Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH PERADILAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW

Erriza Aidatul Choirotunnisa1

Jayanti Maulina2

M. Faishal Amri

Fakultas Syari’ah (Hukum Ekonomi Syari’ah)

Institut Agama Islam Negeri Salatiga

E-mail : aidatulerriza25@gmail.com1

Jyntmlnar16@gmail.com2

ABSTRAK

Manusia sebagai makhluk sosial selalu melakukan interaksi dengan sesama manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan diri, sekaligus menjadi sarana untuk mengembangkan diri
sebagai manusia. Dalam pergaulan itu, tak jarang muncul konflik sehingga terciptalah hukum
dan peradilan sebagai solusi untuk mengatasi konflik dan sengketa yang ada.

Apabila ditelaah, hukum dan peradilan secara esensi telah tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat muslim, bahkan sejak awal periode Islam. Awal periode Islam yang dimaksud
ialah Islam pada masa Rasulullah SAW masih hidup.

Rasulullah SAW memiliki banyak peran dan fungsi, salah satunya ialah sebagai pemegang
kekuasaan legislatif, eksekutif, sekaligus yudikatif. Sebagai pemegang kekuasaan yudikatif
tertinggi, maka Rasulullah SAW berperan sebagai hakim tertinggi, dan dalam perihal
wewenang memutuskan perkara, Rasulullah sendiri mengambil peran tersebut dan dalam
keadaan tertentu Rasulullah SAW melimpahkan wewenang tersebut kepada para shahabat
yang dipercayainya.

Dalam pemutusan perkara, Rasulullah SAW pun melakukan ijtihad, ijtihad Rasulullah bukan
seperti ijtihad yang dipahami menurut ushul fiqh selain itu ijtihad yang dilakukan bukan
dalam rangka menemukan hukum (ijtihad istinbath) tetapi dalam rangka penerapan hukum
(ijtihad tathbiqi).

1
I. PENDAHULUAN Meski manusia secara alamiah memiliki
A. Latar Belakang sifat sosialis serta memungkinkan
terjadinya interaksi antar sesama, bukan
Manusia dikenal sebagai makhluk sosial,
berarti hubungan antar manusia
dalam artian setiap manusia selalu
berlangsung tanpa masalah dan hambatan
membutuhkan bantuan manusia lainnya
yang memungkinkan terjadinya konflik,
dengan tujuan untuk memenuhi
pergesekkan, dan kemungkinan paling
kebutuhan hidupnya, seperti untuk
buruk ialah terjadinya perpecahan antar
memperoleh makanan, minuman, pakaian
golongan yang tentu mengancam
dan kebutuhan hidup lainnya. Bantuan
kedamaian dunia.
tersebut dapat diperoleh melalui sarana
yang disebut “pergaulan”, selain untuk Berangkat dari pemikiran tersebut, maka
memenuhi kebutuhan hidupnya, terciptalah hukum serta peraturan yang
“pergaulan” juga menjelma sebagai memiliki maksud untuk menciptakan
fasilitator manusia dalam rangka serta menjaga ketertiban sosial, apabila
mengembangkan potensi diri untuk hukum memiliki andil dalam menciptakan
tumbuh menjadi lebih baik. serta menjaga ketertiban sosial, maka
peradilan muncul sebagai lembaga
Bahkan,dalam kitab suci Al-Qur’an pun
penegakkan hukum dan peraturan-
menggambarkan esensi manusia sebagai
peraturan.
makhluk sosial yang bergaul serta
melakukan interaksi dengan manusia B. Pokok Masalah
lainnya, sebagaimana yang tertera dalam
Peradilan adalah terjemahan dari Bahasa
QS Al-Hujurat : 13, Allah menjelaskan
Arab al-Qadha’ ( ‫) اﻟﻘﻀﺎء‬. alQadha’ sendiri
bahwa manusia diciptakan bersuku-suku
memiliki beberapa arti, yaitu memutuskan
dan berbangsa-bangsa adalah dalam
atau menghukum antara dua orang yang
rangka hidup bersama dan saling bergaul
berkelahi1
antara satu dengan lainnya.

