unta betina umur 2 masuk 3 tahun, 20 ekor unta jantan umur
2 masuk 3 tahun, 20 ekor unta betina umur 3 masuk 4 tahun, 20 ekor unta betina umur 4
masuk 5 tahun. Denda ini wajib dibayar oleh keluarga yang membunuh dalam jangka waktu
tiga tahun , tiap-tiap akhir tahun dibayar sepertiga.
Hukum bagi pelaku pembunuhan yaitu qisas dan diyat. Selain itu ia wajib juga membayar
kafarat, yaitu memerdekakan budak, kalau tidak mampu memerdekakan budak atau hamba,
misalnya keadaan sekarang yang tidak ada lagi hamba, maka ia wajib puasa dua bulan
berturut-turut.
B. Saran
Kami dari penulis berharap agar makalah yang kami buat ini bisa berguna bagi pembaca, dan
dapat menjadi panduan dalam belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar , Junaidi. 2007. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Yudhistira

Mulyadi , Arif. 2001. Islam Sebagai Tatanan Kehidupan Manusia. Bogor: Yayasan
Tatang Nana

Rasyid, Sulaiman. 1994. Fikih Islam (hukum fikih lengkap). Bandung: Sinar Baru
Algensindo
http://harlisa123.blogspot.com/2011/12/makalah-fiqih-tentang-qisas-diyat.html

Materi Fiqih XI Semester I


Mata Pelajaran Fiqih XI Semester
I

Pelajaran I
JINAYAH DAN HIKMAHNYA

STANDAR KOMPETENSI
1. Memahami ketentuan Hukum Islam tentang Jinayah dan hikmahnya
KOMPETENSI DASAR
1.1 Menjelaskan hukum pembunuhan dan hikmahnya
1.2 Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang qishash dan hikmahnya
1.3 Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang diyat dan kafaarat beserta hikmahnya
1.4 Menunjukkan contoh-contoh qishash, diyaat dan kafaarat dalam hukum Islam

Lihatlah gambar disamping. Pembunuhan dapat terjadi dimana-mana dengan motif yang
beraneka ragam. Berapa banyak jiwa yang telah melayang pada setiap tahunnya.
Pembunuhan sering terjadi di negeri ini, baik itu dengan sengaja atau tidak, dengan alat yang
mematikan atau tidak yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Dengan hukum
yang begitu berat ternyata tidak membuat manusia menjadi jera. Masih banyak kasus
pembunuhan yang terjadi tanpa adanya penyelesaian hukum menjadikan pelaku bebas
berkeliaran. Jikalau Negara kita menggunakan hukum Islam untuk menyelesaikan kasus
pembunuhan yang terjadi, tentu akan dapat mengurangi tingkat kejahatan yang terjadi.
Padahal kita mengetahui bahwa Islam adalah agama rahmatan lilalamin. Agama
yang memberikan kedamaian, ketentraman dan keselamatan bagi para pemeluknya. Islam
melarang prilaku kejahatan pembunuhan baik dengan cara apapun. Namun kurangnya
kesadaran dalam diri manusia perbuatan tersebut dapat terjadi. Berapa banyak kasus
pembunuhan yang terjadi baik itu pembunuhan tunggal ataupun pembunuhan berantai.
Dalam ilmu fiqih pembahasan mengenai tindak pidana kejahatan beserta sangsi
hukumannya disebut dengan istilah jarimah atau uqubah. Jarimah dibagi menjadi dua, yaitu
jinayat dan hudud. Jinayat membahas tentang pelaku tindak kejahatan beserta sangsi
hukuman yaqng berkaitan dengan pembunuhan yang meliputi qishash, diyat dan kifarat.
Sedangkan Hudud membahas tentang pelaku tindak kejahatan selain pembunuhan yaitu
masalah penganiayaan beserta sangsi hukumannya yang meliputi zina, qadzaf, mencuri,
miras, menyamun, merampok, merompak dan bughah.
Dalam bab ini akan membahas tentang hukum pembunuhan dan hikmahnya,
ketentuan hukum islam tentang qishash dan hikmahnya, ketentuan hukum islam tentang
diyat, kifarat dan hikmahnya, serta contoh-contoh qishash, diyat dan kifarat. Pembahan
tersebut dapat dilihat dalam bagan di bawah ini :

A. HUKUM PEMBUNUHAN DAN HIKMAHNYA

1. Dasar hukum larangan pembunuhan


Pengertian pembunuhan secara bahasa adalah menghilangnyakan nyawa seseorang.
Sedangkan arti secara istilah membunuh adalah perbuatan manusia yang mengakibatkan
hilangnya nyawa seseorang baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja, baik dengan alat yang
mematikan ataupun dengan alat yang tidak mematikan. Pengertian tersebut di atas sejalan
dengan pendapat sebagaian para ulama bahwa, pembunuhan merupakan suatu perbuatan
manusia yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dan itu tidak dibenarkan
dalam agama islam.

Adapun dasar hukum larangan membunuh dijelaskan dalam firman Allah :


(: )
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara dzalim, maka
sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli
waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan. (QS. Al Isra (17) : 33)

2. Macam-macam pembunuhan
Pembunuhan dibagai menjadi tiga macam sebagaimana pembahasan di bawah ini :

a. Pembunuhan Sengaja ( )
Pengertian pembunuhan sengaja adalah pembunuhan yang telah direncanakan dengan
menggunakan alat yang mematikan, baik yang melukai atau memberatkan (mutsaqal).
Contoh pembunuhan sengaja adalah membunuh dengan menembak, melukai dengan alat
yang tajam, memukul dengan alat-alat yang berat, membunuh dengan memasukkan dalam sel
yang tidak ada udaranya, membunuh dengan diberi racun, disuntik dengan obat yang bisa
mematikan, membunuh dengan dibiarkan tidak diberi makan dan lain sebagainya. Dikatakan
pembunuhan sengaja apabila ada niat dari pelaku sebelumnya, alat yang digunakan
mematikan, Baligh dan merdeka pelakunya dan yang dibunuh orang yang baik.


b. Pembunuhan Seperti Sengaja ( )
Pembunuhan seperti sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan seseorang tanpa niat
membunuh dan menggunakan alat yang biasanya tidak mematikan, namun menyebabkan
hilangnya nyawa seseorang. Contohnya orang yang memukul orang lain dengan sapu lidi
kemudian mati. Orang yang memanggil orang lain dengan suara keras kemudian orang lain
mati karena panggilannya. Wanita ditakut-takuti ulat kemudian wanita itu mati dan
sebagainya.

c.
Pembunuhan tersalah ( )
Pembunuhan tersalah, yaitu pembunuhan yang tidak ditujukan kepada seseorang tetapi
sesorang tersebut mati karena perbuatannya. Jenis pembunuhan tersalah ada tiga
kemungkinan.
1) Perbuatan tanpa maksud melakukan kejahatan tetapi mengakibatkan kematian seseorang.
Kesalahan seperti ini disebut salah sasaran (error in concrieto) contohnya seseorang yang
menembak harimau tetapi justru menyasar mengenai orang lain hingga meninggal dunia
2) Perbuatan yang mempunyai niat membunuh, namun ternyata orang tersebut tidak boleh
dibunuh. Contohnya menembak seseorang yang disangka musuh dalam peperangan, tetapi
ternyata kawan sendiri. Kesalahan demikian disebut salah dalam maksud (error in objecto)
3) Pebuatan yang pelakunya tidak bermaksud jahat, tetapi akibat kelalaiannya dapat
menyebabkan kematian seseorang. Contohnya sesorang terjatuh dari pohon dan menimpa
yang ada di bawahnya hingga mati.
3. Dasar hukum bagi pembunuhan
Hukuman pokok bagi pelaku pembunuhan sengaja adalah qishash, artinya dibunuh juga
tetapi jika dimaafkan oleh keluarga korban maka hukuman penggantinya adalah wajib
membayar diyat mughaladhah dan dibayar secara tunai. Hukuman tambahannya adalah
terhalangnya hak waris dan wasiat. Para Fuqaha sepakat bahwa pembunuhan yang dikenai
hukuman qishash disyaratkan berakal sehat, dewasa, sengaja untuk membunuh, dan
melangsungkan sendiri pembunuhannya tanpa ditemani orang lain. Adapun yang menjadi
dasar hukuman pembunuhan sengaja adalah :
Dan barang siapa membunuh seseorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah
neraka jahannam, kekal ia di dalamnya, dan Allah marah kepadanya dan mengutuknya dan
menyediakan adzab yang besar baginya. (An-Nisaa (4) : 93)

Pembunuh tidak sengaja tidak dikenai hukum qishash, tetapi hukuman pokok adalah
membayar diyat mughaladhah dengan diangsur selama tiga tahun setiap tahun sepertiganya
dan kifarat. Hukuman penggantinya adalah puasa kifarat, sedangkan hukuman tambahannya
adalah terhalangya menerima warisan dan wasiat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

( )
Barangsiapa membunuh dengan sengaja, (hukumnya) harus menyerahkan diri kepada
keluarga terbunuh, maka jika mereka (keluarga terbunuh) menghendaki, dapat mengambil
qishash, dan jika mereka menghendaki (tidak mengambil qishash), mereka dapat mengambil
diyat berupa 30 ekor hiqoh, 30 ekor jadzah dan 40 ekor khilfah ( HR. Tirmudzi )
Hukuman pembunuhan tersalah adalah memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman atau membayar diyat mukhoffafah ( denda ringan ) diberikan kepada keluarga
terbunuh dan boleh diangsur 3 tahun setiap tahunnya sepertiganya. Ketentuan ini berdasarkan
firman Allah :

Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
Karena tersalah (Tidak sengaja)[334], dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat[335] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu) ( Q.S. An-Nisa
(4): 92)
4. Hikmah dilarangnya pembunuhan
a. Memberi pelajaran kepada masyarakat agar tidak melakukan pebuatan keji.
b. Manusia yang satu dengan yang lain saling menempatkan kedudukan yang tinggi baik di
dalam hukum manusia maupun di hadapan Allah SWT.
c. Menyelamatkan jiwa manusia
d. Terciptanya keamanan dan ketentraman dalam kehidupan sehari-hari.

B. KETENTUAN HUKUM ISLAM TENTANG QISHASH DAN HIKMAHNYA

1. Pengertian dan Hukum Qishash

Qishash berasal dari kata



yang artinya memotong atau bersal dari kata

yang artinya mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si penjahat sebagai pembalasan atas
perbuatannya.
Menurut syara qishash adalah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku
pembunuhan maupun perusakan aggota badan atau pelaku penghilangan manfaat anggota
badan yang dilakukan dengan sengaja, Firman Allah :
( : )
Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu (hukum) qishash untuk membela
orang-orang yang dibunuh, orang merdeka diqishash sebab membunuh orang merdeka,
hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Tetapi barangsiapa yang mendapat
sebagian kemampuan dari saudaranya (ahli waris yang terbunuh) maka hendaklah ia
membalas kebaikan itu dengan cara yang baik. Dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang tersebut itu
ialah suatu keringanan dan rahmat Tuhanmu. (QS.Al Aqarah (2) :178)

Sedangkan hukum qishash sebagai berikut :


a. Membunuh orang tidak bersalah haram hukumnya. Berdasarkan firman Allah SWT :
( : )
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya
ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya ( Q.S.An-Nisa (4): 93 ).

b. Orang mendahului melakukan pembunuhan, menanggung dosa orang yang mengikuti


membunuh itu.
c. Orang melakukan pembunuhan sengaja imannya tanggal.
d. Perkara yang mula-mula diadili Allah SWT dihari kiamat ialah perkara pembunuhan.

2. Macam-macam qishash
Berdasarkan keterangan di atas, maka qishash dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Qishash jiwa yakni hukuman mati bagi pelaku pidana pembunuhan.
b. Qishash anggota badan yakni qishash bagi pelaku tindak pidana melukai, merusak atau
menghilangkan manfaat atau fungsi anggota tubuh.

Pelaksanaan qishash jiwa maupun qishash anggota badan, diatur dalam hukum Islam.
Sebagaimana firman Allah SWT.
( : )
Dan kami Telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga,
gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak
kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-
orang yang zalim ( Q.S. Al-Maidah(5) : 45 ).

3. Syarat-syarat Qishash
Adapun syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam pelaksanaan hukum qishash sebagai
berikut :
a. Pembunuh sudah baligh dan berakal, maka anak-anak dan orang gila tidak dikenakan hukum
qishash. Sabda Rasulullah SAW :

:










( )
Dari Aisyah, Nabi Muhammad SAW. Bersabda: Diangkat hukum (tidak terkena hukuman)
dari tiga perkara : orang tidur hingga ia bangun, anak-anak ia hingga dewasa, dan orang
gila hingga ia sembuh dari gilanya ( H.R. Ahmad dan Abu Dawud)

b. Pembunuh bukan orang tua dari orang yang dibunuh. Jika orang tua membunuh anak, maka
tidak wajib dilaksanakan qishash, tetapi jika anak membunuh orang tua, maka wajib
dilaksanakan qishash.
c. Jenis pembunuhan adalah pembunuhan yang disengaja. Pembunuhan yang mirip disengaja
maupun pembunuhan yang tidak disengaja tidak ada hukum qishash.
d. Orang yang dibunuh terpelihara darahya, artinya bukan orang jahat. Orang yang membunuh
karena membela diri tidak ada qishashnya baginya. Orang mukmin yang membunuh orang
kafir, orang murtad dan pezina mukhshan tidak ada hukuman qishash baginya. Sabda Nabi :
( )
Orang Islam tidak dibunuh karena membunuh orang kafir ( H.R. Bukhari )

e. Orang yang dibunuh sama derajatnya, misalnya orang islam dan orang islam, merdeka dengan
merdeka, perempuan dengan perempuan dan budak dengan budak.
( : )
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-
orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan
wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi
ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih ( Q.S. Al-Baqarah
(2) : 178 ).
f. Qishash dilakukan dalam hal yang sama jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, telinga dengan
telinga dan lain-lain.
4. Pembunuhan oleh Massa
Sekelompok orang yang sepakat untuk membunuh seseorang kemudian mereka
laksanakan, maka mereka terkena hukum qishash walaupun dintara mereka ada yang tidak
melakukan pembunuhan secara langsung, misalnya orang yang membantu proses
pembunuhan.
dan barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya kami Telah memberi
kekuasaan[854] kepada ahli warisnya ( Q.S. Al-Isra ( 17) : 33 ).

Mughirah menghukum bunuh 7 orang yang membunuh seseorang. Ibnu Abbas pun
berpendapat , Kalau sekelompok orang membunuh seseorang, mereka harus dibunuh
meskipun jumlahnya 100 orang dengan cara yang sama. Umar Bin Khotthab RA. berkata:
Kalau seluruh penduduk ikut membunuh seorang, niscaya aku bunuh mereka semua
Diterangkan dalam riwayat :





( )
:
Dari Said bin Musayyab RA diterangkan bahwa Umar RA telah menghukum
bunuh lima atau enam orag yang membunuh seorang laki-laki secara zalim (ditipu) di
tempat yang sunyi, dan ia berkata : Andaikata mereka bersama-sama membunuhnya maka
semua penduduk Shuna, niscaya aku bunuh mereka karena laki-laki yang seorang ini
(diriwayatkan Syafii)

Pengikut madzab SyafiI dan Hambali memberikan persyaratan, yaitu hendaknya


perbuatan satu orang dari sekelompok tersebut seandainya dia lakukan sendiri bisa
mematikan. Tetapi jika perbuatannya tidak mematikan, maka tidak ada qishash baginya.
Imam Malik berkata : Menurut kami semua lelaki merdeka yang bersekongkol
membunuh seorang lelaki merdeka terkena hukum qishash jika pembunuh tersebut atas
kesengajaan, demikian pula seluruh wanita karena turut membunuh satu orang wanita. Dan
semua hamba sahaya yang ikut membunh seorang hamba sahaya .

5. Hikmah ditegakkannya Qishash

Pelaksanaan hukum qishash agar supaya terpelihara jiwa dari gangguan pembunuh.
Apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh juga, karena akibat perbuatan
membunuh orang, tentu ia akan takut membunuh orang lain. Dengan demikian terpelihara
jiwa dari terbunuh; terpeliharalah manusia dari bunuh membunuh.
Menjatuhkan hukum yang sebanding dan setimpal itu , memeliharakan hidup
bermasyarakat, dan Al-Quran tiada menamai hukum yang dijatuhkan atas pembunub itu,
dengan nama hukum mati atau hukum gantung, atau hukum bunuh, hanya menamai hukum
setimpal dan sebanding dengan kesalahan nyang diperbuatnya.
Dan mengapa Islam tidak memastikan hukumannya membayar diat saja ?.Hal ini
dengan mudah dapat diketahui bahwa diyat itu tidak dapat memundurkan hasrat
membunuh dari seseorang yang hendak membunuh itu.
Operasi pemberantasan kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah dapat menjadi bukti
betapa tinggi dan benarnya ajaran Islam terutama yang berkenaan dengan hukum qishash atau
hukum pidana Islam. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT :
Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertakwa ( Q.S. Al-Baqarah (2) : 179)
Dengan kata lain adanya qishash pembunuhan dan permusuhan dapat dicegah dan
dihindari. Ringkasnya hikmah ditegaknya qishash sebagai berikut :
a. Menghargai harkat dan martabat manusia, karena nyawa dibalas dengan nyawa, begitu pula
anggota tubuh dibalas juga.
b. Mencegah terjadinya permusuhan dan pertumpahan darah sehingga keamanan dan
kedamaian dapat dirasakan
c. Agar manusia berfikir dua kali, untuk melakukan kejahatan

C. KETENTUAN HUKUM ISLAM TENTANG DIYAT, KIFARAT DAN HIKMAHNYA

1. Pengertian dan Dasar Hukum Diyat


Diyat secara bahasa artinya denda yang berat, atau ganti rugi pembunuhan.
Sedangkan menurut istilah adalah sejumah harta yang wajib diberikan oleh pihak pelaku
pembunuhan / kejahatan kepada pihak teraniaya atau keluarganya untuk menghilangkan
dendam, meringankan beban korban dan keluarganya. Dengan kata lain denda pengganti jiwa
yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukuman bunuh.
Diyat sebagai pengganti hukum qishash berdasarkan ayat Al Quran. Firman Allah :
( : )
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
Karena tersalah (Tidak sengaja)[334], dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diyat[335] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu) ( Q.S. An-
Nisa (4): 92)

2. Sebab-sebab Diyat
Mengapa seseorang harus membayar diyat atau denda sebagai pengganti terhadap apa
yang sudah diperbuatnya ?. Ada beberapa hal sebab-sebab seseorang harus membayar diyat :
a. Pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh wali/ahli waris terbunuh
b. Pembunuh lari namun sudah diketahui identitasnya sehingga diyat dibebankan kepada ahli
waris
Pembunuhan seperti sengaja (

c.
)
d. Pembunuhan tersalah ( )
e. Qishash sulit untuk dilaksanakan

3. Macam-macam Diyat
Diyat dalam masalah pembunuhan baik pembunuhan sengaja, seperti sengaja atau
pembunuhan tersalah dibagi menjadi dua macam, yaitu :

a. Diyat Mughallazhah / denda berat


Diyat mughalallazhah ialah denda yang diwajibkan atas pembunuhan sengaja (qathul
amd) jika ahli waris memaafkan dari pembalasan jiwa serta denda atas pembunuhan tidak
sengaja (Syibhul amd) dan denda atas pembunuhan yang tidak ada unsur unsur membunuh
(Qathul Khatha) yang dilakukan di bulan haram, ditempat haram serta pembunuhan atas diri
seseorang yang masih ada hubungan kekeluargaan.
Adapun jumlah diyat mughallazhah ialah denda dengan cara membayar 100 ekor
unta, terdiri 30 ekor hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun), 30 ekor jadzah (unta betina 4-5)
dan 40 ekor khilfah (unta betina yang bunting).
Ketentuan denda tersebut di atas sesuai dengan hadits Nabi SAW. :
Barang siapa yang membunuh orang mukmin dengan sengaja diserahkan perkaranya
kepada keluarga yang terbunuh, maka jika mereka menghendaki supaya membunuhnya
dibunuh pula, dan jika mereka kehendaki, mereka boleh menerima diyat, yaitu 30 ekor unta
yang berumur 3 tahun,30 ekor unta yang berumur 4 tahun serta 40 ekor unta yang berumur
5 tahun (yang sedang hamil). Hasil perdamaian itu untuk mereka (ahli waris terbunuh).
Demikian itu untuk memberatkan terhadap pembunuhan ( Riwayat Tirmidzi)
Jika unta tidak didapat, diyat dapat dengan uang atau lainnya seharga 100 ekor unta
tersebut. Pada zaman Rasulullah diyat mughallazhah dibayar 800 dinar (uang emas) atau
8.000 dirham (uang perak). Bahkan dijaman kholifah Umar bin Khathab ketika harga unta itu
mahal, harganya 12.000 dirham atau 200 ekor sapi atau 2.000 ekor kambing atau 200 stel
bahan pakaian.
Diyat mughallazhah ini diwajibkan :
1) Pembunuh sengaja tapi dimaafkan oleh keluarga korban. Pembayaran diyat ini sebagai
pengganti qishash. Pembayarannya secara tunai (sekaligus)
2) Pembunuhan seperti sengaja membayar ayat 100 ekor unta seperti diatas, tetapi boleh
diangsur selama tiga tahun.
3) Pembunuhan pada bulan-bulan haram yaitu bulan Dzul Qaadah,Dzulhijjah, Muharram dan
Rajab.
4) Pembunuhan di tempat haram atau kota Makkah.
5) Pembunuhan orang yang masih mempunyai hubungan keluarga atau pembunuhan terhadap
muhrim, radhaah atau mushaharah.

b. Diyat Mukhofafah ( )
Denda yang sifatnya ringan yaitu membayar denda yang berupa 100 ekor unta terdiri 20
ekor hiqqah, 20 ekor jadzah, 20 ekor binta labun (unta betia umur lebih dari 2 tahun), 20
ekor ibnu labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun) dan 20 ekor binta mukhod (unta
betina bermur lebih 2 tahun) diyat mukhaffah diwajibkan atas pembunuhan tersalah dibayar
oleh keluarga pembunuh dan dianngsur 3 tahun tiap tahun sepertignya.
Diyat mukhafafah ini diwajibkan kepada :
1) atau pembunuh tersalah
2) Pembunuhan selain di tanah haram (Makkah) bukan bulan haram (Muharrom, Dzulhijah dan
Rajab) dan bukan muhrim. Nilai diat ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah 100 unta
disamakan 200 ekor sapi atau 2000 ekor domba.
3) Orang yang sengaja memotong/membuat cacat/melukai anggota badan orang lain tetapi
dimaafkan oleh keluarga kurban.
4) Pembunuhan karena kesalahan obat bagi dokter.
5) Pemotongan atau membuat cacat serta melukai anggota badan.
4. Diyat selain Pembunuhan

Pembayaran diyat selain pembunuhan yang meliputi memotong atau melukai anggota
tubuh dijelaskan sebagai berikut :
a. Wajib membayar satu diyat penuh yaitu pembayaran 100 ekor unta bagi orang yang
melakukan kejahatan memotong anggota tubuh, yang berpasangan, seperti kedua mata, kedua
telinga, kedua tangan, kedua kaki dan sebagainya. Menghilangkan anggota badan yang
tunggal seperti hidung, lidah juga membayar diyat penuh atau 100 ekor unta.
b. Wajib membayar setengah diyat yaitu membayar lima puluh ekor unta, apabila memotong
salah satu dari anggota tubuh yang berpasangan seperti satu kaki, satu tangan, satu telinga,
dan sebagainya.
c. Wajib membayar sepertiga diyat, yaitu membayar 33 ekor unta apabila melukai anggota
tubuh antara lain: melukai kepala sampai ke otak, atau melukai badan sampai ke perut.
d. Wajib membayar diyat berupa :
1) 15 ekor bagi orang yang melukai sampai terkelupas kulit di atas tulang;
2) 10 ekor unta bagi orang yang melukai sampai mengakibatkan putusnya jari-jari tangan
maupun jari kaki.
3) 5 ekor unta bagi orang yang melukai dan mengakibatkan patah/ lepasnya sebuah gigi satu
luka sampai terkelupas daging.
Bagaimana kalau seseorang meruntuhkan semua gigi orang lain, apakah harus
membayar lima ekor unta kali jumlah gigi tersebut ?. Ulama berbeda pendapat, sebagaian
ulama berpendapat cukup membayar 60 ekor unta (yang berusia dewasa). Ulama yang lain
berpendapat harus membayar 5 ekor unta kali jumlah gigi.

