PENDAHULUAN
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk yang berakal dan
beradab terikat dalam berbagai norma-norma dan nilai-nilai yang diakui serta ditaati.
Bahkan, keharusan dalam menjalani kehidupan sesuai dengan norma-norma yang berlaku
secara mutlak bersifat mengikat, dalam artian lingkup kehidupan yang dinaungi oleh sebuah
norma dan aturan maka, manusia yang hidup di dalamnya berkewajiban menaatinya. Dari
norma-norma yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, maka
kemudian muncullah aturan-aturan serta larangan-larangan yang secara umum berlaku untuk
membatasi tingkah laku manusia agar mampu menjalani hidup yang relevan dengan norma
yang diakui dan disepakati bersama serta adanya sanksi yang diberikan atas pelanggaran dari
aturan-aturan tersebut. Peraturan dan larangan tertentu yang berlaku dalam suatu kehidupan
masyarakat beserta sanksi-sanksi yang mengikutinya tersebutlah yang secara umum
dipahami sebagai hukum oleh manusia.1
Berbicara mengenai hukum, maka tak menutup kemungkinan ketika muncul pertanyaan-
pertanyaan dalam lingkup hokum itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan seperti, “Dari manakah
hukum yang mengikat itu berasal?”, atau “ Mengapa hukum tersebut harus ditaati?”.
Sehingga dari kedua pertanyaan ini, dapat menimbulkan konsepsi atas interpretasi mengenai
“Sumber Hukum” yang berbeda, ketika kita dihadapkan dengan persoalan definisi sumber
hukum, maka dapat kita misalkan dengan pertanyaan mengenai “Sumber Air”. Ketika kita
ditanyai mengenai sumber air, maka yang akan muncul dalam pemikiran kita adalah, dari
mana asal munculnya air, atau sesuatu yang menimbulkan aliran air. Maka, dapat kita
simpulkan secara teoritis, ketika muncul pembahasan mengenai “Sumber Hukum”, maka
1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta 1986. Hlm. 35
hal-hal yang akan dibicarakan adalah mengenai asal munculnya suatu hukum, sehingga
mengantarkan kita kepada definisi “Sumber Hukum” secara epistemologis. 2
Sumber hukum dapat dikaji melalui dua cara diantaranya adalah, sumber hukum yang
dikaji dari berbagai disiplin ilmu yang ada, dan hasilnya akan menjawab pertanyaan
mengenai kekuatan dalam hukum yang menjadikannya bersifat mengikat, atau disebut
sebagai “Sumber Hukum dalam arti Materiil”. Yang kedua adalah sumber hukum yang dikaji
dalam lingkup asal suatu hukum yang sifatnya mengikat tersebut, sehingga akan muncul
jawaban atas pertanyaan “ Dimana dapat ditemukan sumber hukum yang bersifta mengikat
tersebut?”, yang kemudian disebut sebagai “Sumber Hukum dalam arti Formil”.3
1.3 Tujuan
1.3.1. Menjelaskan definisi sumber hukum secara materiil dan
1.3.2. Sumber Hukum secara Materiil yang dikaji dari berbagai sudut pandang disipin
ilmu
1.3.3. Menjelaskan macam-macam Sumber Hukum secara Formil
1.4 Manfaat
1.4.1. Pembaca diharapkan mampu mengetahui dan memahami definisi Sumber Hukum
secara materiil maupun formil
1.4.2. Pembaca diharapkan mampu memahami sumber hukum secara materiil yang
dikaji dari berbagai disiplin ilmu
2
Farkhani, Pengantar Ilmu Hukum , STAIN Salatiga Press, Salatiga 2014. Hlm. 71
3
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. PT Rineka Cipta. Jakarta. 2001. hlm.57
BAB 2
PEMBAHASAN
Sumber hukum adalah kata yang digunakan untuk menjawab dua pertanyaan
yaitu,“ Mengapa hukum itu mengikat?” pertanyaan ini dimaksudkan untuk menjawab
pertanyaan mengenai kekuatan sumber hukum hingga mengikat dan manusia mau
mematuhinya. Jawaban dari pertanyaan ini mengarahkan kita kepada definisi sumber
hukum secara material. Kemudian yang kedua adalah untuk menjawab “ Dimana kita
dapat menemukan aturan-aturan hukum yang bersifat mengikat itu?”. Jawaban yang
akan diperoleh dari pertanyaan tersebut dapat kita mengerti sebagai sumber hukum
dalam artian yang formal.4
Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa,
yakni, aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan saksi yang tegas dan nyata.5
4
Mochtar Kusumaatmadja, Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup
Berlakunya Hukum Buku 1, P.T. Alumni, Bandung 2009. Hlm. 59-60
5
C.S.T. Kansil, op.cit. hlm 46
4. Sumber hukum dalam arti formil, dilihat dari proses atau terjadinya
hukum ditengah masyarakat.6
Yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sumber hukum materiil dan
sumber hukum formil.