1Hadi Daeng Mapuna, Hukum dan Peradilan


dalam Masyarakat Muslim Periode Awal, Jurnal Al-
Qadau (Vol.2, No.1 :2015) hlm.94

2
Soerjono Soekanto dan Purnadi diidentifikasi dari kitab fikih dengan
Purbacaraka memilah hukum itu menjadi beberapa aliran (madzhab). Seiring
sembilan, yaitu : Hukum dalam arti ilmu perkembangan zaman, fikih pun
(pengetahuan) (1), Hukum dalam arti mengalami perluasan dan pendalaman di
disiplin atau sistem ajaran tentang segi pembidangan, A. Djazuli merincikan
kenyataan (2), Hukum dalam arti kaidah pembidangan tersebut meliputi:
atau norma (3), Hukum dalam arti tata Ibadah(1), Ahwal al-syakhsiyah
hukum atau hukum positif tertulis (4), (perkawinan, kewarisan, wasiat, dan
Hukum dalam arti keputusan pejabat(5), wakaf) (2), Muamalah (dalam arti sempit)
Hukum dalam arti petugas (6), Hukum (3), Jinayah(4), Aqdhiyah (peradilan) (5),
dalam arti proses pemerintahan(7), Siyasah (dusturiyah, Maliyah, dan
Hukum dalam arti perilaku yang teratur dauliyah)(6).3
(8), Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai
(9).2
Islam sebagai agama yang rahmatan lil
Demikian pula yang terjadi dalam ‘alamiin menghendaki umatnya hidup
hubungan masyarakat sesama muslim, rukun dan harmonis baik kepada sesame
yang bahkan dalam agama Islam muslim atau non muslim. Itulah sebabnya,
menyatakan dengan gamblang bahwa hukum dan peradilan merupakan bagian
muslim dengan muslim lainnya adalah penting dari ajaran Islam. Sejak awal
saudara. kerasulan Nabi Muhammad SAW, selain
menunaikan kewajiban untuk
Sebagai konsekuensi persaudaraan,
menyampaikan risalah Islamiyah,
sengketa dan konflik merupakan
Rasulullah juga menanamkan aqidah dan
keniscayaan. Dalam perspektif Islam,
iman, serta menjalankan hukum dan
hukum, terutama hukum Islam bersumber
peradilan sekaligus.
dari firman Allah dalam Al-Qur’an, selain
itu hukum Islam dapat digolongkan
Pada pembahasan kali ini, akan menyoroti
sebagai produk pemikiran fuqaha yang
serta memfokuskan pada sistem peradilan

2Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam dalam Tatanan 3 Ibid., hlm 6


Masyarakat Indonesia (Cet. II; Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2000) hlm.3

3
Islam pada periode awal Islam, dalam Peradilan Islam pada masa
artian membahas, menelaah, serta tersebut?
mempelajari sistem peradilan Islam pada b. Bagaimana pelimpahan wewenang
masa Rasulullah SAW. peradilan pada masa itu?
c. Apa saja dasar-dasar sistem
Islam turut mengambil peran dalam peradilan Islam yang diajarkan oleh
merncari kebenaran dan menegakan Rasulullah?
keadilan pada awal kemunculannya, C. Dasar Hukum
melalui berbagai lembaga peradilan dan
Pada Periode awal Islam, terutama pada
diluar lembaga peradilan, seperti adanya
masa pemerintahan di Madinah,
lembaga penyelesaian sengketa dan
merupakan masa penataan dan
lembaga bantuan hukum. Kurang lebih
pemapanan masyarakat sebagai
terdapat tiga model kekuasaan kehakiman
percontohan. Hal itu dibuktikan dengan
Islam, yaitu kekuasaan Al-Qadha,
banyaknya ayat-ayat yang memuat
kekuasaan Al-Madzalim dan kekuasaan Al-
hukum, turun dalam rangka memenuhi
Hisbah.4
kebutuhan manusia dalam penataan
kemasyarakatan, baik dalam ranah ritual
Dengan maksud untuk mengetahui lebih
(ibadah) ataupun sosial.
mendalam mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan sistem peradilan Di Madinah Rasulullah sebagai pemegang

