Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

HUKUM JUAL BELI ONLINE

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

FIQH MUAMALAH KONTEMPORER

Dosen pengampu: Muhammad Taufiq Zamzami, S.H.I.,M.A.

DISUSUN OLEH:

1. Ana Tawaffani M. (33020180028)


2. Ardila Diastasari (33020180094)
3. Erriza Aidatul Ch. (33020180098)
4. M. Ridwan (33020180175)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur sepenuhnya kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan banyak rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
Makalah Fiqh Muamalah Kontemporer ini dengan lancar. Tak lupa sholawat dan salam
kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafaatnya
dihari akhir kelak.Ucapan terima kasih kami berikan kepada Bapak Muhammad Taufiq
Zamzami, S.H.I., M.A.. selaku dosen mata kuliah Fiiqh Muamalah Kontemporer yang
telah memberikan banyak ilmu dan bimbingan kepada kami selama perkuliahan di
semester tiga. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan
mahasiswa kelas F Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Institut Agama Islam
Negeri Salatiga, kepada bapak Ibu kami, dan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan banyak kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Semoga apa yang telah
dilakukan mendapatkan ridho dari Allah SWT dan mendatangkan manfaat bagi banyak
orang.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan pengertian dan


pemahaman tentang Hukum jual beli online kepada mahasiswa yang telah dituangkan
kedalam bentuk makalahh yang telah diajukan kepada dosen guna memenuhi nilai
tugas.

Penyusun sepenuhnya berharap agar makalah ini dapat memberikan banyak


manfaat bagi seluruh pihak dan pembaca. Penyusun juga mengharapkan adanya
masukan, kritik, dan saran dari semua pihak agar kedepanya dapat menjadi lebih baik
lagi.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salatiga, Oktober 2019

i
Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................................3
A. Latar Belakang...............................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II..........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN..........................................................................................................................4
A. Pengertian Jual Beli Online...........................................................................................4
B. Dasar Hukum Jual Beli..................................................................................................5
C. Syarat dan Rukun Jual-Beli Online..............................................................................8
D. Beberapa Pendapat Mengenai Jual Beli Online.........................................................11
1. Menurut Ulama Syafi’iyyah....................................................................................12
2. Menurut Nahdlatul Ulama (NU).............................................................................14
3. Menurut ‘ulama Muhammadiyah...........................................................................14
BAB III......................................................................................................................................17
PENUTUP..................................................................................................................................17
A. Kesimpulan...................................................................................................................17
B. Saran..............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era milenial seperti saat ini, perkembangan zaman semakin modern, teknologi
semakin canggih dan terus berkembang. Saat ini segala bentuk aktivitas manusia yang
biasa dikerjakan secara manual, sudah bisa dikerjakan hanya dengan sentuhan-sentuhan
panel saja, termasuk kegiatan jual beli.
Kegiatan perniagaan atau jual beli sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Di zaman
Rasulullah SAW, kegiatan jual beli dilakukan dengan bertemu langsung antara penjual
dan pembeli di suatu tempat seperti pasar. Namun saat ini, kegiatan jual beli sudah bisa
dilakukan dengan cara yang lebih ,mudah, bisa dilakukan dimana dan kapanpun selama
24 jam dengan menggunakan sistem online dari smartphone atau gawai yang sudah
terkoneksi dengan internet.
Transaksi barang dan jasa melalui media online ini termasuk kategori mu’amalah
dibidang perdagangan atau bisnis, menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh
seseorang dengan orang lain atau dengan beberapa orang untuk memenuhi kebutuhan
masing-masing. Adapun yang dimaksud dengan fiqh muamalah secara terminologi
didefinisikan sebagai hukum-hulkum yang berkaitan dengan tindakan hukum manusia
dalam persoalan-persoalan kedudukan. Misalnya dalam persoalan jual beli, utang
piutang, kerjasama dagang, perserikatan perkongsian.
Berbagai praktik kecurangan pun banyak terjadi dalam transaksi jual beli online
ini, dimana pihak penjual dan pembeli tidak semaunya bersifat terbuka dan jujur. Untuk
menghindari hal hal yang tidak diinginkan tersebut, terlebih dahulu kita memahami
tentang pengertian jual beli online, dasar hukumnya, syarat-syarat jual beli online, dan
pandangan ulama tentang jual beli online.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian jual beli online?
2. Apakah dasar hukum dari jual beli online?
3. Apa saja syarat dan rukun jual beli online?
4. Bagimanakah pandangan ulama tentang jual beli online?

