Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan Rahmat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
“Sumber Hukum”.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas Mahasiswa dalam mata kuliah
“Pengantar Ilmu Hukum”. Dalam penulisan makalah ini juga, tidak sedikit hambatan yang
penyusun temui, sehingga penyusun merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun dari segi materi, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki
penyusun. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak
lain berkat tuntunan-Nya dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang
penyusun hadapi dapat teratasi.

Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang membantu penyelesaian makalah ini. Terutama kami ucapkan
banyak terimakasih kepada Ibu Aina Sufya Fuaida M.H selaku dosen pengampu mata
kuliah ini, yang bersedia membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Selain itu kami
juga mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini. Demikian kami harapkan makalah ini mampu menambah daripada khazanah
wawasan mengenai pengantar ilmu hukum bagi para pembacanya.

Penyusun,

Salatiga, 21 September 2018

1
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 1


Daftar Isi ................................................................................................................................... 2
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 4
1.4 Manfaat ...................................................................................................................... 4
BAB 2 ........................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 5
2.1 Pengertian Sumber Hukum ..................................................................................... 5
2.2 Sumber Hukum dalam Arti Materiil ...................................................................... 6
2.3 Sumber Hukum dalam Arti Formil ......................................................................... 7
2.3.1 Undang-undang ( Statute) ............................................................................. 8
2.3.2 Kebiasaan (Custom) ..................................................................................... 11
2.3.3 Keputusan Hakim (jurispundentie) ........................................................... 13
2.3.4 Traktat (Treaty) ........................................................................................... 13
2.3.5 Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin) .......................................................... 14
2.3.6 Agama ............................................................................................................ 15
BAB 3 ...................................................................................................................................... 16
PENUTUP ............................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 16
3.2 Saran......................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk yang berakal


dan beradab terikat dalam berbagai norma-norma dan nilai-nilai yang diakui serta ditaati.
Bahkan, keharusan dalam menjalani kehidupan sesuai dengan norma-norma yang berlaku
secara mutlak bersifat mengikat, dalam artian lingkup kehidupan yang dinaungi oleh
sebuah norma dan aturan maka, manusia yang hidup di dalamnya berkewajiban
menaatinya. Dari norma-norma yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, maka kemudian muncullah aturan-aturan serta larangan-larangan yang
secara umum berlaku untuk membatasi tingkah laku manusia agar mampu menjalani
hidup yang relevan dengan norma yang diakui dan disepakati bersama serta adanya sanksi
yang diberikan atas pelanggaran dari aturan-aturan tersebut. Peraturan dan larangan
tertentu yang berlaku dalam suatu kehidupan masyarakat beserta sanksi-sanksi yang
mengikutinya tersebutlah yang secara umum dipahami sebagai hukum oleh manusia.1

Berbicara mengenai hukum, maka tak menutup kemungkinan ketika muncul


pertanyaan-pertanyaan dalam lingkup hokum itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan seperti,
“Dari manakah hukum yang mengikat itu berasal?”, atau “ Mengapa hukum tersebut
harus ditaati?”. Sehingga dari kedua pertanyaan ini, dapat menimbulkan konsepsi atas
interpretasi mengenai “Sumber Hukum” yang berbeda, ketika kita dihadapkan dengan
persoalan definisi sumber hukum, maka dapat kita misalkan dengan pertanyaan mengenai
“Sumber Air”. Ketika kita ditanyai mengenai sumber air, maka yang akan muncul dalam
pemikiran kita adalah, dari mana asal munculnya air, atau sesuatu yang menimbulkan
aliran air. Maka, dapat kita simpulkan secara teoritis, ketika muncul pembahasan
mengenai “Sumber Hukum”, maka hal-hal yang akan dibicarakan adalah mengenai asal
munculnya suatu hukum, sehingga mengantarkan kita kepada definisi “Sumber Hukum”
secara epistemologis. 2

1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta 1986. Hlm. 35
2
Farkhani, Pengantar Ilmu Hukum , STAIN Salatiga Press, Salatiga 2014. Hlm. 71

3
Sumber hukum dapat dikaji melalui dua cara diantaranya adalah, sumber hukum yang
dikaji dari berbagai disiplin ilmu yang ada, dan hasilnya akan menjawab pertanyaan
mengenai kekuatan dalam hukum yang menjadikannya bersifat mengikat, atau disebut
sebagai “Sumber Hukum dalam arti Materiil”. Yang kedua adalah sumber hukum yang
dikaji dalam lingkup asal suatu hukum yang sifatnya mengikat tersebut, sehingga akan
muncul jawaban atas pertanyaan “ Dimana dapat ditemukan sumber hukum yang bersifta
mengikat tersebut?”, yang kemudian disebut sebagai “Sumber Hukum dalam arti
Formil”.3

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apakah definisi dari sumber hukum?
1.2.2. Bagaimanakah Sumber Hukum dalam arti Marteriil?
1.2.3. Bagaiamanakah Sumber Hukum dalam arti Formil?