Islam dalam masa Rasulullah SAW masih kekuasaan politik juga menjadi faktor

hidup, berikut ini penulis akan pendorong berkembangnya hukum Islam.

memaparkan beberapa hal yang memiliki Pada periode tersebut Rasulullah

hubungan dengan hal tersebut. Masalah memegang kekuasaan legilatif (membuat

pokok uraian ini adalah, antara lain : peraturan), eksekutif( kepala

a. Bagaimana peran dan fungsi pemerintahan), serta yudikatif (menjadi

Rasulullah SAW dalam Sistem hakim), hal ini dapat terjadi karena dalam
Islam Nabi Muhammad SAW diyakini

4Djoko Sutrisno, Lembaga Kekuasaan Kehakiman


dan Peradilan Islam, Jurnal Al-Fatih (Vol.IV, No.1
:2015) Hlm.24

4
terhindar dari kesalaha, dalam artian Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
kalaupun melakukan kesalahan akan benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih
segera ditegur oleh Allah SWT.5 utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (QS. An-Nisa (4) :59)
Nabi Muhammad sebagai rasul-Nya
I. PEMBAHASAN
memiliki peran penting dalam
A. Rasulullah sebagai Musyarri’ dan Qadhi
mengajarkan serta menegakkan hukum
Allah SWT sehingga kelak, menjadi Terdapat berbagai rumusan lembaga-
rujukan oleh umat Islam dalam lembaga dalam studi kajian Fikih
menegakkan hukum-Nya. Peradilan (Fikih al-Qadha’) yang memiliki
batasan pengertian yang berbeda
‫ﻀى ه‬
ُ‫َّللا‬ َ َ‫َو َمﺎ َكﺎنَ ِﻟ ُمؤْ ِم ٍن َو ََل ُمؤْ ِمنَ ٍة إِذَا ق‬ berdasarkan dari segi tugas, fungsi, dan
ۗ ‫ُسوﻟُُهُ َأ َ ْمًرا َأ َ ْن ََي ُُكونَ ﻟَ ُُه ُُم ْاﻟ ِخيَ ًَرة ُ ِم ْن َأ َ ْم ًِر ِه ُْم‬
ُ ‫َو َر‬
kekuatan hukumnya, seperti musyarri’
‫ض ََلَل ُم ِبينﺎ‬ َ ‫ض هل‬ َ ‫ُسوﻟَُهُ َفﻘَ ْد‬ ُ ‫َّللاَ َو َر‬ ‫ص ه‬ ِ ‫َو َم ْن ََي ْع‬
dengan wilayat al-tasyri’, qadhi dengan
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
wilayat al-qadha’, hakam dengan wilayat
mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan
yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya al-tahkim, mufti dengan wilayat al-ifta’,
telah menetapkan suatu ketetapan, akan dan muhtasib dengan wilayat al-hisbah.6
ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. Dan barangsiapa 1. Wilayat al-Qadha (Lembaga
menduharkai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang Peradilan)
nyata”. (QS Al-Ahzab (33) :36) Tugas lembaga peradilan ialah

‫ُسو‬ ‫َّللا َوَأ َ ِطيعُوا ه‬


ُ ‫اﻟًر‬ َ ‫ََي ﺎ ََأ َيُّ َُه ﺎ ا هﻟ ِذ َي َن آ َم ُن و ا ََأ ِط ي ُع و ا ه‬ menampakkan hukum agama, dan