C. Tujuan
1. Memahami pengertian jual beli online.
2. Mengetahui dasar hukum dari jual beli online.
3. Mengerti syarat-syarat dari jual beli online.
4. Mengetahui dan memahami pandangan ulama tentang jual beli online.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli Online
Transaksi secara online merupakan transaksi pesanan dalam model bisnis
era global yang tanpa bertatap muka langsung, melainkan cukup dengan hanya
melakukan transfer data lewat dunia maya (data interchange) via internet antara
kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli.Perkembangan teknologi infomasi
inilah yang memungkinkan transaksi jarak jauh, dimana siapapun dapat
berinteraksi meskipun tanpa tatap muka (face to face).
Di dalam transaksi online yang sangat penting adalah ketersediaan
informasi dan adanya keuntungan. Atau yang sekarang lebih dikenal dengan
istilah e-business atau e-commerce. Adapun mengenai definisi mengenai e-
commerce secara umum adalah semua bentuk transaksi komersial, yang
menyangkut organisasi dan transmisi data yang yang digeneralisasikan dalam
bentuk teks, suara, dan gambar secara lengkap.
Beberapa definisi e-bussines lainnya, diantaranya:
a. E-bussiness adalah praktek pelaksanaan dan pengelolaan proses bisnis
utama melalui penggunaan teknologi komunikasi, computer, dan data
yang telah terkomputerisasi.
b. E-bussiness meliputi semua hal yang harus dilakukan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi untuk melakukan kegiatan bisnis
c. Penggunaan internet dan teknologi digital lainnya untuk komunikasi,
koordinasi, dan manajemen organisasi.
Berdasarkan ketiga definisi di atas maka jelas bahwa e-bussiness benar-
benar memanfaatkan teknologi informasi yang serba digital dalam kegiatan jual
beli sehingga secara fisik penjual dan pembeli tanpa bertemu atau bertatap muka
langsung.1

1
Rodame Monitorir Napitupulu, Pandangan Islam terhadap Jual Beli Online, At-Tijaroh ( Vol.1 No.2, 2015)
hlm.130

2
B. Dasar Hukum Jual Beli
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai dasar hukum jual bel online
menurut ajaran Islam, maka akan dijelaskan dasar hukum dari jual beli.

1. Dasar Hukum Jual-Beli


a. Landasan Hukum dalam Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang manjadi dasar hukum atas kehalalan jual-
beli :

- Q.S. Al-Baqarah [2 : 275]


ِّ ‫ك بِأَن َُّه ْم قَالُوا إِمَّنَا الَْبْي ُع ِمثْ ُل‬ ِ ‫الربا اَل ي ُقومو َن إِاَّل َكما ي ُقوم الَّ ِذي يتخبَّطُه الشَّيطَا ُن ِمن الْم‬ ِ َّ
‫َح َّل اللَّهُ الَْبْي َع َو َحَّر َم‬
َ ‫الربَا ۗ َوأ‬ َ ‫س ۚ َٰذل‬
ِّ َ َ ْ ُ َ ََ ُ َ َ ُ َ َ ِّ ‫ين يَأْ ُكلُو َن‬
َ ‫الذ‬
‫اب النَّا ِر ۖ ُه ْم فِ َيها َخالِ ُدو َن‬
ُ ‫َص َح‬ َ ِ‫ف َوأ َْمُرهُ إِىَل اللَّ ِه ۖ َو َم ْن َع َاد فَأُو ٰلَئ‬
ْ ‫كأ‬
ِ ِ ِ
َ َ‫الربَا ۚ فَ َم ْن َجاءَهُ َم ْوعظَةٌ م ْن َربِّه فَا ْنَت َه ٰى َفلَهُ َما َسل‬
ِّ

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.