Menurut Kansil sumber hukum materiil dapat dilihat dari berbagai macam faktor,
misalnya faktor ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan sebagainya.8
Dibawah ini akan dibahas Sumber Hukum dalam Arti Materiil yang dikaji dari
berbagai disiplin ilmu tersebut :
6
Farkhani, loc. cit.
7
Sumber-sumber Hukum diakses dari http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.com/2013/06/sumber-sumber-
hukum.html
8
C.S.T. Kansil, loc. cit.
1. Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan
ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa, yang
menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
masyarakat.9
3. Sejarah hukum terus berkembang dari waktu ke waktu, perkembangan
tersebut tidak luput dari peran gejala-gejala serta perubahan sosial, sehingga
dari segi sejarah, hukum secara materiil dapat diperhatikan dari sudut
pandang sejarah dengan :
- Sumber Pengenalan Hukum, yakni seluruh dokumentasi, tulisan, inskripsi
dan sebagainya.
- Menggunakan dokumen-dokumen, surat-surat, dan keterangan yang
memuat berbagai jenis aturan yang dianggap mampu berkembang dengan
menyesuaikan perkembangan sosial.10
4. Sumber hukum materiil secara filsafat, adalah sumber hukum yang dikaji atas
berbagai pertanyaan-pertanyaan yang mendasar mengenai kata hukum itu
sendiri, seperti “apa hakekat hukum?”, “apa tujuan hukum”, “mengapa
hukum harus ditaati?” dan sebagainya. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut
akan diperoleh makna hukum secara konkrit.
5. Sumber hukum materiil dari sudut pandang agama, bagi para ahli agama,
sumber hukum adalah kitab suci, seperti Al-Qur’an, Injil, Zabur maupun
Taurat. Karena kitab-kitab suci tersebut memuat bahan-bahan hukum serta
mengatur bagaimana hukum tersebut ditegakkan.11
9
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, loc. cit.
10
Farkhani, op. cit. hlm. 72
11
Farkhani, Ibid., hlm. 74
12
Mochtar Kusumaatmadja, Arief Sidharta, op. cit. hlm. 59-60
Sumber-sumber hukum formal antara lain :
1. Undang-undang (Statute)
2. Kebiasaan (Costum)
3. Keputusan-keputusan hakim (Juripundentie)
4. Traktat (Treaty)
5. Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)13
6. Agama
13
C.S.T Kansil, loc.cit.
14
C.S.T. Kansil, loc.cit.
15
C.S.T. Kansil, Ibid., hlm.47
16
Farkhani, op. cit., hlm.76
memiliki wewenang dalam pembentukannya, dan memastikan undang-
undang tersebut berlaku sebagaimana mestinya.17
Pada saat syarat-syarat yang tiga tersebut telah dipenuhi, maka asas
“fictie hukum” yaitu, setiap orang dinilai telah mengetahui dan
memahami diberlakukannya suatu undang-undang tersebut resmi berlaku.
Sehingga apabila ada seseorang yang melanggar undang-undang tersebut,
ia tidak diperkenankan membela atau membebaskan diri dengan alasan : “
Saya tidak tahu-menahu adanya undang-undang tersebut”.19
2. Berakhirnya undang-undang
Sebuah undang-undang dapat dikatakan telah berakhir masa berlakunya
apabila :
a. Jangka waktu berlaku yang ditentukan oleh undang-undang itu sudah
lampau
b. Keadaan atau hal yang diatur dalam suatu undang-undang sudah tidak
ada lagi
17
Farkhani, loc.cit.
