Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas segala kehadirat Allah SWT, yang telah senangtiasa memberikan
segala rahmat, karunia beserta inayahnya kepada kita semua. Sehingga, saya mampu
menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Integritas dan Anti Korupsi dengan tepat
pada waktunya meskipun kurang sempurna dalam sisi penulisan maupun dalam sisi isi
yang terkandung didalamnya dan masih banyak lagi yang lain.
Tidak lupa marilah sama-sama kita ucapkan shalawat dan salam kepada junjungan
kita Nabi Agung Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Karena berkat perjaungan beliau-beliaulah sehingga islam dapat berada di jalan yang
terang benderang hingga saat ini.
Tidak lupa pula, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
saudara-saudara saya terutama kepada ibunda saya atas semua bantuannya baik bersifat
moriil maupun material, motivasi, dukungan dan cinta kasih sayang yang tulus beserta
doanya demi kesuksesan dan terwujudnya makalah ini.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah ilmu serta wawasan dan
juga memberikan manfaat yang banyak bagi kita semua. Penulis mengakui bahwa
dalam makalah ini masih banyak kekurangan beserta kesalahan dalam bentuk tekhnis,
maka dari itu saya selaku penulis meminta kritikan serta saran dari para pembaca yang
sifatnya membangun dan memotivasi.

Kendari, Desember 2014


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
A. Korupsi di China
Sejarah Korupsi di China
Korupsi di China
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di China
B. Korupsi di Singapura
Sejarah pemberantsan Korupsi di Singapura
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Singapura
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Banyak negara sepakat bahwa korupsi merupakan bentuk kejahatan yang dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa . Disebut luar biasa karena umumnya dikerjakan
secara sistematis, punya aktor intelektual, melibatkan stakeholder di suatu daerah, termasuk
melibatkan aparat penegak hukum, dan punya dampak merusak dalam spektrum yang luas.
Karakteristik inilah yang menjadikan pemberantasan korupsi semakin sulit jika hanya
mengandalkan aparat penegak hukum biasa, terlebih jika korupsi sudah membudaya dan
menjangkiti seluruh aspek dan lapisan masyarakat.
Kisah sukses Negara yang mampu bangkit dari keterpurukan akibat korupsi umumnya
dimulai dari komitmen rakyat dan pemimpinnya yang kemudian diturunkan dalam berbagai
kebijakan. Selain dalam bentuk undang-undang, komitmen ini juga diwujudkan dalam
pembentukan gugus kerja khusus, yang bersifat independen dan bertugas khusus untuk
memberantas korupsi. Pada awalnya terbentuknya lembaga ini lebih karena lembaga penegak
hukum yang ada tidak mampu lagi menjalankan fungsinya dalam memberantas korupsi.

Keberadaan lembaga independen yang mempunyai wewenang penuh dalam memberantas


kejahatan korupsi ini secara empiris telah terbukti membantu membebaskan suatu Negara dari
predikat korup dan perilaku koruptif aparatnya.
Perlu dicatat bahwa pembentukan lembaga khusus ini tidak semuanya berbuah
keberhasilan. Diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor apa yang
mempengaruhi kesuksesan lembaga pemberantasan korupsi di suatu Negara. Sebagai lembaga
pemberantas korupsi yang relatif baru, KPK perlu sebanyak mungkin mempelajari perjalanan
dari lembaga-lembaga sejenis KPK diluar negri untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam menentukan arah kebijakan KPK di masa yang akan datang.
Mempelajari kinerja lembaga sejenis KPK di Lembaga Negara menjadi penting karena
Sebagai lembaga yang akuntabel, KPK perlu secara periodik mengukur kinerja yang telah
dicapai dengan membandingkan dengan kinerja yang telah dicapai lembaga sejenis KPK di
Negara lain. Selain itu KPK juga perlu untuk mengetahui lesson learned dari proses
pemberantasan korupsi di Negara lain, dan secara selektif menerapkannya di Indonesia.
Namun bagaimanapun juga, mengadopsi best practices yang paling sempurna pun,
tidak akan menjamin keberhasilan suatu lembaga anti korupsi. Guidelines yang diturunkan
dari best practices tersebut tidak akan mungkin seluruhnya applicable di setiap negara karena
pendirian komisi anti korupsi bersifat amat spesifik dan didasarkan pada kebutuhan khusus/
prioritas dari tiap negara melalui penilaian yang sistematis dengan konteks lokal/politik
B.

Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah pemberantasan Korupsi di Negara lain
2. Bagaimana pencegahan dan pemberantasan Korupsi di Negara lain

C.