- Q.S. An-Nisa : 29
ِ ِ ِ ِ ‫يا أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَموالَ ُكم بينَ ُكم بِالْب‬
ِ ٍ ‫اط ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُكو َن جِت ار ًة عن َتر‬
ً ‫اض مْن ُك ْم ۚ َواَل َت ْقُتلُوا أَْن ُف َس ُك ْم ۚ إ َّن اللَّهَ َكا َن ب ُك ْم َرح‬
‫يما‬ َ َْ ََ َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah
kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”

3
Dari kedua ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa jual-beli diperbolehkan
oleh Syari’at Islam.

b. Landasan Hukum dalam Hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam

‫الر ُج ِل بِيَ ِد ِه َو ُك ُّل َبْي ٍع َمْب ُر ْو ٍر‬ ِ ُّ ‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم أ‬
ُ َ‫َي الْ َك ْسب أَطْي‬
َّ ‫ب ؟ قَ َال َع َم ُل‬ ِ
َ ُّ ‫ُسئ َل النَّيِب‬

Artinya : “Nabi Muhammad Saw. pernah ditanya: apakah profesi yang


paling baik? Rasulullah menjawab: “Usaha tangan manusia sendiri dan setiap
jual beli yang diberkati”

- Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

ِ‫َّة والْب ُّر بِالْب ِّر والشَّعِري بِالشَّعِ ِري والتَّمر بِالتَّم ِر والْ ِملْح بِالْ ِملْ ِح ِمثْاًل مِبِثْ ٍل سواء بِسو ٍاء ي ًدا بِي ٍد فَإِذَا اختلَ َفت ه ِذه‬
ِ ِ ِ َّ ‫ب والْ ِف‬
ِ َّ ِ‫الذ َهب ب‬
َ ْ َْ َ َ ََ ً ََ ُ َ ْ ُْ َ ُ َ ُ ُ َ ‫ضةُ بالْفض‬ َ ‫الذ َه‬ ُ َّ
‫ف ِشئْتُ ْم إِذَا َكا َن يَ ًدا بِيَ ٍد‬
َ ‫اف فَبِيعُوا َك ْي‬
ُ َ‫َصن‬
ْ ‫اأْل‬

Artinya : “Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum


dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya
dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis,  maka juallah  sesuka
kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan”  (HR. Muslim:
2970)

c. Landasan Hukum berdasarkan Ijma’

Landasan hukum jual beli yang selanjutnya adalah berdasarkan ijma’


ulama. Jumhur ‘Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan
alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhannya tanpa
bantuan orang lain. Namun bantuan atau barang milik orang lain yang
dibutuhkan tersebut harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.

Dengan demikian, dasar diperbolehkannya akad jual beli yaitu Alqur’an,


hadis dan ijma’ ulama. Dengan tiga dasar hukum tersebut maka status hukum

4
jualbeli sangat kuat, karena ketiganya adalah sumber utama dalam penggalian
hukum Islam.2

2. Dasar Hukum Jual-Beli akad Salam (bay’ salam)

Dalam mu’amalah, dikenal suatu akad yang disebut salam, ia merupakan


jual beli pesanan, yang dalam fiqih islam disebut As-Salam, sedangkan bahasa
penduduk Iraq disebut As-Salaf. Kedua kata ini memiliki makna yang sama,
karena keduanya tersebut digunakan oleh Nabi

Secara terminologi, ulama fiqih mendefinisikan as-salam :

“menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual


suatu barang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal di awal,
sedangkan barangnya diserahkan kemudian”