18
Farkhani, Ibid., hlm. 77
19
C.S.T. Kansil, loc.cit.
c. Undang-undang tersebut dengan tegas telah dicabut oleh lembaga
maupun instansi yang membuat dan atau yang lebih tinggi
d. Telah diadakan undang-undang baru yang isinya berlainan atau
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku sebelumnya20
e. Dicabut dengan tegas oleh undang-undang yang sejenis. Contoh : UU
No.62 tahun 1958 dicabut dengan tegas oleh UU No.12 tahun 2006
yang keduanya mengatur tentang kewarganegaraan. Adanya sebuah
kebiasaan yang bertentangan dengan undang-undang yang berlaku,
atau undang-undang tersebut tak lagi ditaati, dan atau undang-undang
yang berlaku bertentangan dengan agenda pembangunan.21
20
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, hlm.58-59
21
Farkhani, loc.cit.
22
Farkhani, Ibid, hlm. 77
RUU yang diajukan olh DPR, disiapkan oleh DPR disampaikan
dengan adanya surat pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden menunjuk
menteri yang mewakili dalam pembahsan RUU, dalam waktu 60 hari
sejak surat Pimpinan DPR diterima.
Peran DPD dalam Persiapan Pembentukan Undang-undang yaitu,
DPD memiliki kewenangan untuk mengajukan RUU kepada DPR
mengenai hal yang berkaitan dengan otonomi daerah,hubungan pusat dan
daerah, dan lain sebagainya.
Dalam pembahasan RUU oleh DPR bersama Presiden atau menteri
yang mewakili melalui berbagai tingkat pembicaraan dalam rapat
komisi/alat kelengkapan DPR yang berwenang dan bertugas khusus
menangani legislasi serta dalam rapat paripurna.
DPD ikut serta dalam Pembahasan RUU yang sesuai
kewenangannya, dalam berbagai rapat yang ada, juga DPD memberikan
pertimbangan kepada DPR megenai RUU yang mengatur APBN, pajak,
pendidikan dan agama.23
5. Pengesahan UU
Setelah RUU disetujui bersama oleh DPR dan Presiden,
disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi
UU paling lambat adalah 7 hari setelah tanggal persetujuan bersama.
RUU disahkan oleh Presiden dengan menandatangani dalam
jangka waktu 30 hari sejak disetujui. Jika tidak ditandatangani dalam
jangka waktu 30 hari, maka RUU tersebut sah menjadi sebuah UU yang
wajib diundangkan.
Beberapa asas hukum yang menjadi dasar dalam pemberlakuan
undang-undang :
a. Undang-undang tidak berlaku surut yaitu, Undang-undang yang baru
saja berlaku tidak dapat diberlakukan kepada peristiwa dan perbuatan
hukum yang ada sebelum Undang-undang tersebut diberlakukan.
23
Farkhani, Ibid, hlm. 78
b. Lex superiorderogate legie inferiori, yakni Undang-undang yang
dibuat oleh lembaga yang memiliki kedudukan lebih tinggi, memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dibanding Undang-undang yang dibuat
oleh lembaga yang kedudukannya lebih rendah.
c. Lex specialis derogat lex generalis, maksudnya adalah Undang-
undang yang mengatur persoalan khusus lebih utama dibandingkan
dengan Undang-undang yang bersifat umum.
d. Lex posteriori derogat legi priori, adalah undang-undang yang baru
menggantikan kedudukan undang-undang yang lama, apabila
mengatur hal yang sama.
Dalam sudut pandang hukum, kebiasaan yang ada dalam masyarakat yang
bernilai positif kemudian diindahkan dan ditaati selayaknya menaati hukum
positif, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebiasaan merupakan bagian dari
sumber hukum yang berlaku. Dalam kehidupan sosial ada kebiasaan atau adat
yang bersendikan hukum yang kemudian dikenal dengan hukum adat. Sedangkan
kebiasaan yang berkembang dalam suatu masyarakat dan tidak bersendikan
hukum disebut dengan adat istiadat.