1.3 Tujuan
1.3.1. Menjelaskan definisi sumber hukum secara materiil dan
1.3.2. Sumber Hukum secara Materiil yang dikaji dari berbagai sudut pandang
disipin ilmu
1.3.3. Menjelaskan macam-macam Sumber Hukum secara Formil

1.4 Manfaat
1.4.1. Pembaca diharapkan mampu mengetahui dan memahami definisi Sumber
Hukum secara materiil maupun formil

1.4.2. Pembaca diharapkan mampu memahami sumber hukum secara materiil yang
dikaji dari berbagai disiplin ilmu

1.4.3. Pembaca diharapkan mampu memahami macam-macam hukum secara formil

3
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. PT Rineka Cipta. Jakarta. 2001. hlm.57

4
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sumber Hukum

Sumber hukum adalah kata yang digunakan untuk menjawab dua pertanyaan
yaitu,“ Mengapa hukum itu mengikat?” pertanyaan ini dimaksudkan untuk
menjawab pertanyaan mengenai kekuatan sumber hukum hingga mengikat dan
manusia mau mematuhinya. Jawaban dari pertanyaan ini mengarahkan kita
kepada definisi sumber hukum secara material. Kemudian yang kedua adalah
untuk menjawab “ Dimana kita dapat menemukan aturan-aturan hukum yang
bersifat mengikat itu?”. Jawaban yang akan diperoleh dari pertanyaan tersebut
dapat kita mengerti sebagai sumber hukum dalam artian yang formal.4

Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa,
yakni, aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan saksi yang tegas dan
nyata.5

Van Apeldorn membedakan 4 macam sumber hukum, yaitu :


1. Sumber hukum dalam arti Historis, yakni tempat dimana kita
menemukan hukumnya dalam sejarah.
2. Sumber hukum dalam arti sosiologis, merupakan faktor-faktor
yang menentukan isi hukum positif.
3. Sumber hukum dalam arti filosofis, yang menjadi alasan mendasar
mengapa hukum itu timbul.
4. Sumber hukum dalam arti formil, dilihat dari proses atau terjadinya
hukum ditengah masyarakat.6

4
Mochtar Kusumaatmadja, Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup
Berlakunya Hukum Buku 1, P.T. Alumni, Bandung 2009. Hlm. 59-60
5
C.S.T. Kansil, op.cit. hlm 46
6
Farkhani, loc. cit.

5
Arti sumber hukum :

1. Sebagai asas hukum, yaitu yang menjadi permulaan hukum.


2. Menunjukkan hukum terdahulu dan menjadi bahan hukum yang
kemudian.
3. Sumber berlakunya memberi kekuatan secara formal kepada
peraturan hukum.
4. Sumber dimana kita dapat mengenal hukum.
5. Sumber terjadinya hukum. Atau sumber yang menimbulkan
hukum7

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sumber hukum adalah,


segala faktor yang mendasari timbulnya suatu hukum, termasuk tempat
dimana hukum itu dapat ditemukan. Pada hakikatnya, sumber hukum adalah
tempat dimana kita dapat menemukan dan menggali hukum.

Yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sumber hukum materiil
dan sumber hukum formil.

2.2 Sumber Hukum dalam Arti Materiil

Menurut Kansil sumber hukum materiil dapat dilihat dari berbagai macam faktor,
misalnya faktor ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan sebagainya.8

Dibawah ini akan dibahas Sumber Hukum dalam Arti Materiil yang dikaji dari
berbagai disiplin ilmu tersebut :

1. Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan


ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa, yang
menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
masyarakat.9

7
Sumber-sumber Hukum diakses dari http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.com/2013/06/sumber-sumber-
hukum.html
8
C.S.T. Kansil, loc. cit.
9
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, loc. cit.

6
3. Sejarah hukum terus berkembang dari waktu ke waktu, perkembangan
tersebut tidak luput dari peran gejala-gejala serta perubahan sosial,
sehingga dari segi sejarah, hukum secara materiil dapat diperhatikan dari
sudut pandang sejarah dengan :
- Sumber Pengenalan Hukum, yakni seluruh dokumentasi, tulisan,
inskripsi dan sebagainya.
- Menggunakan dokumen-dokumen, surat-surat, dan keterangan yang
memuat berbagai jenis aturan yang dianggap mampu berkembang
dengan menyesuaikan perkembangan sosial.10
4. Sumber hukum materiil secara filsafat, adalah sumber hukum yang dikaji
atas berbagai pertanyaan-pertanyaan yang mendasar mengenai kata
hukum itu sendiri, seperti “apa hakekat hukum?”, “apa tujuan hukum”,
“mengapa hukum harus ditaati?” dan sebagainya. Dari pertanyaan-
pertanyaan tersebut akan diperoleh makna hukum secara konkrit.
5. Sumber hukum materiil dari sudut pandang agama, bagi para ahli agama,
sumber hukum adalah kitab suci, seperti Al-Qur’an, Injil, Zabur maupun
Taurat. Karena kitab-kitab suci tersebut memuat bahan-bahan hukum serta
mengatur bagaimana hukum tersebut ditegakkan.11

2.3 Sumber Hukum dalam Arti Formil


Sumber hukum dalam arti formil bertalian dengan masalah atau persoalan
dimanakah kita bisa mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan atau
kaidah-kaidah hukum yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat.12
Sumber-sumber hukum formal antara lain :
1. Undang-undang (Statute)
2. Kebiasaan (Costum)
3. Keputusan-keputusan hakim (Juripundentie)
4. Traktat (Treaty)
5. Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)13
6. Agama

10
Farkhani, op. cit. hlm. 72
11
Farkhani, Ibid., hlm. 74
12
Mochtar Kusumaatmadja, Arief Sidharta, op. cit. hlm. 59-60
13
C.S.T Kansil, loc.cit.

7
2.3.1 Undang-undang ( Statute)
Undang-undang adalah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat diadakan dan diperlihara oleh penguasa negara.14
Undang-undang dapat diartikan dengan dua cara, yakni secara materiil dan
formil :
a. Undang-undang secara materiil
Menurut Kansil, undang-undang secara materiil adalah segala
ketetapan dan keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah secara isi
dan peraturannya mengikat setiap penduduk secara langsung.15
Menurut Paul Laband, undang-undang secara material ialah
penetapan suatu kaidah hukum dengan tegas, sehingga hukum tersebut
bersifat mengikat.
Untuk itu harus ada dua unsur yang dipenuhi :
- Anordung : Penetapan peraturan dengan tegas yang menjadi hukum
dan bersifat mengikat.
- Rechtssatz : peraturan kaidah itu16
b. Undang-undang secara formil
Undang-undang secara formil dapat diartikan sebagai segala
peraturan yang dibentuk dan disusun oleh lembaga kenegaraan yang
memiliki wewenang dalam pembentukannya, dan memastikan undang-
undang tersebut berlaku sebagaimana mestinya.17

1. Syarat berlakunya suatu undang-undang


a. Syarat mutlak diberlakukannya suatu undang-undang apabila telah
diundangkan dalam suatu Lembaran Negara (staatblad) yang pada
umumnya diberi nomor urut beserta tahun terbitnya.
b. Umumnya, tanggal berlakunya undang-undang sesuai dengan yang
tertulis dalam staatblad tersebut. Namun apabila tidak disebutkan

14
C.S.T. Kansil, loc.cit.
15
C.S.T. Kansil, Ibid., hlm.47
16
Farkhani, op. cit., hlm.76
17
Farkhani, loc.cit.

8
tanggal berlakunya, maka undang-undang tersebut berlaku pada
hari ke-30 setelah diundangkan.
c. Ditentukan waktu berlakunya dengan adanya peraturan lain.18

Pada saat syarat-syarat yang tiga tersebut telah dipenuhi, maka


asas “fictie hukum” yaitu, setiap orang dinilai telah mengetahui dan
memahami diberlakukannya suatu undang-undang tersebut resmi
berlaku. Sehingga apabila ada seseorang yang melanggar undang-
undang tersebut, ia tidak diperkenankan membela atau membebaskan
diri dengan alasan : “ Saya tidak tahu-menahu adanya undang-undang
tersebut”.19