5. Hikmah Diyat

Pembayaran diyat bagi pembunuh kepada keluarga kurban, disamping untuk menghilangkan
rasa dendam juga mengandung hikmah sebagai berikut :
a. Sifat pemaaf kepada orang lain karena sesuatu hal sudah terjadi
b. Manusia dapat berhati-hati dalam bertindak bahkan takut melakukan kejahatan karena sayang
harta, bisa habis bahkan melarat karena untuk membayar diyat
c. Menjunjung tinggi terhadap perlindungan jiwa dan raga.

6. Pengertian Kifarat

Kifarat secara bahasa ialah tertutup / terselubung, maksudnya hati seseorang sedang
tertutup sehingga meniadakan Allah atau menentang-Nya yang selanjutnya berani melakukan
perbuatan masyiat.Dengan kata lain kifarat berarti denda atas pelanggaran terhadap larangan.
Kifarat menurut istilah berarti tebusan atau denda yang wajib dibayar oleh seseorang
karena telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah.

7. Macam-macam Kifarat Pembunuhan

a. Kifarat karena pembunuhan


Pembunuh selain dihukum qishash atau membayar diyat, dia harus membayar kifarat juga.
Adapun kifarat bagi orang yang membunuh adalah memerdekakan hamba sahaya atau
berpuasa dua bulan berturut-turut. Hal ini sejalan dengan Firman Allah : ( : )
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
Karena tersalah (Tidak sengaja)[334], dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat[335] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika
mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[336]. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang
ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh)
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan
hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya[337], Maka
hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat
dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. .(QS. An-nisa (4):
92)

b. Kifarat karena membunuh binatang buruan pada waktu melaksanakan ihram

Kifaratnya yaitu dengan mengganti binatang ternak yang seimbang atau memberi makan
orang miskin atau dengan berpuasa.

Selain kifarat di atas masih ada beberapa macam kifarat selain masalah pembunuhan sebagai
berikut pembahasan di bawah ini :

a. Kifarat karena melanggar sumpah

Jika orang bersumpah dengan menggunakan nama Allah lalu melanggarnya, maka baginya
wajib kifarat, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian,
memerdekakan seorang budak atau puasa tiga hari. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT :
( : )
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja,
Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu
dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi Pakaian kepada
mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang
demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat
sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu.
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur
(kepada-Nya). (QS Al Maidah (5): 89)


b. Kifarat karena dzihar

Yaitu menyerupakan isterinya dengan ibunya (ibu suami). Misalnya suami berkata di depan
isterinya punggungmu persis seperti punggung ibuku. Maka suami wajib kifarat yang
ditunaikan sebelum menggauli isterinya. Kifaratnya adalah memerdekan hamba sahaya, atau
berpuasa 2 bulan berturut atau yang tidak bisa yaitu memberi makanan 60 orang miskin
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali
apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum
kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak),
Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur.
Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin.
Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum
Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. ( QS. Al- Mujadalah (58): 3-4)

c. Kifarat karena melakukan hubungan badan suami isteri disiang hari pada
bulan ramadhan, kifaratnya sama dengan dzihar.

d. Kifarat Ila
Yaitu suami yang berjanji tidak akan menggauli isterinya selama masa tertentu, maka
kifaratnya sama dengan kifarat melanggar sumpah

8. Hikmah Kifarat Pembunuhan


Ada beberapa hikmah yang terkandung dalam kifarat pembunuhan sebagai berikut :
a. Manusia benar-benar menyesali pebuatan yang keliru, telah berbuat dosa kepada Allah dan
merugikan sesama manusia
b. Bertaubat kepada Allah dengan mendekatkan diri kepada-Nya
c. Percaya diri dengan diterima taubatnya manusia menjadi tenang, karena tuntunan agama
sudah dipenuhinya.

D. CONTOH-CONTOH QISHASH, DIYAT DAN KIFARAT


Dalam membahas masalah ini kita dihadapkan pada hokum yang berlaku di Negara
kita. Negara Indonesia adalah sebuah Negara yang berlandaskan hokum yang bersumber pada
UUD. Jadi bagi siapapun yang membunuh dengan sengaja, maka tidak akan dikenakan
hukium qishash, tetapi sesuai dengan hokum yang berlaku. Demikian juga siapapun yang
membunuh dan dimaafkan oleh keluarga juga tidak akan dikenakan diyat sebagaimana
pembahasan dalam hokum Islam. Tetapi tidak ada salahnya memberikan contoh realita dalam
kehidupan bermasyarakat, agar tidak terjadi pembunuhan yang memang begitu memberatkan
jenis hukumannya.
Pak Karta dan Joko dalam satu kantor di salah satu perusahaan besar yang bergerak
dalam layanan barang dan jasa. Suatu ketika pak Karta diangkat menjadi direktur, padahal
masa kerja jauh lebih lama pak Joko dibandingkan pak Karta. Suatu ketika dalam diri pak
Joko timbul niat jahat untuk membunh pak Karta. Maka dibuatlah rencana cara
membunuhnya agar tidak diketahui oleh karyawan perusahaan, dan alatnya berupa senapan
sudah dipersiapkan. Suatu hari niat itu diujudkan dengan membunuh pak Karta.
Dari ilustrasi di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pak Joko disamping
harus diqishsh dengan cara dibunuh dengan senapan juga, maka juga wajib membayar diyat
berupa 100 ekor unta dan dibayar secara tunai, karena kejahatan pak Joko dimaafkan oleh
keluarga pak Karta. Disamping itu pak Joko harus memilih salah satu jenis kifarat sebagai
hukuman tambahan karena membunh, yaitu memerdekakan seorang budak yang berimkan,
atau berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika keduanya tidak mampu dikerjakan, maka harus
member makan dan pakaian kepada 60 orang fakir miskin sebagai gantinya.
http://masalafiyahpekalongan.blogspot.com/2012/09/materi-fiqih-xi-semester-i.html
Macam-macam Pembunuhan menurut ilmu Fiqih

1. Pembunhuan yang di lakukan secara sengaja, yaitu suatu pembunuhan yang telah di
rencanakan dengan memakai alat yang biasanya mematikan seseorang; di katakan membunuh
dengan sengaja apabila pembunuh tersebut, baligh dan mempunyai niat atau rencana untuk
melakukan pembunuhan, memakai alat yang biasanya mematikan manusia, sedangkan orang
yang terbunuh adalah orang baik-baik. Pembunuhan dengan sengaja antara lain dengan
membacok korban, menembak dengan senjata api, memukul dengan benda keras, menggilas
dengan mobil, mengalirkan listrik ke tubuh korban dan sebagainya.

2. Pembunuhan seperti di sengaja, yaitu pembunuhan yang terjadi sengaja di lakukan oleh
seorang mukallaf dengan alat yang biasanya tidak mematikan. Perbuatan ini tidak di niatkan
untuk membunuh, mungkin sekali dengan main-main. Misalnya dengan sengaja memukul
orang lain dengan cambuk ringan atau dengan mistar, akan tetapi yang terkena pukul
kemudian meninggal.

3. Pembunhuan bersalah, yaitu pembunuhan karena kesalahan/keliru semata-mata tanpa di


rencanakan dan tanpa maksud sama sekali. Misalnya seseorang melempar batu atau
menembak burung akan tetapi terkena orang kemudian meninggal.
http://islam-shared.blogspot.com/2011/11/macam-macam-pembunuhan-menurut-ilmu.html

Materi Ajar Fiqih XI/1 "Pembunuhan"

Pembunuhan

a. Pengertian pembunuhan , pembunuhan adalah melenyapkan nyawa seseorang sehingga menjadi mati, baik
disengaja maupun tidak, baik dengan memakai alat atau tidak
b. Macam-macam pembunuhan :

1. Pembunuhan yang disenagja [] , yaitu pembunuhan yang dilakukanseseorang dengan


alat yang lazim untuk membunuh, atau alat yang bisa membunuh, baik dengan anggota badan
orang yang membunuh, maupun tanpa menggunkan alat. Pembunuhan jenis ini biasanya
terencana.

2. Pembunuhan seperti sengaja [] , yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh


seseorang dengat alat yang menurut perkiraan tidak akan menyebabkan kematian, dan orang
yang membuynuhnya tidak bermaksud membunuh orang lain.

3. Pembunuhan yang tidak disengaja [ ] , yaitu pembunuhan yang sama sekali tidak
sengaja membunuh.

c. Dasar hukum larangan membunuh:


Firman Allah SWT :


Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan sesuatu
(alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara dhalim, maka sungguh Kami telah memberi kekuasaan
kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan. Sesungguhnya ia adalah
orang yang mendapat pertolongan. Al-Isro: 33

Nabi saw bersabda:




[ ]
Tidak halal membunuh seorang muslim kecuali tiga hal: kufur sesudah beriman, berzinah setelah
berkeluarga, dan membunuh seseorang yang benar karena semata berbuat dhalim dan permusuhan. (HR.
Muslim)

Hikmah larangan membunuh:

1. Manusia tidake berbuat semena-mena terhadap harga diri manusia, sebaliknya ia akan menghargai keberadaan
manusia.
2. Manisa akan menempatkan manusia yang lain dalam kedudukan yang tinggi baik di mata hukum maupun
dihadapan Allah SWT.
3. Menjaga dan menyelamatkan jiwa manusia.

Qishash

a. Pengertian qishash, yaitu hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun pengrusakan
anggota badan seseorang, yang dilakukan dengan sengaja.
b. Dasar hukum qishash
Membunuh dengan sengaja hukuimnya haram, dan pelakunya selain harus dijatuhi hukuman, kelak di akhirat
mendapat siksa yang pedih.
Allah berfirman:


,


Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qishash berkenaan dengan orang
yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahay, perempuan dengan
perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baiak,
dan membayar diyat (tebusan) kepadamu dengan baik (pula), Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat
dari Tuhanmu. (al-Baqarah 178)

Nabi saw bersabda:




[]
Sertiap dosa ada harapan Allah akan mengampuninya, kecuali seorang laki-laki yang mati dalam keadaan
syirik atau seseorang membunuh seorang mukmin dengan sengaj
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Hiban)
c. Syarat-syarat qishash pembunuhan
1. Pembunuh sudah bakigh dan berakal sehat.
2. Pembunuh bukan orang tua yang dibunuh.
3. Jenis pembunuhan adalah pembunuhan yang disengaja.
4. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya, artinya bukan orang jahat.
5. Orang yang dibunuh sama derajatnya, misalnya Islam dengan Islam, merdeka dengan orang merdeka.
6. Qishash dilakukan pada hal yang sama; jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, telinga dengan telinga.

d. Qishash anggota tubuh


Disebutkan di dalam al-Quran surat al-Maidah ayat 45 yang artinya:
Kami telah menetapkan bagi meraka di dalamnya (taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata
dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada
qishashnya (balasan yang sama).
e. Pembunuhan oleh massa, yaitu pembunu yang disengaja yang dilakukan oleh sekelompok orang (lebih dari
satu), maka semuanya harus diqishash. Ibnu Abbas berpendapat:Kalau sekelompok orang membunuh seorang,
mereka harus dibunuh meskipun jumlahnya 100 orang dengan cara yang sama.
f. Hikmah hukum qishash:
1. Memberikan pelajaran kepada manusia untuk tidak melakukan kejahatan, ataupun mempermainkan nyawa
manusia.
2. Dengan adanya hukuman qishash maka manusia akan merasa takut berbuat jahat pada orang lain, terutama
penganiyaan tubuh dan jiwa manusia.
3. Hukum qishash dapat melindungi jiwa dan raga.
4. Timbulnya ketertiban, keamanan dan kedamaian dalam masyarakat.
5. Menunjukkan bahwa syariat Islam itu luwes dalam menangani masalah.
http://manfaatdanbarokah.blogspot.com/2011/07/materi-ajar-xi1-pembunuhan.html

Qisas; Bentuk Kebijaksanaan dalam Hukum Islam

Qisas yang selama ini kita ketahui terkadang masih dianggap sebagai sesuatu yang sangat
angker, menakutkan, dan tidak manusiawi, sehingga timbul sikap yang dinamakan Islam
phobia. Padahal, Allah Subhanahu wa Taala mensifatkan qisas dalam firman-Nya,

Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertakwa. (Qs. al-Baqarah: 179).

Imam asy-Syaukani menjelaskan ayat ini dengan menyatakan, Maknanya, kalian memiliki
jaminan kelangsungan hidup dalam hukum yang Allah Subhanahu wa Taala syariatkan ini,
karena bila seseorang tahu akan dibunuh secara qisas apabila ia membunuh orang lain,
tentulah ia tidak akan membunuh dan menahan diri dari mempermudah dan terjerumus
padanya.
Dengan demikian, hal itu seperti kedudukan jaminan kelangsungan hidup bagi jiwa manusia.
Ini adalah satu bentuk sastra (balaghah) yang tinggi dan kefasihan yang sempurna. Allah
Subhanahu wa Taala menjadikan qisas yang sebenarnya adalah kematian sebagai jaminan
kelangsungan hidup, ditinjau dari akibat yang ditimbulkannya, berupa tercegahnya manusia
saling bunuh di antara mereka. Hal ini dalam rangka menjaga keberadaan jiwa mereka dan
keberlangsungan khidupan mereka.

Allah Subhanahu wa Taala juga menyampaikan ayat ini untuk ulil albab (orang yang
berakal), karena merekalah orang yang memandang jauh ke depan dan berlindung dari
bahaya yang munculnya menyusul nanti. Adapun orang yang pandir, dia berpikiran pendek
dan gampang emosi, ketika amarah dan emosinya bergejolak dia tidak memandang akibat
yang muncul nantinya dan dia pun tidak memikirkan masa depannya. [1]

Dikarenakan bersikap terburu-buru dan tidak mengerti hakikat syariat yang Allah Subhanahu
wa Taala tetapkan, banyak orang bahkan kaum muslimin yang belum mau menerima atau
simpati atas penegakan qisas ini. Padahal, pensyariatan qisas akan membawa kemaslahatan
bagi manusia.

Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Fauzan menyatakan, Pensyariatan qisas berisi rahmat bagi
manusia dan penjagaan atas darah mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala,

Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu. (Qs. al-Baqarah: 179).

Sehingga, betapa jelek orang yang menyatakan bahwa qisas itu sesuatu yang tidak
berprikemanusiaan (biadab) dan keras. Mereka tidak melihat kepada kebiadaban pelaku
pembunuhan ketika membunuh orang tak berdosa, ketika menebar rasa takut di daerah
tersebut, dan ketika menjadikan para wanita janda, anak-anak menjadi yatim, serta hancurnya
rumah tangga.

Mereka ini hanya merahmati pelaku kejahatan dan tidak merahmati korban yang tak berdosa.
Sungguh jelek akal dan kedangkalan mereka. Allah berfirman,

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (Qs. al-Ma`idah: 50) [2]

Untuk itu, penjelasan tentang qisas ini sangat diperlukan, agar kaum muslimin bisa mengerti
keindahan dan rahmat yang ada dalam qisas.

Definisi Qisas

Kata qisas ( )berasal dari bahasa Arab yang berarti mencari jejak, seperti al-
qasas. Sedangkan dalam istilah hukum Islam, maknanya adalah pelaku kejahatan dibalas
seperti perbuatannya, apabila ia membunuh maka dibunuh dan bila ia memotong anggota
tubuh maka anggota tubuhnya juga dipotong. [3]
Sedangkan Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Fauzan mendefiniskannya dengan, Al-Qisas adalah
perbuatan (pembalasan) korban atau walinya terhadap pelaku kejahatan sama atau seperti
perbuatan pelaku tadi. [4]

Dapat disimpulkan bahwa qisas adalah mengambil pembalasan yang sama atau serupa, mirip
dengan istilah utang nyawa dibayar dengan nyawa.

Dasar Pensyariatan Qisas

Qisas disyariatkan dalam al-Quran dan as-sunnah, serta ijma. Di antara dalil dari al-Quran
adalah firman Allah Subhanahu wa Taala,

Wahai orang-orang yang beriman, qisas diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-
orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan
wanita dengan wanita. Maka, barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi
maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qisas itu
ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa. (Qs. al-Baqarah: 178-179).

Sedangkan dalil dari as-Sunnah di antaranya adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu,
yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang menjadi keluarga korban terbunuh maka ia memilih dua pilihan, bisa
memilih diyat dan bisa juga dibunuh (qisas). (HR. al-Jamaah).

Sedangkan dalam riwayat at-Tirmidzi adalah dengan lafal,

Barangsiapa yang menjadi keluarga korban terbunuh maka ia memilih dua pilihan, bisa
memilih memaafkannya dan bisa membunuhnya. [5]

Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa wali (keluarga) korban pembunuhan dengan
sengaja memiliki pilihan untuk membunuh pelaku tersebut (qisas) bila menghendakinya, bila
tidak bisa memilih diyat dan pengampunan. Pada asalnya, pengampunan lebih utama, selama
tidak mengantar kepada mafsadat (kerusakan) atau ada kemashlahatan lainnya. [6]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah me-rajih-kan, bahwa pengampunan tidak boleh
diberikan pada qatlu al-ghilah (pembunuhan dengan memperdaya korban). [7]
Sedangkan Ibnu al-Qayyim rahimahullah, ketika menyampaikan kisah al-Urayinin,
menyatakan, Qatlu al-ghilah mengharuskan pembunuhan pelaku dilakukan secara had
(hukuman), sehingga hukuman baginya tidak gugur dengan adanya pengampunan dan tidak
dilihat kembali kesetaraan (mukafah). Inilah mazhab ahli Madinah dan salah satu dari dua
pendapat dalam Mazhab Ahmad, serta yang dirajihkan asy-Syaikh (Ibnu Taimiyah, pen) dan
beliau rahimahullah berfatwa dengan pendapat ini. [8]

Hikmah Pensyariatan Qisas

Allah al-Hakim menetapkan satu ketetapan syariat dengan hikmah yang agung. Hikmah-
hikmah tersebut ada yang diketahui manusia dan ada yang hanya menjadi rahasia Allah
Subhanahu wa Taala. Demikian juga, dalam qisas terdapat banyak hikmah, di antaranya:

1. Menjaga masyarakat dari kejahatan dan menahan setiap orang yang akan menumpahkan
darah orang lain. Yang demikian itu disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Taala dalam
firman-Nya,

Dan dalam qishas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertakwa. (Qs. al-Baqarah: 179).

2. Mewujudkan keadilan dan menolong orang yang terzalimi, dengan memberikan


kemudahan bagi wali korban untuk membalas kepada pelaku seperti yang dilakukan kepada
korban. Karena itulah, Allah berfirman,

Dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (Qs. al-Isra`: 33).

3. Menjadi sarana taubat dan penyucian dari dosa yang telah dilanggarnya, karena qisas
menjadi kafarah (penghapus dosa) bagi pelakunya. Hal ini dijelaskan Rasulullah shallalllahu
alaihi wa sallam dalam sabdanya,

Berbaiatlah kepadaku untuk tidak berbuat syirik, tidak mencuri, dan tidak berzina. Beliau
membacakan kepada mereka ayat, (lalu bersabda), Barangsiapa di antara kalian yang
menunaikannya maka pahalanya ada pada Allah Subhanahu wa Taala, dan barangsiapa
yang melanggar sebagiannya lalu di hukum maka hukuman itu sebagai penghapus dosa
baginya. (Adapun) barangsiapa yang melanggarnya lalu Allah tutupi maka urusannya
diserahkan kepada Allah, bila Dia kehendaki maka Dia mengazabnya dan bila Dia
menghendaki maka Dia mengampuninya. (Muttafaqun alaihi).

Syarat Kewajiban Qisas


Secara umum, wali (keluarga) korban berhak menuntut qisas, apabila telah syarat-syarat
berikut ini telah terpenuhi:

1. Jinayat (kejahatan)-nya termasuk yang disengaja. Ini merupakan ijma para ulama,
sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, Para ulama ber-ijma bahwa
qisas tidak wajib, kecuali pada pembunuhan yang disengaja, dan kami tidak mengetahui
adanya silang pendapat di antara mereka dalam kewajibannya (sebagai hukuman pada)
pembunuhan dengan sengaja, apabila terpenuhi syarat-syaratnya. [9]

2. Korban termasuk orang yang terlindungi darahnya (ishmat al-maqtul) dan bukan orang
yang dihalalkan darahnya, seperti orang kafir harbi dan pezina yang telah menikah. Hal ini
karena qisas disyariatkan untuk menjaga dan melindungi jiwa.

