Anda di halaman 1dari 21

Transaksi yang Dilarang

dalam Islam
Skema Asal Usul Transaksi yang dilarang

Microsoft Office
Word Document
Skema Asal Usul Transaksi yang Dilarang
 Ibadah (Hukum asalnya dilarang, kecuali ada ketentuannya/perintah/dalilnya)
 Muamalah (Hukum asalnya diperbolehkan, kecuali ada perintah/dalil yang
melarangnya). Hukum Muamalah haram jika;
1. Li-dzatihi (Haram zatnya). Hukum asalnya sendiri sudah haram. Cth, Babi,
Khamr, Darah.
2. Li-ghairihi. Hukum asalnya halal, akan tetapi berubah menjadi haram karena
ada sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Cth. Bangkai.
 Melanggar Prinsip “an taradin minkum” (saling ridho)
 Melanggar Prinsip “ la tadzlimuna wala tudzlamun” (tidak menzolimi dan
terzolimi)
3. Tidak sempurna akad.
 Tidak sempurna syarat dan rukun
 Ta’alluq
 1 transaksi 2 akad (2 in 1)
Transaksi Riba
 Riba artinya tambahan atau pengambilan tambahan, baik dalam transaksi
jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan
prinsip muamalah.
 Jenis-jenis Riba: (1) Riba Fadl, yaitu riba yang timbul akibat adanya
pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama secara
kualitas, kuantitas dan waktu penyerahannya. Tidak diperbolehkannya
riba ini karena mengandung unsur Gharar. Larangan riba ini berdasarkan
hadis Rasulullah Saw, yaitu, “transaksi pertukaran emas dengan emas harus
sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah
riba….” (HR Muslim). (2) Riba Nasi’ah, yaitu riba yang muncul akibat
utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung, muncul bersama
resiko dan hasil usaha muncul bersama biaya. Firman Allah Swt, QS. [31]:
[34]….. dan seseorang itu tidak mengetahui apa yang dihasilkan esok”. (3) Riba
Jahiliyah, yaitu utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena
si peminjam tidak mampu mengembalikan sesuai dengan jatuh temponya.
Perintah Larangan Riba
 Larangan Riba dalam Al-Quran.
 QS. Al-Baqarah: 278-279. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman, jika kamu tidak
mengerjakannya maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu….”.
 QS. Al-Baqarah: 275. “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
 QS. Ali Imran: 130. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
 Larangan Riba dalam Hadis.
 Diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri bahwa pada suatu ketika Bilal membawa barni (sejenis
kurma) ke hadapan Rasulullah dan beliau bertanya, “Dari mana engkau mendapatkannya?”. Bilal
menjawab, “Saya mempunyai sejumlah kurma dari jenis yang rendah mutunya dan menukarkannya dua sha’
untuk satu sha’ kurma jenis barni untuk dimakan oleh Rasulullah”. Selepas itu Rasulullah berkata, “Hati-
hati!, ini sesungguhnya riba. Janganlah berbuat begini, tetapi jika kamu membeli kurma yang mutunya lebih
tinggi, jual lah kurma yang mutunya rendah untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah uang
tersebut untuk membeli kurma yang bermutu tinggi itu”. (HR Bukhari no.2145, kitab Al-Wakalah)
 Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abu Bakar bahwa ayahnya berkata, “Rasulullah melarang
penjualan emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama beratnya, dan membolehkan kita menjual
emas dengan perak dan begitu juga sebaliknya sesuai dengan keinginan kita”. (HR Bukhari no.2034, kitab
Al-Buyu)
Alasan dilarangnya Riba
1. Riba adalah mengambil harta orang lain tanpa imbalan.
2. Bergantung kepada riba akan menghalangi orang dari
melakukan usaha, karena apabila pemilik uang sudah
dapat menambah hartanya dengan melakukan
transaksi riba, maka dia nyaris tidak mau berdagang,
melakukan pekerjaan2 yang berat.
3. Riba akan menyebabkan terputusnya kebaikan antar
masyarakat dalam hal pinjam meminjam.
4. Umumnya orang yang memberikan pinjaman adalah
orang kaya, sedang yang meminjam adalah orang
miskin.
Alasan Pembenaran Pengambilan Riba
1. Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya. Keadaan darurat
diperbolehkan jika suatu keadaan dimana jika seseorang tidak segera melakukan
sesuatu tindakan dengan cepat, akan membawanya kehancuran atau kematian.
QS. Al-Baqarah:173 “…. Barang siapa dalam keadaaan terpaksa (memakannya), sedang
dia (1) tidak menginginkan dan (2) tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang”.