ٍ‫ش ْيء‬َ ‫َوَأُو ِﻟي ْاْل َ ْم ًِر ِم ْن ُُك ُْم ۖ فَإ ِ ْن تَ َنﺎزَ ْعت ُ ُْم فِي‬ bukan menetapkan hukuum
‫ُسو َِل إِ ْن ُك ْنت ُ ُْم تُؤْ ِمنُونَ بِ ه‬
ِ‫ﺎّلل‬ ُ ‫اﻟًر‬‫َّللا َو ه‬ِ ‫فَ ًُردُّوهُ إِﻟَى ه‬ karena hukum telah ada dalam

َ ‫َو ْاﻟيَ ْو ِم ْاْل ِخ ًِر ۚ َٰذَ ِﻟ َك َخي ًٌْر َوَأ َ ْح‬


‫س ُن تَأ ْ ِوَيَل‬ masalah yang dihadapi. Hakim

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah hanya menerapkan hukum itu ke


Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-

5
Muh. Zuhri Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, 6 Oyo Sunaryo Mukhlas.Perkembangan Peradilan
Cet. 2, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,1997) Islam dari Kahin di Jazirah Arab ke Peradilan
hlm.15 Agama di Indonesia, Cet.I, (Bogor : Penerbit Ghalia
Indonesia,2011) hlm.43

5
dalam kenyataan, bukan Seiring berkembangnya zaman musyarri’
membuat hukum baru.7 lebih dikenal sebagai pejabat yang
2. Wilayat al-Hisbah berwenang untuk merancang dan
Merupakan lembaga resmi membuat peraturan perundang-undangan
pemerintah yang mempunyai (anggota legislatif), sedangkan wilayat al-
kewenangan untuk tasyri’ berkembang dan dikenal sebagai
menyelesaikan masalah lembaga yang mewadahi musyarri’
pelanggaran-pelanggaran ringan, (anggota legislatif) atau biasa disebut
yang menurut sifatnya tidak perlu sebagai lembaga legislatif.
adanya proses peradilan dalam
Sedangkan pada permulaan Islam, qadhi
penyelesainnya.8
lebih dikenal dengan istilah hakam. Selain
3. Wilayat al-Madzalim
wilayat al-qadha’, banyak pula istilah yang
Merupakan lembaga yang dibentuk oleh
digunakan seperti dar al-qadha’, al
pemerintah secara khsus yang memiki
mahkamah, badan serta lembaga
kewenangan dalam menyelesaikan
kehakiman, badan serta lembaga
perkara, membela penganiayaan dari
peradilan, dan pengadilan. Pengadilan
kesewenangan pihak lain yang bisa saja
dikenal sebagai penyelenggara peradilan,
datang dari pemerintah atau terjadi
yang di dalamnya badan peradilan
diantara masyarakat satu dengan lainnya.9
melaksanakan kekuasaan kehakiman
Rasulullah sebagai musyarri’ mengandung untuk menegakkan hukum dan keadilan.
makna bahwa Rasulullah adalah mubayyin
Selain lembaga-lembaga yang telah
li al-syari’ah, tugasnya yaitu untuk
disebutkan sebelumnya, terdapat pula
memberikan penjelasan atas kandungan
berbagai institusi lain yang berkembang
syariah, terutama kandungan-kandungan
sejak awal pemerintahan Islam, yaitu
syari’ah yang bersifat global atau umum
wilayat al-tahkim, wilayat al-ifta, dan
dan bukan sama sekali untuk membuat
wilayat al-hisbah.
syariah baru.