Dengan adanya pendapat diatas sudah cukup untuk memberikan


gambaran mengenai maksud dari akad tersebut, yaitu akad salam merupakan
akad pesanan dengan membayar terlebih dahulu dan barangnya
diserahkan kemudian, disertai dengan spesikiasi dan ciri-ciri barang
tersebut haruslah dijelaskan secara rinci. 3

Adapun dalil atau landasan hukum dalam Al Quran yang menjelaskan


tentang bay’ salam secara eksplisit tidak ada, yang selama ini dijadikan landasan
hukum adalah transaksi jual beli secara global, karena bay’salam termasuk
salah satu jual beli dalam bentuk khusus, maka Hadist Nabi dan ijma’ ulama’
banyak menjelaskannya sehingga jual beli akad salam diperbolehkan.

Adapun hadits tentang dasar hukum diperbolehkannya transaksi


bay’salam adalah, sebagaimana riwayat Hakim bin Hizam :

2
Sri Sudiarti, Fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Medan : FEBI-UIN SU Press, 2018) hlm.82
3
Rodame Monitorir Napitupulu, Op. Cit., hlm.127

5
“Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, Nabi datang ke Madinah, dimana
masyarakat melakukan transaksi salam (memesan) kurma selama dua tahun
dan tiga tahun, kemudian Nabi bersabda, barang siapa melakukan akad salam
terhadap sesuatu, hendaklah dilakukan dengan takaran yang jelas, timbangan
yang jelas, dan sampai batas waktu yang jelas”

Skema bay’ salam dalam Fiqih :

Penjual 1. Akad salam Pembeli (muslim)


(muslim
2. Pembayaran

3. Kirim 4.Terima
Barang Pesanan
(Muslim fiih)

C. Syarat dan Rukun Jual-Beli Online


Jual beli online, sebagaimana jual-beli pada umumnya, mempunyai rukun
dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh
syara’.

1. Rukun Jual-Beli
Adapun rukun dari jual-beli, ada perbedaan pendapat mengenai rukun jual beli,
a. Menurut ulama Hanafiyah rukun jual beli hanya satu, yaitu ijab (ungkapan
membeli dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dan menjual). Mereka
berpendapat seperti ini, karena menurut mereka rukun dalam jual beli itu
hanyalah kerelaan antara penjual dan pembeli, akan tetapi karena unsur
kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera sehingga tidak
kelihatan, maka diperlukan indikator yang menunjukkan kerelaan tersebut dari
kedua belah pihak dapat dalam bentuk perkataan, yaitu ijab dan qabul atau
dalam bentuk perbuatan, yaitu saling memberi (penyerahan barang dan
penerimaan uang).
b. Sedangkan Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa rukun jual beli ada empat,
yaitu:

6
 Orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli)
 Shigat (lafal ijab dan qabul)
 Ma’qud 'alaih (barang yang dibeli)
 Nilai tukar pengganti barang
2. Syarat Jual Beli Online

Adapun syarat sah jual-beli, antara lain :

a. Pertama, persyaratan yang berkaitan dengan pelaku praktek jual beli, baik
penjual maupun pembeli, yaitu:
 Hendaknya kedua belah pihak melakukan jual beli dengan ridha
dan sukarela, tanpa ada paksaan.
 Kedua belah pihak berkompeten dalam melakukan praktek jual
beli, yakni dia adalah seorang mukallaf dan rasyid (memiliki
kemampuan dalam mengatur uang), sehingga tidak sah transaksi
yang dilakukan oleh anak kecil yang tidak cakap, orang gila atau
orang yang dipaksa. Hal ini merupakan salah satu bukti keadilan
agama ini yang berupaya melindungi hak milik manusia dari
kezaliman, karena seseorang yang gila, safiih (tidak cakap dalam
bertransaksi) atau orang yang dipaksa, tidak mampu untuk
membedakan transaksi mana yang baik dan buruk bagi dirinya
sehingga dirinya rentan dirugikan dalam transaksi yang
dilakukannya.
b. Kedua, yang berkaitan dengan objek/barang yang diperjualbelikan, syarat-
syaratnya yaitu:
 Objek jual beli (baik berupa barang jualan atau harganya/uang)
merupakan barang yang suci dan bermanfaat, bukan barang
najis atau barang yang haram, karena barang yang secara dzatnya
haram terlarang untuk diperjualbelikan.
 Objek jual beli merupakan hak milik penuh, seseorang bisa
menjual barang yang bukan miliknya apabila mendapat izin dari
pemilik barang.