Tujuan
Tujuan penulis membuat makalah ini yaitu:
1. Agar pembaca menahami dan mengetahui sejarah pemberantasan Korupsi di Negara
lain
2. Agar pembaca menahami dan mengetahui pencegahan dan pemberantasan Korupsi di
Negara lain.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Korupsi di China.
China adalah sebuah negara Republik dengan ideologi Komunisme yang
memiliki luas wilayah 9.596.961km2 yang memiliki penduduk berjumlah sekitar 1,4
miliar jiwa dan pendapatan per kapita sebesar USD10.253 atau setara Rp118 juta
merupakan salah satu negara termaju di dunia.
Kemakmuran dan kemajuan Republik China tidak terlepas dari komitmen
rakyat dan pemerintahannya untuk mencegah dan memberantas korupsi.Hal ini
terlihat dari hasil survey Lembaga Transparansi Internasional yang memberikan
peringkat ke-80 dunia untuk China dengan Skor 40 pada tahun 2013. Dengan skor
tersebut, China lebih unggul dari segi pencegahan dan pemberantasan korupsi
dibandingkan dengan Indonesia yang bertengger pada peringkat ke-114 dengan skor
32 pada tahun 2013.
a) Sejarah Korupsi di China.
Eksistensi China sebagai sebuah peradaban telah dimulai sejak ribuan tahun yang
lalu dengan kebudayaan yang selalu lebih unggul dibandingkan peradaban lainnya.
Sistem politik, ilmu pengetahuan, maupun ilmu ekonomi yang dikembangkan di

China sejak jaman dahulu tersebut banyak dijadikan teladan oleh peradaban di seluruh
dunia.
Keruntuhan kekaisaran China yang agung dan pengaruh imperialisme barat serta
perang saudara yang terjadi di Daratan China akibat perbedaan ideologi pernah
membuat Bangsa China terpuruk pada awal abad ke-20. Hingga akhirnya Daratan
China dikuasai oleh Partai Komunis China yang mendirikan Republik Rakyat China
dan berkuasa sampai dengan sekarang.
Dalam perkembangannya, ideologi Sosialis dan Demokrasi ala Komunis telah
menimbulkan hirarki pemerintah diktatoris dan autokratis yang menimbulkan
kesewenang-wenangan oleh polit-biro Partai Komunis China di lingkungan
pemerintahan.
Dalam membangun perekonomian, Pemerintah China menyadari bahwa korupsi
menjadi tantangan politis dan masalah paling besar yang dihadapi China saat ini yang
menimbulkan kerusakan ekonomi, sosial, dan politik secara menyeluruh.
Korupsi di China diperkirakan sudah ada sejak jaman Dinasti Zhou (1027-771
SM) yang tertulis dalam manuskrip-manuskrip kuno kekaisaran. Hal itu berlanjut
pada periode Republik China (1911-1949) yang dipimpin oleh Partai Nasionalis
Kuomintang yang berkiblat pada Amerika Serikat.
Kediktatoran Chiang Kai Sek pada masa Republik Nasionalis, telah menimbulkan
dukungan rakyat terhadap Partai Komunis China yang dipimpin oleh Mao Ze Dong
yang akhirnya berhasil mengusir kaum nasionalis ke Pulau Formosa dan
mempertahankan Republik China yang masih menjadi sengketa hingga kini.
He Qinglian dalam bukunya yang berjudul "Perangkap China" telah menganalisa
keadaan korupsi di China selama proses perubahannya dari kuantitatif menjadi
kualitatif: era 80-an adalah era "kebobrokan perorangan". Awal 90-an adalah
"kebobrokan kolektif", pemimpin unit bawah mengepalai penyuapan terhadap atasan
agar mendapat dukungan keuangan dari atasan. Mulai 1998 dan seterusnya berubah
menjadi "kebobrokan sistemik", korupsi tidak hanya menyusup hingga ke sosial
politik, ekonomi, budaya dan berbagai sektor lainnya, bahkan badan pemberantasan
korupsi pun terjerumus sebagai alat perebutan kekuasaan internal. Ada survei yang
menunjukkan, sejak 1998, kerugian negara akibat KKN mencapai 13% - 16,8% dari
GDP China, atau dengan kata lain, semua kerja keras dan upaya rakyat menghasilkan
GDP sebesar 8% -11% semuanya lenyap begitu saja karena dicaplok oleh para pejabat
korup, pertikaian antara rakyat dan pejabat yang semakin meruncing telah menjadi
kawah gunung berapi yang siap meletup kapan saja bagi masyarakat China, sedikit
hal sepele saja akan memicu timbulnya aksi unjuk rasa rakyat melawan pemerintah.
Mao segera melakukan gebrakan untuk membersihkan China dari korupsi melalui
kampanye-kampanye yang bertujuan untuk membasmi kelas kapitalis dan
menciptakan masyarakat komunis yang menjadi cita-citanya. Kampanye tersebut
termasuk di dalamnya Kampanye Pendidikan Sosialis dan Revolusi Kebudayaan.
Namun, kampanye ini berujung pada perpecahan antara Mao Zedong dan Deng
Xiaoping (yang akhirnya tersingkir akibat Revolusi Kebudayaan). Naiknya kembali
Deng Xiaoping ke tampuk kepemimpinan tahun 1978 telah membawa angin baru
berupa reformasi ekonomi di China. Secara garis besar, reformasi ekonomi ini
berkaitan erat dengan lima proses yaitu desentralisasi, marketisasi, diversifikasi
kepemilikan, liberalisasi dan internasionalisasi.
Deng Xiaoping pun menciptakan slogan menjadi kaya itu mulia (zhi fu shi
guangrong). Fatwa ini terbukti ampuh. Sejak saat itu, masyarakat di China berlombalomba untuk menjadi kaya. Fatwa ini menjadi gerbang maraknya korupsi.
Desentralisasi sebagai buah reformasi ekonomi, pada akhirnya pun menuai benih
korupsi. Desentralisasi kebijakan, terutama di daerah pedesaan, berupa pengalihan