2. Hanya bunga yang berlipat ganda saja dilarang, sedangkan bunga yang
“wajar” dan tidak menzalimi diperbolehkan. Dasar pernyataan di atas adalah
QS. Ali Imran ayat 130, menurut Syekh Umar bin Abdul Aziz al-Matruk, yang
dimaksud dengan berlipat ganda adalah bahwa karakteristik riba secara umum
mempunyai kecenderungan untuk berkembang dan berlipat sesuai dengan
berjalannya waktu.
3. Pada saat ayat tentang larangan riba turun belum ada bank atau lembaga
keuangan lainnya, yang hanya adalah individu-individu. Sehingga dengan
demikian Bank Konvensional tidak terkena hukum taklif karena pada saat
ayat turun keberadaannya belum ada. Para ulama sepakat yang dilihat adalah
dari sisi mudharatnya dari pada manfaatnya.
Dampak Riba
1. Dampak riba terhadap pribadi pelaku riba. Menurut Dr. Abdul
Aziz Ismail (dosen fakultas Kedokteran di Mesir) dalam bukunya
“Islam dan Kedokteran Modern” menyatakan bahwa riba merupakan
salah satu penyebab timbulnya penyakit gangguan jantung.
2. Dampak riba terhadap kehidupan bermasyarakat. Timbulnya
ketakutan, penindasan dan tidak jarang perampasan harta oleh
pelaku riba.
3. Dampak riba terhadap Ekonomi;
 Riba merusak sumber daya manusia.
 Riba penyebab utama terjadinya Inflasi.
 Riba menciptakan kesenjangan sosial.
 Riba faktor utama terjadinya krisis ekonomi global.
 Riba menghambat laju pertumbuhan ekonomi.
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
BUNGA BAGI HASIL
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi
dengan asumsi harus selalu untung. hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung
rugi.
Besarnya persentase berdasarkan pada Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada
jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. jumlah keuntungan yang diperoleh.
Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil bergantung pada keuntungan
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan, bila usaha merugi,
proyek yang dijalankan pihak nasabah kerugian akan ditanggung bersama oleh
untung atau rugi. kedua belah pihak.
Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
meningkat sekalipun jumlah keuntungan dengan peningkatan jumlah pendapatan.
berlipat.
Eksistensi bunga diragukan (dikecam) oleh Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi
semua agama, termasuk Islam hasil.
Gharar (Ketidakpastian)
 Pengertian Gharar;
 Ibnu Taimiyyah, Gharar adalah konsekuensi yang tidak diketahui.
Ibnu Qayyim, Gharar adalah sesuatu yang tidak diketahui hasilnya.
Al-Jurjani, Gharar adalah sesuatu yang tidak diketahui hasilnya, apakah dapat
terealisasi atau tidak.
Karim, Gharar adalah situasi dimana terjadi ketidaklengkapan informasi
karena adanya ketidak pastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi.
Dalam Gharar juga terjadi pada empat hal, yaitu dalam hal kualitas, kuantitas,
harga dan waktu penyerahan.
 Larangan melakukan transaksi Gharar;
Sabda Rasulullah Saw, “Rasulullah melarang jual beli al-hashah dan jual beli
gharar”. (HR. Abu Hurairah).
Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabda “Rasulullah Saw telah mencegah kita
dari melakukan jual beli dengan cara lemparan batu kecil (al-hashah) dan jual beli
dagang secara gharar”. (HR. Muslim)
Tiga Macam Bentuk Jual Beli Gharar
1. Jual beli Gharar yang dilarang. Menurut Ibnu Taimiyyah ada tiga macam, yaitu:
 Jual beli yang tidak ada barangnya, seperti menjual anak hewan yang masih dalam
kandungan. Riwayat Ibnu Umar r.a bahwa ia berkata, “Rasulullah Saw melarang menjual anak dari
anak yang berada dalam perut unta”. (HR. Bukhari dan Muslim)
 Jual beli barang yang tidak bisa di serahterima kan, seperti budak yang lari dari tuannya, ikan
di laut.
 Jual beli barang yang tidak diketahui hakikatnya sama sekali atau bisa diketahui tapi tidak
jelas jenisnya atau kadarnya, seperti jual beli tanah yang tidak diketahui ukurannya. Riwayat
Abu Hurairah bahwa ia berkata, “Rasulullah melarang jual beli al-hashah (dengan melempar batu)
dan jual beli gharar”. (HR. Muslim).
2. Jual beli Gharar yang diperbolehkan. Imam an-Nawawi menjelaskan dalam Syarh Shahih
Muslim, “Kadang sebagian gharar diperbolehkan dalam transaksi jual beli, karena hal itu memang
dibutuhkan masyarakat, seperti tidak mengetahui kadar air susu pada kambing yang sedang hamil” .
Ibnu Qayim di dalam Zadu al-Ma’ad mengatakan “Tidak semua gharar menjadi sebab
pengharaman, Gharar apabila ringan (sedikit), maka tidak menjadi penghalang keabsahan akad jual beli ”.