Menurut Marwan Mas, suatu kebiasaan dapat manjadi hukum adat yang tidak
tertulis dengan syarat, :
a. Syarat materiil : Kebiasaan yang dilakukan secara teratur dan terus menerus.
24
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, op. cit. hlm.60
b. Syarat psikologis : Masyarakat meyakini kebiasaan tersebut masuk akal untuk
dijadikan suatu kewajiban.
c. Syarat sangsi : Adanya suatu sangsi apabila kebiasaan tersebut dilanggar.
25
Farkhani, op. cit. hlm 80-81
26
C.S.T. Kansil, op.cit. hlm. 49
c. Jurispudensi semi-yuridis : semua keputusan hakim yang diajukan dan
diminta oleh seseorang, dan ketetapan tersebut hanya berlaku bagi sang
pemohon.
d. Jurispudensi administratif : surat edaran Mahkamah Agung yang hanya
berlaku secara administratif dan mengikat internal pengadilan.27
Macam-macam traktat :
a. Traktat Bilateral : Perjanjian yang diadakan oleh dua negara.
b. Traktat Multilateral : Perjanjian yang diadakan oleh lebih dari dua negara.
c. Traktat Koletif/terbuka : Apabila ada traktat multilateral dan memberikan
kesempatan bagi negara yang tidak turut mengadakan perjanjian pada
permulaannya.
Traktat dapat dijadikan sebagai hukum formil apabila telah diratifikasi oleh
negara. Dalam beberapa hal ratifikasi hanya dapat dilakukan dengan perstujuan
DPR, yaitu :
27
Farkhani, op.cit. hlm. 83-84
28
Farkhani, op. cit. hlm. 81
b. Masalah yang ada dalam UUD 1945 dan sistem perundang-undangan
Indonesia harus diatur kembali dengan undang-undang.
c. Ikatan kerjasama dan pinjaman luar negeri yang dapat mempengaruhi
kebijakan politik baik dalam negeri maupun luar negeri.29
Doktrin adalah hukum yang diciptakan oleh orang yang pandai serta pendapat
dan ajaran yang disampaikan oleh ahli hukum yang diakui kredibilitas dan
kapabilitasnya oleh masyarakat dalam hal hukum.30
29
Farkhani, Ibid. hlm. 82
30
C.S.T. Kansil,op.cit. hlm.51
b. Kebiasaan-kebiasaan internasional (International customs)
c. Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab ( The general
principles of law recognised by civilised nations)
d. Keputusan hakim ( Judical decisions) dan pendapat-pendapat sarjana
hukum.31
2.3.6 Agama
31
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, op. cit. hlm.64
32
Farkhani, op.cit. hlm. 85
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sumber hukum adalah, segala faktor yang mendasari timbulnya suatu hukum,
termasuk tempat dimana hukum itu dapat ditemukan. Pada hakikatnya, sumber hukum adalah
tempat dimana kita dapat menemukan dan menggali hukum. Jadi, sumber hukum adalah
seluruh faktor determinan yang mempengaruhi timbulnya suatu hukum yang kemudian
bersifat mengikat dan mutlak untuk ditaati.
Sumber hukum ada dua macam, sumber hukum secara materiil dan formil. Sumber
hukum dalam arti materiil adalah sumber-sumber hukum yang dapat dikaji melalui berbagai
macam disiplin ilmu, seperti ekonomi,filosofis, sejarah, agama dan sebagainya.
Sedangkan sumber-sumber hukum dalam arti formil adalah masalah atau persoalan
dimanakah kita bisa mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah
hukum yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat. Yaitu, Undang-undang,
Kebiasaan, Keputusan-keputusan hakim, Traktat, Pendapat Sarjana Hukum, Agama.
3.2 Saran
Demikian makalah mengenai “Sumber Hukum” yang bisa kami paparkan.
Makalah ini jauh dari kata sempurna namun kami sebagai penulis berharap makalah ini
membantu memperkaya wawasan pembaca mengenai “Sumber Hukum”.