1
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007) h. 57
2
Muhammad Khalid Masud, Islamic Legal Philosophy, A Study of Abu Ishaq al Syatibi, Life and Thought,
Islamabad, (Pakistan: Islamic Research Institute, 1997) h. 9
3
Joseph Schacht, Islamic Law dalam Gustave E von Grunclaum (ed) University and varicty in Muslim
Civilization, (Chicago: The University of Chicago Press, 1955) h. 12
4
Amir Syarifuddin, Pembaruan Pemikiran dalam Hukum Islam, (Padang: Angkasa Raya, 1993) h. 17-19
dengan hukum islam. Menurut Joseph Schacht, islamic law adalah keseluruhan kitab
Allah yang mengatur kehidupan setiap individu muslim dalam segala aspek
kehidupannya.5 Sedangkan, Muhammad Muslihuddin mengemukakan bahwa hukum
islam adalah sistem hukum produk Tuhan, kehendak Allah yang ditegakkan diatas
bumi. Hukum islam itu disebut syariat, atau jalan yang benar. Quran dan sunnah
merupakan dua sumber utama dan asli bagi huum islam tersebut.6 Kedua pengertian
hukum islam sebagaimana definisi ini, terlihat bahwa hukum islam lebih dekat kepada
pengertian hukum syara atau syariat islam. Hasbi Ash-Shiddiqy memberi definsi
tentang hukum islam adalah koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan
syariat atas kebutuhan masyarkat.7
Islam mengatur hukum-hukum yang ada yaitu dengan al-quran dan hadits Nabi
sebagai landasan agar manusia selalu dijalan yang diridhoi oleh ALLAH SWT.
Hukum islam merupakan rangkaian kata hukum dan kata islam. Kedua kata itu
secara terpisah. Amir Syarifuddin mengemukakan bahwa:
hukum islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah
Rasul tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengingat untuk
semua yang beragama islam.8
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa seperangkat peraturan merupakan seperangkat
peraturan yang dirumuskan secara terperinci dan mempunyai kekuatan yang
mengikat. Dan kata berdasarkan wahyu Allah swt dan sunnah Rasul dijelaskan
bahwa seperangkat peraturan itu digali berdasarkan kepada wahyu Allah SWT dan
sunnah Rasul. Sedangkan, kata tingkah laku manusia mukallaf mengandung arti
bahwa hukum islam itu hanya mengatur tindak lahir dari manusia yang dikenai
hukum dimana peraturan tersebut berlaku dan mempunyai kekuatan terhadap orang-
orang yang meyakini kebenaran wahyu dan sunnah rasul itu.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Jahaya S. Praja bahwa beliau
membaginya, yaitu:
1. Hukum islam berdimensi ilahiyah karena ia diyakini sebagai ajaran yang
bersumber dari yang Maha Suci, Maha Sempurna, dan Maha Benar. Dalam
5
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, (Oxford: Clarendon Press, 1993) h. 1
6
Muhammad Muslehuddin, Phylosofhy of Islamic Law and The Orientalist; A Comparative Study of Islamic
Legal System, (Lahore, Pakistan: Islamic Publication Ltd, tt) h. xii
7
Hasbi ash-Shiddieqy, Filsafat Hukum Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001) h. 91-95
8
Amir Syariffuddin, Hukum perkawinan islam di indonesia, (antara fiqh Munakahat dan Undang-undang
Perkawinan), Edisi pertama Cet ke-I, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 12
dimensi ini hukum islam diyakini oleh umat islam sebagai ajaran suci karena
bersumber dari Maha suci dan sakralitasnya senangtiasa dijaga. Dalam pengertian
ini, hukum islam dipahami sebagai syariat yang cakupannya begitu luas tidak
hanya terbatas pada fiqh dalam artian terminologi, ia mencakup dibidang
keyakinan, amaliyah, dan akhlak.
2. Hukum islam berdimensi insaniyah dalam dimensi ini merupakan upaya manusia
secara sungguh-sungguh untuk memahami ajaran yang bernilai suci dengan
melakukan dua pendekat muqashid. Dalam dimensi ini hukum dipahami sebagai
produk pemikiran yang dilakukan dengan berbagai pendekatan yang dikenal
dengan ijtihad atau pada tingkat yang lebih tekhnik disebut istinbat al-ahkam.9
Dari penjelasan yang diuraikan diatas bahwa hukum islam mengatur segala tingkah
laku manusia baik hubungan antara manusia dengan Tuhannya, maupun hubungan
antara manusia dengan manusia lainya dengan al-quran dan hadits sebagai
landasannya dan jika hukumnya tidak ditemukan pada keduanya maka para ulama
dapat melakukan ijtihad dalam mengistimbatkan hukum. Semua dapat dilakukan jika
tidak mendatangkan mudarat tetapi manfaat bagi keselamatan umat.
9
Jalh Muabrok, sejarah dan perkembangan hukum islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000) h.7