3. Pembunuh atau pelaku kejahatan adalah seseorang yang mukalaf, yaitu berakal dan baligh.
Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan, Tidak ada silang pendapat di antara para ulama
bahwa tidak ada qisas terhadap anak kecil dan orang gila. Demikian juga orang yang hilang
akal dengan sebab uzur, seperti tidur dan pingsan. [10]

4. At-takafu (kesetaraan) antara korban dan pembunuhnya ketika terjadi tindak kejahatan
dalam sisi agama, merdeka, dan budak. Sehingga, seorang muslim tidak di-qisas dengan
sebab membunuh orang kafir, dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

Tidaklah seorang muslim dibunuh (di-qisas) dengan sebab membunuh orang kafir. [11]

5. Tidak ada hubungan keturunan (melahirkan), dengan ketentuan korban yang dibunuh
adalah anak pembunuh atau cucunya, dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam,

Orangtua tidak di-qisas dengan sebab (membunuh) anaknya. [12]

Syekh as-Sadi rahimahullah ketika menjelaskan syarat diwajibkannya qisas menyatakan,


Pembunuh bukan orangtua korban, karena orangtua tidak dibunuh dengan sebab membunuh
anaknya. [13]

Sedangkan bila anak membunuh orangtuanya, maka si anak tetap terkena keumuman
kewajiban qisas.

Syarat Pelaksanaan Qisas

Apabila syarat-syarat kewajiban qisas terpenuhi seluruhnya, maka syarat-syarat


pelaksanaannya masih perlu dipenuhi. Syarat-syarat tersebut adalah:

1. Semua wali (keluarga) korban yang berhak menuntut qisas adalah mukalaf. Apabila yang
berhak menuntut qisas atau sebagiannya adalah anak kecil atau gila, maka hak penuntutan
qisas tidak bisa diwakilkan oleh walinya, sebab pada qisas terdapat tujuan memuaskan
(keluarga korban) dan pembalasan. Dengan demikian, pelaksanaan qisas wajib ditangguhkan,
dengan memenjarakan pelaku pembunuhan hingga anak kecil tersebut menjadi baligh atau
orang gila tersebut sadar.

Hal ini dilakukan Muawiyah bin Abi Sufyan yang memenjarakan Hudbah bin Khasyram
dalam qisas, hingga anak korban menjadi baligh. Hal in dilakukan di zaman para sahabat dan
tidak ada yang mengingkarinya, sehingga seakan-akan menjadi ijma di masa beliau.

Apabila anak kecil atau orang gila membutuhkan nafkah dari para walinya, maka wali orang
gila saja yang boleh memberi pengampunan qisas dengan meminta diyaat, karena orang gila
tidak jelas kapan sembuhnya, berbeda dengan anak kecil. [14]

2. Kesepakatan para wali korban terbunuh dan yang terlibat dalam qisas dalam
pelaksanaannya. Apabila sebagian mereka -walaupun hanya seorang- memaafkan si
pembunuh dari qisas, maka gugurlah qisas tersebut. [15]

3. Aman dalam pelaksanaannya dari melampaui batas kepada selain pelaku pembunuhan,
dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Taala,

Dan barangsiapa yang dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (Qs. al-Isra`: 33).

Apabila qisas menyebabkan sikap melampaui batas, maka hal tersebut terlarang,
sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas. Dengan demikian, apabila wanita hamil akan di-
qisas, maka ia tidaklah di-qisas hingga ia melahirkan anaknya, karena membunuh wanita
tersebut dalam keadaan hamil akan menyebabkan kematian janinnya. Padahal janin tersebut
belum berdosa. Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

Dan seseorang tidak akan memikul dosa orang lain. (Qs. al-Anam: 164).

Siapakah Yang Berhak Melakukan Qisas?

Yang berhak melakukannya adalah yang memiliki hak, yaitu para wali korban, dengan syarat
mampu melakukan qisas dengan baik sesuai syariat. Apabila tidak mampu, maka diserahkan
kepada pemerintah atau wakilnya. Hal ini tentunya dengan pengawasan dan naungan
pemerintah atau wakilnya, agar dapat mencegah sikap melampai batas dalam
pelaksanaannya, serta untuk memaksa pelaksana menunaikannya sesuai syariat. [16]

Demikianlah beberapa hukum seputar qisas. Mudah-mudahan dapat memberikan pencerahan


akan keindahan dan pentingnya menerapkan qisas di masyarakat kita.

Wabillahit taufiq.

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.


Artikel www.EkonomiSyariat.com
Referensi:

1. Imam Ibnu Qudamah, al-Mughni, tahqiq Abdullah bin Abdil Muhsin at-Turki, cetakan
kedua, tahun 1413 H, penerbit Hajar.
2. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, al-Mulakhash al-Fiqh, cetakan kedua, tahun 1426 H,
Jamiyah Ihya` at-Turats al-Islami.
3. Muhammad bin Shalih Ibnu Utsaimin, asy-Syarhu al-Mumti ala Zad al-Mustaqni,
cetakan pertama, tahun 1428 H, Dar Ibnu al-Jauzi, KSA, 14/5.
4. Muhammad Nashirudin al-Albani, Irwa al-Ghaalil, al-Maktab al-Islami.
5. Lain-lain.

===
Catatan kaki:

[1] Fathu al-Qadir: 1/179, dinukil dari al-Mulakhash al-Fiqh: 2/471.


[2] Al-Mulakhash al-Fiqh: 2/475.
[3] Asy-Syarhu al-Mumti: 14/34.
[4] Al-Mulakhash al-Fiqh: 2/476.
[5] HR. at-Tirmidzi, no. 1409.
[6] Lihat: al-Mulakhash al-Fiqh: 2/473 dan asy-Syarhu al-Mumti: 14/34.
[7] Al-Mulakhash al-Fiqh: 2/473.
[8] Lihat: Hasyiyah ar-Raudh al-Murbi: 7/207.
[9] al-Mughni: 11/457.
[10] al-Mughni: 11/481.
[11] HR. al-Bukhari, no. 111.
[12] HR. Ibnu Majah no. 2661 dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam Irwa al-Ghalil no.
2214.
[13] Minhaj as-Salikin, hal. 237.
[14] Lihat: al-Mulakhash al-Fiqh: 2/476.
[15] Lihat: asy-Syarhu al-Mumti: 14/38.
[16] Lihat: asy-Syarhu al-Mumti: 14/54 dan al-Mulakhash al-Fiqh: 2/478.

http://ekonomisyariat.com/fikih-umum/qisas-bentuk-kebijaksanaan-dalam-hukum-islam.html

qisas

Pengertian Qisas

Qisas adalah pembayaran yang seimbang antara pelaku dan yang dianiaya seperti bila
membunuh harsu dibunuh, mematahkan gigi harus dipatah gigi, dan lain-lain. Firman Allah
SWT :

...

Artinya :

"Dan telah Kami tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata.." (QS. Al-Maidah: 45).

2. Macam-Macam Qisas

Qisas itu terbagi 2 yaitu :

a. Qisas jiwa

Qisas jiwa adalah qisas yang berhubungan dengan jiwa seseorang atau hak hidup seperti
pembunuhan. Pembicaraan pada masalah ini berpangkal pada pembicaraan tentang sifat
pembunuhan dan pembunuh yang karena berkumpulnya sifat-sifat tersebut bersama korban
mengharuskan adanya qisas.tidak semua pembunuhan dapat dikenai qisas melainkan qisas itu
hanya dikenakan pada orang yang membunuh tertentu dengan cara pembunuhan tertentu dan
korban tertentu. Dan demikian itu karena yang dituntut dalam hal ini tidak lain hanyalah
keadilan.

Mengenai pembunuhan yang dapat dikenai qisas haruslah sesuai dengan aturan tertentu dan
syarat tertentu, yaitu :

1) Syarat-syarat pembunuh

Fuqaha telah sepakat bahwa pembunuh yang dapat diqisas disyaratkan : berakal sehat,
dewasa, menghendaki kematian (korbannya), melangsungkan sendiri pembunuhannya tanpa
ditemani orang lain.

Fuqaha berselisih pendapat tentang orang yang dipaksa membunuh dan orang yang
memaksanya:

Imam Malik, Syafi'ie, Ats-Tsauri, Ahmad, Abu Tsaur dan fuqaha lainnya berpendapat
bahwa pembunuhan itu harus dikaitkan kepada pelaksananya, bukan kepada penyuruhnya.
Tetapi si penyuruh ini harus dikenai hukuman.

Segolongan fuqaha berpendapat bahwa kedua orang itu (pelaksana dan penyuruh) harus
dihukum mati.

Demikian itu apabila dalam pembunuhan itu tidak terdapat unsur paksaan dan kekuasaan
(kekuatan) dari penyuruh atas orang-orang yang disuruh. Jika si penyuruh mempunyai
kekuasaan atas orang yang disuruh, dalam hal ini ada 3 pendapat:

Daud, Abu hanifah dan salah satu pendapat Imam Syafi'i bahwa orang yang menyuruh
dikenai hukuman mati, sedangkan yang disuruh hanya dikenai hukuman saja, tidak hukuman
mati.

Salah satu pendapat Imam Syafi'i yang lain bahwa orang yang disuruh dikenai hukuman
mati, bukan orang yang menyuruh.

Imam Malik berpendapat bahwa keduanya harus dihukum mati.

2) Sifat pembunuhan
Fuqaha telah sepakat bahwa sifat pembunuhan yang dikenai qisas adalah pembunuhan yang
sengaja. Sedangkan pembunuhan yang mirip sengaja seperti keliru dalam membunuh, dengan
alat-alat yang biasanya tidak dipakai untuk membunuh. Maka pembunuhan seperti ini tidak
dikenai qisas tetapai hanya dikenai diyat saja.

3) Syarat-syarat korban

Mengenai syarat-syarat yang mengharuskan qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh,
maka korban tersebut harus sepadan dengan jiwa orang yang membunuhnya. Adapun faktor-
faktor yang menyebabkan perbedaan nilai jiwa seseorang dengan lainnya ialah keislaman,
kekafiran, kemerdekaan, kehambaan, kelelakian, kewanitaan, satu orang atau banyak orang.

b. Qisas anggota badan (pelukaan)

Pelukaan itu ada 2 macam; pelukaan yang dikenai qisas dan pelukaan yang dikenai diyat atau
pemaafan.

Mengenai pelukaan yang dapat dikenai qisas meliputi syarat-syarat orang yang melukai,
syarat-syarat pelukaan yang mengakibatkan qisas serta syarat-syarat orang yang dilukai.

1) Syarat orang yang melukai

Orang yang melukai itu harus mukallaf (baligh (dewasa) dan berakal).jika seseorang
memotong anggota tubuh orang lain, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa ia dikenai qisas,
jika pelukaan itu mengakibatkan qisas.

2) Syarat orang yang dilukai

Jiwa orang yang dilukai itu disyaratkan seimbang dengan jiwa orang yang melukai. Adapun
faktor yang mempengaruhi keseimbangan ini ialah kehambaan dan kekufuran.

3. Sanksi-Sanksi

Qisas itu dilaksanakan pada kasus :

a. Pembunuhan sengaja yang dilakukan oleh orang yang berakal sehat, dewasa, menghendaki
kematian (korbannya), melangsungkan sendiri pembunuhannya tanpa ditemani orang lain.

b. Sebagian pelukaan yang mengakibatkan harus di qisas.

Sedangkan qisas tidak dapat dilaksanakan pada kasus :

a. Hilanganya tempat untuk di qisas, yaitu hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang
mau di qisas sebelum dilaksanakan hukuman qisas.

b. Pemaafan, para ulama sepakat tentang pemaafan qisas bahkan lebih utama daripada
menuntutnya. Firman Allah SWT:

( 178 ) ...
"Maka barangsiapa mendapatkan pemaafan dari saudaranya " (QS. Albaqarah: 178).

c. Perdamaian, yaitu berdamainya antara pelaku dan korban.

d. Diwariskan hak qisas, contoh bila ahli waris adalah anak pembunuh yakni penuntut dan
penanggung jwab qisas itu orangnya sama. Jelasnya mislanya A membunuh saudara sendiri
yang tidak mempunyai ahli waris kecuali dirinya sendiri.
(sumber:fadliyanur.blogspot.com)

http://fiqihislam-vicky.blogspot.com/2010/01/qisas.html

FIQIH

BAB I
JINAYAH

A. PEMBUNUHAN
1. Pengertian
Pembunuhan adalah melenyapkan nyawa orang lain, baik dengan sengaja maupun
tidak sengaja, baik dengan menggunakan alat yang dapat mematikan maupun
dengan alat yang tidak dapat mematikan.
2. Dasar Hukum Larangan Membunuh
Dasar Hukum dilarangnya melakukan pembunuhan adalah QS. Al-Isra ayat 33, QS.
Al-Baqarah ayat 178, QS. An-Nisa ayat 92, dan Hadis Nabi saw.
3. Macam-macam Pembunuhan dan sanksinya
Pembunuhan ada 3 (tiga) macam, yaitu :
a. Pembunuhan yang disengaja (qathlu al-amd), yaitu pembunuhan yang dilakukan
secara terencana dengan menggunakan alat yang biasa digunakan untuk
membunuh (seperti; senjata api, bom, senjata tajam lainnya), menggunakan alat
yang dapat mematikan (seperti; dipukul dengan tongkat, batu besar, dan
sejenisnya), menggunakan anggota badan pelaku pembunuhan (seperti; dicekik,
dinjak-injak, dan semacamnya) atau tanpa menggunakan alat (seperti; membiarkan
tanpa diberi makan dan minum).
Hukumannya (sanksinya) adalah :
1) Qisas, yaitu dihukum mati.
2) Diyat, yaitu denda berupa benda atau uang jika dimaafkan oleh keluarga korban.
3) Kaffarat, yaitu hukuman sebagai bentuk taubat kepada Allah swt.
b. Pembunuhan seperti sengaja (qathlu sibhu al-amd), yaitu pembunuhan yang
dilakukan tanpa disengaja dengan menggunakan alat yang biasanya tidak
mengakibatkan kematian. Seperti; mendorong orang lain hingga jatuh, melempar
orang lain dengan batu kerikil, dan semisalnya.
Hukumanya (sanksinya) adalah :
1) Diyat, yaitu denda berupa benda atau uang.
2) Kaffarat, yaitu hukuman sebagai bentuk taubat kepada Allah swt.
c. Pembunuhan tidak disengaja (qathlu al-Khatha), yaitu pembunuhan yang dilakukan
tanpa adanya kesengajaan sama sekali atau karena adanya kesalahan atau
kekeliruan. Seperti; seseorang meleset melempar buah dengan menggunakan batu
dan terkena orang lain yang mengakibatkan kematian.
Hukumannya (sanksinya) adalah :
1) Diyat, yaitu denda berupa benda atau uang.
2) Kaffarat, yaitu hukuman sebagai bentuk taubat kepada Allah swt.

B. QISAS
1. Pengertian
Qisas adalah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan atau bagi
pelaku pengrusakan anggota badan orang lain yang dilakukan dengan sengaja.

2. Dasar Hukum Qisas


Dasar hokum qisas adalah QS. Al-Baqarah ayat 178, QS. An-Nisa ayat 93, dan Hadis
Nabi saw.
3. Syarat-syarat Qisas
Syarat-syarat qisas adalah :
a. Pembunuh sudah balig dan berakal sehat.
b. Pembunuh bukan orang tua dari orang yang terbunuh.
c. Pembunuhan dilakukan dengan sengaja.
d. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya.
e. Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan pembunuh.
f. Qisas dilakukan dalam hal yang sama. Seperti: jiwa dengan jiwa, anggota badan
dengan anggota badan yang sama.
4. Macam-macam Qisas
Qisas terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu :
a. Qisas jiwa, artinya orang yang melenyapkan jiwa orang lain maka dihukum dengan
jiwa pelaku pembunuhan.
b. Qisas anggota badan, artinya orang yang merusak, melukai, atau menghilangkan
fungsi anggota badan orang lain maka dihukum dengan merusak, melukai atau
menghilangkan fungsi anggota badan pelakunya.
5. Pembunuhan oleh Masa
Jumhur fuqaha sepakat bahwa pembunuhan yang dilakukan oleh sekelompok orang
atau massa, maka hukumannya harus diqisas semua, baik terhadap pelaku
pembunuhan, orang yang menyediakan alat, orang yang membiayai, maupun
terhadap orang yang membantu dengan pikirannya, atau yang semisalnya.
Ali bin Abi Thalib pernah menghukum qisas terhadap 3 orang yang bekerjasama
membunuh orang lain.
Ibnu Abbas menyatakan bahwa sekelompok massa yang membunuh orang lain
maka hukumannya diqisas meskipun jumlah pelakunya mencapai 100 orang.
Imam Malik berpendapat bahwa sekelompok orang yang bersekongkol melakukan
pembunuhan, maka semuanya harus diqisas.
6. Hikmah Qisas
a. Melindungi jiwa dan raga manusia
b. Menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat
c. Terciptanya ketertiban, keamanan, dan kedamaian dalam masyarakat.
d. Mencegah dari pelaku kejahatan
e. Memberikan efek jera
C. DIYAT
1. Pengertian
Diyat adalah denda, yaitu denda yang diwajibkan terhadap pelaku pembunuhan
yang tidak dikenakan qisas atau terkena hukum qisas tetapi dimaafkan oleh
keluarga korban, dengan membayar sejumlah barang atau uang sebagai pengganti
hukum qisas.

2. Macam-macam dan Dasar Hukum Diyat


a. Diyat Mughalladzah (denda berat), yaitu membayar denda berupa 100 ekor unta
terdiri dari; 30 ekor hiqqah (unta betina umur 3-4 th), 30 ekor jadzaah (unta betina
umur 4-5 th), dan 40 ekor khalafah (unta betina yang bunting).
Diyat Mughalladzah ini dikenakan terhadap pelaku :
1) Pembunuhan disengaja tetapi dimaafkan oleh anggota keluarga korban, dan
dibayarkan secara tunai.
2) Pembunuhan seperti sengaja. Dibayarkan selama 3 (tiga) tahun, setiap tahunnya
sepertiganya.
3) Pembunuhan yang tidak disengaja yang dilakukan di tanah haram (Mekkah), atau
di bulan-bulan haram, seperti; bulan Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
4) Pembunuhan yang tidak disengaja yang dilakukan terhadap mahramnya, selain
orang tua terhadap anaknya.
b. Diyat Mukhaffafah (denda ringan), yaitu membayar denda berupa 100 ekor unta
terdiri dari; 20 ekor hiqqah, 20 ekor jadzaah, 20 ekor binta labun (unta betina umur 2 th
lebih), 20 ekor ibnu labun (unta jantan umur 2 th lebih), dan 20 ekor binta makhad
(unta betina umur 1 th lebih).
Diyat Mukhaffafah ini dikenakan terhadap pelaku :
1) Pembunuhan yang tidak disengaja yang dilakukan selain di tanah haram (Mekkah),
bulan-bulan haram, dan bukan terhadap mahramnya. Pembayarannya selama 3
(tiga) tahun , dan setiap tahunnya sepertiganya.
2) Orang yang sengaja memotong, membuat cacat, atau melukai anggota badan orang
lain, tetapi dimaafkan oleh korban atau keluarganya.
3. Sebab-sebab dikenakan Diyat
a. Membunuh dengan sengaja yang dimaafkan oleh keluarga korban (qathlu al-amd).
b. Membunuh yang mirip sengaja (qathlu syibhu al-amd)
c. Membunuh dengan tidak disengaja (qathlu al-khatha).
d. Memotong, membuat cacat, atau melukai anggota badan orang lain yang dimaafkan
oleh korban atau keluarganya.
e. Jika pelaku pembunuhan kabur sebelum pelaksanaan qisas, maka keluarganya
yang wajib membayar diyat.
4. Diyat selain Pembunuhan
a. Membayar diyat mukhaffafah penuh (100 ekor unta) bagi orang yang melakukan
kejahatan :
b. Membayar setengah diyat mukhaffafah (50 ekor unta) bagi orang yang memotong
salah satu anggota tubuh yang dua-dua.
c. Membayar sepertiga diyat mukhaffafah (30-35 ekor unta) bagi orang yang melukai
kepala sampai otak, atau melukai badan sampai perut.
d. Membayar diyat 15 ekor unta bagi orang yang melukai yang mengakibatkan
putusnya jari tangan atau jari kaki.
e. Membayar diyat 5 ekor unta bagi orang yang melukai yang mengakibatkan satu gigi
copot. Sebagian ulama menyatakan bahwa jika semua gigi copot maka dikalikan 5
ekor unta, dan sebagian ulama lainnya menyatakan cukup membayar 60 ekor unta
dewasa saja.

5. Hikmah Diyat
a. Mencegah terhdapa kejahatan jiwa dan raga manusia.
b. Menjadi obat pelipur lara bagi korban maupun keluarganya.
c. Terciptanya ketenangan dan ketenteraman dalam kehidupan masyarakat.
d. Memberi kesempatan pelaku bertaubat dan ke depannya lebih hati-hati dalam
melakukan suatu perbuatan.
e. Mendidik jiwa pemaaf.
D. KAFFARAT
1. Pengertian
Kaffarat adalah tebusan dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang telah
ditentukan oleh syara, dikarena telah melakukan kesalahan atau pelanggaran yang
diharamkan oleh Allah swt.
2. Macam-macam Kaffarat
a. Kaffarat karena pembunuhan berupa memerdekakan hamba sahaya yang mukmin,
atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
Dasar hukumnya adalah QS. An-Nisa ayat 92.
b. Kaffarat karena melanggar sumpah (sumpah palsu) berupa memerdekakan seorang
budak, atau memberikan makan/pakaian kepada 10 orang miskin, atau berpuasa
selama tiga hari.
Dasar hukumnya adalah QS. Al-Maidah ayat 89.
c. Kaffarat karena membunuh binatang buruan saat berihram berupa mengganti
dengan binatang yang seimbang, atau memberi makan kepada orang-orang miskin
seharga binatang yang dibunuhnya, atau berpuasa yang jumlah harinya seimbang
dengan jumlah mud yang akan diberikan kepada orang-orang miskin.
Dasar hukumnya adalah QS. Al-Maidah ayat 95.
d. Kaffarat karena zihar berupa memerdekakan hamba sahaya, atau berpuasa selama
dua bulan berturt-turut, atau memberikan makan kepada 60 orang miskin.
Dasar hukumya adalah QS. Al-Mujadilah ayat 3-4.
e. Kaffarat karena melakukan hubungan suami istri pada siang hari di bulan
Ramadhan berupa memerdekakan hamba sahaya, atau berpuasa selama dua bulan
berturt-turut, atau memberikan makan kepada 60 orang miskin, dan membayar
qadha puasa yang ditinggalkannya.
f. Kaffarat karena sumpah ila berupa memerdekakan seorang budak, atau
memberikan makan/pakaian kepada 10 orang miskin, atau berpuasa selama tiga
hari.
3. Hikmah Kaffarat
a. Memberikan efek jera dengan menyesali perbuatannya yang salah.
b. Lebih mendekatkan diri kepada Allah swt dengan bertaubat.
c. Memberikan ketenangan kepada pelaku pembunuhan atau kejahatan.