7
 Objek jual beli dan jumlah pembayarannya diketahui secara jelas
oleh kedua belah pihak sehingga terhindar dari gharar
(ketidakjelasan).4
c. Ketiga, lafadz ijab dan qabul

Ulama fiqh sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan
antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus
diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan qabul (dari pihak
pembeli).

 Ijab, merupakan ucapan si penjual. Misalnya "saya jual barang ini


dengan harga sekian".
 Qabul, adalah ucapan si pembeli. Seperti, "saya terima barang ini
dengan harga sekian".

Adapun syaratsyarat ijab kabul adalah :

 Orang yang melakukan ijab dan qabul telah aqil baligh.


 Qabul harus sesuai dengan ijab.
 Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis.5

Apabila rukun atau syaratnya yang tidak terpenuhi maka jual beli tersebut
dianggap tidak sah.

Dalam salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat


tambahannya yaitu :

 Ketika melakukan akad salam disebutkan siaat-sifatnya yang


mungkin dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat
ditukar, ditimbang maupun diukur.
 Barang yang hendak diserahkan hendaknya barang-barang yang
biasa di dapat dipasar

4
Munir Salim, Jual Beli Secara Online Menurut Pandangan Hukum Islam, Al-Daulah Vol. 6. No. 2, Desember
2017. Hal. 376-377.
5
Sri Sudiarti, Op. Cit., hlm.83

8
 Harga hendaknya dipegang ditempat akad berlangsung6

D. Beberapa Pendapat Mengenai Jual Beli Online


Hukum jual-beli dalam Islam, tak menuai perdebatan dengan adanya dalil
yang menjadi landasan hukumnya, baik dari Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijma’.
Tentu berbeda dengan praktek jual-beli online, masalah utamanya adalah dalam
syarat jual- beli terdapat ketentuan bahwa adanya ittihadu-l-majlis di antara
penjual dan pembeli.
Sebagaimana keterangan dan penjelasan mengenai dasar hukum hingga
persyaratan transaksi jual-beli dalam hukum islam, apabila ditelaah secara
sepintas, mungkin akan mengarahkan kita kepada sebuah konklusi atas
ketidakbolehan transaksi secara online (Ecommerce), disebabkan ketidakhadiran
kedua pihak yang terlibat dalam suatu tempat secara langsung. Namun, apabila
dikaji lebih dalam lagi dengan mengkolaborasikan antara ungkapan al-Qur’an,
hadits dan ijmma’, dengan sebuah landasan kaidah : al-Ashlu fi-l-mu’amalati al-
ibahah hatta dalla ad-daliilu ala tahrimiha “Pada awalnya semua Muamalah
diperbolehkan sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya” .
Sebagaimana ungkapan Abdullah bin Mas’ud : Bahwa apa yang telah
dipandang baik oleh muslim maka baiklah dihadapan Allah, akan tetapi
sebaliknya. dan yang paling penting adalah kejujuran, keadilan, dan kejelasan
dengan memberikan data secara lengkap, dan tidak ada niatan untuk menipu atau
merugikan orang lain, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat
275 dan 282.
Adapun beberapa pandangan mengenai hukum jual-beli online :