2. Berakhirnya undang-undang
Sebuah undang-undang dapat dikatakan telah berakhir masa
berlakunya apabila :
a. Jangka waktu berlaku yang ditentukan oleh undang-undang itu
sudah lampau
b. Keadaan atau hal yang diatur dalam suatu undang-undang sudah
tidak ada lagi
c. Undang-undang tersebut dengan tegas telah dicabut oleh lembaga
maupun instansi yang membuat dan atau yang lebih tinggi
d. Telah diadakan undang-undang baru yang isinya berlainan atau
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku sebelumnya20
e. Dicabut dengan tegas oleh undang-undang yang sejenis. Contoh :
UU No.62 tahun 1958 dicabut dengan tegas oleh UU No.12 tahun
2006 yang keduanya mengatur tentang kewarganegaraan. Adanya
sebuah kebiasaan yang bertentangan dengan undang-undang yang
berlaku, atau undang-undang tersebut tak lagi ditaati, dan atau
undang-undang yang berlaku bertentangan dengan agenda
pembangunan.21

18
Farkhani, Ibid., hlm. 77
19
C.S.T. Kansil, loc.cit.
20
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, hlm.58-59
21
Farkhani, loc.cit.

9
3. Materi muatan Undang-undang
a. Mengatur lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945 meliputi : hak-
hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan
dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan
negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan
kependudukan, serta keuangan negara.
b. Adanya perintah pengaturan suatu undang-undang oleh undang-
undang yang lainnya.22
4. Mekanisme Legalisasi Undang-undang
DPR atau Presiden mengajukan suatu Rancangan Undang-
undang.RUU yang diajukan oleh presiden disiapkan oleh menteri atau
LPND (Lembaga Pemerintah non Departemen sesuai dengan lingkup
tugas dan tanggung jawabnya. Kemudian RUU diajukan kepada DPR
dengan didampingi Surat Presiden serta ditegaskan oleh menteri yang
mewakili Presiden dalam pemabahasan RUU di DPR. Batas waktu
pembahasan RUU oleh DPR adalah 60 har semenjak Surat Presiden
diterima.
RUU yang diajukan olh DPR, disiapkan oleh DPR disampaikan
dengan adanya surat pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden
menunjuk menteri yang mewakili dalam pembahsan RUU, dalam
waktu 60 hari sejak surat Pimpinan DPR diterima.
Peran DPD dalam Persiapan Pembentukan Undang-undang
yaitu, DPD memiliki kewenangan untuk mengajukan RUU kepada
DPR mengenai hal yang berkaitan dengan otonomi daerah,hubungan
pusat dan daerah, dan lain sebagainya.
Dalam pembahasan RUU oleh DPR bersama Presiden atau
menteri yang mewakili melalui berbagai tingkat pembicaraan dalam
rapat komisi/alat kelengkapan DPR yang berwenang dan bertugas
khusus menangani legislasi serta dalam rapat paripurna.
DPD ikut serta dalam Pembahasan RUU yang sesuai
kewenangannya, dalam berbagai rapat yang ada, juga DPD

22
Farkhani, Ibid, hlm. 77

10
memberikan pertimbangan kepada DPR megenai RUU yang mengatur
APBN, pajak, pendidikan dan agama.23
5. Pengesahan UU
Setelah RUU disetujui bersama oleh DPR dan Presiden,
disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan
menjadi UU paling lambat adalah 7 hari setelah tanggal persetujuan
bersama.
RUU disahkan oleh Presiden dengan menandatangani dalam
jangka waktu 30 hari sejak disetujui. Jika tidak ditandatangani dalam
jangka waktu 30 hari, maka RUU tersebut sah menjadi sebuah UU
yang wajib diundangkan.
Beberapa asas hukum yang menjadi dasar dalam pemberlakuan
undang-undang :
a. Undang-undang tidak berlaku surut yaitu, Undang-undang yang
baru saja berlaku tidak dapat diberlakukan kepada peristiwa dan
perbuatan hukum yang ada sebelum Undang-undang tersebut
diberlakukan.
b. Lex superiorderogate legie inferiori, yakni Undang-undang yang
dibuat oleh lembaga yang memiliki kedudukan lebih tinggi,
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding Undang-undang
yang dibuat oleh lembaga yang kedudukannya lebih rendah.
c. Lex specialis derogat lex generalis, maksudnya adalah Undang-
undang yang mengatur persoalan khusus lebih utama dibandingkan
dengan Undang-undang yang bersifat umum.
d. Lex posteriori derogat legi priori, adalah undang-undang yang
baru menggantikan kedudukan undang-undang yang lama, apabila
mengatur hal yang sama.