BAB II
HUDUD

A. ZINA

1. Pengertian
Zina adalah melakukan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
suami istri atau bukan budaknya.
2. Dasar Hukum Larangan Zina
Dasar hukum larangan berzina adalah QS. Al-Isra ayat 32, dan Hadis Nabi saw.

3. Dasar Penetapan Adanya Perbuatan Zina


Terdapat dua cara, yaitu :
a. Adanya 4 (empat) orang saksi dengan syarat; laki-laki semuanya, adil, memberikan
kesaksian yang sama tentang tempat, waktu, pelaku, dan cara melakukannya.
b. Adanya pengakuan dari pelaku zina sendiri dengan syarat; balig dan berakal sehat.
4. Macam-macam Zina dan Sanksinya (hadnya)
Zina ada 2 (dua) macam, yaitu :
a. Zina Muhsan, yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah (suami
atau istri) atau pernah menikah (duda atau janda). Hadnya adalah dirajam, yaitu
dilempari dengan batu hingga mati.
Dasarnya adalah hadis Nabi saw berdasarkan riwayat Bukhari dari Jabir ibnu
Abdillah al-Anshari ra.
b. Zina ghairu muhsan, yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang berlum pernah
menikah. Hadnya adalah dicambuk (dijilid) sebanyak 100 kali dan dibuang ke
daerah lain (diasingkan) selama satu tahun.
Dasarnya adalah QS. An-Nur ayat 2, QS. An-Nisa ayat 25.

5. Hikmah Larangan Berzina


a. Menjaga kesucian dan harga diri (martabat manusia), baik di hadapan Allah
maupun manusia.
b. Menjaga nasab (keturunan) dari percampuradukkan yang diharamkan oleh agama.
c. Terpelihara dari penyakit kelamin.
d. Memberikan efek jera bagi yang henda berbuat zina.
B. QAZAF
1. Pengertian dan Hukumnya
Qazaf adalah seseorang melemparkan tuduhan berbuat zina kepada orang lain
tanpa didukung dengan bukti-bukti yang kuat. Hukumnya adalah haram.

2. Had Qazaf
Had qazaf berupoa dicambuk sebanyak 80 kali cambukan.
Dasarnya adalah QS. An-Nur ayat 4, dan hadis Nabi saw.
3. Syarat-syarat Dikenakan Had Qazaf
a. Orang yang menuduh sudah balig, berakal sehat, dan bukan orang tua dari
tertuduh (ayah, ibu, kakek, atau nenek, dan terus ke atas).
b. Orang yang dituduh adalah orang yang terpelihara (muslim/muslimah, balig,
berakal sehat, dan tidak pernah berbuat zina).
c. Penuduh mengakui perbuatannya sendiri bahwa ia berdusta.
4. Syarat-syarat Gugurnya Had Qazaf
a. Penuduh dapat menghadirkan 4 (empat) orang saksi (laki-laki, adil, serta
memberikan kesaksian yang sama tentang tempat, waktu, dan cara melakukannya).
Dasar hukumnya adalah QS. An-Nur ayat 4.
b. Sumpah lian, bagi suami yang menuduh istrinya berzina tanpa menghadirkan 4
orang saksi.
Dasar hukumnya adalah QS. An-Nur ayat 6-7.
c. Tertuduh memaafkan orang yang menuduhnya.
d. Adanya pengakuan tertuduh bahwa ia benar telah berbuat zina.
5. Hikmah Had Qazaf
a. Seseorang tidak akan sembarangan menuduh orang lain berzina tanpa adanya bukti
yang kuat.
b. Menjaga dan memelihara orang Islam dari tuduhan yang tidak berdasar.
C. MINUMAN KERAS
1. Pengertian dan Hukumnya
Minuman keras adalah segala jenis minuman yang memabukkan yang
mengakibatkan hilangnya kesadaran. hukum meminum minuman kerasa adalah
haram dan merupakan dosa besar.
Dasar hukumnya adalah QS. Al-Maidah ayat 90 dan hadis Nabi saw.
2. Had Minuman Keras
Orang yang meminum minuman keras dikenakan had sebanyak 40 80 kali
cambuk.
3. Hikmah Larangan Minuman Keras.
a. Menjaga kesehatan badan dan mental.
b. Menghindari munculnya kejahatan social.
c. Menjaga generasi muda yang lebih baik, sehat jasmani dan rohani.
d. Melindungi kehormatan dari bahaya minuman keras.
D. MENCURI, MENYAMUN, MERAMPOK DAN MEROMPAK
1. Pengertian dan Hukum Mencuri
Mencuri adalah mengambil harta milik orang lain yang tidak ada hak untuk
memilikinya, yang dilakukan tanpa sepengetahuan pemiliknya, dan secara
sembunyi-sembunyi. Hukumnya adalah haram dan termasuk dosa besar.

2. Penetapan Adanya Perbuatan Mencuri


Seseorang dianggap telah melakukan pencurian jika memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Mukallaf, yaitu balig dan berakal.
b. Adanya pengakuan dari pelaku pencurian.
c. Dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
d. Pelaku pencurian tidak memiliki saham terhadap barang yang dicurinya.
e. Barang yang dicuri adalah benar milik orang lain.
f. Barang yang dicuri mencapai jumlah nishab.
g. Barang yang dicuri berada di tempat penyimpanan yang layak.
3. Had Mencuri
Secara umum, orang yang melakukan pencurian dikenakan had berupa potong
tangan. Dasar hukumnya adalah QS. Al-Maidah ayat 38.
Kemudian Rasulallah saw menjelaskan secara rinci perihal tingkatan potong tangan
kepada pelaku pencurian yang lebih dari satu kali, sebagaimana sabdanya yang
diriwayatkan oleh Syafiiy.
Imam Malik dan Imam Syafiie memberi urutan sebagai berikut :
a. Jika mencuri untuk pertama kali, dipotong tangan kanannya.
b. Jika mencuriuntuk kedua kalinya, dipotong kaki kirinya.
c. Jika mencuri untuk ketiga kalinya, dipotong tangan kirinya.
d. Jika mencuri untuk keempat kalinya, dipotong kaki kanannya.
e. Jika mencuri untuk kelima kali dan seterusnya, dihukum tazir dan dipenjara
sampai betaubat.
4. Batasan Kadar (nishab) Barang yang Dicuri
Terdapat bebrapa pendapat ulama, yaitu :
a. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa nishab barang curian adalah sepuluh dirham
b. Mazhab Syafiie berpendapat bahwa nishab barang curian adalah dinar atau
sekitar 3,34 gram emas.
c. Mazhab Maliki dan Hambali berpendapat bahwa nishab barang curian adalah
dinar atau 3 dirham atau sekitar 3,34 - 3,36 gram emas.
Catatan :
Nilai 1 dinar sekitar 10 12 dirham atau sekitar 13,36 gram emas.
5. Pengertian serta Hukum Menyamun, Merampok, dan Merompak
Menyamun adalah mengambil harta milik orang lain secara paksa dengan
menggunakan kekerasan, ancaman senjata dan terkadang disertai penganiayaan dan
pembunuhan yang dilakukan di tempat-tempat sunyi.
Menyamun adalah termasuk dosa besar karena merupakan suatu kejahatan
merampas harta orang lain yang disertai ancaman jiwa, oleh karena hukumnya
adalah haram.
Merampok adalah mengambil harta milik orang lain secara paksa dengan
menggunakan kekerasan, ancaman senjata dan terkadang disertai penganiayaan dan
pembunuhan yang dilakukan di tempat-tempat yang ramai.

Merampok adalah termasuk dosa besar karena merupakan suatu kejahatan


merampas harta orang lain yang disertai ancaman jiwa, oleh karena hukumnya
adalah haram.
Merompak adalah mengambil harta milik orang lain secara paksa dengan
menggunakan kekerasan, ancaman senjata dan terkadang disertai penganiayaan dan
pembunuhan yang dilakukan di laut.
Merompak adalah termasuk dosa besar karena merupakan suatu kejahatan
merampas harta orang lain yang disertai ancaman jiwa, oleh karena hukumnya
adalah haram.
6. Had Menyamun, Merampok, dan Merompak
Secara umum, perbuatan menyamun, merampok, dan merompak dikenakan had
dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki secara menyilang, atau
diasingkan dari tempat kediamanannya.
Secara rinci had bagi para penyamun, perampok, dan perompak adalah sebagai
berikut :
a. dihukum mati dan disalib, jika merampas harta disertai dengan pembunuhan.
b. Dipotong tangan dan aki secara silang, jika hanya merampas harta tanpa disertai
pembunuhan.
c. Dihukum mati (qisas), jika membunuh korban tanpa merampas hartanya.
d. Dipenjara atau diasingkan dari tempat tinggalnya, jika dalam aksinya belum sempat
merampas harta dan atau tidak membunuh korbannya.
E. BUGHAT
1. Pengertian, Hukum, dan Status Hukum Bughat
Bughat adalah sekelompok orang bersenjata yang membangkang terhadap
peraturan dan pemerintahan yang sah.
Perbuatan bughat temasuk dosa besar karena dianggap telah berbuat zalim dan
durhaka kepada pemimpin yang sah. Oleh karena itu jika mereka tidak mau
kembali mentaati peraturan pemerintahan yang sah setelah diupayakan dengan cara
berdialog dan musyawarah, maka wajib diperangi.
Dasar hukumnya adalah QS. An-Nisa ayat 59, QS. Al-Hujurat ayat 9, dan hadis Nabi
saw.
2. Penetapan Adanya Perbuatan Bughat
Sekelompok orang dinyatakan telah melakukan bughat, jika memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
a. mempunyai kekuatan.
b. Tidak mentaati dan keluar dari peraturan pemerintah yang sah
c. Memiliki pengikut dengan ideology yang sama dalam tindakannya.
d. Memiliki pemimpin sendiri yang ditaati oleh kelompoknya
3. Contoh Perbuatan Bughat
a. Pada masa Rasulallah saw di Madinah, terdapat sekelompok orang Yahudi dari
Bani Quraidhah yang melakukan pengingkaran terhadap perjanjian perdamaian
yang dibuat bersama Rasulallah saw. Mereka melakukan penyerangan dan
pembunuhan terhadap umat Islam.

Kemudian Rasulallah saw memerangi mereka dengan membunuh mereka yang


melawan kecuali anak-anak, wanita, dan orang-orang yang sudah jompo.
b. Pada masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq telah terjadi pembangkangan yang
dilakukan umat Islam dengan tidak mau membayar zakat. Perbuatan ini dianggap
bughat, oleh karena itu Abu Bakar Shiddiq memerangi merka.
c. Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, kelompok Muawiyah bin Abi Sufyan
telah dianggap bughat terhadap pemerintahan Ali bin Abi Thalib, oleh karena itu
Khalifah Ali bin ABi Thalib memerangi mereka yang mengakibatkan terjadinya
perang Siffin.
BAB III
PERADILAN
A. ARTI, FUNGSI, DAN HIKMAH
Peradilan adalah lembaga yang menempatkan perkara-perkara hukum sesuai
dengan tempatnya.
Fungsi peradilan adalah terpeliharanya kepastian hokum.
Hikmah peradilan adalah :
1. Terciptanya keadilan dan perdamaian dalam masyarakat
2. terciptanya kesejahteraan masyarakat
3. terwujudnya aparatur pemerintahan yang jujur, bersih, dan berwibawa
4. terwujudnya suasana yang mendorong untuk meningkatkan ketakwaan kepada
Allah swt.
B. HAKIM
1. Pengertian
Hakim adalah orang yang diangkat oleh penguasa untuk menyelesaikan dakwaan-
dakwaan dan persengketaan-persengketaan.
2. Fungsi Hakim
Fungsi hakim adalah :
a. Meneliti dan menyelidiki perkara yang dipersidangkan di pengadilan dengan
berupaya mengungkapkan bukti-bukti yang otentik.
b. Menetapkan dan memutuskan hokum secara adil berdasarkan bukti-bukti yang
benar.
3. Syarat-syarat Menjadi Hakim
a. Muslim
b. Balig
c. Berakal
d. Adil
e. Mengetahui hokum / undang-undang
f. Sehat jasmani dan rohani
g. Dapat membaca dan menulis
h. Memahami ijma ulama serta perbedaan tradisi umat
i. Mampu dan menguasai metode ijtihad karena ia tidak boleh taqlid
4. Adab / Etika Hakim
a. Berkantor di tengah-tengah negeri/kota.
b. Menganggap sama terhadap orang yang berperkara
c. Jangan memutuskan hokum dalam keadaan :
1) Marah
2) Sangat lapar dan haus
3) Sangat susah atau sangat gembira
4) Sakit
5) Menahan buang air
6) Mengantuk
d. Tidak boleh menerima pemberian atau hadiah dari orang-orang yang berperkara.
e. Tidak boleh menunjukkan cara mendakwa dan cara membela

C. SAKSI
1. Pengertian
Saksi adalah orang yang dimintakan hadir dalam suatu persidangan untuk
memberikan keterangan yang membenarkan atau menguatkan bahwa peristiwa itu
terjadi.
2. Syarat-syarat saksi
a. Muslim
b. Merdeka
c. Dapat berbicara
d. Bukan musuh terdakwa
e. Mempunyai ingatan yang kuat (dhabit)
3. Kesaksian orang buta
Selama masih ada saksi yang sempurna (tidak buta), orang buta tidak dapat
dihadirkan sebagai saksi.
Imam Abu Hanifah tidak memperbolehkan kesaksian orang buta secara mutlak.
Imam Syafiie hanya membolehkan kesaksian orang buta dalam hal-hal nasab,
kematian, milik mutlah, dan hal lainnya yang dilihatnya secara benar sebelum
menjadi buta.
Imam Malik dan Imam Ahmad menyatakan bahwa orang buta boleh menjadi saksi
hanya dalam hal pernikahan, perceraian, jual beli, sewa menyewa, wakaf, dan
semisalnya yang bersifat kebendaan (perdata).
D. PENGGUGAT DAN TERGUGAT

1. Pengertian

Penggugat adalah orang yang mengajukan tuntutan melalui pengadilan karena ada
haknya yang diambil orang lain atau karena adanya permasalahan dengan pihak
lain yang dianggap merugikan dirinya.
Tergugat adalah orang yang dituntut mengembalikan hak-hak orang lain yang telah
diambilnya/dirugikan akibat perbuatannya, atau orang yang dituntut untuk
mempertanggungjawabkan kesalahan atas dakwaan pihak lain di pengadilan.
2. Syarat-syarat gugatan
a. Gugatan disampaikan secara tertulis yang ditujukan ke pengadilan dan
ditandatangani oleh penggugat.
b. Gugatan harus diuraikan dengan jelas dan rinci (permasalahan dan alasan)
c. Tutntutan harus sesuai dengan kejadian perkara
d. Memenuhi persyaratan khusus yang dibuat oleh pengadilan
e. Pihak tergugat jelas orangnya
f. Penggugat dan tergugat sama-sama mukallaf, balig dan berakal
g. Penggugat dan tergugat tidak dalam keadaan berperang membela agama.

E. ALAT BUKTI (BAYYINAH)


Macam-macam alat bukti :
1. Saksi
2. Barang bukti
3. Pengakuan terdakwa
4. Sumpah
- Sumpah ada dua macam :
a. Sumpah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
b. Sumpah untuk memberikan keterangan guna menguatkan bahwa sesuatu itu benar-
benar demikian atau tidak demikian.
- Syarat-syarat orang yang bersumpah :
a. Mukallaf
b. Atas kehendak sendiri
c. Sengaja mengucapkan sumpah
d. Harus dengan nama Allah (wallahi, tallahi, billahi)
- Orang yang melanggar sumpah (bersumpah palsu) dikenakan sanksi/denda (QS.
Al-Maidah ayat 89) :
a. Memberi makan kepada 10 orang miskin
b. Memberi pakaian kepada 10 orang miskin
c. Memerdekakan budak
d. Mengerjakan puasa selama tiga hari
5. Keyakinan atau pengetahuan hakim
F. PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
1. Dasar Hukum Peradilan Agama di Indonesia
Peradilan Agama di Indonesia didasarkan pada Undang-undang Peradilan Agama
(UUPA) No. 7 tahun 1989, yang sebelumnya diatur dalam UU no. 14 tahun 1970.
Khusus dalam masalah perkawinan, Peradilan Agama di Indonesia mengacu pada
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
2. fungsi Peradilan Agama
UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menegeaskan bahwa tugas Peradilan
agama adalah menyelesaikan perkara-perkara antara lain sebagai berikut :
a. Izin poligami
b. Dispensasi nikah dibawah umur
c. Pencegahan perkawinan
d. Pembatalan perkawinan
e. Kelalaian kewajiban suami istri
f. Cerai talah oleh suami
g. Cerai gugat oleh istri
h. Penolakan perkawinan oleh PPN
i. Hadhanah
j. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
k. Sah / tidaknya anak
l. Pencabutan kekuasaan orang tua sebagai wali
m. Pencabutan penggantian wali
n. Penetapan asal-usul anak
o. Harta warisan
p. Wakaf
q. Shadaqah
r. Hibah

BAB IV
HUKUM KELUARGA

A. PERNIKAHAN

1. Pengertian
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. hokum Pernikahan
a. Sunnah
Sunnah adalah merupakan hokum dasar pernikahan.
b. Mubah
Bagi orang yang tidak memiliki factor yang pendorong atau factor yang melarang,
maka nikah hukumnya boleh
c. Wajib
Bagi orang yang sudah mampu lahir batin dan mampu menghidupi keluarga serta
khawatir tidak mampu mengendalikan nafsunya, maka menikah hukumnya wajib
d. Makruh
Bagi orang yang secara fisik sudah matang dan dewasa tetapi tidak mempunyai
biaya hidup untuk berumah tangga, maka hukumnya makruh.
e. Haram
Bagi orang yang menikah dengan tujuan mempermainkan dan menyakiti wanita,
maka hukumnya haram.
3. Khitbah (lamaran)
Khitbah adalah pernyataan atau ajakan untuk menikah dari pihak laki-laki kepada
pihak perempuan atau sebaliknya dengan cara yang baik.
Hokum dasar meminang adalah mubah.
Beberapa ketentuan dalam khitbah, antara lain :
a. Syarat perempuan yang akan dipinang :
1) tidak terikat oleh akad pernikahan
2) tidak dalam masa iddah talak rajiy
3) tidak dalam pinangan laki-laki lain.
b. Cara mengajukan pinangan
1) pinangan kepada gadis, boleh dilakuakn secara terang-trangan
2) pinangan kepada janda yang telah habis iddahnya, boleh dilakukan secara terang-
terangan
3) pinangan kepada janda yang ditinggal wafat suaminya dan masih dalam masa
iddah, tidak boleh dinyatakan secara terang-terangan.
4. Mahram nikah
Mahram nikah adalah perempuan yang haram untuk dinikahi, baik karena factor
keturunan, persusuan, maupun perkawinan. (QS. An-Nisa : 22-23)
a. Mahram karena factor keturunan, yaitu :
1) Ibu dan ayah
2) Nenek dan kakek terus keatas
3) Anak dan terus ke bawah
4) Saudara sekandung, seayah, dan seibu
5) Saudara dari ayah
6) Saudara dari ibu
7) Anak dari saudara sekandung, seayah maupun seibu dan terus kebawah

b. Mahram karena factor persusuan, yaitu :


1) Ibu yang menyusui
2) Saudara sepersusuan
c. Mahram karena factor perkawinan, yaitu :
1) Mertua
2) Anak tiri jika ibunya sudah digauli
3) Menantu
4) Ibu tiri
5. Rukun dan syarat nikah
Rukun nikah yaitu :
a. Calon suami, dengan syarat :
1) Muslim
2) Medeka
3) Berakal
4) Benar laki-laki
5) Adil
6) Tidak beristri empat
7) Bukan mahram
8) Tidak sedang ihram atau umrah
b. Calon istri dengan syarat :
1) Muslimah
2) Benar perempuan
3) Mendapat izin dari walinya
4) Tidak bersuami atau dalam masa iddah
5) Bukan mahram
6) Tidak sedang ihram atau umrah
c. Shigat (ijab dan qabul), dengan syarat :
1) Menggunakan lafaz nikah atau tajwiz
2) Tidak ditalikkan (dikaitkan) dengan sesuatu yang lain
3) Harus terjadi pada satu majlis
d. Wali calon perempuan, dengan syarat :
1) Muslim
2) Balig
3) Berakal
4) Tidak fasik
5) Laki-laki
6) Mempunyai hak menjadi wali
e. Dua orang saksi, dengan syarat :
1) Muslim
2) Balig
3) Berakal
4) Merdeka
5) Laki-laki
6) Adil
7) Sempurna pendengaran dan penglihatan
8) Memahami lafaz ijab qabul
9) Tidak sedang ihram atau umrah
6. Pernikahan Terlarang
a. Nikah Mutah, yaitu nikah yang diniatkan hanya untuk bersenang-senang dan
hanya untuk jangka waktu tertentu.

b. Nikah Syighar, yaitu pernikahan yang didasarkan kepada janji atau kesepakatan
pertukaran jasa.
c. Nikah Muhallil, yaitu pernikahan yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk
menghalalkan istrinya kembali dinikahi oleh mantan suaminya yang telah mentalak
tiga (bain kubra).
d. Pernikahan silang, yaitu pernikahan yang dilakukan oleh orang muslim dengan
orang kafir
e. Pernikahan Khadan, yaitu menjadikan seorang perempuan atau laki-laki sebagai
gundik atau piaraannya.
7. Hikmah pernikahan
a. Terwujudnya kehidupan yang tenang dan tenteram
b. Terhindar dari perbuatan maksiat
c. Melahirkan keturunan yang baik
d. Menjaga kelangsungan hidup manusia sesuai dengan ajaran agama
e. Melahirkan sikap tanggung jawab terhadap keluarganya
f. Memperluas persaudaraan
g. Mendatangkan keberkahan

B. WALI, SAKSI, IJAB QABUL, DAN WALIMAH

1. Wali Nikah
a. Pengertian
Wali nikah adalah orang yang berhak menikahkan perempuan dengan laki-laki
sesuai dengan syariat Islam.
Syarat-syarat saksi adalah : laki-laki, muslim, balig, berakal, tidak fasik, dan
mempunyai hak menjadi wali nikah.
b. Tingkatan wali
1. Ayah kandung
2. Kakek dari ayah, dan terus keatas
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudara laki-laki seayah
5. Aanak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
7. Paman sekandung
8. Paman seayah
9. Anak lak-laki dari paman sekandung
10. Anak laki-laki dari paman seayah
11. Wali Hakim
c. Macam-macam wali nikah
1) Wali Mujbir, yaitu wali yang mempunyai hak untuk menikahkan orang yang
berada dibawah perwaliannya tanpa meminta izin dan menanyakan pendapatnya,
dengan syarat :
a) Tidak terjadi permusuhan antara ayah dan anak
b) Dikawinkan dengan orang yang setara (kufu)
c) Mahar tidak kurang dari mahar misil
d) Dinikahkan dengan orang yang mampu memberikan mahar dan biaya hidup
e) Dinikahkan dengan orang yang mempunyai etika baik
2) Wali Hakim, yaitu seseorang yang diangkat oleh pemerintah yang bertugas sebagai
pencatat pernikahan berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Wali hakim dapat mengambil alih hak perwalian wali nasab jika :
a) Terjadi pertentanga diantara para wali
b) Tidak ada wali nasab, baik karena meninggal, hilang, atau ghaib.
3) Wali Adhal, yaitu wali yang menolak untuk menikahkan perempuan yang berada
dibawah perwaliannya.
2. Saksi Pernikahan
Saksi pernikahan adalah orang yang menyaksikan dengan sadar pelaksanaan ijab
qabul dalam pernikahan.
Jumlah saksi dalam pernikahan minimal 2 (dua) orang laki-laki.
Syarat-syarat saksi adalah :
1) laki-laki
2) balig
3) berakal
4) merdeka
5) adil
6) sempurna pendengaran dan penglihatan
7) memahami lafaz ijab qabul
8) tidak sedang ihram dan umrah.
3. Ijab dan Qabul
Ijab qabul adalah ucapan penyerahan yang dilakukan oleh wali mempelai
perempuan dan penerimaan oleh mempelai laki-laki.
4. Walimah
Walimah nikah adalah pesta yang diselelnggarakan setelah dilaksanakannya akad
nikah dengan menghidangkan berbagai jamuan yang biasanya disesuaikan dengan
adat setempat, dengan tujuan pernyataan pemberitahuan kepada kerabat, sanak
famili, dan handai tolan tentang telah resminya sebagai suami istri, sehingga
terhindar dari fitnah.
Walimah hukumnya sunnah muakkadah.
C. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
1. Kewajiban Suami (hak istri) adalah :
a. Membayar mahar
b. Memberikan nafkah secara maruf (sandang, pangan dan papan)
c. Menggauli istri secara maruf
d. Memimpin keluarga dengan baik
e. Mendidik dan membimbing seluruh anggota keluarga dengan baik
f. Adil dan bijaksana
2. Kewajiban Istri (hak suami) adalah :
a. Mentaati perintah suami
b. Menjaga kehormatan keluarga
c. Menjaga harta suami
d. Mengatur rumah tangga
e. Mendidik anak dengan baik

D. THALAK / PERCERAIAN

1. Pengertian dan Hukum Thalak


Thalak artinya melepaskan ikatan, yaitu lepasnya ikatan pernikahan dengan ucapan
talak atau lafal lain yang maksudnya sama dengan talak.
Ulama Syafiiyah dan Hambaliyah berpendapat bahwa thalak hukum asalnya
adalah makruh. Sedangkan Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa hokum dasar
thalak adalah haram.