8
7 A. Rahmat Rosadi, M. Rais Ahmad.Formalisasi Ibid., hlm 60
Syariat Islam dalam Perspektif Tata Hukum 9
Ibid., hlm 64
Indonesia, Cet. I, (Bogor : Penerbit Ghalia
Indonesia, 2006) hlm.56

6
Pada pembahasan disini memfokuskan ketiga, Rasulullah dipandang sebagai
untuk menelaah tugas serta fungsi muhtasib.
Rasulullah SAW sebagai musyarri’, qadhi,
Dalam segi kapasitas, mufti dan muhtasib
mufti, dan muhtasib. Dengan maksud
dipandang dari dimensi bentuk , bukan
mencermati sejauh mana multifungsi
dari segi isi dan keabsahan hukum.
Rasulullah dalm mengemban tugas utama
Sehingga segala produk hukum dari
sebagai Rasul yaitu menyampaikan risalah
lembaga ifta dan hisbah sifatnya tidak
ilahi kepada umat manusia, melalui sudut
mengikat atau tidak dikenal istilah
pandang fikih qadha’ dengan berbagai
pemaksaan (ilzam) dalam wilayat al-ifta
fungsi yang diemaban, dimana pada
dan wilayat al-hisbah. Hal ini berbeda
zaman sepeninggalnya fungsi-fungsi
dengan ifta dan hisbah yang dinisbatkan
tersebut tidak lagi diemban oleh satu
pada kapasitas pribadi Rasulullah sebagai
orang melainkan membentuk dan
rasul yang menjadikan ifta dan hisbah
mengembangkan lembaga-lembaga yang
tersebut memiliki kekuatan mengikat.
memiliki tugas khusus.
Maka dari itu, segala penjelasan (bayan)
Tugas utama Rasulullah sebagai rasul-Nya yang disampaikan oleh Rasulullah baik
ialah menyampaikan wahyu ilahi kepada berupa ifta ataupun hisbah dianggap
manusia, yang juga disertai dengan sebagai sunnah.
penjelasan (bayan) terhadap wahyu yang
Dengan adanya sunnah sebagai sumber
disampaikan. Penjelasan itu terkadang
hukum kedua setelah Al-Qur’an
datang langsung dari Rasulullah namun
menyiratkan adanya syariah dengan
ada kalanya penjelasan itu datang setelah
maksud sunnah sebagai bayan syari’ah
adanya tuntutan dari sahabat, dimana
dan bukan tambahan syari’ah. Dengan
penjelasan-penjelasan tersebut dikenal
fungsi Rasulullah sebagai musyarri’ yaitu
sebagai sunnah atau hadits. Sebagai
mubayyin li al-syari’ah dan sebagai -
alternative kedua hadits atau sunnah yang
munafidz serta qadhi. Menyatakan
dimintai penjelasan dipandang sebagai
Rasulullah memiliki kekuasaan tasyri’
fatwa, dimana Rasulullah sendiri sebagai
mufti. Sedangkan dalam alternative yang

7
(legislative), tanfidz (eksekutif), dan Pada periode ini, selain Rasulullah yang
qadha’ (yudikatif).10 bertindak sebagai hakim, --baik di tingkat
pertama dan terakhir, serta hakim tinggi--
B. Pelimpahan Wewenang dan Tempat
juga sejumlah sahabat yang ditunjuk oleh
Penyelesaian Perkara
Rasulullah. Pengangkatan hakim-hakim
Dengan memiliki fungsi dan tugas sebagai tersebut untuk mengantisipasi semakin
hakim, ada sekian perkara yang banyaknya kasus yang timbul di kalangan
diselesaikan secara langsung oleh umat Islam, terutama di daerah-daerah
Rasulullah, namun terkadang Rasulullah yang agak jauh dari pusat pemerintahan.
melimpahkan wewenang tersebut kepada
Hakim-hakim tersebut menyelesaikan
sahabat yang dipercayainya, seperti Umar
sengketa-sengketa dengan berdasar pada
ibn Khattab, Ali ibn Abi Thalib, serta
Al-Qur’an dan Sunnah. Kalau hukum kasus
‘Alqamah.
tersebut tidak ditemukan dalam Al-Qur’an
Demikian berdasarkan pernyataan dari dan sunnah maka hakim-hakim tersebut
Ma’qil ibn Yasar, bahwa ia pernah berijtihad. Hasil ijtihad para hakim
diperintahkan oleh Rasulullah untuk tersebut merupakan putusan.11
menjadi hakim. Sehingga dapat dikatakan
Jabatan hakim pada masa nabi belum
bahwa pelimpahan wewenang (delegation
dipisahkan dari jabatan eksekutif. Nabi
of authorithy) telah terjadi sejak masa
sebagai Kepala Pemerintahan di Madinah
kepemimpinan Rasulullah. Hal itu
juga bertindak sebagai hakim. Demikian
digambarkan ketika ada dua orang yang
pula sahabat-sahabat yang diangkat di
bersengketa datang menghadap
daerahdaerah.
Rasulullah SAW, namun Rasulullah
memerintahkan Umar ibn Khattab untuk Dalam menyelesaikan suatu perkara dan
menyelesaikan perkara tersebut, hal memberikan atau mengeluarkan fatwa
serupa juga terjadi pernah dialami oleh Rasulullah SAW tidak pernah terikat oleh
‘Alqamah. tempat tertentu yang digunakan khusus
untuk menyelesaikan perkara selayaknya