sejumlah fungsi ke pemerintah lokal telah memberi kesempatan kepada pejabat lokal
untuk mengeruk keuntungan dari petani dan masyarakat desa terutama dalam hal
produksi dan pemasaran hasil pertanian. Selama itu dikenal istilah dual price track
dimana para pejabat membeli komoditas pada harga perencanaan yang rendah dan
menjualnya kembali dengan keuntungan yang berlipat ganda di pasar.
Reformasi ekonomi justru semakin memperluas kesempatan para pejabat untuk
memperkaya diri dengan cara yang tidak sah. Hal ini dikarenakan adanya tradisi
guanxi (koneksi) di kalangan elite yang sangat mendalam dan pandangan tentang
uang kaum reformis, bahwa menjadi kaya itu mulia sehingga memunculkan motivasi
untuk cepat kaya.
Beberapa kebijakan reformis dibuat tidak rinci sehingga menghasilkan kelemahan
struktural yang menjadi sarana korupsi. Desentralisasi administratif, sistem harga
ganda, perkembangan ekonomi swasta, serta privatisasi BUMN yang setengah hati
telah memberikan jalan bagi koruptor di China.
Korupsi yang tersistem tersebut telah membuat China kehilangan 2-3 % Gross
Domestic Product (GDP)-nya. Kader-kader partai mudah saja menggaji akuntan atau
staf lain untuk melakukan money laundering di luar negeri, sebuah operasi yang
difasilitasi oleh integrasi ekonomi China di pasar global. Menurut survei di tahun
1998 dan 1999, orang China melihat korupsi sebagai faktor utama yang menyumbang
pada instabilitas sosial. Di tahun 2000, sedikit berubah ketika mereka yang disurvei
menempatkan pengangguran atau PHK di atas korupsi sebagai sumber utama
instabilitas sosial. Skandal-skandal keuangan yang menyebar luas menimbulkan
kekacuan di banyak tempat di China. Statistik resmi menunjukkan bahwa 30%
perusahaan negara, 60% perusahaan joint venture, 80% perusahaan swasta, dan
hampir semua pemilik toko secara bergantian melakukan kecurangan dalam pajak.
Korupsi yang meluas di China merefleksikan sebuah krisis sosial, politik yang
dalam. Peristiwa Tiananmen 8 Juni 1989 menandai berakhirnya tahap revolusioner
gerakan Komunis dan kini para pemimpin China secara terbuka mengakui bahwa
Partai Komunis China (PKC) telah berubah dari alasan pendiriannya sebagai partai
vanguard yang proletarian, para kader Partai kini merasa bahwa mereka tidak lagi
dibatasi oleh etika ortodoks.
b) Korupsi di China.
Seperti yang dijelaskan diatas Korupsi di China telah mulai pada masa
kekaisaran. Korupsi di China diawali dari perilaku-perilaku kegiuran akan harta di
kalangan keluarga Istana maupun penjabat-penjabat Istana seperti Mentri dan
Gubernur, juga pegawai-pegawai sampai ke desa-desa. Korupsi ini menyebabkan
China mengalami kemerosotan ekonomi, semakin meningkatkan perselisihan
faksional di Istana dan menyebabkan kemerosotan efisiensi pemerintahan.
Kasus-kasus Korupsi yang banyak tercatat dalam sejarah China adalah
Korupsi yang dilakukan oleh kasim istana. Para kasim istana bertugas melayani selir
kaisar dan memimpin urusan rumah tangga. Mereka biasanya banyak mengetahui
rahasia dalam istana. Kaisar dimabukkan dengan segala kenikmatan yang sengaja
diciptakan oleh kasim sehingga kasim dapat berlaku sebagai penguasa.
Pada masa pemerintahan Republik China yang nasionalis sebagai pengganti
masa kekaisaran yang berdiri pada tahun 1912, China kembali memasuki periode
kekacauan yang ditandai dengan munculnya era warlordisme. Pada masa ini, Korupsi
merajalela dimana-mana dalam bentuk pemerasan secara terang-terangan. Apabila
permintaan tersebut ditolak maka dianggap sebagai penentang Koumintang dan akan
langsung dituduh sebagai komunis, dan hal ini berarti ditangkap dan disiksa. Pada