2. Rukun dan Syarat Thalak


Rukun Thalak ada 4, yaitu :
a. Suami, dengan syarat suami dalam keadaan berakal, balig, dan atas kemauan
sendiri.
b. Istri, dengan syarat istri masih sah dalam ikatan suami istri, atau istri dalam masa
iddah thalak raiy/bain sughra.
c. Sighat Thalak
d. Sengaja
3. Macam-macam Thalak
a. Thalak ditinjau dari segi jumlah;
1) Thalak satu, yaitu thalak yang pertama kali dijatuhkan oleh suami dengan thalak
satu.
2) Thalak dua, yaitu thalak kedua yang dijatuhkan suami, atau suami menjatuhkan
thalak dua sekaligus.
3) Thalak tiga, yaitu thalak ketiga yang dijatuhkan suami, atau suami menjatuhkan
thalak tiga sekaligus.
b. Thalak ditinjau dari segi boleh tidaknya mantan suami untuk rujuk;
1) Thalak Rajiy, yaitu thalak satu atau thalak dua yang dapat dirujuk kembali oleh
mantan suminya selama masa iddahnya.
2) Thalak bain sughra, yaitu thalak satu atau thalak dua yang telah habis masa
iddahnya, dan suami tidak dapat merujuk mantan istrinya kecuali dengan nikah
baru.
3) Thalak bain kubra, yaitu thalak tiga yang mengakibatkan mantan suami tidak
dapat merujuk mantan istrinya, kecuali mantan istrinya telah menikah dengan laki-
laki lain dan telah digauli serta telah diceraikan oleh suami keduanya.
c. Thalak ditinjau dari segi keadaan istri;
1) Thalak sunny, yaitu suami yang mentalak istri yang pernah dicampurinya dalam
keadaan suci (belum dicampuri) atau sedang dalam keadaan hamil.
2) Thalak bidiy, yaitu suami yang menthalak istri yang pernah dicampurinya dalam
keadaan haid atau suci yang sudah dicampuri.
3) Thalak la sunny wa la bidiy, yaitu suami yang menthalak istrinya yang belum
pernah dicampuri atau belum pernah haid atau sudah menophouse.
4. Pengertian Khuluk dan Fasakh
Khuluk adalah thalak yang dijatuhkan suami karena memenuhi permintaan istrinya
dengan cara si istri membayar uang tebusan, baik berupa pengembalian maskawin
maupun harta lainnya sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Status thalaknya sama
seperti thalak bain sughra.
Fasakh adalah jatuhnya thalak oleh putusan hakim atas dasar pengaduan istri,
sementara suami tidak mau menjatuhkan thalak tersebut.
Fasakh diperbolehkan jika; terdapat cacat pada salah satu pihak, suami tidak mau
memberikan nafkah, mengumpulkan dua saudara sebagai istri, adanya
penganiayaan berat pada fisik, suami murtad, atau hilang.
5. Pengertian Iddah dan Macam-macamnya
Iddah adalah masa menunggu bagi istri yang dicerai oleh suaminya, baik cerai
hidup maupun cerai mati.

Masa iddah istri yang diceari oleh suaminya adalah :


a. 4 bulan 10 hari, bagi istri yang ditinggal mati oleh suaminya (baik sudah dicampuri,
belum dicampuri, belum pernah haid, masih haid, maupun sudah menophouse).
(QS. Al-Baqarah : 234)
b. Sampai melahirkan, bagi istri yang dalam keadaan hamil, baik cerai hidup maupun
cerai mati. (QS. At-Thalaq : 4)
c. 3 kali suci/haid, bagi istri yang dalam keadaan masih haid. (QS. Al-Baqarah : 228)
d. 3 bulan, bagi istri yang belum pernah haid atau sudah menophouse. (QS. At-
Thalaq : 4)
e. Tidak ada iddah, bagi istri yang belum pernah dicampuri. (QS. Al-Ahzab : 49)
6. Kewajiban Mantan Suami dan Istri selama masa Iddah
a. Kewajiban mantan suami selama masa iddah istri :
1) Memberikan nafkah belanja dan tempat tinggal bagi mantan istri yang ditalak rajiy.
2) Memberikan nafkah belanja dan tempat tinggal bagi mantan istri yang ditalak bain
dalam keadaan hamil.
3) Memberikan tempat tinggal saja bagi mantan istri yang ditalak bain.
b. Kewajiban mantan istri selama masa iddah :
1) Tinggal di rumah yang disediakan oleh mantan suaminya selama masa iddahnya.
2) Menjaga dirinya dari perbuatan maksiat.
3) Tidak boleh menerima pinangan dari laki-laki lain.
E. RUJUK
1. Pengertian Rujuk
Rujuk adalah mengembalikan ikatan dan hokum perkawinan secara penuh setelah
terjadi talak rajiy, yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya
dalam masa iddah.
Hukum dasar rujuk adalah boleh (mubah).
2. Rukun dan Syarat Rujuk
a. Istri, dengan syarat; sudah dicampuri, dan talak rajiy.
b. Suami, dengan syarat; balig, sehat akalnya, atas kemauan sendiri.
c. Sighat rujuk, baik dengan ucapan yang sharih maupun dengan sindiran.
d. 2 orang saksi laiki-laki.

BAB V
SIYASAH SYARIYYAH

A. KHILAFAH
1. Pengertian
Secara bahasa khilafah berarti pengganti, duta, atau wakil. Sedangkan menurut
istilah Khilafah adalah struktur pemerintahan yang diatur menurut syariat Islam.
Sementara Khalifah adalah pengganti Rasulallah saw sebagai kepala Negara dan
pemimpin agama, tetapi tidak menggantikan kedudukan sebagai nabi dan rasul.
2. Tujuan Khilafah
a. Melanjutkan kepemimpinan agama Islam setelah Nabi Muhammad saw wafat.
b. Memelihara keamanan dan ketahanan agama dan Negara.
c. Mengupayakan kesejahteraan lahir dan batin dalam rangka memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
d. Mewujudkan dasar-dasar khilafah yang adil dalam seluruh aspek kehidupan umat
Islam.
3. Dasar-dasar Khilafah
a. Pen-tauhid-an Allah swt.
b. Persamaan derajat sesame umat manusia.
c. Menggalang persatuan dan kesatuan dalam Islam.
d. Musyawarah atau kedaulatan rakyat.
e. Keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat.
4. Syarat-syarat Khalifah
a. Beragama Islam
b. Memiliki pengetahuan yang luas
c. Sempurna anggota tubuhnya
d. Cakap dan bijak dalam berbicara
e. Cinta akan kebenaran
f. Sanggup menegakkan keadilan
g. Mampu di dalam penghidupannya.
B. MAJLIS SYURA DAN AHLUL HALLI WAL AQDI
1. Pengertian
Majlis syuro adalah badan atau lembaga tempat bermusyawarah para wakil rakyat
dan orang-orang yang berilmu
Ahlul halli wal aqdi adalah para wakil rakyat yang mnjadi anggota majlis syuro.
2. Syarat-syarat menjadi anggota majlis syuro
a. Bertakwa kepada Allah swt.
b. Memiliki kepribadian yang jujur, adil dan penuh tanggungjwab
c. Memiliki ilmu pengetahuan yang luas sesuai dengan bidang keahliannya
d. Memiliki keberanian untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan
e. Teguh pendirian
f. Peka dan peduli terhadap kepentingan rakyat
g. Berjiwa ikhlas, dinamis, dan kreatif
h. Dipilih oleh rakyat sesuai dengan asas demokrasi.

3. Hak dan Kewajiban Majlis Syuro


a. Hak-hak anggota Majlis Syuro;
1) Memperoleh fasilitas yang sesuai dengan kedudukannya sebagai anggota majlis
syuro.
2) Memperoleh jaminan keamanan dari Negara
3) Memperoleh jasa penghidupan yang layak sebagai anggota majlis syuro.
b. Kewajiban-kewajiban anggota Majlis Syuro;
1) Mengangkat dan memberhentikan khalifah (kepala Negara)
2) Membuat undang-undang bersama dengan khalifah
3) Menetapkan APBN.
4) Mengawasi jalannya pemerintahan
5) Merumuskan gagasan yang dapat mempercepat tercapainya tujuan Negara
6) Menetapkan garis-garis program yang akan dilaksanakan oleh khalifah
7) Menghadiri siding-sidang yang dilaksanakan majlis syura.
BAB VI
SUMBER HUKUM ISLAM
A. SUMBER HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI ULAMA

1. Al-Quran

Al-Quran adalah firman Allah swt yang diturunkan kepada abi Muhammad saw
yang mengandung nilai mukjizat yang ditulis dalam mushaf dengan jalan
mutawatir dan membacanya dinilai sebagai ibadah.
Al-Quran berisikan tentang; tauhid, ibadah, akhlak, janji dan ancaman, serta kisah-
kisah umat terdahulu.
Dalam penetapan hukumnya, Al-Quran bersifat : tidak memberatkan (adam al-
haraj), menyedikitkan beban (qillatu al-takliif), dan berangsur-angsur dalam
menetapkan hokum (al-tadriij fi al-tasyri)
Al-Quran merupakan sumber hokum Islam yang pertama.

2. As-Sunnah

As-Sunnah adalah segala sesuatu yang diperhatikan, dilarang atau dianjurkan oleh
Rasulallah saw baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya.
As-Sunnah terhadap Al-Quran berfungsi untuk : memperjelas dan merinci ayat-
ayat Al-Quran yang bersifat global (tafsir/tabyin), memperkuat ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran (taqrir), dan membawa hokum
yang tidak ditentukan oleh Al-Quran (tasyri).

3. Ijma

Ijma adalah kesepakatan para mujtahid umat Muhammad saw stelah beliau wafat,
pada suatu masa tertentu dan tentang masalah tertentu, baik dilakukan secara
ucapan (qauli), perbuatan (fili), maupun secara diam-diam (sukuti).

4. Qiyas

Qiyas adalah menetapkan hokum sesuatu yang belum ada ketentuan hukumnya
dalam nas (Al-Quran atau hadis) dengan mempersamakan sesuatu yang telah ada
status hukumnya dalam nash.
B. SUMBER HUKUM ISLAM YANG TIDAK DISEPAKATI ULAMA
1. Istihsan
Istihsan adalah berpindahnya seorang mujtahid dari hokum kulli (umum) kepada
hokum yang bersifat khusus dan istisnaiy (pengecualian) karena ada dalil syara
yang menghendaki perpindahan tersebut.
Golongan Hanafiyah membolehkan berhujjah dengan istihsan, sedangkan Jumhur
Ulama menolak berhujjah dengan istihsan.
2. Istishab
Istishab adalah mengambil hokum yang telah ada atau ditetapkan pada masa lalu
dan tetap dipakai hingga masa selanjutnya sebelum ada hokum yang merubahnya.
Ulama Hanafiyah menolak berhujjah dengan menggunakan istishab, sedangkan
ulama Syafiiyah, Hambaliyah dan Malikiyah membolehkan berhujjah dengan
istishab selama belum ada hukumnya dalam nash dan ijma
3. Maslahah al-mursalah
Maslahah al-Mursalah adalah menetapkan suatu hokum dengan mendasarkan pada
asas manfaat bagi manusia dan menolak madharat terhadap manusia, dikarenakan
belum adanya ketentuan hokum yang pasti dalam nash.
Imam Malik secara tegas membolehkan berhujjah dengan menggunakan maslahah
al-mursalah, sementara ulama lainnya ada yang menolak dan ada pula yang
menerima dengan beberapa syarat.

4. Al-Urf
Al-Urf adalah segala sesuatu yang sudah dikenal dan dijalankan oleh komunitas
masyarakat secara turun temurun dan sudah menjadi adat istiadat.
5. Syaru man qablana
Syaru man qablana adalah syariat yang diturunkan kepada umat sebelum
datangnya ajaran Islam.
Terdapat 3 (tiga) bentuk hukum syaru man qablana, yaitu;
- Apa yang disyariatkan kepada umat terdahulu juga ditetapkan kepada umat Islam,
seperti perintah puasa.
- Apa yang disyariatkan kepada umat terdahulu, tidak disyariatkan kembali
terhadap umat Islam. Seperti; penebusan dosa dengan cara bunuh diri.
- Apa yang disyariatkan kepada umat terdahulu, tidak dinyatakan secara tegas
terhadap umat Islam untuk diikuti atau tidak diikuti.
6. Saddu al-dzariah
Saddu al-dzariah adalah larangan terhadap masalah-masalah yang secara lahirnya
dipoerbolehkan, dikarenakan dapat membuka jalan pada perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh agama.
Imam Malik membolehkan berhujjah dengan menggunakan Syaddu al-dzariah,
sedangkan Imam Abu hanifah dan Imam Syafiiy secara tegas menolak berhujjah
dengan menggunakan syaddu al-dzariah.
7. Mazhab Shahabi
Mazhab shahabi adalah fatwa-fatwa para sahabat tentang berbagai masalah yang
dinyatakan setelah wafatnya Rasulallah saw.
8. Dalalah al-Iqtiran
Dalalatu al-iqtiran adalah dalil-dalil yang menunjukkan kesamaan hokum terhadap
sesuatu yang disebutkan bersamaan dengan sesuatu yang lain.
C. IJTIHAD DALAM HUKUM ISLAM
1. Pengertian, Hukum dan Peranan Ijtihad
Ijtihad adalah mencurahkan seluruh kemampuan oleh seorang mujtahid untuk
menetapkan hokum syara dengan jalan istinbath dengan menggunakan dalil-dalil
yang terperinci dari kitab dan sunnah.
2. Syarat-syarat menjadi mujtahid
a. Beriman, Balig, dan berakal sehat.
b. Memahami ayat-ayat ahkam.
c. Memahami sunah yang berkaitan dengan hokum.
d. Mengetahui maksud dan rahasia hokum Islam
e. Memahami kaidah-kaidah ushuliyyah
f. Memahami kaidah-kaidah bahasa arab
g. Memahami penetapan hokum asal berdasarkan baraatul ashliyyah.
3. Tingkatan mujtahid
a. Mujtahid Muthlaq (Mutsaqil), yaitu seorang mujtahid yang telah memenuhi
persyaratan ijtihad secara sempurna dengan tidak terikat pada mazhab-mazhab
yang telah ada.
b. Mujtahid Muntasib, yaitu seorang mujtahid yang memiliki syarat-syarat ijtihad
secara sempurna, tetapi dalam melakukan ijtihadnya masih tetap mengikuti jalan
ijtihad salah satu mazhab yang telah ada.
c. Mujtahid fi al-mazahib, yaitu seorang mujtahid yang dalam ijtihadnya selalu
mengikuti kaidah-kaidah yang digunakan oleh imam mazhab tertentu.
d. Mujtahid Murajjih, yaitu seorang mujtahid yang melakukan penetapan hokum
suatu masalah berdasarkan pada hasil tarjih diantara pendapat para imam mazhab
yang telah ada.

BAB VII
HUKUM SYARI

A. HUKUM TAKLIFI DAN HUKUM WADHI

1. Pengertian
- Hokum taklifi adalah hokum yang menghendaki dikerjakan oleh seorang mukallaf,
larangan mengerjakan, atau memilih antara mengerjakan dan meninggalkannya.
- Hokum wadhiy adalah hokum yang menghendaki adanya sebab, syarat, atau
penghalang bagi sesuatu yang lain.

2. Macam-macam Hukum Taklifi dan Hukum Wadhiy


- Hukum Taklifi ada 5 (lima) macam, yaitu :
a. Wajib, yaitu dilaksanakan mendapat pahala dan ditinggalkan mendapat dosa.
b. Sunnah, yaitu dilaksanakan mendapat pahala dan ditinggalkan tidak berdosa
c. Haram, yaitu ditinggalkan mendapat pahala dan dilaksanakan mendapat dosa.
d. Makruh, yaitu ditinggalkan mendapat pahala dan dikerjakan tidak berdosa tetapi
dibenci.
e. Mubah, yaitu diperbolehkannya seorang mukallaf untuk memilih antara
melaksanakan atau meninggalkannya.
- Hukum Wadhiy ada 5 (lima) macam, yaitu :
a. Sebab, yaitu sesuatu yang oleh syara dijadikan indikasi adanya sesuatu yang lain
yang menjadi akibatnya.
b. Syarat, yaitu ada atau tidak adanya suatu hukum bergantung kepada ada atau tidak
adanya sesuatu yang lain.
c. Mani, yaitu adanya sesuatu dapat menyebabkan tidak adanya hukum.
d. Rukshah dan azimah.
- Rukhsah adalah keringan hokum yang telah disyariatkan oleh Allah swt kepada
mukallaf dalam keadaan tertentu.
- Azimah adalah hokum-hukum umum yang sejak awal telah disyariatkan oleh
Allah swt dan tidak dikhususkan pada kondisi atau mukallaf tertentu.
e. Benar dan batal
Yaitu perbuatan mukallaf yang dituntut oleh syara baik berupa sebab maupun
syarat, jika sudah dilaksanakannya, syariy mungkin memberikan hukum benar atau
batal.
B. UNSUR-UNSUR HUKUM SYARI
1. Al-Hakim
Yang dimaksud dengan al-Hakim dalam kajian ushul fiqh ini adalah yang
menentukan, membuat hukum syara dan yang menjadi sumber pembuat hukum-
hukum sayariat bagi semua perbuatan mukallaf yaitu Allah swt. Dalam
menetapkan atau membuat hukum-hukum syara tersebut adakalanya melalui al-
Quran dan Sunnah Rasul dan adakalnya melalui perantaraan para ulama fuqaha
yang mampu melakukan ijtihad secara baik.

2. Al-Hukmu
Al-Hukmu adalah ketentuan Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf,
baik berupa tuntutan melakukan atau meninggalkan, atau pilihan atau berupa
ketentuan.
Dari pengertian tersebut dapat diambil pemahaman sebagai berikut;

a. Para ahli ushul fiqh menyatakan bahwa Khitab Allah yang


berhubungan dengan selain perbuatan mukallaf dianggap bukan
hukum syara. Seperti Khitab Allah yang berkaitan dengan zat atau
sifat Allah.

b. Para ahli ushul fiqh berpendapat bahwa hukum adalah Khitab Allah
atau an-Nushush as-Syariyyah itu sendiri. Sementara para ahli fikih
berpendapat bahwa hukum adalah apa yang dikandung oleh Khitab
Allah atau an-Nushush tersebut.

Seperti : Firman Allah dalm QS. Al-Isra ayat 32;


Menurut ulama ushul fiqh bahwa ayat itu adalah hukum, sementara menurut ulama
fikih bahwa yang hukum itu adalah keharaman zina yang diinformasikan oleh ayat
tersebut.
3. Mahkum Fihi
Mahkum fih adalah perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan hukum syariy.
Seperti; Shalat, puasa, dan zakat.
4. Mahkum Alaihi
Mahkum alaih adalah seorang mukallaf yang perbuatannya berhubungan dengan
hukum syara. Seperti; orang yang sedang mendirikan shalat.
5. Awaridh al-Ahliyah
Yaitu penghalang keahlian seseorang untuk melaksanakan ketentuan syariy,
sehingga seseorang tidak dapat mengerjakan ketentuan atau memperoleh
keringanan.
Penghalang-penghalang yang dibenarkan oleh syara adalah :

a. Penghalang yang dapat menghalangi sama sekali keahlian seseorang.


Seperti; gila, tidur, atau pingsan.

b. Penghalang yang dapat mengurangi keahlian seseorang. Seperti;


kurang akal.

c. Penghalang yang tidak mempengaruhi keahlian seseorang, tidak


menghilangkan dan tidak menguranginya, tetapi dapat merubah
hukumnya. Seperti; tidak tahu atau lupa.