10 11
Oyo Sunaryo Mukhlas, Op. Cit. Hlm. 45 Hadi Daeng Mapuna, Op. Cit. hlm 102

8
gedung peradilan pada masa saudara laki-laki atau perempuan
sekarang.12Oleh sebab itu, Rasulullah SAW adalah sebesar 1/3 dari harta waris.
sering kali memutuskan perkara di tempat
b. Khiyar dalam Pernikahan
yang berbeda-beda, cenderung bebas dan
Berdasarkan riwayat dalam suatu
dapat terjadi dimana saja, khususnya
perkara yang dialami oleh Khansa’
apabila terjadi peperangan.
inti Jadzam serta yang diceritakan
C. Jenis Perkara oleh Abdullan Ibn Burdah,
menegaskan bahwa seorang wanita
Terdapat berbagai macam perkara yang
memiliki hak untuk menentukan
telah diselesaikan oleh Rasulullah baik
persoalan jodohnya.13
meliputi perkara keluarga, perdata,
1. Perkara Perdata
pidana, hukum acara bahkan hukum acara
Beberapa persoalan yang telah
internasional.
diselesaikan Rasulullah, antara lain :

1. Perkara Keluarga a. Kasus Jual Beli Barang


Dalam suatu sengketa yang terjadi
Perkara ini berhubungan dengan
antara dua pembeli yang berselisih
keluarga (ahwal al-syakhsiyah), barang dari seorang penjual.
seperti hubungan suami istri, mahar
Rasulullah SAW mencari kebenaran
(maskawin), nikah, talak, ruju’, li’am,
formal dengan mengutamakan alat-
al-walad, penyusuan anak, wasiat,
alat bukti seperti barang-barang,
waris, dan nafkah.
benda-benda, atau surat-surat

a. Pemberian Wasiat berharga, serta mempertimbangkan


pengakuan dari pihak pertama.
Dalam suatu riiwayat yang b. Masalah Syuf’ah
menyatakan bahwa Sa’ad Ibn Abi Rasulullah SAW menetapkan syuf’ah
Waqas sedang sakit keras, diambil (pembulatan hak milik) dalam
keputusan harta warisan untuk 1 anak barang perserikatan hanya dapat
perempuan sedang ia tak memiliki dilakukan terhadap benda-benda