3. Jual beli Gharar yang masih diperselisihkan. Contohnya adalah menjual wortel, bawang,
kentang yang masih berada di dalam tanah. Sebagian ulama tidak membolehkannya seperti
Imam Syafi’i, tetapi sebagian yang lain membolehkannya seperti Imam Malik serta Ibnu
Taimiyah.
Tadlis (Penipuan)
 Tadlis memiliki makna yaitu tidak menjelaskan sesuatu, menutupinya dan
penipuan.
 Menurut ahli Fiqih, tadlis didalam jual beli adalah menutupi aib barang, atau
jika barangnya tidak ada cacatnya tadlis tetap terjadi jika barang yang dijual
ternyata tidak sesuai dengan yang dideskripsikan atau yang ditampakkan.
 Tadlis hukumnya haram, larangan melakukan praktek tadlis dalam jual beli;
 Sabda Rasulullah Saw, “Tidak masuk golonganku orang yang menipu”. (HR.
Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
 Allah akan mencabut berkah dari hasil tadlis, Rasulullah Saw bersabda,
“Penjual dan pembeli memiliki khiyar (pilihan untuk membatalkan atau melanjutkan
akad) selama belum berpisah. Jika keduanya berpisah dan berlaku transparan
(menjelaskan barang dan harga apa adanya) maka diberikan berkah dalam jual beli
keduanya. Jika keduanya saling menyembunyikan (cacat) dan berdusta maka itu
menghanguskan berkah jual belinya”. (HR Al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi,
Abu Daud dan Al-Baihaqi)
Bai’ Najasy (Rekayasa Pembelian)
 An-najasy, yaitu tambahan pada harga satu barang dagangan dari orang yang tidak ingin
membelinya agar orang lain terjebak padanya. Menurut DSN, melalui fatwanya, bai’ najasy
adalah tindakan menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud
membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya sehingga
menaikkan harga jual.
 Pendapat Ulama Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah, berkata; “Jual beli najasy adalah
menaikkan (penawaran) harga barang yang dilakukan oleh orang yang tidak ingin membeli
barang tersebut dengan tujuan untuk menjerumuskan orang lain”.
 Larangan transaksi Bai’ Najasy;
 Riwayat dari sahabat Abu Hurairah r.a, Rasulullah Saw bersabda “… dan janganlah kalian
melakukan jual beli najasy…” (HR. Bukhari no.2150 dan Muslim no.1515)
 Riwayat dari sahabat Abu Umar r.a, Rasulullah Saw bersabda “Nabi Saw melarang dari jual beli
najasy.” (HR Bukhari no.2142 dan Muslim no.1516)
 Hukum jual beli Najasy;
 Pendapat yang kuat adalah hukum jual beli najasy adalah sah. Menurut Ibnu Qudamah
rahimahullah, “Jika melakukan jual beli barang dengan najasy, maka jual belinya sah menurut pendapat
mayoritas ulama, diantaranya Imam Syafi’I dan Imam Hanafi”. Kemudian Ibnu Qudamah
mengatakan bahwa larangan tersebut kembali kepada naajisy (pelaku najasy), bukan kembali
kepada akad jual beli itu sendiri.
Perbedaan Jual beli Najasy & Jual Beli Lelang
(Muzayadah)
 Jual beli lelang (muzayadah) dalam bahasa Arab artinya “saling
menambah”. Karena pada umumnya, ketika penjual membuka harga
barang yang akan dilelang, dia mengatakan “man yazid” (siapa yang
mau menambah harga).
 Jual beli sistem lelang (muzayadah) tidak dilarang, karena setiap calon
pembeli yang berlomba menaikkan harga penawaran memang berniat
ingin membeli barang tersebut.
 Jual beli lelang (muzayadah) sudah dikenal pada masa sahabat dan
tabi’in. At-tirmidzi rahimahullah berkata, “Bahwa mereka tidak
mempermasalahkan jual beli lelang dalam harta rampasan perang (ghanimah)
dan warisan”. Kemudian Al-Mubarakfuri rahimahullah mengatakan,
“Aku menjumpai manusia (yaitu sahabat) yang tidak mempermasalahkan
jual beli ghanimah kepada orang yang ingin menambah harga”.
Ikhtikar (Menimbun Barang)
 Ikhtikar adalah membeli barang pada saat lapang lalu menimbunnya supaya barang tersebut
langka di pasaran dan harganya menjadi naik.
 Larangan Ikhtikar;
 Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa menimbun barang, maka ia berdosa”. (HR. Muslim
no.1605).
 Bentuk Ikhtikar yang diharamkan menurut Ulama;
 Menurut At-Tirmidzi, “Mereka melarang penimbunan bahan makanan, sebagian ulama
memperbolehkan penimbunan selain bahan makanan”.