BAB VIII
KAIDAH-KADIAH USHUL FIKIH

A. AMAR DAN NAHI


1. Pengertian Amr

Amr adalah lafaz yang digunakan oleh orang yang lebih tinggi kepada orang yang
lebih rendah derajatnya untuk melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat ditolak.

2. Bentuk-Bentuk Amr
a. Fiil amr, seperti :

b. Fiil mudhari diawali dengan lam amr, seperti :


c. Isim fiil amr, seperti :

d. Masdar pengganti fiil, seperti :

e. Jumlah khabariyah/kalimat berita, seperti :


f. Kata-kata yang mengandung makna perintah, seperti : -

3. Kaidah-kaidah Amr, seperti :

a. Kaidah pertama :


Lafaz amr dapat dimaksudkan bukan wajib, antara sebagai berikut :
1) Nadb/sunnah/anjuran, seperti :
2) Irsyad/bimbingan/memberi petunjuk, seperti :
3) Tahdid/ancaman/hardikan, seperti :
4) Ibahah, seperti :
5) Taskhir/menghina/merendahkan derajat, seperti :
6) Tajiz/menunjukkan kelemahan lawan bicara, seperti :
7) Taswiyah/sama antara dikerjaka atau tidak, seperti :
8) Takzib/mendustakan, seperti :
9) Talhif/membuat sedih, seperti :
10) Doa/permohonan, seperti :

b. Kaidah kedua :

c. Kaidah ketiga :

d. Kaidah keempat :

e. Kaidah kelima :
4. Pengertian Nahi

Nahi adalah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih
tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.
5. Bentuk-bentuk nahi

a. Fiil mudhari yang diawali la nahiyah, seperti;

b. Lafaz-lafaz yang bermakna haram atau perintah meninggalkan suatu


perbuatan, seperti;

6. Kaidah-kaidah Nahi

a. Kaidah pertama :


Shigat nahi selain menunjukkan haram, juga menunjukkan beberapa maksud sesuai
dengan qarinah yang menunjukkannya, antara lain sebagai berikut :
1) Karahah, seperti :
2) Doa, seperti :
3) Irsyad/memberi petunjuk/bimbingan, seperti :

4) Tahqir/menghina, seperti :
5) Bayan al-aqibah, seperti :
6) Tayis/menunjukkan putus asa, seperti :
7) Tahdid, seperti :

b. Kaidah kedua :


Seperti; larangan menyekutukan Allah berarti memerintahkan untuk mentauhidkan
Allah swt.

c. Kaidah ketiga :


Seperti; larangan melaksanakan shalat selama dalam keadaan mabuk.

d. Kaidah keempat :


Seperti; setiap perkara yang dilarang berarti tidak diperintahkan dan batal
hukumnya.
B. AM DAN KHASH
1. Pengertian Am

am adalah lafaz yang mencakup semua bagian-bagian yang terkandung
didalamnya.
2. Macam-macam lafal Am
a. lafaz-lafaz yang mengandung arti umum, seperti : , ,, dan .
b. Lafaz yang berbentuk isim syarat (ada jawaban/balasan), seperti lafaz : ,, dan
.

c. Lafaz yang berbentuk isim istifham, seperti menggunakan lafaz : ,, dan .


d. Lafaz nakirah yang diawali dengan naf, seperti :
e. Lafaz yang berbentuk isim maushul, seperti lafaz : , , ,.
f. Lafaz ( kapan saja), seperti :
g. Lafaz yang berbnetuk tarif idhafah (isim marifah dengan cara idhafah, seperti :
3. Pengertian Khash

Khash adalah sesuatu yang tidak mencapai sekaligus dua atau lebih tanpa batas.
Takhsish adalah mengeluarkan sebagian apa-apa yang termasuk dalam yang umum
itu menurut ukuran ketika tidak terdapat mukhashish.
4. Pembagian Mukhassish (dalil yang mengkhususkan)
a. Mukhashish muttashil
Mukhashish muttashil adalah makna suatu dalil yang berhubungan erat
(bergantung) pada kalimat sebelumnya.
Mukhashish muttashil dibagi menjadi 5 (lima), yaitu :
1) Pengecualian (istinsa)
.....
2) Syarat
......
3) Sifat
......
4) Kesudahan
..... .....
5) Sebagai ganti keseluruhan
.....
b. Mukhashish munfashil
Mukhashish munfasil adalah dalil (makna dalil) yang umum dengan dalil (makna
dalil) yang mengkhususkannya masing-masing berdiri sendiri (terpisah).
Mukhashish munfasil ada 4 (empat) macam, yaitu :
1) Kitab ditakhsish dengan Kitab
Dalil umum;
....
Ditakhsish dengan dalil khusus;
....
2) Kitab ditakhsish dengan sunnah
Dalil umum;
...
Ditakhsish dengan dalil khusus;

3) Sunnah ditakhsish dengan Kitab


Dalil umum;

Ditakhsish dengan dalil khusus;


......
4) Sunnah ditakhsish dengan sunnah
Dalil umum;

Ditakhsish dengan dalil khusus;

C. MUTHLAQ DAN MUQAYYAD

1. Pengertian Muthlaq dan Muqayyad


Muthlaq adalah suatu lafal tertentu yang tidak terikat oleh batasan lafal yang
mengurangi keumumannya.
Contoh : lafal raqabah tersebut adalah mutlak.
Muqayyad adalah suatu lafal tertentu yang dibatasi oleh batasan lafal lain yang
mengurangi keumumannya.
Contoh : lafal raqabah pada ayat tersebut adalah muqayyad karena
dibatasi oleh lafal mukminah.
2. Hukum lafal Muthlaq dan Muqayyad
Selama tidak ada dalil yang membatasinya, nash mutlak harus dipegang sesuai
dengan kemutlakannya, demikian sebaliknya nash muqayyad harus dipegang
sesuai dengan kemuqayyadannya.
Jika dalam suatu nash, khitab bersifat mutlak namun pada nash lain bersifat
muqayyad, maka menurut para ulama ada beberapa kemungkinan;
a. Jika persoalan dan hokum dalam nash itu sama, serta keadaan mutlak dan
muqayyad terdapat pada hokum, maka harus berpegang pada yang muqayyad.
b. Jika persoalan dan hokum kedua nash itu sama serta keadaaan mutlak dan
muqayyad terdapat pada sebab hokum, maka harus berpegang pada yang
muqayyad.
c. Jika persoalannya berbeda dan hukumnya sama, maka menurut jumhur ulama
Syafiiyyah wajib berpegang pada muqayyad.
d. Jika persoalan sama dan hokum berbeda, maka menurut Jumhur Ulama Syafiiyyah
dan Hanafiyah harus berpegang kepada muqayyad. Sementara menurut Ulama
Malikiyah dan Hanabilah harus berpegang pada masing-masing lafal tersebut.

D. MANTHUQ DAN MAFHUM

1. Pengertian Manthuq dan Mafhum



Manthuq adalah Apa yang ditunjukkan oleh lafaz sama maksudnya dengan apa
yang diucapkan.

Mafhum adalah apa yang ditunjukkan oleh lafaz tidak sama maksudnya dengan
apa yang diucapkan.

2. Macam-macam Manthuq

a. Manthuq nas, yaitu lafaz yang diucapkan tidak mungkin ditakwilkan


dengan makna lain.

b. Manthuq zihar, yaitu lafaz yang memungkin dapat ditakwilkan


kepada makna lainnya.

3. Macam-macam Mafhum
a. Mafhum muwafaqah, yaitu hokum yang tersirat sama dengan yang tersurat, seperti;
keharaman minuman keras disamakan dengan keharaman khamr.
Mafhum muwafaqah ada 2 (dua), yaitu;
1) Fahwal khithab, yaitu hokum tersirat lebih utama daripada hokum tersurat.
Seperti; keharaman memukul orang tua lebih utama daripada keharaman
mengatakan ah kepada orang tua.
2) Lahnul khithab, yaitu hokum tersirat sama dengan hokum tersurat.
Seperti; keharaman membakar harta anak yatim sama hukumnya dengan
keharaman memakan harta anak yatim.
b. Mafhum mukhalafah, yaitu yang tersirat berlainan hukumnya dengan yang
tersurat, baik dalam menetapkan maupun meniadakan hokum.
Mafhum mukhalafah terdiri dari;
1) Mafhum sifat
2) Mafhum syarat
3) Mafhum ghayah
4) Mafhum hasyr
5) Mafhum laqab
4. Berhujjah dengan Mafhum
Jumhur ulama membolehkan berhujjah dengan mafhum mukhalafah dengan syarat;
a. Tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.
b. Yang tersurat tidak sebagai penguat keadaan
c. Yang tersurat bukan sesuatu yang lumrah terjadi.

E. MUJMAL DAN MUBAYYAN

1. Pengertian Mujmal dan Mubayyan



Mujmal adalah lafaz yang sighatnya tidak menunjukkan apa yang dimaksud.

Mubayyan adalah lafaz yang sighatnya jelas menunjukkan apa yang dimaksud.
2. Tingkatan Bayan
a. Bayan dengan kata-kata
Seperti;
b. Bayan dengan perbuatan
Seperti;

c. Bayan dengan isyarat


Seperti;
d. Bayan dengan meninggalkan
Seperti;
e. Bayan dengan diam setelah ada pertanyaan
Seperti;

F. MURADIF DAN MUSYTARAK

1. Pengertian Muradif dan Musytarak


Muradif adalah :
Beberapa lafaz yang menunjukkan satu arti
Contohnya; lafaz dan lafaz yang berarti singa.
Musytarak adalah :
Satu lafaz yang menunjukkan dua arti atau lebih
Contoh; lafaz bisa berarti haid dan suci; lafaz bisa berarti hitam dan
putih.
G. ZAHIR DAN TAKWIL
Zahir adalah suatu lafaz yang jelas-jelas menunjukkan kepada suatu arti yang
sebenarnya tanpa memerlukan faktor lain di luar lafaz tersebut.
Contohnya;
Ayat tersebut secara zahir jelas menunjukkan akan halalnya jual beli dan haramnya
berbuat riba.
Takwil adalah mengalihkan lafaz dari makna zahirnya kepada makna yang
memungkinkan baginya berdasarkan dalil baik berupa nas, ijma maupun qiyas.
Contohnya; lafaz makna zahirnya adalah tangan, namun dapat dimungkinkan
berarti kekuasaan.
Syarat-syarat Takwil
1. Takwil harus berdasarkan dalil syara, baik berupa nas, ijma maupun
qiyas

2. Jika dalil tersebut berupa qiyas, maka qiyas tersebut harus qiyas jail
dan bukan qiyas khafi

3. Takwil harus sesuai dengan penggunaan bahasa dan kebiasaan


syariat.

H. NASIKH DAN MANSUKH


Nasakh adalah :
membatalkan pengamalan suatu hukum syara dengan dalil yang dating kemudian

Yang membatalkan disebut Nasikh dan yang dibatalkan hukumnya disebut


Mansukh.
Contohnya;


Sesungguhnya Nabi saw berdiri menghadap ke Baitul Maqdis dalam shalat selama enam
belas bulan, kemudian dinasakh dengan adanya tuntutan menghadap ke Kabah.
Syarat-syarat Nasakh :
1. Yang dinasakh adalah bukan hukum syara yang diwajibkan karena zatnya, seperti
iman, dan bukan hukum syara yang dilarang karena zatnya, seperti kufur.
2. Hukum yang dimansukh harus dating lebih dahulu daripada nasikh, demikian juga
nasikh harus dating kemudian daripada mansukh.
3. Hukum yang mansukh tidak dibatasi oleh waktu tertentu.
BAB IX
USHUL DIQIH DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

A. Pengertian Ushul Fiqh


Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah kulli (umum) yang digunakan untuk
mengistinbathkan hukum syara melalui dalil-dalil yang terperinci.
B. Objek Kajian Ushul Fiqh
Objek kajian Ushul Fiqh adalah dalil-dalil syara yang masih bersifat kulli (umum).
C. Tujuan Mempelajari Ushul Fiqh
Tujuan mempelajari Ushul Fiqh adalah untuk mengetahui kaidah-kaidah yang
bersifat kulli (umum) dan teori-teori yang terkait dengannya untuk diterapkan pada
dalil-dalil tafshili (terperinci) sehingga dapat diistinbathkan hukum syara yang
ditunjukkannya.

D. Perbedaan antara Ushul Fiqh dan Fikih


Ushul Fiqh adalah ilmu yang membicarakan tentang kaidah-kaidah umum yang
digunakan dalam mengistinbathkan hukum syara dengan dalil yang rinci, dan
objeknya kajiannya adalah kaidah-kaidah kulli.
Sedangkan Fikih adalah hukum-hukum syara dari hasil ijtihad para ulama fuqaha
dengan menggunakan metode istinbath hukum, dan objek kajiannya adalah
penerapan kaidah-kaidah yang umum tersebut terhadap ayat-ayat al-Quran dan
hadis Nabi saw.
E. Sejarah dan Perkembangan Ushul Fiqh
Ushul Fiqh sebagai metode istinbath hukum dan sebagai salah satu bidang ilmu,
baru tersusun pada abad ke-2 Hijriah. Namun dalam prakteknya, para fuqaha
mengakui bahwa Ushul Fiqh muncul berbarengan dengan lahirnya Fikih yang
perumusannya dilakukan pada periode sahabat. Diantara para sahabat yang
memiliki kemampuan dan sangat menguasai Ushul Fiqh serta menggunakannya
dalam metode istinbath hukum adalah Umar bin Khaththab, Ibnu Masud dan Ali
bin Abi Thalib.
Pada periode Tabiin (abad I dan II H), penggunaan Ushul Fiqh sebagai metode
istinbath hukum semakin menampakkan eksistensinya seiring dengan semakin
luasnya wilayah Islam yang berimplikasi pada munculnya banyak permasalahan
baru yang membutuhkan jawabannya. Diantara tabiin yang memiliki kemampuan
berijtihad dengan menggunakan metode istinbath hukum (ushul fiqh) adalah Said
ibn al-Musayyab (15 H 94 H) di Madinah, Al-Qamah ibn Qays (w. 62 H) dan
Ibrahim al-Nakhaiy (w. 96 H) di Irak.
Pada abad ke-2 dan ke-3 Hijriah, peranan Ushul Fiqh sebagai metode istinbath
dalam berijtihad semakin eksis. Perkembangan Ushul Fiqh sebagai ilmu
pengetahuan mulai berlangsung pada masa Khalifah Harun al-Rasyid (145 H 193
H) dan Khalifah al-Mamun (170 H 218 H) yang ditandai dengan lahirnya tokoh
Ushul Fiqh yang bernama Muhammad bin Idris al-Syafiiy (pendiri Mazhab Syafiiy
150 H 204 H), beliau berhasil menyusun untuk pertama kalinya dalam sebuah
buku yang berjudul al-Kitab dan kemudian lebih dikenal dengan nama al-
Risalah (sepucuk surat). Kitab al-Risalah ini kemudian menjadi rujukan utama
bagi para ulama fuqaha yang muncul pada abad-abad berikutnya.

F. Aliran-aliran Ushul Fiqh


Dalam sejarah perkembangannya, terdapat 3 (tiga) aliran Ushul Fiqh, yaitu;
1. Aliran Syafiiyah (aliran Mutakallimin ahli kalam). Tokoh pertamanya adalah
Imam Syafiiy. Aliran ini dikenal juga dengan aliran mutakallimin karena dalam
metode pembahasannya didasarkan pada nazari, falsafah, mantiq dan tidak terikat
pada mazhab tertentu, selain itu juga karena kebanyakan dari mereka adalah para
ulama ahli kalam.
Dalam menyusun Ushul Fiqh, aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan
dukungan alasan yang kuat baik dalil naqli (al-Quran dan sunnah) maupun dalil
akli (akal pikiran), dan tidak terikat pada hukum furu.
Kitab-kitab ushul fiqh populer yang disusun mengikuti aliran Syafiiyah ini antara
lain;
a. Al-Mutamad karya Abi Husain Muhammad bin Ali al-Bisri al-Mutazili (w. 463 H)
b. Al-Burhan fi Ushul al-Fiqh karya Abi al-Maaly Abdul Malik bin Abdillah al-
Juwaini al-Naisaburi al-Syafiiy (w. 487 H)
c. Al-Mustashfa min Ilmi Ushul karya Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad
al-Ghazali al-Syafiiy (w. 505 H)
d. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam karya Abu Hasan Ali bin Abi Ali, dikenal dengan
nama Saifuddin al-AMidi al-Syafiiy (w. 631 H).
Aliran ini banyak dipakai oleh kalangan Syafiiyah dan Malikiyah.
2. Aliran Hanafiyah
Aliran ini banyak memperoleh dukungan dari Mazhab Hanafi. Dalam menyusun
Ushul Fiqh-nya lebih banyak mendasarkan pada masalah furuiyah sebagai ciri
khasnya dan untuk memperkuat mazhabnya. Oleh sebab itu, semua kaidah-kaidah
ushul fiqh yang disusunnya dapat diterapkan karena sebelumnya terlebih dahulu
disesuaikan dengan hukum furu yang terdapat dalam mazhab Hanafi.
Kitab-kitab Ushul Fiqh yang disusun berdasarkan aliran Hanafiyah antara lain;
a. Ushul karya Abi al-Hasan al-Karkhi (w.340 H)
b. Ushul al-Jashshash karya Abi Bakar Ahmad Ali al-Jashshash (w. 370 H)
c. Tasis al-Nazhar karya Abi Zaid al-Dabbusi (w. 430 H)
d. Tahmid al-Fushul fi al-Wushul karya Syamsu al-Aimah Muhammad bin Ahmad al-
Sarakhsi (w. 483 H)
e. Al-Manar karya Hafiz al-Din al-Nasafi )w. 790 H)
3. Aliran Mutaakhirin
Aliran ini merupakan hasil gabungan dari aliran Syafiiyah dan aliran Hanafiyah.
Oleh karena itu dalam menyusun ushul fiqhnya, mereka hanya melakukan tahqiq
terhadap kaidah-kaidah ushuliyah yang telah dirumuskan oleh aliran Syafiiyah dan
Hanafiyah, kemudian meletakkan dalil-dalil dan argumentasi untuk mendukung
rumusannya serta menerapkannya pada furu fiqhiyah. Aliran ini muncul setelah
aliran Syafiiyah dan Hanafiyah.
Kitab-kitab ushul fiqh yang disusun berdasarkan aliran mutaakhirin antara lain;
a. Jamu al-Jawami karya Tajuddin Abdul Wahhab bin Ali as-Subki as-Syafiiy (w. 771
H)

b. At-Tahrir karya Kamal bin Hamam Kamaluddin Muhammad bin Abdul Wahid al-
Hanafi (w. 861 H)
c. Irsyadul Fuhul ila Tahqiqil Haq min Ilmil Ushul karya Muhammad bin Ali bin
Muhammad as-Syaukani (w. 1255 H)
d. Ushul al-Fiqh karya Muhammad Khudhari Beik (w. 1345 H)
e. Ilmu Ushul al-Fiqh karya Abdul Wahhab al-Khallaf (w. 1955 M)
f. Ushul al-Fiqh karya Muhammad Abu Zahrah (w. 1974 M)
BAB X
HUKUM WARIS DALAM ISLAM
B. DEFINISI
1. Pengertian
Ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan orang-orang yang berhak menerima harta warisan, orang-orang
yang tidak berhak menerima harta warisan, bagian-bagian yang diterima oleh ahli
waris, serta tata cara pembagian harta warisan.
2. Hukum Mempelajari dan Mengajarkan
Jumhur ulama sepakat bahwa mempelajari dan mengajarkan ilmu waris hukumnya
adalah fardhu kifayah
3. Sebab-sebab Menerima Harta Warisan
a. Hubungan Perkawinan (Mushaharah)
b. Hubungan Nasab (Kekerabatan/al-Qarabah)
c. Al-Wala (Memerdekakan budak)
4. Sebab-sebab Terhalang Menerima Harta Warisan
a. Pembunuhan.
b. Perbedaan Agama
c. Perbudakan.
5. Hak-hak Yang Harus Ditunaikan Sebelum pembagian Harta Warisan
a. Biaya Penyelenggaraan Jenazah
b. Pelunasan Hutang
c. Pelaksanaan Wasiat
C. FURUDHUL MUQADDARAH DAN MACAM-MACAM AHLI WARIS
1. Furudhul Muqaddarah
Yaitu bagian-bagian ahli waris yang besar kecilnya telah ditentukan di dalam Al-
Quran, yakni; 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8, dan 2/3
2. Ahli Waris Nasabiyah
Yaitu ahli waris yang hubungan kekerabatannya dengan al-muwarris dipertalikan
melalui hubungan darah.
Mereka adalah : anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki pancar laki-laki, cucu
perempuan pancar laki-laki, ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki sekandung,
saudara perempuan sekandung, saudara laki-laki seayah, saudara perempuan
seayah, saudara laki-laki seibu, saudara perempuan seibu, anak laki-laki dari
saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, paman
sekandung, paman seayah, anak laki-laki dari paman sekandung, dan anak laki-laki
dari paman seayah.
3. Ahli Waris Sababiyah
Yaitu ahli waris yang hubungan kekerabatannya dengan al-muwarris dipertalikan
melalui hubungan perkawinan dan memerdekakan budak.
Mereka adalah suami dan istri, serta mutiq dan mutiqah.
4. Ahli Waris Ashabul Furudhul Muqaddarah
Yaitu ahli waris yang memperoleh bagian yang telah ditentukan dalam al-Quran.
Mereka adalah :
a. Anak perempuan (1/2, 2/3, Abg)
b. Cucu perempuan pancar laki-laki (1/2, 2/3, 1/6, Abg)
c. Ibu (1/3, 1/6)
d. Ayah (Ashabah, 1/6)
e. Nenek (1/6)
f. Kakek (1/6)
g. Saudara perempuan sekandung (1/2, 2/3, Abg, Amg)
h. Saudara perempuan seayah (1/2, 2/3, 1/6, Abg, Amg)
i. Saudara laki-laki/perempuan seibu (1/6, 1/3)
j. Suami (1/2. 1/4)
k. Istri (1/4, 1/8)
5. Ahli Waris Ashabul Ashabah
Yaitu ahli waris yang memperoleh bagian sisa.
Mereka adalah :
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki pancar laki-laki
c. Ayah
d. Saudara laki-laki sekandung
e. Saudara laki-laki seayah
f. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
g. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
h. Paman sekandung
i. Paman seayah
j. Anak laki-laki dari paman sekandung
k. Anak laki-laki dari paman seayah
6. Macam-macam Ashabah
a. Ashabah bi nafsih, yaitu ahli waris laki-laki yang karena kedudukan dirinya sendiri
tanpa pengaruh orang lain memperoleh bagian sisa. Seperti anak laki-laki dan cucu
laki-laki pancar laki-laki.
b. Ashabah bil ghair, yaitu ahli waris perempuan yang memperoleh bagian sisa karena
adanya ahli waris laki-laki yang setingkat dengannya yang memperoleh bagian sisa.
Seperti; anak perempuan jika bersama anak laki-laki.
c. Ashabah maal ghair, yaitu ahli waris perempuan yang memperoleh bagian sisa
karena adanya ahli waris perempuan lain yang tidak setingkat dengannya yang
memperoleh bagian tertentu.
Seperti; saudara perempuan sekandung jika bersama dengan anak perempuan.
7. Ahli Waris Zawil Arham
Yaitu seluruh kerabat yang tidak memperoleh bagian furudhul muqaddarah dan
bagian ashabah.
Seperti; cucu laki-laki/perempuan dari anak perempuan.
8. Hijab, Hajib dan Mahjub
Hijab adalah keadaan terkuranginya bagian seseorang atau terhalangnya seseorang
untuk memperoleh bagian harta warisan dikarenakan ada ahli waris lain yang lebih
dekat hubungan kekerabatannya dengan al-muwarris.
Ahli waris yang mengurangi bagian ahli waris lainnya atau menghalangi ahli waris
lain dalam penerimaan bagian warisan disebut Hajib, sedangkan ahli waris yang
terkurangi bagiannya atau terhalangi dalam penerimaan bagian warisan disebut
Mahjub.
Terdapat 2 (dua) macam Hajib, yaitu; Hajib Nuqshon dan Hajib Hirman.
Hajib Nuqshon adalah penghalang yang dapat mengurangi bagian yang seharusnya
diterima oleh ahli waris. Seperti; suami yang semula memperoleh bagian
berkurang menjadi bagian jika ada anak atau cucu.
Hajib Hirman adalah penghalang yang menyebabkan ahli waris tidak memperoleh
bagian warisan. Seperti; cucu laki-laki pancar laki-laki tidak memproleh bagian
warisan selama ada anak laki-laki.
D. CARA PERHITUNGAN PEMBAGIAN WARISAN
1. Masalah Adilah
Adilah berarti sesuai, maksudnya adanya kesesuaian antara harta warisan yang
akan dibagikan dengan total jumlah bagian yang diterima oleh ahli waris.
2. Masalah Aul
Aul berarti bertambah atau berlebih, maksudnya total jumlah bagian yang diterima
oleh ahli waris melebihi jumlah harta warisan yang akan dibagikan, sehingga terjadi
kekurangan harta warisan.
3. Masalah Radd
Radd berarti mengembalikan, yaitu mengembalikan sisa harta warisan kepada ahli
waris yang berhak menerimanya. Maksudnya adalah jumlah harta warisan yang
disediakan lebih besar dari total jumlah bagian yang diterima oleh ahli waris,
sehingga terjadi kelebihan harta warisan.
4. Masalah Gharawain
Gharawain berasal dari kata gharr yang bermakna menipu, maksudnya dalam
ilmu waris adalah telah terjadi penipuan terhadap bagian yang diterima oleh ibu,
dimana ibu jika tidak ada anak atau cucu berhak memperoleh bagian 1/3, namun
kenyataannya pada masalah ini ibu hanya memperoleh bagian dan bahkan hanya
memperoleh 1/6 bagian saja. Masalah ini terjadi apabila ahli warisnya terdiri dari;
suami, ibu dan ayah atau istri, ibu dan ayah.