12 13
Oyo Sunaryo Mukhlas, Loc. Cit. Oyo Sunaryo Mukhlas, Op. Cit. Hlm 46-47

9
yang tidak bergerak seperti, tanah, menyangkut perzinaan yang dijatuhi
kebun, dan rumah. Syuf’ah berlaku vonis dengan didera cambuk 100 kali
bagi barang syirkah yang belum bagi ghairu muhson (belum
dibagi dan di antara pihak-pihak menikah) dan hukuman mati dengan
tersebut dilarang menjual harta dirajam bagi muhson (telah
serikat tanpa seizing pihak lainnya.14 menikah).15
2. Perkara Pidana 3. Bidang Hukum Acara
Adapun beberapa perkara dimana Adapun hal-hal yang memiliki
Rasulullah SAW pernah memberikan keterkaitan dengan hukum acara,
putusan, adalah : antara lain :
a. Memotong Tangan Pencuri - Syahadah (kesaksian)
Dalam suatu riwayat, menceritakan - Bayyinah (bukti)
bahwa Fatimah binti Aswad, seorang - Sumber hukum
perempuan bangsawan keturunan
Mengenai hal-hal tersebut,
Bani Makhzum tertangkap basah
Rasulullah SAW pernah bersabda, “al
sedang mencuri sehingga divonis
bayyinah ‘ala al-mudda’I wa al-
dengan eksekusi potong tangan.
yamin ‘ala man ankara”, bukti itu
Dengan segala kemuliaan akhlaq
wajib atas penggugat dan sumpah itu
Rasulullah, bahkan dalam
wajib atas pihak yang menolak.
khutbahnya yang sehubungan
dengan hukuman yang dijatuhkan 4. Bidang Hukum Internasional
atas Fatimah binti Aswad, beliau Dalam hukum Internasional disini
menyampaikan bahkan seandainya lebih tertuju kepada jalan damai
Fatimah binti Muhammad yang dipilih Rasulullah dalam
mencurilah pastilah akan dipotong menyampaikan pesan illahi terhadap
juga tangannya. negara-negara lain, seperti dakwah
b. Masalah Zina yang disampaikan kepada raja-raja,
Pada masa kepemimpinan antara lain Al-Najasyi, Kisra, dan
Rasulullah SAW terdapat kasus Mukaukis, bahkan Rasulullah SAW

14 Ibid., Hlm 47-48 15 Ibid., hlm. 48-49

10
tidak membolehkan penyiaran biasa , kalian berperkara kepada ku tanpa
dakwah melaui tindakan ofensif dan didukung oleh keterangan yang dapat
penyerangan.16 dijadikan pijakan , boleh jadi salah satu
diantara kalian lebih piawai dalam
D. Ijtihad dan Bukti dalam Menyelesaikan mengungkapkan dakwah nya dari pada
Perkara yang lainya , karena itu siapa saja yang aku
Tindakan yang dilakukan Rasulullah SAW. putuskan untuknya hak saudaranya maka
Dalam menyelsaikan masalah perkara hendaklah ia mengambilnya, karena
tidak sekedar memutuskan dan sesunguh nya aku telah memutuskan
menyelesaikan perkara, namun juga untuknya api neraka“. Begitu mendengar
menumbuhkan kesadaran iman para sabda Rasulullah SAW, kedua belah pihak
pihak yang berperkara. Karena itu dalam yang tengah bersengketa saling menangis
menyelesaikan perkara, Rasulullah tersedu sedu dan seraya saling mengalah
senantiasa melakukannya dengan ijtihad, satu sama lain dan harta waris yang di
bukan hanya berdasarkan turunnya perebutkan itu diserahkan kepada
wahyu.17 saudaranya.
Hal tersebut dikuatkan dengan adalah Berkaca dari penyelesaian tersebut
pengakuan Rasulullah terhadap mengajarkan bahwa dalam penyelesaian
penggunaan ijtihad oleh Mu’az ibn Jabal perkara, tak cukup bersandar pada bukti-
dalam memecahkan persoalan yang tidak bukti yang kasat mata, namun juga
ada ketentuannya dalam Al-Qur’an dan membutuhkan pengakuan tulus dan
Sunnah. Peristiwa itu terjadi sesaat setelah kedudukan perkara yang sebenarnya.
Mu’az diangkat menjadi Qadi di Yaman. Riwayat lain mengisahkan bahwa
Ketika itu Rasulullah menanyakan Rasulullah SAW, pernah bersabda : “Aku
bagaimana cara dalam menetapkan memutuskan dengan ra’yi pada kasus
hukum suatu masalah.18 Dalam yang tidak turun wahyu“.
mencermati perkara tersebut, Rasullulah Jadi dalam praktek peradilan tidak selalu
SAW bersabda “Aku hanyalah manusia didasarkan oleh wahyu, terbukti dalam