masa ini, pelaku Korupsi bahkan dilakukan oleh pemimpin Negara Chiang Kai Shek
dan keluarganya serta penjabat dari tingkat pusat hingga daerah dan para jenderalnya.
Pada masa pemerintahan Republik Rakyat China, Korupsi masih tetap terjadi
di China. Pada masa ini Korupsi banyak dilakukan oleh para penjabat Negara dalam
bentuk penyerahan dan penerimaan suap serta mendahulukan kepentingan kerabat dan
teman-teman mereka. Selain itu bentuk Korupsi yang lain terjadi pada masa
pemerintahan ini yaitu Korupsi: memperebutkan jatah apartemen tempat tinggal,
Korupsi dalam perbankan dan keuangan, Korupsi dalam penarikan pajak, Korupsi
dalam law inforcement, Korupsi dalam penerapan UU Keluarga Berencana, Korupsi
dalam memperjualbelikan jabatan serta bentuk Korupsi dalam memperkaya diri
sendiri secara tidak sah dengan alasan motto pemimpin Negara yaitu menjadi kaya
itu mulia motto yang dikatakan oleh Deng Xiao Ping.
c) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di China.
Pemberantasan dan pencegahan Korupsi sudah terjadi sejak masa kekaisaran
dengan cara pemberian sanksi pencabutan jabatan dan hukuman penjara bagi
pelaku Korupsi.
Pencegahan dan pemberantasan Korupsi ini dilanjutkan oleh Chiang Kai Shek
(1928) dengan cara pembentukan badan pemberantasan Korupsi dengan nama
Kelompok Penumpas Harimau, badan ini mempersilakan rakyat untuk
mengajukan keluhan atau laporan siapa saja pelaku Korupsi pada masa itu . Tetapi
kemudian ternyata bahwa sesungguhnya badan itu justru dijadikan sebagai alat
oleh mereka yang benar-benar memiliki kekuasaan untuk meremas uang dari
orang-orang kaya. Bahkan badan ini menjadi pekerjaan yang sangat
menguntungkan bagi yang bekerja di badan ini.
Setelah berakhirnya masa Chiang Kai Shek, pemimpin Negara dipegang oleh
Mao Ze Dong. Pada masa Mao, Korupsi di China semakin menjadi-jadi.
Pemerasan terhadap rakyat maupun penggelapan atas dana yang dikelola
pemerintah menjadi suatu hal yang jamak. oleh karena itu Mao Ze Dong sebagai
pemimpin Negara memunculkan gerakan san fan (3 gerakan anti: pencurian,
pemborosan, dan birokratisme) dan gerakan wan fan (5 gerakan anti: suapmenyuap, tidak membayar pajak, pencurian uang Negara, menipu kontrak
dengan pemerintah dan mencuri informasi ekonomi milik Negara). Gerakan san
fan ditujukan bagi para penjabat dan penyelenggara pemerintah yang korup
dengan sanksinya yaitu pemenjaraan, pemecatan dan hukuman mati apabila
pelaku melakukan Korupsi hingga 10.000 yuan. Sedangkan, gerakan wan fan di
tujukan bagi pengusaha kapitalis dengan sanksi sama dengan gerakan san fan.
Akibat gerakan ini, Korupsi di China dapat ditekan secara sempurna. Tapi pada
pertengahan tahun 1953 pelaksanaan gerakan-gerakan ini mulai mengendur. Hal
ini diakibatkan karena, banyaknya korban orang-orang yang tidak bersalah karena
dituduh sebagai koruptor dengan alasan yang tidak jelas dan dendam pribadi,
bahkan gossip pun dijadikan dasar penuduhan bagi orang koruptor.
Kendurnya gerakan-gerakan ini membuat pemerintahan Mao Ze Dong juga
menjadi menurun dan akhirnya jatuh pada tahun 1978 dengan pergantian
pemimpin Negara dari Mao Ze Dong ke Deng Xiao Ping. Pada masa ini Korupsi
semakin marak terjadi di karenakan motto Deng Xiao Ping yang mengatakan
menjadi kaya itu mulia. Deng Xiao Ping memberikan perhatian serius pada
pemberantasan Korupsi dengan menyampaikan kritik atas lunaknya penanganan
pelaku tindak Korupsi yang disebutnya melakukan kejahatan ekonomi. Berbagai
kebijakan yang dilakukan pada masa Deng Xiao Ping yaitu pada tahun 1982 PKC
mengeluarkan dekrit dan keputusan Resolusi Menghancurkan Kejahatan

Ekonomi dan melakukan kampanye-kampanye tentang kejahatan ekonomi yang


salah satunya yaitu pada tahun 1988 -1989 Kampanye Membangun Pemerintah
yang Bersih dan Mencegah Korupsi.
Komitmen kuat penguasa China untuk memberantas Korupsi dimulai sejak
masa Zhu Rongji (1997-2002). Ucapannya yang sangat terkenal adalah Beri saya
100 peti mati, 99 akan saya gunakan untuk mengubur para koruptor, dan satu
untuk saya kalau saya melakukan tindakan Korupsi. Pemberantasan Korupsi
yang dilakukan Perdana Mentri China itu merupakan bagian dari reformasi
birokrasi dan juga langkah ini memberikan kepastian hukum sehingga mampu
menghimpun dana asing hingga 50 miliar dollar AS setiap tahun. Ucapan Zhu
Rongji memberikan bukti yang nyata. Karena, sejak di lancarkan gerakan anti
Korupsi yang di perkasai oleh Zhu Rongji hingga tahun 2002, China telah
menghukum mati 4300 pelaku korupsi
Peraturan hukum mati bagi para koruptor di China masih dilakukan sampai
sekarang bahkan lebih diperkuat lagi saat bergantinya pemimpin China dari Jiang
Zermin kepada Hu Jianto. Sehingga, pada bulan oktober tahun 2007, China telah
menghukum mati 4800 pelaku Korupsi dan tahun 2009 China telah menghukum
106.000 pelaku Korupsi.
Pada September 2007, pemerintah China mengumumkan pendirian Bearreau
of Corruption Prevetion (NBPC). Biro ini bertugas mengawasi, menyelidiki,
membekuk, dan menetapkan pelaku koruptor. NPBC masih menjadi organisasi
pemberantas Korupsi di China hingga saat ini, dan hasil dari kinerja NBPC inilah
sehingga China berhasil menduduki peringkat ke 80 dari 114 Negara bebas
Korupsi, hasil survei Lembaga Transparansi Internasional tahun 2013.
B. Korupsi di Singapura.
Singapura adalah sebuah Negara repiblik yang mendapatkan kemerdekaan dari
inggris pada tanggal 31 agustus 1963 sebagai bagian dari malaysia, dan memisahkan
diri dari malaysia pada tanggal 9 agustus 1965 dengan luas wilayah 716,7 km 2 dan
jumlah penduduk sekitar 5,4 juta jiwa dan pendapatan per kapita sebesar US $61.046
atau setara dengan Rp.700.000.000 termasuk kedalam 5 besar Negara pelabuhan
tersibuk didunia menjadikan Singapura sebagai pusat keuangan nomor 4 didunia
dengan indeks kualitas hidup peringkat pertama di Asia dan ke 11 didunia dengan
cadangan devisa peringkat ke 9 didunia.
Kemakmuran dan kemajuan Republik Singapura tidak terlepas dari komitmen
rakyat dan pemerintahannya untuk mencegah dan memberantas Korupsi.
Hal ini terlihat dari hasil survey Lembaga Transparansi Internasional yang
memberikan peringkat ke-5 dunia untuk Singapura dengan skor 86 pada tahun 2013,
peringkat ke-5 dengan skor 87 pada tahun 2012, peringkat ke-5 dengan skor 92 pada
tahun 2011 dan peringkat ke-3 dengan skor 93 pada tahun 2010.
Walaupun mengalami penurunan skor dari tahun 2010 sampai dengan 2013,
namun secara umum, Singapura jauh lebih unggul dari Indonesia yang berada di
peringkat ke-114 dengan skor 32 pada tahun 2013.
a) Sejarah Pemberantasan Korupsi di Singapura