o 5,152,633 hits

Fiqh Jinayat (Pembunuhan- zina- liwath- qazaf- khamr- pencuriAN DSB)


Posted on September 1, 2008 by admin

Bab 1 : Pengertian Jinayat


Jinayah menurut fuqaha ialah perbuatan atau perilaku yang jahat yang dilakukan oleh
seseorang untuk mencerobohi atau mencabul kehormatan jiwa atau tubuh badan
seseorang yang lain dengan sengaja.

Penta`rifan tersebut adalah khusus pada kesalahan-kesalahan bersabit dengan


perlakuan seseorang membunuh atau menghilangkan anggota tubuh badan seseorang
yang lain atau mencederakan atau melukakannya yang wajib di kenakan hukuman qisas
atau diyat.

Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran dan sebagainya adalah
termasuk dalam jinayah yang umum yang tertakluk di bawahnya semua kesalahan yang
wajib dikenakan hukuman hudud, qisas, diyat atau ta`zir.

Faedah dan manafaat daripada Pengajaran Jinayat :-

1) Menjaga keselamatan nyawa daripada berlaku berbunuhan sesama sendiri dan


sebagainya

2) Menjaga keamanan maruah di dalam masyarakat daripada segala fitrah tuduh-


menuduh.

3) Menjaga keamanan maruah di dalam harta benda dan nyawa daripada kecurian,
ragut dan lain-lain.

4) Berhubung dengan keamanan negara dan menyelenggarakan keselamatan diri.

5) Perkara yang berhubung di antara orang-orang Islam dengan orang-orang kafir di


dalam negara Islam Pembunuhan

Bab 2 : Bentuk Hukuman Yang Dikenakan Ke Atas Penjenayah

Mengikut peruntukan hukum syara` yang disebutkan di dalam Al-Quran dan Al-Hadith
dan yang dikuatkuasakan dalam undang-undang jinayah syar`iyyah, penjenayah-
penjenayah yang didakwa di bawah kes jinayah syar`iyyah apabila sabit kesalahannya di
dalam mahkamah wajib dikenakan hukuman hudud, qisas, diyat atau ta`zir.

Hukuman-hukuman ini adalah tertakluk kepada kesalahan-kesalahan yang dilakukan


oleh penjenayah-penjenayah tersebut.

1. Hukuman Hudud

Hukuman hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di dalam
Al-Quran dan Al-Hadith. Hukuman hudud ini adalah hak Allah yang bukan sahaja tidak
boleh ditukar ganti hukumannya atau diubahsuai atau dipinda malah tidak boleh
dimaafkan oleh sesiapapun di dunia ini. Mereka yang melanggar ketetapan hukum Allah
yang telah ditentukan oleh Allah dan RasulNya adalah termasuk dalam golongan orang
yang zalim. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:

Dan sesiapa yang melanggar aturan-aturan hukum Allah maka mereka itulah orang-
orang yang zalim. (Surah Al-Baqarah, 2:229).

Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud ialah:

a) Berzina, iaitu melakukan persetubuhan tanpa nikah yang sah mengikut hukum
syara`.
b) Menuduh orang berzina (qazaf), iaitu membuat tuduhan zina ke atas orang yang baik
lagi suci atau menafikan keturunannya dan tuduhannya tidak dapat dibuktikan dengan
empat orang saksi.

c) Minum arak atau minuman yang memabukkan sama ada sedikit atau banyak, mabuk
ataupun tidak.

d) Mencuri, iaitu memindahkan secara sembunyi harta alih dari jagaan atau milik
tuannya tanpa persetujuan tuannya dengan niat untuk menghilangkan harta itu dari
jagaan atau milik tuannya.

e) Murtad, iaitu orang yang keluar dari agama Islam, sama ada dengan perbuatan atau
dengan perkataan, atau dengan i`tiqad kepercayaan.

f) Merompak (hirabah), iiatu keluar seorang atau sekumpulan yang bertujuan untuk
mengambil harta atau membunuh atau menakutkan dengan cara kekerasan.

g) Penderhaka (bughat), iaitu segolongan umat Islam yang melawan atau menderhaka
kepada pemerintah yang menjalankan syari`at Islam dan hukum-hukum Islam.

2. Hukuman Qisas

Hukuman qisas adalah sama seperti hukuman hudud juga, iaitu hukuman yang telah
ditentukan oleh Allah di dalam Al-Quran dan Al-Hadith. Hukuman qisas ialah kesalahan
yang dikenakan hukuman balas.

Membunuh dibalas dengan bunuh (nyawa dibalas dengan nyawa), melukakan dibalas
dengan melukakan, mencederakan dibalas dengan mencederakan.

Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman qisas ialah:

a) Membunuh orang lain dengan sengaja.

b) Menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain dengan
sengaja.

c) Melukakan orang lain dengan sengaja. Hukuman membunuh orang lain dengan
sengaja wajib dikenakan hukuman qisas ke atas si pembunuh dengan dibalas bunuh.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kamu menjalankan hukuman qisas


(balasan yang seimbang) dalam perkara orang-orang yang mati dibunuh. (Surah Al-
Baqarah, 2:178)

Hukuman menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain atau
melukakannya wajib dibalas dengan hukuman qisas mengikut kadar kecederaan atau
luka seseorang itu juga mengikut jenis anggota yang dicederakan dan dilukakan tadi.

Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:

Dan Kami telah tetapkan atas mereka di dalam kitab Taurat itu, bahawasanya jiwa
dibalas dengan jiwa, dan mata dibalas dengan mata, dan hidung dibalas dengan hidung,
dan telinga dibalas dengan telinga, dan gigi dibalas dengan gigi, dan luka-luka juga
hendaklah dibalas (seimbang). Tetapi sesiapa yang melepaskan hak membalasnya,
maka menjadilah ia penebus dosa baginya. Dan sesiapa yang tidak menghukum dengan
apa yang telah diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
(Surah Al-Maidah: 45)

3. Hukuman Diyat

Hukuman diyat ialah harta yang wajib dibayar dan diberikan oleh penjenayah kepada
wali atau waris mangsanya sebagai gantirugi disebabkan jenayah yang dilakukan oleh
penjenayah ke atas mangsanya. Hukuman diyat adalah hukuman kesalahan-kesalahan
yang sehubungan dengan kesalahan qisas dan ia sebagai gantirugi di atas kesalahan-
kesalahan yang melibatkan kecederaan anggota badan atau melukakannya.

Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman diyat ialah:

a) Pembunuhan yang serupa sengaja.

b) Pembunuhan yang tersalah (tidak sengaja).

c) Pembunuhan yang sengaja yang dimaafkan oleh wali atau waris orang yang dibunuh.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:

Maka sesiapa (pembunuh) yang dapat sebahagian keampunan dari saudaranya (pihak
yang terbunuh) maka hendaklah (orang yang mengampunkan itu) mengikut cara yang
baik (dalam menuntut ganti nyawa), dan si pembunuh pula hendaklah menunaikan
(bayaran ganti nyawa itu) dengan sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu serta satu rahmat kemudahan. Sesudah itu sesiapa yang
melampaui batas (untuk membalas dendam pula) maka baginya azab siksa yang tidak
terperi sakitnya. (Surah Al-Baqarah, 2:178)

4. Hukuman Ta`zir

Hukuman ta`zir ialah kesalahan-kesalahan yang hukumannya merupakan dera, iaitu


penjenayah-penjenayah tidak dijatuhkan hukuman hudud atau qisas. Hukuman ta`zir
adalah hukuman yang tidak ditentukan kadar atau bentuk hukuman itu di dalam Al-
Quran dan Al-Hadith.

Hukuman ta`zir adalah dera ke atas penjenayah-penjenayah yang telah sabit


kesalahannya dalam mahkamah dan hukumannya tidak dikenakan hukuman hudud atau
qisas kerana kesalahan yang dilakukan itu tidak termasuk di bawah kes yang
membolehkannya dijatuhkan hukuman hudud atau qisas.

Jenis, kadar dan bentuk hukuman ta`zir itu adalah terserah kepada kearifan hakim
untuk menentukan dan memilih hukuman yang patut dikenakan ke atas penjenayah-
penjenayah itu kerana hukuman ta`zir itu adalah bertujuan untuk menghalang
penjenayah-penjenayah mengulangi kembali kejahatan yang mereka lakukan tadi dan
bukan untuk menyiksa mereka.

Bab 3 : Tujuan Hukuman Hudud, Qisas, Diyat dan Tazir

Hukuman hudud, qisas, diyat dan ta`zir diperuntukkan dalam qanun jinayah syar`iyyah
adalah bertujuan untuk menjaga prinsip perundangan Islam yang tertakluk di bawahnya
lima perkara:

1. Menjaga agama, iaitu menjaga aqidah orang-orang Islam supaya tidak terpesong dari
aqidah yang sebenar dan tidak menjadi murtad. Orang yang murtad akan disuruh
bertaubat terlebih dahulu dan sekiranya dia enggan bertaubat maka hukuman bunuh
akan dikenakan ke atas mereka. Sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud:

Sesiapa yang menukar agamanya (murtad), maka bunuhlah dia. (Riwayat Bukhari)

2. Menjaga nyawa, iaitu menjaga jiwa seseorang dari dibunuh termasuklah menjaga
anggota tubuh badan seseorang dari dicederakan atu dirosakkan. Sesiapa yang
membunuh manusia atau mencederakan anggota tubuh badan mereka itu dengan
sengaja wajib dijatuhkan hukuman qisas atau diyat sebagaimana firman Allah s.w.t.
yang bermaksud:

Dan di dalam hukum qisas itu ada jaminan hidup bagi kamu, wahai orang-orang yang
berakal fikiran supaya kamu bertaqwa. (Surah Al-Baqarah, 2:179)

3. Menjaga akal fikiran, iaitu memelihara akal fikiran manusia dari kerosakan disebabkan
minum arak atau minuman-minuman yang memabukkan. Mereka yang meminum arak
wajib dijatuhkan hukuman sebat tidak lebih dari lapan puluh kali sebat sebagaimana
yang telah diriwayatkan oleh Saiyidina Ali di dalam sebuah hadith yang bermaksud:

Rasulullah s.a.w. telah menyebat orang yang minum arak sebanyak empat puluh kali
sebat, dan Saiyidina Abu Bakar telah menyebat empat puluh kali sebat juga, dan
Saiyidina Umar menyebat sebanyak lapan puluh kali .

4. Menjaga keturunan, iaitu memelihara manusia dari melakukan perzinaan supaya


nasab keturunan, perwalian dan pewarisan anak-anak yang lahir hasil dari persetubuhan
haram itu tidak rosak. Orang yang melakukan perzinaan wajib dijatuhkan hukum sebat
dan rejam sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. dalam hadithnya yang diriwayatkan
daripada `Ubadah bin As-Somit r.a. yang bermaksud:

Ambillah peraturan daripada aku, ambillah peraturan daripada aku. Sesungguhnya


Allah telah memberi jalan untuk mereka. Perawan dengan jejaka yang berzina
hukumannya disebat sebanyak seratus kali sebat, dan dibuang negeri selama setahun.
Dan janda dengan janda yang berzina hukumannya disebat sebanyak seratus kali sebat
dan direjam. (Riwayat Muslim dan Abu Daud)

5. Menjaga harta benda, iaitu memelihara harta benda manusia dari dicuri dan dirompak
dengan menjatuhkan hukuman potong tangan ke atas pencuri, dan menjatuhkan
hukuman mati atau potong tangan dan kaki kedua-duanya sekali atau dibuang negeri ke
atas perompak. Hukuman ini tertakluk kepada cara rompakan itu dilakukan
sebagaimana firman Allah s.w.t. yang bermaksud:

Dan orang lelaki yang mencuri dan perempuan yang mencuri maka (hukumannya)
potonglah tangan mereka sebagai satu balasan dengan sebab apa yang mereka telah
usahakan, (juga sebagai) suatu hukuman pencegah dari Allah. Dan (ingatlah) Allah
maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Surah Al-Maidah: 38)

Firman Allah s.w.t. lagi yang bermaksud:

Sesungguhnya balasan orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya serta


melakukan bencana kerosakan di muka bumi (melakukan keganasan merampas dan
membunuh orang di jalan ) ialah dengan balasan bunuh (kalau mereka membunuh
sahaja dengan tidak merampas), atau dipalang (kalau mereka membunuh dan
merampas), atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan berselang (kalau mereka
merampas sahaja, atau dibuang negeri (kalau mereka hanya mengganggu
ketenteraman awam). Hukuman yang demikian itu adalah suatu kehinaan di dunia bagi
mereka, dan di akhirat kelak mereka beroleh azab siksa yang amat besar. (Surah Al-
Maidah: 33)

Bab 5 : Zina

Ialah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang lelaki dengan seorang perempuan
tanpa nikah yang sah mengikut hukum syarak (bukan pasangan suami isteri) dan
kedua-duanya orang yang mukallaf, dan persetubuhan itu tidak termasuk dalam takrif
(persetubuhan yang meragukan).

Jika seorang lelaki melakukan persetubuhan dengan seorang perempuan, dan lelaki itu
menyangka bahawa perempuan yang disetubuhinya itu ialah isterinya, sedangkan
perempuan itu bukan isterinya atau lelaki tadi menyangka bahawa perkahwinannya
dengan perempuan yang disetubuhinya itu sah mengikut hukum syarak, sedangkan
sebenarnya perkahwinan mereka itu tidak sah, maka dalam kes ini kedua-dua orang itu
tidak boleh didakwa dibawah kes zina dan tidak boleh dikenakan hukuman hudud,
kerana persetubuhan mereka itu adalah termasuk dalam wati subhah iaitu
persetubuhan yang meragukan.

Mengikut peruntukan hukuman syarak yang disebutkan di dalam Al-Quran dan Al-Hadith
yang dikuatkuasakan dalam undang-undang Qanun Jinayah Syariyyah bahawa orang
yang melakukan perzinaan itu apabila sabit kesalahan di dalam mahkamah wajib
dikenakan hukuman hudud, iaitu disebat sebanyak 100 kali sebat. Sebagaimana Firman
Allah Subhanahu Wa Taala yang bermaksud :

Perempuan yang berzina dan lelaki yang berzina, hendaklah kamu sebat tiap-tiap
seorang dari kedua-duanya 100 kali sebat, dan janganlah kamu dipengaruhi oleh
perasaan belas kasihan terhadap keduanya dalam menjalankan hukum Agama Allah,
jika benar kamu beriman kepada Allah dan hari Akhirat, dan hendaklah disaksikan
hukuman siksa yang dikenakan kepada mereka itu oleh sekumpulan dari orang-orang
yang beriman. (Surah An- Nur ayat 2)

ZINA TERBAHAGI KEPADA DUA :

1. ZINA MUHSAN
2. ZINA BUKAN MUHSAN

ZINA MUHSAN

Iaitu lelaki atau perempuan yang telah pernah melakukan persetubuhan yang halal
(sudah pernah berkahwin)

ZINA BUKAN MUHSAN

Iaitu lelaki atau perempuan yang belum pernah melakukan persetubuhan yang halal
(belum pernah berkahwin).

Perzinaan yang boleh dituduh dan didakwa dibawah kesalahan Zina Muhsan ialah lelaki
atau perempuan yang telah baligh, berakal, merdeka dan telah pernah berkahwin, iaitu
telah merasai kenikmatan persetubuhan secara halal.

Penzinaan yang tidak cukup syarat-syarat yang disebutkan bagi perkara diatas tidak
boleh dituduh dan didakwa dibawah kesalahan zina muhsan, tetapi mereka itu boleh
dituduh dan didakwa dibawah kesalahan zina bukan muhsan mengikut syarat-syarat
yang dikehendaki oleh hukum syarak.
HUKUMAN YANG DIKENAKAN KEATAS ORANG YANG ZINA MUHSAN DAN BUKAN
MUHSAN

Seseorang yang melakukan zina Muhsan, sama ada lelaki atau perempuan wajib
dikenakan keatas mereka hukuman had (rejam) iaitu dibaling dengan batu yang
sederhana besarnya hingga mati. Sebagaimana yang dinyatakan di dalam kitab Ianah
Al- Thalibin juzuk 2 muka surat 146 yang bermaksud :

Lelaki atau perempuan yang melakukan zina muhsan wajib dikenakan keatas mereka
had (rejam), iaitu dibaling dengan batu yang sederhana besarnya sehingga mati.

Seseorang yang melakukan zina bukan muhsan sama ada lelaki atau perempuan wajib
dikenakan ke atas mereka hukuman sebat 100 kali sebat dan buang negeri selama
setahun sebagaimana terdapat di dalam kitab Kifayatul Ahyar juzuk 2 muka surat 178
yang bermaksud :

Lelaki atau perempuan yang melakukan zina bukan muhsin wajib dikenakan keatas
mereka sebat 100 kali sebat dan buang negeri selama setahun.

PEREMPUAN YANG DI ROGOL DAN DI PERKOSA

Perempuan-perempuan yang dirogol atau diperkosa oleh lelaki yang melakukan perzinaan
dan telah disabit dengan bukti bukti yang diperlukan oleh syarak dan tidak menimbulkan
sebarang keraguan dipihak hakim bahawa perempuan itu dirogol dan diperkosa, maka dalam
kes ini perempuan itu tidak boleh dijatuhkan dan dikenakan hukuman hudud,dan ia tidak
berdosa dengan sebab perzinaan itu.

Lelaki yang merogol atau memperkosa perempuan melakukan perzinaan dan telah sabit
kesalahannya dengan bukti bukti dan keterangan yang dikehendaki oleh syarak tanpa
sebarang keraguan dipihak hakim, maka hakim hendaklah menjatuhkan hukuman hudud
keatas lelaki yang merogol perempuan itu, iaitu wajib dijatuhkan dan dikenakan ke atas
lelaki itu hukuman rejam dan sebat.

Perempuan-perempuan yang telah disabitkan oleh hakim bahawa ia adalah dirogol dan
diperkosa oleh lelaki melakukan perzinaan, maka hakim hendaklah membebaskan perempuan
itu dari hukuman hudud (tidak boleh direjam dan disebat) dan Allah mengampunkan dosa
perempuan itu di atas perzinaan secara paksa itu.

Bab 6: Liwat

Liwat ialah melakukan persetubuhan di dubur, sama ada dubur lelaki atau dubur
perempuan walaupun dubur isterinya sendiri.

Melakukan persetubuhan didubur hukumnya adalah haram dan sama seperti bersetubuh
difaraj perempuan yang bukan isterinya, dan juga sama hukumannya dengan berzina.
Mereka yang melakukan liwat, wajib dikenakan hukuman hudud, iaitu direjam sehingga
mati, jika orang yang berliwat itu muhsin. Dan dikenakan hukuman sebat 100 kali sebat
dan buang negeri selama setahun, jika berliwat dengan bukan muhsin.

(Kifayatul Ahyar juzuk 2 muka surat 111-112)

MUSAHAQAH (LESBIAN)
Melakukan sesuatu perbuatan untuk memuaskan nafsu seks diantara perempuan dengan
perempuan dengan mengeselkan faraj dengan faraj mereka berdua hingga
mendatangkan berahi dan merasa kelazatan dengan sebab pergeselan faraj diantara
kedua-dua orang perempuan itu.