16 18
Ibid., hlm 50 Hadi Daeng Mapuna, Op. Cit. Hlm. 100
17
Oyo Sunaryo Mukhlas, Loc.Cit

11
riwayat yang menceritakan bahwa yuridiksi adalah wahyu, baik berupa Al-
Rasulullah meminta pendapat para Qur’an atau pun hadis (al-sunnah).
sahabat mengenai tawanan perang Badar.
Dengan memiliki tugas sebagai hakim, ada
Abu Bakar berpendapat agar mereka
berbagai macam perkara yang
dilepaskan dengan bayaran (tebusan).
diselesaikan secara langsung oleh
Umar bin Khaththab tidak sependapat.
Rasulullah, namun terkadang Rasulullah
Nabi menerima usulan Abu Bakar dengan
melimpahkan wewenangnya kepada
harapan para tawanan dapat bertaubat.
sahabat yang di percayainya. Beberapa
Tidak lama kemudian turun wahyu yang
jenis perkaranya yaitu, Perkara Keluarga,
mengoreksi kekeliruan Rasulullah.
Perkara Perdata, Perkara Pidana, Bidang
Hukum Acara dan Bidang Hukum
Dari dua pandangan yang berbeda di atas,
Internasional.
dapat disimpulkan bahwa Rasulullah SAW
memang telah berijtihad, dibawah Proses peradilan pada masa Rasulullah

pengawasan Allah SWT. Ijtihad Rasulullah SAW berlangsung sangat sederhana dan

bukan seperti ijtihad yang dipahami tidak berbelit-belit dan lebih

menurut ushul fiqh dan ijtihad tersebut mementingkan substansi dibandingkan

bukan dalam rangka menemukan hukum profesi.

(ijtihad istinbath) tetapi dalam rangka


Sistem peradilan masa Rasulullah SAW
penerapan hukum (ijtihad tathbiqi).19
memberikan pijakan dan prinsip dasar
KESIMPULAN
bagi perkembangan sistem peradilan yang
Peradilan pada masa Rasulullah SAW mencakup penguatan lembaga-lembaga
merupakan fase penting dalam Sejarah baru seperti hisbah dan peradilan
Peradilan Islam pada saat Rasulullah SAW muzalim.
sebagai pemegang otoritas yuridiksi satu-
satunya. Sumber hukum yang menjadi
referensi utama bagi pemegang otoritas

19 Ibid., hlm 100-101

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an Surat Al-Ahzab(33) : 36.


Al-Qur'an Surat An-Nisa (4) : 59.
Bisri, C. H. (2000). Peradilan Islam dalam
Tatanan Masyarakat Indonesia (2
ed.). Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mapuna, H. D. (2015). Hukum dan
Peradilan dalam Masyarakat
Muslim Periode Awal. Jurnal Al-
Qadau , 2.
Mukhlas, O. S. (2011). Perkembangan
Peradilan Islam dari Kahin di
Jazirah Arab ke Peradilan Agama
di Indonesia. Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia.
Rosadi, A. R., & Ahmad, M. (2006).
Formalisasi Syariat Islam dalam
Perspektif Tata Hukum Indonesia
(I ed.). Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia.
Sutrisno, D. (2015). Lemabaga Kekuasaan
Kehakiman dan Peradilan Islam.
Jurnal Al-Fatih, IV.
Zuhri, M. (1997). Hukum Islam dalam
Lintasan Sejarah (II ed.). Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.

13

Anda mungkin juga menyukai