2.3.2 Kebiasaan (Custom)

Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang


dalam hal yang sama. Kebiasaaan tertentu atau perbuatan yang dilakukan
berulang-ulang dan diterima dalam suatu masyarakat, sehingga perbuatan

23
Farkhani, Ibid, hlm. 78

11
yang berlawanan dengan kebiasaan yang berlaku dapat dianggap sebagai
pelanggaran perasaan hukum, demikianlah dapat muncul suatu kebiasaan
hukum.24

Dalam sudut pandang hukum, kebiasaan yang ada dalam masyarakat yang
bernilai positif kemudian diindahkan dan ditaati selayaknya menaati hukum
positif, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebiasaan merupakan bagian
dari sumber hukum yang berlaku. Dalam kehidupan sosial ada kebiasaan atau
adat yang bersendikan hukum yang kemudian dikenal dengan hukum adat.
Sedangkan kebiasaan yang berkembang dalam suatu masyarakat dan tidak
bersendikan hukum disebut dengan adat istiadat.

Menurut Marwan Mas, suatu kebiasaan dapat manjadi hukum adat yang
tidak tertulis dengan syarat, :
a. Syarat materiil : Kebiasaan yang dilakukan secara teratur dan terus
menerus.
b. Syarat psikologis : Masyarakat meyakini kebiasaan tersebut masuk akal
untuk dijadikan suatu kewajiban.
c. Syarat sangsi : Adanya suatu sangsi apabila kebiasaan tersebut dilanggar.

Perbedaan prinsipal antara Hukum Kebiasaan dan Hukum Adat :

a. Hukum kebiasaan tidak tertulis, sedangkan hukum adat sebagian besar


tertulis.
b. Hukum kebiasaan lahir dari kontrak sosial dunia timur dan dunia barat
yang disatukan dalam suatu hukum nasional, sedangkan hukum adat
berasal dari kehendak nenek moyang, agama maupun tradisi masyarakat.25

Pertanyaan yang muncul adalah haruskah hukum kebiasaan diberlakukan?


Menurut pasal15 Algemene Bepalingen van Watgeving voor Indonesia (AB)
“ Kebiasaan tidaklah menimbulkan hukum, hanya kalau undang-undang

24
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, op. cit. hlm.60
25
Farkhani, op. cit. hlm 80-81

12
menunjuk pada kebiasaan untuk diperlakukan”, jadi hakim harus memakai
kebiasaan dalam hal-hal UU yang menunjuk kepada kebiasaan.26

2.3.3 Keputusan Hakim (jurispundentie)

Jurispudensi adalah keputusan-keputusan hakim terdahulu menjadi


patokan bagi hakim-hakim lain yang sesudahnya pada masalah yang sama.
Beberapa macam Jurispudensi :
a. Jurispudensi tetap : keputusan hakim yang terjadi atas rangkaian
keputusan yang sejenis dan menjadi dasar pengadilan (standard-
arresten) dalam mengambil keputusan.
b. Jurispudensi tidak tetap : semua keputusan hakim terdahulu yang
tidak menjadi standard arresten
c. Jurispudensi semi-yuridis : semua keputusan hakim yang diajukan
dan diminta oleh seseorang, dan ketetapan tersebut hanya berlaku
bagi sang pemohon.
d. Jurispudensi administratif : surat edaran Mahkamah Agung yang
hanya berlaku secara administratif dan mengikat internal
pengadilan.27

Seorang hakim yang mengikuti keputusan hakim yang terdahulu


dengan keyakinan dan sependapat dengan keputusan yang ada. Dan keputusan
tersebut hanya dijadikan sebagai pedoman dalam pemutusan perkara yang
serupa.

2.3.4 Traktat (Treaty)

Traktat adalah suatu perjanjian antar negara, yaitu perjanjian


internasional yang dilakukan oleh 2 negara atau lebih, dan mengikat setiap
warga negara dari masing-masing negara yang menjadi peserta perjanjian

26
C.S.T. Kansil, op.cit. hlm. 49
27
Farkhani, op.cit. hlm. 83-84

13
tersebut.28 Traktat sifatnya mengikat setiap warga negara peserta secara
otomatis, berdasarkan pada asas Pacta Sunt Servanda.

Macam-macam traktat :
a. Traktat Bilateral : Perjanjian yang diadakan oleh dua negara.
b. Traktat Multilateral : Perjanjian yang diadakan oleh lebih dari dua negara.
c. Traktat Koletif/terbuka : Apabila ada traktat multilateral dan memberikan
kesempatan bagi negara yang tidak turut mengadakan perjanjian pada
permulaannya.

Traktat dapat dijadikan sebagai hukum formil apabila telah diratifikasi


oleh negara. Dalam beberapa hal ratifikasi hanya dapat dilakukan dengan
perstujuan DPR, yaitu :

a. Masalah politik yang mempegaruhi arah politik luar negeri.


b. Masalah yang ada dalam UUD 1945 dan sistem perundang-undangan
Indonesia harus diatur kembali dengan undang-undang.
c. Ikatan kerjasama dan pinjaman luar negeri yang dapat mempengaruhi
kebijakan politik baik dalam negeri maupun luar negeri.29

Selain dari ketiga persoalan diatas, pemerintah dapat melakukan perjanjian


dengan negara lain tanpa harus dengan persetujuan DPR. Dua bentuk traktat
dalam hubungan internasional :

a. Treaty : perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk


disetujui sebelum diratifikasi oleh presiden.
b. Agreement : perjanjian yang telah diratifikasi olehh Presiden baru
kemudian disampaikan kepada DPR untuk diketahui.

2.3.5 Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)

28
Farkhani, op. cit. hlm. 81

29
Farkhani, Ibid. hlm. 82

14
Doktrin adalah hukum yang diciptakan oleh orang yang pandai serta
pendapat dan ajaran yang disampaikan oleh ahli hukum yang diakui
kredibilitas dan kapabilitasnya oleh masyarakat dalam hal hukum.30

Doktrin dapat dijadikan sebagai sumber hukum formil dan menentukan


hukum walaupun frekuensi penggunaannya tidak setinggi 4 sumber hukum
sebelumnya. Terutama dalam hubungan secara Internasional pendapat-
pendapat ahli hukum memiliki peran yang besar, serta menjadi sumber hukum
yang sangat penting.

Mahkamah Internasional dalam Piagam Mahkamah Internasional (Statute


of the International Court of Justice) pasal 38 ayat 1 , disebutkan beberapa
pedoman yang berlaku dalam menimbang dan memutus perselisihan, yaitu :
a. Perjanjian-perjanjian internasional (International conventions)
b. Kebiasaan-kebiasaan internasional (International customs)
c. Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab ( The
general principles of law recognised by civilised nations)
d. Keputusan hakim ( Judical decisions) dan pendapat-pendapat sarjana
hukum.31

2.3.6 Agama

Sumber hukum agama adalah hukum yang bersumber pada nilai-nilai


yang tertuang dalam kitab-kitab suci. Mayoritas ahli hukum tidak
menggolongkan agama dalam sumber hukum formil, namun Prof. Ahmad Ali
selalu menyampaikan dalam kuliah-kuliah hukumnya, bahwa agama adalah
salah satu sumber hukum formil.32

30
C.S.T. Kansil,op.cit. hlm.51
31
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, op. cit. hlm.64
32
Farkhani, op.cit. hlm. 85

15
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sumber hukum adalah, segala faktor yang mendasari timbulnya suatu hukum,
termasuk tempat dimana hukum itu dapat ditemukan. Pada hakikatnya, sumber hukum
adalah tempat dimana kita dapat menemukan dan menggali hukum. Jadi, sumber hukum
adalah seluruh faktor determinan yang mempengaruhi timbulnya suatu hukum yang
kemudian bersifat mengikat dan mutlak untuk ditaati.

Sumber hukum ada dua macam, sumber hukum secara materiil dan formil.
Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber-sumber hukum yang dapat dikaji
melalui berbagai macam disiplin ilmu, seperti ekonomi,filosofis, sejarah, agama dan
sebagainya.

Sedangkan sumber-sumber hukum dalam arti formil adalah masalah atau


persoalan dimanakah kita bisa mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan atau
kaidah-kaidah hukum yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat. Yaitu,
Undang-undang, Kebiasaan, Keputusan-keputusan hakim, Traktat, Pendapat Sarjana
Hukum, Agama.

3.2 Saran
Demikian makalah mengenai “Sumber Hukum” yang bisa kami paparkan.
Makalah ini jauh dari kata sempurna namun kami sebagai penulis berharap makalah
ini membantu memperkaya wawasan pembaca mengenai “Sumber Hukum”.

16
DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). Retrieved from http://www.ilmuhukumuin-suka.blogspot.com//

Farkhani. (2014). Pengantar Ilmu Hukum. Salatiga: Stain Salatiga Press.

Kansil, C. (1986). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Kusumaatmadja, M., & Sidharta, A. (2009). Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan
Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum. Bandung: P.T Alumni.

17

Anda mungkin juga menyukai