Musahaqah adalah suatu perbuatan yang haram dan wajib dikenakan hukuman takzir,
dimana kesalahan musahaqah itu boleh disabitkan dengan bukti-bukti yang dikehendaki
untuk mensabitkan kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman takzir. Dan
kesalahan liwat hendaklah disabitkan kesalahan itu dengan bukti bukti sebagaimana
yang dikehendaki oleh syarak untuk membuktikan zina.

MENDATANGI BINATANG

Seseorang yang mendatangi binatang tidak boleh diistilahkan sebagai orang yang
berzina. Perbuatan mereka itu boleh diistilahkan suatu perbuatan yang haram dan keji
yang wajib dijatuhkan hukuman takzir.

BERSETUBUH DENGAN ORANG YANG TELAH MATI

Lelaki yang mensetubuhi perempuan yang telah mati yang bukan isterinya tidak boleh
diistilahkan melakukan perzinaan, tetapi lelaki itu wajib dikenakan hukuman takzir.
Begitu juga perempuan yang memasukkan zakar lelaki yang telah mati yang bukan
suaminya ke dalam farajnya tidak boleh juga dikira sebagai berzina, tetapi perempuan
itu wajib juga dikenakan hukuman takzir.

Oleh itu bagi perkara tersebut diatas lelaki dan perempuan itu tadi wajib dikenakan
hukuman takzir sahaja dan tidak boleh dikenakan hukuman hudud.

BUKTI-BUKTI UNTUK MENSABITKAN KESALAHAN ZINA

Untuk mensabitkan seseorang itu bersalah dalam kes zina yang wajib dikenakan
hukuman hudud mestilah dibuktikan dengan salah satu perkara-perkara berikut:-

i) Perzinaan itu mestilah disaksikan oleh empat orang saksi lelaki. Sebagaimana Firman
Allah Taala yang bermaksud:

Dan sesiapa yang melakukan perbuatan keji (zina) diantara perempuan-perempuan kamu
maka carilah empat orang lelaki diantara kamu menjadi saksi terhadap perbuatan-perbuatan
mereka.
( Surah An-Nisaa Ayat 15)

ii) Ikrar (pengakuan) daripada orang yang melakukan zina. Ikrar ini hendaklah dibuat
dihadapan imam atau wakilnya seperti hakim atau kadhi.

iii) Qarinah, iaitu perkara-perkara yang menunjukkan berlaku perzinaan, misalnya hamil
bagi perempuan-perempuan yang tidak bersuami, atau tidak diketahui perempuan itu
ada suami.

KELAYAKAN SAKSI SAKSI DALAM KES ZINA

Saksi-saksi yang layak untuk menjadi saksi dalam kes kesalahan berzina yang boleh
diterima penyaksiannya ialah mereka yang memenuhi syarat-syarat berikut:-
1. 4 orang lelaki
2. Baligh, telah dewasa mengikut syarat-syarat yang ditentukan oleh syarak.
3. Berakal
4. Orang yang adil, iaitu tidak melakukan dosa besar dan dosa dosa kecil.
5. Orang Islam
6. Saksi-saksi itu kesemuanya mestilah benar-benar melihat dengan matanya sendiri
masuk kemaluan lelaki itu kedalam kemaluan perempuan itu seperti keris masuk
kedalam sarungnya.
7. Keterangan saksi-saksi itu mestilah jelas, iaitu menerangkan secara hakiki masuk
zakar lelaki itu ke dalam lubang faraj perempuan itu sebagaimana yang berlaku bukan
secara kiasan.
8. Saksi-saksi itu mestilah melihat sendiri perzinaan itu dilakukan dalam satu tempat
yang tertentu dan dalam satu masa yang sama (tidak berlainan tempat dan masa).

( Rujukan Kitab Kitab Mathlaal Badraian


Syeikh Muhammad Daud Al-Fathani )

Bab 7: Qazaf

PENGERTIAN QAZAF

Pengertiannya ialah melimparkan tuduhan zina kepada orang yang baik lagi suci atau
menafikan keturunanya.

PEMBAHAGIAN QAZAF

1.) Qazaf yang pesalah-pesalahnya boleh dikenakan hukuman hudud, seperti seseorang
menuduh seseorang yang baik lagi suci berzina tanpa mengemukakan empat saksi lelaki
yang adil.

2.) Qazaf yang pesalah-pesalahnya boleh dikenakan hukuman takzir seperti seseorang
menuduh seseorang yang lain kufur, mencuri, minum arakatau murtad dan sebagainya,
termasuk mencaci, memaki dan lain-lainnya yang boleh menjatuhkah marwah seseorang dan
menghinanya.

Menuduh seseorang yang baik lagi suci berzina tanpa mengemukakan empat orang saksi
lelaki yang adil hukumnya adalahharam dan termasuk dalam dosa besardan wajib
dikenakan hukuman had Qazaf (sebat) sebanyak 80 kali sebat, dan tidak boleh diterima
penyaksiannya selama-lamanya kerana dia adalah orang fasiq. Sebagaimana Firman
Allah Taala yang bermaksud:

Dan orang-orang yang melemparkan tuduhan zina kepada perempuan-perempuan yang


terpelihara kehormatannya, kemudian mereka tidak membawa empat orang saksi. Maka
sebatlah mereka 80 kali sebat, dan janganlah kamu terima persaksian mereka itu
selama-lamanya kerana mereka itu adalah orang yang fasiq.
(Surah An- Nur ayat 4)

PENUDUH YANG BOLEH DIKENAKAN HUKUMAN QAZAF

1. Berakal
2. Baligh
3. Kemahuan sendiri tidak dipaksa
4. Mengetahui haramnya Qazaf
5. Bukan ibu bapa dan datuk ke atas kepada orang yang dituduh.
Jika orang yang menuduh itu gila atau kanak-kanak yang belum baligh, tidak boleh
dikenakan hukuman had Qazaf keatas mereka. Ini sebagaimana berdasarkan kepada
hadith Rasulullah s.a.w. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang bermaksud:

Allah tidak akan menyiksa tiga golongan manusia, iaitu kanak-kanak sehingga ia baligh,
orang yang tidur sehingga ia bangun dari tidurnya dan orang yang gila sehingga ia
sembuh dari gilanya.
(Riwayat Bukhari Fi Muslim)

CARA-CARA MELAKUKAN QAZAF

Dalam Qanun Jenayah Sayriyyah cara melakukan Qazaf terdapat tiga cara:

i) Tuduhan yang dibuat secara sarih (terang dan jelas), iaitu tuduhan yang
menggunakan perkataan-perkataan yang jelas dan tepat yang tidak boleh ditafsirkan
kepada maksud yang lain selain daripada zina dan penafian nasab (keturunan)

ii) Tuduhan yang dibuat secara kinayah (kiyasan), iaitu tuduhan yang menggunakan
perkataan yang tidak jelas dan tidak tepat yang boleh membawa erti zina atau selainnya.

iii) Tuduhan yang dibuat secara taridh (sindiran), iaitu tuduhan yang menggunakan perkataan
yang tidak jelas dan tidak tepat juga yang boleh memberi pengertian yang lain daripadazina
sebagaimana dilakukan dalam perkataan kinayah.

BUKTI-BUKTI YANG MENSABITKAN KESALAHAN QAZAF

Kesalahan Qazaf boleh disabitkan dengan salah satu dari bukti bukti yang berikut:-

1. Syahadah (penyaksian)
2. Ikrar (pengakuan)
3. Yamin (sumpah)

Bab 8 : Minum Arak (Khamar)

PENGERTIAN ARAK

Arak ialah minuman yang memabukkan. Dalam bahasa Arab dinamakan khamar, berasal
dari kata khamara ertinya menutupi. Seseorang yang minum arak atau khamar,
biasanya ia mabuk, hilang akal fikirannya tertutup jalan kebenaran, dan ia lupakan
dirinya dan lupakan Allah.

Minum arak hukumnya adalah haram, sama ada sedikit atau banyak, hukum mabuk
atau pun tidak, kecuali ketika darurat, dan arak itu adalah najis ainnya. Firman Allah
yang bermaksud :

Wahai orang-orang yang beriman bahawa sesungguhnya arak dan judi, dan pemujaan
berhala dan mengundi nasib dengan batang-batang anak panah, adalah semata-mata
kotor (najis / keji) dari perbuatan syaitan. Oleh itu hendaklah kamu menjauhinya
supaya kamu berjaya.

(Surah Al- Maidah ayat 90)

HUKUM ORANG YANG MINUM ARAK


Dalam Qanun jenayah syariyyah, seseorang yang telah sabit kesalahan minum arak
atau sebarang minuman yang memabukkan, sama ada dia mabuk atai tidak, wajib
dikenakan hukuman sebat tidak lebih dari 80 kali sebat dan tidak tidak kurang dari 40
kali sebat. Hukuman ini adalah berdalilkan hadith Rasulullah s.a.w yang diriwayatkan
daripada Ali bin Abi Thalib r.a yang bermaksud:

Rasulullah s.a.w telah menyebat orang yang minum arak sebanyak 40 kali sebat, dan
Saidina Abu Bakar telah menyebat sebanyak 40 kali sebat juga, dan Saidina Umar
menyebat sebanyak 80 kali sebat. Semuanya adalah sunnah Rasulaullah s.a.w. dan
inilah yang paling akau suka.

KESABITAN KESALAHAN MINUM ARAK(KHAMAR)

Untuk mensabitkan kesalahan seseorang minum arak (khamar) adalah tertakluk


dibawah tiga sebab:

i) Minuman yang diminum itu ialah khamar, iaitu minuman yang memabukkan dan yang
menghilangkan akal fikiran manusia

ii) Orang yang meminum minuman itu mengetahui bahawa minuman yang diminum tadi
memabukkan dan menutup akal fikiran.

iii) Sengaja melakukan kesalahan meminum minuman yang memabukkan.

Seseorang yang meminum minuman yang boleh memabukkan, dan ia tidak tahu bahawa
dengan meminum minuman itu ia akan menjadi mabuk tidak boleh dikenakan hukuman
had keatas orang yang meminum minuman itu, sekalipun dengan sebab meminum tadi
ia menjadi mabuk.

PEMINUM ARAK YANG BOLEH DIKENAKAN HUKUM HADD

Orang yang melakukan kesalahan minum arak (khamar) yang wajib dikenakan hukuman
hadd adalah tertakluk dibawah syarat-syarat berikut:

i) Baligh
ii) Berakal
iii) Kemahuan sendiri tanpa dipaksa oleh sesiapa
iv) Minuman itu masuk kedalam rongga melalui mulut

Kanak kanak yang belum baligh atau orang yang gila yang minum arak (khamar) tidak
boleh dikenakan hukuman hadd ke atas mereka, kerana perbuatan mereka itu tidak
boleh dianggap sebagai perbuatan jenayah syariyyah yang boleh dikenakan hukuman
hadd. Ini adalah berdalilkan hadith Rasulullah s.a.w. yang bermaksud:-

Allah tidak akan menyiksa tiga golongan manusia, iaitu kanak-kanak sehingga ia baligh,
orang yang tidur sehingga ia bangun dari tidurnya, dan orang yang gila sehingga ia
sembuh dari gila.

(Riwayat Bukhari dalam Sahih)

BUKTI-BUKTI YANG MENSABITKAN KESALAHAN MINUM ARAK (KHAMAR)


Bukti bukti yang mensabitkan kesalahan seseorang itu minum arak (khamar) yang
boleh dikenakan hukuman hadd adalah sebagaimana berikut:-

1) Syahadah (kesaksian)
2) Ikrar (pengakuan)

Kesalahan minum arak (khamar) boleh dibuktikan dengan keterangan lisan yang diberi
oleh dua orang saksi atau dengan ikrar (pengakuan) yang dibuat oleh oarang yang
dituduh itu dengan kerelaan dirinya sendiri tanpa paksaan dari mana-mana pihak.

Saksi-saksi dari pihak pendakwa atau penuduh mestilah terdiri dari dua orang lelaki
yang mempunyai syarat-syarat yang cukup. Jika saksi-saksi itu semuanya terdiri dari
orang-orang perempuan atau seorang lelaki berserta dengan beberapa orang
perempuan, maka kesaksian mereka itu tidak boleh diterima dan tidak boleh disabitkan
kesalahan orang yang dituduh tadi, kerana kesaksian mereka itu boleh mendatangkan
keraguan.

Bab 9 : Mencuri (Sariqah)

PENCURI

Pencuri ialah mengambil harta orang lain dengan cara bersembunyi dan diambil daripada
tempat pertaruhan (tempat yang layak untuk menyimpan harta itu). Mencuri itu adalah
salah satu daripada dosa-dosa besar dan mewajibkan potong tangan ke atas si pencuri
itu.
Sebagaimana dengan firman Allah yang bermaksud:

Pencuri lelaki dan pencuri perempuan hendaklah kamu potong tangannya sebagai
balasan pekerjaan, dari siksaan daripada Allah, Allah maha perkasa lagi maha bijaksana

(Surah Al- Maidah ayat 38)

Sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud:

Tidak dipotong tangan seseorang pencuri itu kecuali seperempat dinar atau lebih
daripada nilai wang mas

(Riwayat Bukhari Muslim)

CIRI CIRI PERBUATAN MENCURI

1. Memindahkan secara bersembunyi harta alih dari jangkaan atau milikan tuannya.
2. Pemindahan harta itu tanpa persetujuan tuannya.
3. Pemindahan harta itu dengan niat untuk menghilangkan harta tadi dari jangkaan atau
milik tuannya.

HUKUMAN HUDUD YANG WAJIB DIKENAKAN KEATAS PENCURI

1) Mengikut peruntukkan hukum syarak yang dikuatkuasakan dalam Qanun jenayah


syariyyah, orang yang boleh didakwa dibawah kesalahan kes sariqah (mencuri) dan
wajib dikenakan hukuman hudud ialah:-

i) Orang yang berakal


ii) Orang yang baligh
iii) Dengan kemahuan sendiri
2) Pencuri yang gila atau kanak-kanak atau orang yang kurang akalnya (tidak siuman)
tidak wajib dikenakan hukuman hudud, sekalipun mereka itu mengambil harta atau
barangan orang itu secara bersembunyi dengan tujuan untuk memiliki harta atau
barangan itu. Sebagaiman Hadirh Rasulullah s.a.w. yang bermaksud:-

Allah tidak akan menyiksa tiga golongan manusia iaitu orang yang tidur hingga ia
bangun dari tidurnya, kanak-kanak hingga ia baligh dan orang gila hingga ia berakal
(siuman)

(Riwayat Ahmad, Ashabi, Sunan dan Hakam)

3) Orang yang dipaksa mencuri dengan cara kekerasan, misalnya orang yang diancam
dan diugut akan dibunuh jika tidak mahu mencuri. Sebagaimana hujjah Hadith
Rasulullah s.a.w yang bermaksud:

Sesungguhnya Allah menghapuskan dosa umatku yang tersalah, terlupa dan dosa
mereka yang dipaksa melakukan sesuatu kesalahan.

(Riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi dan Lain daripada keduanya)

4) Orang yang terpaksa mencuri disebabkan tersangat lapar (kebuluran) atau terlalu
dahaga yang boleh membawa kepada maut tidak boleh juga dikenakan hukuman hudud,
kerana mereka yang dalam keadaan tersebut adalah termasuk dalam darurat yang
diharuskan oleh syarak melakukan perkara yang dilarang. Kes ini adalah merujuk
kepada Kaedah Fiqhiyyah yang bermaksud :

Darurat (dalam keadaan yang memaksa) diharuskan melakukan perkara yang


dilarang.

(Al- Ashbah dan An Nazhair)

Dalam perkara (3) dan (4) mereka itu terlepas dari hukuman hudud, tetapi hakim boleh
mengenakan hukuman takzir keatas pencuri itu mengikut kearifan dan
kebijaksanaannya.

PENCURI YANG TIDAK BOLEH DIKENAKAN HUKUMAN KESALAHAN SARIQAH

Pencuri yang tidak boleh dikenakan hukuman kesalahan sariqah ialah :-

1) Pencurian yang dilakukan secara khianat, iaitu orang yang mengambil harta atau
barangan yang diamanahkan kepadanya. Mereka yang melakukan kesalahan tersebut
tidak boleh didakwa dibawah kes sariqah (mencuri) dan tidak boleh dikenakan hukuman
hudud, tetapi mereka itu hendaklah didakwa di bawah kes kesalahan pecah amanah
yang wajib dikenakan hukuman takzir.

2) Orang yang mengambil harta atau barangan orang lain dengan cara paksaan dan kekerasan.

3) Orang yang menyambar barangan orang lain sambil lalu, iaitu semasa berjalan atau atas
kenderaan,termasuk juga penyelok saku.

4) Pencurian berlaku dimedan peperangan.

5) Mengambil buah yang tergantung di atas dahannya kerana tersangat lapar dan dahaga.
SABIT KESALAHAN MENCURI

1. Kesalahan mencuri boleh disabitkan dengan adanya salah satu dari bukti-bukti
berikut:-

i) Ikrar (pengakuan)
ii) Keterangan dua orang saksi lelaki yang adil
iii) Sumpah yang mardud iaitu sumpah pencuri itu dikembalikan kepada orang yang
mendakwa, jika orang yang didakwa tadi tidak mengaku, dimana mengikut keterangan
orang yang mendakwa bahawa orang yang didakwa itu memang sebenarnya adalah
mencuri.

2. Pencuri yang mengaku melakukan kesalahan mencuri memadai membuat pengakuan


hanya sekali pengakuan sahaja dan pengakuan itu dibuat dimajlis dalam Mahkamah
dihadapan hakim.

3. Untuk mempastikan kebenaran keterangan saksi-saksi bagi mensabitkan kesalahan


seseorang itu mencuri, hakim hendaklah menyoal siasat saksi-saksi itu mengenai harta
atau barangan yang dicuri, cara kecurian, tempat kecurian, masa kecurian dan lain-
lainnya.

4. Hakim hendaklah juga menanyakan kepada saksi-saksi itu hubungan antara orang
yang kena curi dangan orang yang mencuri.

PENCURI YANG DIKECUALIKAN DARII HUKUMAN HUDUD.

1) Jumlah nilai harta atau barangan yang dicuri itu kurang daripada satu perempat dinar
atau tiga darham.

2) Untuk mensabitkan kesalahan mencuri itu tidak dapat dibuktikan mengikut yang
dikehendaki.

3) Pencuri itu bukan orang yang mukallaf.

4) Tuan punya harta atau barang yang dicuri itu tidak menyimpan dan menjaga harta atau
barangannya ditempat yang selamat daripada kena curi.

5) Pencuri itu belum lagi mendapat milik yang sepenuhnya keatas harta yang dicuri itu.

6) Harta atau barang yang dicuri itu bukan dari barangan yang berharga dan bernilai.

7) Harta atau barangan yang dicuri itu tidak memberi apa-apa faedah dan tidak bernilai
mengikut hukum syarak seperti alat hiburan atau minuman yang memabukkan.

8) Pencurian yang dilakukan oleh orang yang memberi hutang ke atas harta atau barangan
orang yang berhutang.

9) Pencurian yang berlaku itu dalam kedaan yang mendesak seperti didalam peperangan,
dimasa sangat lapar dan dahaga.

10) Pencurian yang dilakukan oleh anak keatas harta atau barangan kepunyaan ibu bapanya
hingga ke atas (datuk dan seterusnya).
11) Pencurian yang dilakukan oleh suami keatas harta atau barangan kepunyaan isterinya dan
sebaliknya.

12) Pencuri itu mencuri harta atau barangan kepunyaan Baitul Mal.

HUKUMAN KERANA KESALAHAN MENCURI

Sesiapa yang melakukan kesalahan mencuri wajib dikenakan hukuman hudud


sebagaimana yang dikehendaki oleh hukum syarak.

1) Mencuri kali pertama hendaklah dipotong tangan kanannya.


2) Mencuri kali yang kedua hendaklah dipotong kaki kirinya dan,
3) Mencuri kali ketiga dan berikutnya hendaklah dikenakan hukuman takzir dan dan
dipenjarakan sehingga ia terbunuh.

Bab 4: Pembunuhan

1. Pembunuhan itu adalah satu daripada dosa-dosa besar sebagaimana firman Allah
s.w.t yang bermaksud :-

Sesiapa yang membunuh orang-orang mukmin dengan sengaja maka balasananya ialah
neraka jahanam kekal didalamnya dan Allah murka dan mengutuknya dan disediakan
azab yang berat untuknya.
(Surah An-Nisaa Ayat 93)

Firman Allah s.w.t yang bermaksud :-

Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan ke atas kamu qisas (balasan yang sesuai
dengan perbuatan) sebab membunuh orang.

2. Cara-cara pembunuhan ada tiga cara :

1) Sengaja semata-semata

i) Membunuh dengan sengaja semata-mata. Iaitu seseorang yang bertujuan untuk


membunuh dengan menggunakan sesuatu alat yang boleh membunuh atau mematikan
seseorang.

Hukumannya :- Pembunuhan wajib dibalas dengan bunuh juga (qisas) kecuali ahli
waris yang terbunuh memaafkan dengan membayar diyat mughallazah (denda yang
berat) ataupun dimaafkan tanpa membayar diyat(denda)

Syarat wajib qisas :-

1) Islam
2) Tiada dimaafkan oleh ahli waris

2) Tersalah semata-mata

- Iaitu pembunuhan yang tidak disengajakan sebagai contoh seseorang itu menembak
binatang tetapi tertembak seseorang yang lain dan menyebabkan orang itu terbunuh.

Hukuman :-
Dikenakan islah tidak dikenakan qisas (balas bunuh) tetapi dia kena diyat mukhafafah
(denda yang ringan). Diyat itu dibayar oleh adik-beradik pembunuh dan bayarannya
boleh ditangguhkan selama tiga tahun. -

Firman Allah s.w.t yang bermaksud :-

Sesiapa yang membunuh seseorang yang beriman dengan tidak disengajakan maka
hendaklah dia memerdekakan seorang hamba yang beriman serta membayar diyat
(denda) kepada ahli yang terbunuh.

(Surah An-Nisaa Ayat 92)

3) Menyerupai semata-mata

- Iaitu seseorang yang memukul orang lain dengan sesuatu alat yang biasanya tidak
boleh membunuh atau mematikan seperti ranting kayu dan mati dengan pukulan itu

. Hukumannya:-
Islah tiada wajib qisas (balas bunuh) tetapi diwajibkan ke atas keluarga pembunuh
membayar diyat mughallazah (denda yang berat) dengan secara beransur-ansur selama
tiga tahun.

http://salafytobat.wordpress.com/2008/09/01/fiqh-jinayat-pembunuhan-zina-liwath-qazaf-khamr-
pencurian-dsb/

Anda mungkin juga menyukai