1. Menurut Ulama Syafi’iyyah


a. I’tikad Baik
Ulama Syafi’iyyah tidak mensyaratkan perbuatan hati dalam syarat
dan rukun jual beli, namun I’tikad baik bukan hanya perbuatan batin saja,
bahkan harus tercermin dalam tingkah laku yang sesuai dengan hukum-hukum
syari’at. Prinsip itikad baik terdapat pada semua hukum, baik hukum ibadah

6
Munir Salim, Op. Cit., hlm.380

9
atau muamalah. Maka berdasarkan hadist “Sesungguhnya sahnya perbuatan
tergantung niatnya. Dan sesungguhnya perbuatan manusia tergantung
niatnya. Barangsiapa hijrahnya menuju Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya
menuju Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya agar mendapatkan
hal duniawi atau agar perempuan menikahinya, maka hijrahnya hanya
kepada hal tersebut.” (HR. Al-Bukhari) suatu akad dinyatakan batal apabila
terdapat indikasi dari niat atau itikad yang tidak baik di dalamnya. Hal
terpenting dalam prinsip ini adalah kejujuran antara penjual dan pembeli atas
objek yang diperjual-belikan. Kerelaan (an taradlin) merupakan hal yang
paling esensi dalam perjanjian Islam. Sebab dalam perdagangan Islam
dinyatakan bahwa perdagangan harus dilakukan dengan penuh kesepakatan
dan kerelaan, sehingga jauh dari unsur memakan harta pihak lain secara
bathil.
b. Shighat
Pengucapan ijab dan qabul dalam jual-beli, menurut madzhab syafi’I
adalah salah satu dari rukun jual-beli. Namun beberapa ahli fiqh madzhab
membolehkan jual beli tanpa mengucapkan shigat apabila dalam hal barang
yang tidaklah mahal dan berharga.
c. Objek yang diperjual belikan (ma’qud alaihi)
 Menurut jumhur ‘ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in jual beli
yang tidak dapat disaksikan langsung, jual belinya tidak sah karena
mengandung unsur penipuan yang membahayakan salah satu pihak
 Namun madzhab Asy-Syafi’i membolehkan jual beli dengan syarat
barang telah disaksikan terlebih dahulu. Ataupun hanya
memperjualbelikan barang yang diketahui ciri-ciri dan sifatnya,
serta barang ada dalam jaminan penjual.
d. Pelafalan ijab dan qabul
Dalam transaksi online, akad terjadi pada saat kesepakatan terjadi pada
saat penawaran transaksi yang dikirim oleh pembeli telah diterima dan
disetujui oleh penjual, atau sebalikya. Persetujuan tersebut dinyatakan dalam
penerimaan secara elektronik. Maka dalam transaksi online, tidak ada

10
penyebutan ijab dan qabul, namun hanya terdapat kesepakatan atas harga
barang dan jenis barangnya (mu’athah). Dalam Madzhab Asy-Syafi’I lainnya
seperti Ibn Suraij dan Ar-Ruyani mengkhususkan bahwa dibolehkannya jual
beli mu’athah dalam barang yang murah, seperti sekarat roti dan lainnya,
sedangkan An-Nawawi berpendapat bahwa mu’athah dapat dilaksanakan
dalam semua transaksi jual-beli, baik atas barang murah atau bukan. Namun,
penerimaan akad secara tertulis lebih kuat daripada hanya dengan isyarat,
malah lebih utama karena lebih kuat dalam menunjukkan keinginan dan
kerelaan.
e. Serah-terima Objek (Ma’quud ‘alaihi)

Dalam transaksi jual beli online, penjual menyerahkan barangnya tidak


secara langsung kepada pembeli. Ada pihak ketiga yaitu kurir atau service
delivery yang menjadi perwakilan penjual untuk menyerahkan barangnya
kepada pembeli. . Dalam Madzhab As-Syafi’I jual beli bisa diwakilkan
kepada orang lain untuk berjualan atau membeli suatu barang, dengan
demikian transaksi melalui kurir atau delivery service secara hukum boleh
dilakukan. Namun dengan catatan bahwa kurir atau delivery service tersebut
memiliki surat tugas atau surat kuasa dalam dalam melakukan penjualannya.7

2. Menurut Nahdlatul Ulama (NU)


Sebagaimana bunyi yang tertera pada Keputusan Muktamar ke-32 NU
di Asrama Haji Sudiang, Makassar, tentang pandangan Islam mengenai akad
bai’ dengan menggunakan media telekomunikasi modern, misalnya,
teleconference, telepon, surel, layanan pesan singkat (sms) maupun faksimile,
adalah akad jual-beli dengan cara tersebut di atas dianggap fi hukm ittihad al-
majlis sehingga akad jual-belinya sah, karena masing-masing dari al-
muta’aqidain saling mengetahui, serta keduanya mengetahui objeknya,
sehingga tidak terjadi gharar (ketidakjelasan), dengan begitu terwujudlah ijab

7
Retno Dyah Pekerti, Eliada Herwiyanti, Transaksi Jual Beli Online dalam Perspektif Syariah Madzhab Asy-
Syafi’i. Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan Akuntansi (JEBA). (Vol. 20 No.2, 2018) hlm.8-9

11
dan qabul yang taradhin (suka sama suka). Sehingga, jual-beli secara online
dianggap sah, dengan syarat-syarat yang telah disebutkan sebelumnya.8

3. Menurut ‘ulama Muhammadiyah


a. Menurut Dr. H. M. Ma’rifat Iman K.H., M.Ag. menyatakan bahwa jual-
beli Online dikatakan sah apabila memenuhi syarat dan rukun jual-beli,
juga tidak menimbulkan gharar (penipuan) serta kedua belah pihak
(penjual dan pembeli) harus saling merelakan (suka sama suka).
b. H. Endang Mintraja, S.Ag., M.Ag. menyatakan bahwa jual-beli online sah
dengan dipenuhinya syarat dan rukun jual beli, tidak mengansung unsur
gharar, barang yang diperjual-belikan adalah barang yang halal.
Dapat disimpulkan bahwa hukum jual-beli online dalam pandangan
sebagian ‘ulama Muhammadiyah adalah sah apabila syarat dan rukun jual-
beli secara syari’at terpenuhi, tidak mengandung unsur gharar yang
mengakibatkan pada rusaknya akad.9

Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik sebuah konklusi bahwa,


jual-beli online sah apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. memenuhi syarat dan rukun dari jual-beli sesuai syari’at

b. tidak mengandung unsur gharar (ketidakjelasan, penipuan, kebohongan)

c. jual-beli dilakukan dengan taradhin (kerelaan dari kedua belah pihak).

Selain itu, terdapat beberapa langkah yang dapat kita tempuh agar jual beli
secara online diperbolehkan, halal, dan sah menurut syariat islam:

a. Produk Halal. Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam objek


perniagaan tetap berlaku dalam segala jenis transaksi jual-beli, termasuk
dalam perniagaan secara online, mengingat Islam mengharamkan hasil
perniagaan barang atau layanan jasa yang haram, sebagaimana ditegaskan
8
Mawadata Warahmaniyah, Skripsi : Hukum Jual Beli Online Menurut Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah,
dan Hukum Positif. (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2017) hlm. 34
9
Ibid., hlm. 38-39

12
dalam hadis: “Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum
untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.”
(HR Ahmad, dan lainnya).
b. Kejelasan Status. Di antara poin penting yang harus diperhatikan dalam
setiap perniagaan adalah kejelasan status Anda. Apakah sebagai pemilik, atau
paling kurang sebagai perwakilan dari pemilik barang, sehingga berwenang
menjual barang. Ataukah Anda hanya menawarkan jasa pengadaan barang,
dan atas jasa ini Anda mensyaratkan imbalan tertentu. Ataukah sekadar
seorang pedagang yang tidak memiliki barang namun bisa mendatangkan
barang yang Anda tawarkan.
c. Kesesuaian Harga Dengan Kualitas Barang. Dalam jual beli online, kerap
kali kita jumpai banyak pembeli merasa kecewa setelah melihat pakaian yang
telah dibeli secara online. Entah itu kualitas kainnya, ataukah ukuran yang
ternyata tidak pas dengan badan. Sebelum hal ini terjadi kembali pada Anda,
patutnya anda mempertimbangkan benar apakah harga yang ditawarkan telah
sesuai dengan kualitas barang yang akan dibeli. Sebaiknya juga Anda
meminta foto real dari keadaan barang yang akan dijual.
d. Kejujuran Anda. Berniaga secara online, walaupun memiliki banyak
keunggulan dan kemudahan, namun bukan berarti tanpa masalah. Berbagai
masalah dapat saja muncul pada perniagaan secara online. Terutama masalah
yang berkaitan dengan tingkat amanah kedua belah pihak.10

10
Munir Salim, Op. Cit., hlm.384

13
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jual-Beli online adalah jual-beli yang memanfaatkan teknologi informasi digital
dalam kegiatan jual beli sehingga secara fisik penjual dan pembeli tanpa bertemu
atau bertatap muka langsung.
2. Dasar hukum jual-beli terdapat dalam Al-Qur’an (Q.S. Al-Baqarah 275) (Q.S.
An-Nisa 29), al-Hadits, dan Ijma’.
3. Syarat dan Rukun Jual-Beli Online, sesuai dengan syarat dan rukun jual-beli pada
umumnya, disertai dengan beberapa syarat tambahan, yaitu : (a) ketika melakukan
akad disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau oleh pembeli, baik berupa
barang yang dapat ditukar, ditimbang maupun diukur, (b) barang yang hendak
diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa di dapat dipasa, dan (c) harga
hendaknya disepakati saat akad berlangsung.
4. Adapun beberapa pandangan mengenai jual-beli online, dari berbagai pendapat
itu, ditemui sebuah kesamaan pendapat mengenai sah atau tidaknya jual-beli
online, yaitu : (a)memenuhi syarat dan rukun dari jual-beli sesuai syari’at, (b)
tidak mengandung unsur gharar (ketidakjelasan, penipuan, kebohongan), dan
(c)jual-beli dilakukan dengan taradhin (kerelaan dari kedua belah pihak). Serta
hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan transaksi jual-beli online,
adalah : kehalalan produk, kejelasan status, kesesuaian harga dengan kualitas
barang, dan kejujuran.

B. Saran
Demikian makalah Fiqh Mu’amalah Kontemporer tentang “Hukum Jual
Beli Online”. yang bisa kami paparkan. Makalah ini jauh dari kata sempurna,
namun penyusun berharap makalah ini membantu memperkaya wawasan
pembaca mengenai “Hukum Jual Beli Online”.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an.

Napitupulu, Rodame Monitorir. "Pandangan Islam Terhadap Jual Beli Online." At-Tijaroh Vol.I
No.2 (2015). Berkas PDF.

Pekerti, Retno Dyah and Eliada Herwiyanti. "Transaksi Jual Beli Online dalam Perspektif
Syariah Madzhab Asy-Syafi'i." Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan Akuntansi (JEBA) Vol.20
No.2 (2018). Berkas PDF.

Salim, Munir. "Jual Beli Secara Online Menurut Pandangan Hukum Islam." Al-Daulah Vol.6
No.2 (2017). Berkas PDF.

Sudiarti, Sri. Fiqh Mu'amalah Kontemporer. Medan: FEBI-UIN SU Press, 2018. Berkas PDF.

Warahmaniyah, Mawadata. Skripsi :Hukum Jual Beli Online Menurut Nahdlatul Ulama (NU),
Muhammadiyah, dan Hukum Positif. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017. Berkas
PDF.

15
16

Anda mungkin juga menyukai