Singapura didirikan oleh Thomas S.Raffles dan menjadi koloni inggris pada
tanggal 9 Agustus 1819. Pada tahun 1963 Singapura bergabung dengan federasi
malaysia, namun 2 tahun kemudian kembali memisahan diri dari malaysia dan
menjadi Negara yang merdeka.
Singapura memiliki sebuah pasar ekonomi yang maju dan terbuka, dengan
PDB per kapita kelima tertinggi di dunia. Bidang ekspor, perindustrian dan jasa
merupakan hal yang penting dalam ekonomi Singapura. Untuk mendukung
kesuksesan Singapura dalam bidang ekonomi, juga dibutuhkan adanya suatu sistem
pemberantasan korupsi yang baik.
Walaupun Singapura tergolong Negara yang makmur dan tertib tetapi tetap
Korupsi merupakan penyakit yang ada di hampir seluruh dunia dan Singapura
merupakan salah satu Negara yang memiliki kasus Korupsi di negaranya walapun
tingkat korupsinya kecil.
Pemeberantasan Korupsi di Singapura sendiri memiliki sejarah yang panjang.
Awalnya, pemebrantasan Korupsi di Singapura dilakukan di lingkaran birokrasi. Para
penjabat hingga pegawai rendahan tak sing dengan parktik Korupsi dengan segala
bentuknya. Pemerintahan Singapura pun membentuk badan khusus pemberantasan
Korupsi yang diambil dari institut kepolisian. Namun, badan khusus di lembaga ini
pun tidak mampu mengatasi Korupsi yang merajalela. Tertangkapnya penjabat senior
di kepolisian, lantaran terbukti menerima suap dari pedagang opium, menjadi bukti
bahwa institusi yang dipercaya tidak mampu memberantas Korupsi. Corrupt
Practices Investigation Bureau (CPIB) yang semula menjadi bagian kepolisian pun
dijadikan lembaga mandiri. Gerakan pemberantasan Korupsi ini kemudian menguat
begitu peoples Action Party dibawah pimpinan Lee Kwan Yew yang berkuasa pada
tahun 1959.
Salah satu keberhasilan pemberantasan Korupsi di Singapura ini adalah
adanya political will dari pemerintah, dukungan masyarakat, serta adanya orang kuat
nomor satu di Negara tersebut yaitu Lee Kwan Yew yang dikenal sebagai sosok
bersih, berkarakter kuat, dan memiliki kekuasaan yang besar dengan pemikirannya
bahwa Singapura tidak akan pernah jaya dan disegani di seluruh dunia jika Negara ini
masih diliputi Korupsi.
Pemerintah Singapura mempunyai visi yang jelas dalam pemberantasan
korupsi. Dengan penduduk yang beragam, di antarannya etnis Cina, Melayu, dan
India, demokratisasi di negara bekas jajahan Inggris ini relatif berjalan. Demokrasi
lebih memungkinkan pemberantasan korupsi dilakukan. Singapura selain sebagai
negara maju di bidang ekonomi, Product Domestic Bruto (PDB) per kapita kelima
tertinggi di dunia, menjadi pusat keuangan terbesar nomor empat dunia. Struktur
ekonomi Singapura didukung bidang ekspor, industri, dan jasa.
Pemerintah Singapura menyadari, untuk mendukung kesuksesan dibidang
ekonomi, termasuk menarik investasi asing, dibutuhkan sistem pemberantasan korupsi
yang baik. Dari mulai pencegahan hingga praktik-praktik korupsi, harus dicegah.
Dibentuknya CPIB tahun 1952, sebagai organisasi yang terpisah dari polisi,
setidaknya bertujuan agar negara ini mendapat simpati dari negara lain. Untuk
itu, korupsi dibidang pelayanan publik harus ditangani secara intensif.
Gebrakan pemberantasan korupsi yang dilakukan CPIB dinilai cukup berhasil.
Korupsi di lingkungan Departemen Bea Cukai dapat diberantas. Publik saat itu sudah
mulai gerah terhadap layanan bea cukai yang selalu dinilai dengan uang pelicin.
Perizinan dijual-belikan, barang-barang ilegal pun membajir di pelabuhan Singapura.
Para penyelundup memanipulasi pajak, mereka membayar pajak lebih sedikit
daripada yang seharusnya, atau bahkan banyak yang tidak membayar pajak sama
sekali.

CPIB pun melakukan operasi pengusaha pembuatan minuman keras ilegal.


Penyelenggaraan rumah-rumah candu dan warung-warung kopi yang menjual
minuman keras tanpa izin, yang selama ini membayar kepada petugas bea cukai,
disisir habis. Korupsi di bea cukai tidak hanya dilakukan pegawai rendahan, namun
juga dilakukan oleh pejabat tingkat tinggi. Berkat adanya usaha pemberantasan
korupsi ini, maka pada tahun 1981, Departemen Bea dan Cukai Singapura berhasil
mengurangi tindak korupsi sampai hampir 80 %.
b) Pencegahan dan Pemebrantasan Korupsi di Singapura.
Upaya pemberantasan korupsi di Singapura telah dilakukan sejak awal
kemerdekaaannya. Sebelum tahun 1952, seluruh kasus korupsi diselidiki oleh unit
kecil dalam Singapore Police Force yang disebut dengan Anti-Corruption Branch.
Dalam perkembangannya unit tersebut tidak berjalan efektif, khususnya dalam
menyelidiki petugas kepolisian yang korup. Kelemahan yang utama disebabkan
karena terbatasnya kewenangan yang dimiliki unit tersebut dan konflik kepentingan
yang muncul saat penyidik harus memeriksa rekan-rekan mereka yang juga dari
kepolisian. .
Dalam perkembangannya, pada tahun 1952 Peoples Action Party yang
dipimpin oleh Lee Kwan Yew menyerukan perang terhadap korupsi dengan semboyan
No one, not even top government officials are immuned from investigation and
pubishment for corruption dan setelah itu Pemerintah Singapura dibawah pimpinan
Lee Kuan Yew membentuk satu-satunya lembaga yang berwenang penuh dalam
pemberantasan korupsi yang disebut Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB)
sebagai sebuah lembaga anti korupsi yang terpisah dari kepolisian untuk melakukan
penyelidikan semua kasus-kasus korupsi.
Dalam sejarahnya CPIB merupakan salah satu lembaga anti korupsi tertua di
dunia. Meskipun dibentuk oleh pemerintah, CPIB adalah lembaga yang independen
dan bertanggung jawab atas seluruh penyelidikan dan pencegahan korupsi di
Singapura.
Secara fungsi, CPIB memiliki fungsi untuk:
(1) menyelidiki kasus korupsi/berindikasi korupsi;
(2) mencegah terjadinya korupsi; dan
(3) kombinasi antara menyelidiki dan mencegah tindakan korupsi.
Untuk mempercepat upaya pemberantasan korupsi, pada tahun 1960
Pemerintah Singapura mengesahkan undang-undang anti korupsi yang baru yang
disebut dengan Prevention of Corruption Act (PCA). Dalam undang-undang ini,
wewenang dari CPIB diperluas dan hukuman atas tindak pidana korupsi diperberat.
Meskipun dalam sejarahnya, CPIB memprioritaskan korupsi di sektor publik,
namun Prevention of Corruption Act juga memberikan kewenangan kepada CPIB
untuk melakukan penyelidikan korupsi di sektor swasta. Praktik-praktik korupsi di
sektor swasta pada umumnya melibatkan pembayaran atau penerimaan komisi secara
ilegal atau sogokan yang untuk beberapa kasus jumlahnya cukup besar. Aturan yang
ada di Singapura mewajibkan perusahaan memberikan petunjuk yang jelas bagi para
pegawainya terkait dengan kebijakan menerima komisi sehingga transaksi bisnis yang
adil dan jujur dapat terjaga.
Dalam menjalankan upaya pencegahan, CPIB menempuh beberapa cara yaitu:

(1) Review of Work Methods. CPIB melakukan evaluasi di seluruh instansi


pemerintah dimana cara dan prosedur kerja diperbaiki untuk menghindari penundaan
pemberian ijin atau lisensi dan mencegah pegawai negeri menerima suap dari
masyarakat untuk mempercepat perijinan;
(2) Declaration of Non-Indebtedness. Setiap pegawai negeri di Singapura
diharuskan membuat pernyataan bahwa ia bebas dari hutang budi yang terkait dengan
uang setiap tahunnya. Hal ini didasari keyakinan bahwa pegawai negeri yang
memiliki hutang budi dapat dengan mudah dieksploitasi oleh pihak lain dan
menjadikannya tidak obyektif dalam melayani masyarakat;
(3) Declaration of Assets and Investments. Aturan ini mewajibkan setiap pegawai
negeri menyatakan kekayaan dan investasinya pada saat ia diangkat menjadi pegawai
negeri dan setiap tahunnya, termasuk pasangan dan anak-anaknya. Apabila seorang
pegawai negeri memiliki kekayaannya yang tidak sesuai dengan gajinya, ia harus
menjelaskan dari mana ia dapat memperolehnya. Selanjutnya apabila ia memiliki
sejumlah saham di perusahaan swasta, ia akan diminta untuk mendivestasikan
kepemilikannya untuk menghindari konflik kepentingan;
(4) Non-Acceptance of Gifts. Pegawai negeri di Singapura dilarang untuk
menerima hadiah uang atau sejenisnya dari masyarakat yang dilayaninya;
(5) Public Education. Sebagai bagian dari upaya mencegah korupsi, CPIB
melakukan diseminasi mengenai buruknya dampak korupsi kepada pegawai negeri,
khususnya mereka yang bekerja di instansi-instansi penegakan hukum dan mereka
yang berpeluang untuk menerima suap dan tindak korupsi lainnya, seperti perpajakan,
bea cukai dan imigrasi.

BAB III
A.

PENUTUP
Kesimpulan
a) Kesimpulan Korupsi di China yaitu:
Sistem pemerintahan yang otoriter. Sistem ini berdampak positif dalam
menerapkan hukuman yang berat bagi pelaku tindak pidana Korupsi.
Adanya tradisi guanxi (koneksi) yang begitu mengakar dikalangan masyarakat
China merupakan salah satu penyebab meluasnya Korupsi di negeri ini.
Adanya reformasi ekonomi. Posisi tradisi guanxi diperkuat dengan pandangan
tentang uang yang berubah di China, bahwa reformasi memperbolehkan
masyarakat untuk menjadi lebih kaya, bahwa memiliki lebih banyak uang
tidak lah lagi dilarang sehingga mendorong masyarakatnya untuk mengejar
kemakmuran perseorangan.
Hubungan partai dan Negara di China yang bersifat subordinatif, dimana
Negara yang tunduk terhadap partai politik. ParPol menduduki posisi penting
dalam pemerintahan dan unit-unit produksi lewat komite partainya yang
dipimpin oleh sekertaris ParPol. ParPol yang seharusnya memainkan fungsi
pengawasan baik terhadap masyarakat maupun aparat Negara, ternayata di
berada di balik Korupsi itu sendiri.

Adanya perdebatan mengenai usulan bahwa koruptor yang telah


mengembalikan hasil korupsinya tidak perlu dihukum dan usulan mengenai
pemberian insentif bagi para pejabat yang tidak korup.
b) Kesimpulan Korupsi di Singapura yaitu:
Singapura telah memulai memberantas korupsi semenjak era sebelum
mendapatkan kemerdekaan dari Inggris. Kepolisian Singapura yang merasa gagal
melakukan pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi pada masa itu
dengan besar hati menyadari kesalahan, dan mempersilahkan pemerintah untuk
mendirikan sebuah lembaga independen yang khusus menangani korupsi bernama
CPIB.
Undang-undang Pencegahan Korupsi di Singapura memberikan definisi yang
luas dan komprehensif atas pengertian korupsi. Dengan demikian segala kecurangan
dapat diindikasikan ke dalam ranah tindak pidana korupsi.
Komitmen Pemerintah Singapura dalam supremasi hukum terlihat nyata dari
33 kali amandemen Undang-undang agar peraturan tersebut sesuai dengan
perkembangan jaman dan mengakomodasi segala tindak pidana korupsi.
Pihak aparat penegak hukum di Singapura secara kompak menjalankan
amanat undang-undang, sehingga penegakan hukum sangat efisien dan efektif tanpa
memandang bulu.
B.
Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila
ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada saya.
Apabila ada terdapat kesalahan dalam makalah ini saya mengucapkan mohon maaf
dan harap dimaklumi, karena saya hanyalah hamba Allah SWT yang tidak luput dari kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006. Memahami Untuk Membasmi: Buku Saku
Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
[2] Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2013. Petunjuk Pelaksanaan
Sosialisasi Program Anti Korupsi Tahun 2013. Jakarta: BPKP.
[3] http://www.transparency.org/country#CHN
[4] http://en.wikipedia.org/wiki/China
[5] http://en.wikipedia.org/wiki/Ministry_of_Supervision_of_the_People
%27s_Republic_of_China
[6] Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006. Memahami Untuk Membasmi: Buku Saku
Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
[7] Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2013. Petunjuk Pelaksanaan
Sosialisasi Program Anti Korupsi Tahun 2013. Jakarta: BPKP.
[8] Direktorat Penelitian dan Pengembangan Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan
Korupsi. Jakarta. 2006. Komisi Anti Korupsi di Luar Negeri (Deskripsi Singapura,
Hongkong, Thailand, Madagascar, Zambia, Kenya, dan Tanzania). Jakarta: Komisi
Pemberantasan Korupsi.
[9] http://en.wikipedia.org/wiki/Singapore

[10]
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/464042-kenapa-indeks-persepsikorupsi-singapura-yang-teratas-di-asia
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada
saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami
adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.
Wabillah Taufik Walhidayah
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Anda mungkin juga menyukai