 Menurut Al- Baghawi, “Para ulama berbeda pendapat tentang masalah Ikhtikar, “Tidak boleh
ada penimbunan barang di pasar kami, yakni sejumlah oknum dengan sengaja memborong barang-
barang dipasar lalu ia menimbunnya. Akan tetapi siapa saja yang memasukkan barang dari luar
dengan usaha sendiri maka terserah padanya apakah mau menjualnya atau menyimpannya”.
 Menurut Imam An-nawawi berkata, “Para ulama Syafi’i mengatakan bahwa ihtikar yang
diharamkan adalah penimbunan barang-barang pokok tertentu, yaitu membelinya pada saat
harga mahal dan menjualnya kembali, ia tidak menjual saat itu juga, tetapi ia simpan sampai
harga melonjak naik. Tetapi jika dia mendatangkan atau membeli barang pada saat harga
murah lalu menyimpannya karena kebutuhannya, atau ia menjualnya kembali saat itu juga,
maka itu bukan ihtikar dan tidak diharamkan”.
Risywah (Suap)
 Risywah (suap) adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk memperoleh sesuatu yang bukan
haknya.
 Menurut Hidayat, dikatakan Risywah jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
 Adanya pemberian (athiyyah)
 Adanya niat Istimalah (menarik simpati orang lain)
 Bertujuan membatalkan yang haq (Ibtholul haq)
 Merealisasikan kebatilan (Ihqaqul bathil)
 Mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan (al mahsubiyah bighoiri haq)
 Mendapatkan kepentingan yang bukan menjadi haknya (al hushul alal manafi’)
 Memenangkan perkara (al hukmu lahu)
 Larangan melakukan perbuatan Risywah:
 QS. [2]:[188] “Dan janganlah sebagian kamu memakan harga sebagian yang lain diantara kamu dengan cara
yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
 HR. At-Tirmidzi “Rasulullah Saw melaknat penyuap dan yang menerima suap”
 Rasulullah Saw bersabda “Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (as-suht) nerakalah yang
paling layak untuknya”. Mereka bertanya; “Ya rasulullah, apa barang haram (as-suht) yang dimaksud?’, Suap
dalam perkara hukum”. (dalam tafsir Al-Qurthubi).
Maysir (Perjudian)
 Maysir adalah judi, yaitu ketika ada satu pihak yang
diuntungkan dan pihak lain yang dirugikan dan tidak ada
usaha dalam mendapatkan keuntungan.
 Larangan berbuat Maysir;
 QS. Al-Maidah: 90 “Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan”.
 Sabda Rasulullah Saw, “Barang siapa yang menyatakan
kepada saudaranya, ‘mari aku bertaruh denganmu’. Maka
hendaklah dia bersedekah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Kriteria Maysir
Kategori Maysir:
1. Adanya taruhan harta/materi yang berasal dari kedua
pihak yang berjudi.
2. Adanya suatu permainan yang digunakan untuk
menentukan pemenang dan yang kalah.
3. Pihak yang menang mengambil harta
(sebagian/seluruhnya) yang menjadi taruhan, sedangkan
pihak yang kalah kehilangan hartanya.
Contoh transaksi Maysir:
4. Membeli kupon togel dengan harga tertentu.
5. Bermain valuta asing (valas).
6. Bermain Indeks Harga Saham.
Khiyar Ghabn (Manipulasi Harga Barang)
 Al-ghabn artinya kekurangan pada salah satu alat pembayaran (akibat
manipulasi). Dengan demikian al-Ghabn dapat didefinisikan sebagai
kekurangan pada harga saat menjual dan membeli (akibat manipulasi).
 Kekurangan ini bisa dialami pihak pembeli dan penjual;
 Bila dialami pihak pembeli, maka kekurangan harga ini maksudnya harga
yang dibayar tidak setara atau tidak sesuai dengan nilai barang yang diterima.
Dengan kata lain, harganya terlalu tinggi.
 Bila ditinjau dari pihak penjual, maksudnya harga yang diterima tidak
sebanding dengan nilai barang yang sebenarnya.
 Larangan berbuat Khiyar Ghabn;
 Menurut Abu Hurairah r.a “Sesungguhnya Rasulullah Saw melarang
umatnya mencegat orang yang membawa barang dagangan (dari luar kota,
seperti makelar). Apabila yang melakukan pencegatan itu sekaligus pembeli,
lalu ia membeli barang (yang dibawa oleh orang yang dicegat) itu, maka
pemilik barang (penjual) memiliki hak pilih (al-khiyar) apabila sampai pasar”.
Soal Diskusi

1. Jelaskan mengapa umat Islam enggan untuk


meninggalkan transaksi Riba.
2. Jelaskan mengapa dalam Islam dilarang melakukan
transaksi Risywah (Suap).
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai