Anda di halaman 1dari 3

Pemerintah Republik Indonesia, melalui POJK No.

11/03/2020, mengumumkan akan penerapan


restrukturisasi kredit bagi debitur yang terkena dampak Covid-19. Kebijakan tersebut sebagai respon akan
banyaknya keluhan masyarakat, terutama dari debitur dari kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan
menengah walaupun kebijakan ini berlaku juga bagi korporasi.

Terhitung sejak akhir tahun 2019 lalu, dimana kasus covid-19 pertama ditemukan, dan dalam
waktu singkat dunia diterpa wabah covid-19, tepat pada awal Maret lalu, kasus covid-19 pertama
ditemukan di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, angka positif terus melonjak, jumlah korban
meninggal terus bertambah. Pemerintah, baik di pusat maupun daerah mengerahkan seluruh
fokus dalam upaya menahan penyebaran virus, mulai dari social distancing, hingga penerapan
PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di beberapa daerah tertentu di Indonesia.
Bukan tanpa akibat, wabah covid-19 tak hanya memberikan sejumlah dampak di bidang
kesehatan saja, namun juga di beberapa bidang lainnya, salah satunya adalah perekonomian.
Korban jiwa berjatuhan, baik dari kalangan awam hingga para tenaga medis. Dampak dan akibat
lain yang bermuncul bersamaan menyebarnya wabah ini adalah lumpuhnya beberapa sektor
perekonomian baik di tingkat mikro maupun makro. Social distancing, PSBB, Work for Home,
kesemuanya membawa dampak bagi keseimbangan ekonomi yang ikut terguncang dan
menimbulkan keresahan baru bagi masyarakat.
Di kalangan buruh harian yang harus memutar fikiran bagaimana memenuhi kebutuhannya untuk
esok hari? Di kalangan pengemudi transportasi online yang semakin turun pendapatannya seiring
berkurangnya pengguna. Hingga kesemuanya itu memunculkan keluhan mengenai, darimana
kelompok di sector tersebut dapat memperoleh uang untuk membayar kredit? Apabila dengan
diterapkan kebijakan Social Distancing, WFH, hingga PSBB pendapatan mereka menurun drastis
bahkan tak sedikit yang tidak lagi memiliki pendapatan?
Pemerintah Republik Indonesia, melalui POJK No. 11/03/2020, mengumumkan akan penerapan
restrukturisasi kredit bagi debitur yang terkena dampak Covid-19. Kebijakan tersebut sebagai respon akan
banyaknya keluhan masyarakat, terutama dari debitur dari kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan
menengah walaupun kebijakan ini berlaku juga bagi korporasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan Nomor 11/PJOK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian
Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid 2019. Dengan dikeluarkannya
kebijakan ini, maka debitur yang terkena dampak Covid-19 dapat mengajukan restrukturisasi kredit kepada
bank dan perusahaan pembiayaan. Restrukturisasi bertujuan untuk meringankan kreditur dalam bentuk
penyesuaian cicilan pokok, penurunan suku bunga serta perpanjangan waktu. Disamping meringankan
kreditur, restrukturisasi kredit juga menjaga likuiditas dari suatu bank, mengingat situasi perekonomian di
tengah pandemi seperti ini. Restrukturisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, sebagai berikut: Penurunan
suku bunga; Perpanjangan jangka waktu; Pengurangan tunggakan pokok; Pengurangan tunggakan bunga;
Penambahan fasilitas kredit/pembiayaan; Konversi kredit/pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara
Langkah-langkah di atas dapat digunakan satu persatu maupun secara akumulasi sesuai dengan kebutuhan
debitur dalam restrukturisasi kredit tersebut.

Adapun persyaratan bagi debitur ya


ng mengajukan restrukturisasi kredit adalah sebagai berikut, Debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-
19 termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah; Debitur yang bergerak dalam sektor pariwisata,
perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, pertambangan dan transportasi; Debitur dengan nilai kredit di
bawah Rp10 miliar Setelah debitur memenuhi persyaratan untuk mengajukan restrukturisasi kredit terhadap
bank maupun perusahaan pembiayaan, maka terdapat prosedur permohonan restrukturisasi sebagai berikut,
Kunjungi laman resmi kantor bank atau perusahaan pembiayaan yang bersangkutan; Download dan isi
formulir pengajuan restrukturisasi; Debitur menunggu pengumuman persetujuan restrukturisasi dari bank atau
perusahaan pembiayaan yang bersangkutan; Setelah mendapat persetujuan restrukturisasi, maka debitur dapat
melakukan pembayaran sesuai dengan biaya yang sudah disepakati

Tak berhenti pada penerbitan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 mengenai restrukturasi kredit, namun hal-hal
yang perlu dikaji lebih lanjut adalah bagaimanakah upaya dari implementasi kebijakan tersebut.

Bagi perbankan dan Lembaga keuangan lainnya, seperti leasing misalnya, tentu tidak bisa semerta merta
menerapkan keuangan tersebut. Hal itu bukan berarti menunjukkan ketidakpatuhan lembaga-lembaga tersebut,
namun, adalah kenyataan bahwa substansi dari POJK tersebut masih multitafsir dan tidak berlaku final
sebagai peraturan.
Persoalan belum dapat terimplementasinya POJK tersebut disebabkan karena dua faktor
yakni
a. Pertama, faktor formal POJK sebagai peraturan otoritas jasa keuangan yang
seharusnya dapat menjadi pedoman bagi penyelenggara jasa keuangan seperti
bank maupun perusahaan pembiayaan.
b. Faktor kedua yang menyebabkan POJK terkait stimulus perekonomian nasional
belum dapat diterapkan adalah substansi dari POJK tersebut, jika dilihat secara
cermat maka substansi POJK tersebut nampak ‘setengah hati’ dalam memberi
stimulus perekonomian terdampak Covid-19.
Bahkan dalam hal ini dapat dikatakan POJK tersebut hanya terkesan ‘pencitraan
belaka’ karena jika dicermati lebih lanjut maka kebijakan tersebut sama halnya
dengan kebijakan OJK sebelum adanya pandemi Covid-19.
 
OJK baru saja menerbitkan press release bertajuk FAQ Restrukturisasi Kredit
/Pembiayaan terkait Dampak Covid-19 sebagai penjelasan kepada publik atas POJK
Nomor 11/POJK.03/2020. Dalam press release tersebut dijelaskan dalam angka (3)
bahwa kebijakan relaksasi pembiayaan baik penurunan bunga,
angsuran ditahan, pengurangan tunggakan maupun kebijakan lainnya diberikan dengan
mengacu pada POJK terkait penilaian kualitas asset. Pertanyaannya lantas dimana letak
stimulus dampak Covid-19 jika semua kebijakan mendasarkan POJK penilaian kualitas
asset. Tanpa adanya pandemi Covid-19 kebijakan pembiayaan dari seluruh lembaga
pembiayaan juga mengacu pada POJK penilaian kualitas aset.
 
Untuk dapat diimplementasikan secara optimal di masyarakat maka POJK Nomor
11/POJK.03/2020 perlu disempurnakan mengingat sebagaimana disampaikan Philipus
Hadjon (1996), bahwa sifat dari peraturan adalah memberi pedoman dan melahirkan
konsekuensi, berbeda dengan edaran dan himbauan yang tidak memiliki konsekuensi
yang mengikat pada pelaksanaannya.

Anda mungkin juga menyukai