AKAD SOSIAL
DI SUSUN OLEH:
1. NUR INDAH SARI (90200118011)
2. ZELYKA ZALZABILLAH YANI (90200118010)
3. NURHARIANI FITRAH (90200118026)
4. SRIWANDA. (90200118025)
5. MITA ARISKA (90200118016)
MANAJEMEN A
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, atas berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas Fiqh Muamalah tentang akad dalam peersprktif
islam.
Tugas mata kuliah Fiqh Muamalah tentang Akad dalam karya ilmiah ini kami buat
agar dapat memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Fiqh Muamalah pada semester 4.
Tujuan lain penyusunan tugas ini adalah agar pembaca dapat memahami dan mengetahui
tentang akad dalam ilmu Fiqh Muamalah dalam karya ilmiah sebagaimana yang tertulis dalam
makalah ini.
Materi ini kami sajikan dengan bahasa yang sederhana dan menggunakan bahasa
pada umumnya agar dapat dipahami oleh pembaca.Kami menyadari bahwa makalah ini
mungkin terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering sekali menjumpai berbagai macam akad yang
dilakukan oleh manusia dalam bermuamalah, baik itu berupa akad pribadi perorangan
maupun akad social. Kali ini yang akan sama-sama kita bahas salah satu dari sekianj banyak
akad dalam islam, yaitu akad social. Dimana akad social ini sangat penting sekali bagi
kehidupan bermuamalah kita, untuk melanjutkan salah satu dari pada berbagai macam roda
perekonomian dalam islam, baik berupa saling memberi jasa, barang dll.
Allah mengajarakan kita untuk saling tolong menolong sesama umat manusia. Banyak
ayat al-quran yang menganjurkan kita untuk saling membantu sesame manusia bahkan lebih
luas lagi yaitu seluruh dunia. Manusia adalah sebagai makhluk social, tidak mungkin manusia
bisa hidup sendiri tanpa butuh bentuan dari orang lain. Itulah sebabnya manusia diciptakan
saling berpasang-pasangan dll.
Sebagai mahkluk social kita tidak bisa lepas dengan yang namanya akad ( perikatan,
perjanjian, simpul dll), oleh karena itu Allah sebagai Sang Maha Pengatur telah membuat
peraturan dalam bermuamalah secara social. Allah juga membuat peratuan untuk pengelolaan
harta manusia agar harta tersebut bersih ddan bisa dipergunakan juga untuk membantu orang
lain yang berkesusahan, baik itu berupa zakat, wakaf, hadiah, hibab, shadaqah yang InsyaAllah
akan sama-sama kita bahas dimakalah kita pada hari ini.
B. Rumusan masalah
1. Pengertian Hadiah
2. Rukun dan syarat hadiah
3. Pengertian waqaf
4. Rukun dan syarat waqaf
5. Hukum-hukum waqaf dan hadiah
6. Macam-macam Hadiah dan Waqaf
C. Tujuan Penelitian
Manusia adalah makhluk yang lemah dan penuh dengan hawa nafsu terhadap sesuatu
yang dicendrunginya, oleh karena itu harus ada beberapa peraturan agar kecendrungan
terhadap barang, benda dll dapat dikontrol dengan baik. Dalam makalah ini kita akan
mempelajari syarat-syarat, rukun-rukun, pengertian dari masing masing cabang akad social,
agar benda/harta yang kita cendrungi tersebut dapat terjaga dengan baik, bersih, dan
mendapat rihda Allah SWT. Karena sesungguhnya Allah hanya akan dekat kepada orang-
orang yang menjaga kebersihan dirinya, hartanya, apapun yang dimilikinya, dengan cara
menyalurkan kepada koridor yang telah Allah tentukan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HADIAH
1. Pengertian hadiah
Seperti yang dibahas sebelumnya bahwasannya hadiah adalah penyerahan hak
milik harta benda tanpa ganti rugi yang umumnya dikirimkan kepada penerima
untuk memuliakannya.1 Secara sederhana hadiah dapat diartikan sebagai
pemberian dari seseorang kepada orang lain tanpa adanya penggantian dengan
maksud memuliakan.2 Hadiah adalah pemberian yang dimaksudkan untuk
mengagungkan atau rasa cinta.3 Menurut istilah fikih, hadiah didefinisikan sebagai
berikut:
1. Zakariyya Al-Anshari Hadiah adalah penyerahan hak milik harta benda tanpa
ganti rugi yang umumnya dikirimkan kepada penerima untuk memuliakannya.
2. Sayyid Sabiq Hadiah itu seperti hibah dalam segi hukum dan maknanya. Dalam
pengertian ini, Sayyid Sabiq tidak membedakan antara hadiah dengan hibah
dalam segi hukum dan segi makna. Hibah dan hadiah adalah dua istilah dengan
satu hukum dan satu makna. Sehingga ketentuan yang berlaku bagi hibah
berlaku juga bagi hadiah.
ُ اع لَقَبِْل
ت ٌ ك َر
ُ اع اَ ْو
ٌ ذ َر َ ِى أ
ِ لي ِ
َ ت َو لَ ْو اُ ُهد
ُ ك َرا ٍع الَ َج ْب
ِ لَو دعِيت أِلى
ُ ذ َر ٍع اَ ْو َ ُْ ُ ْ
َّ َ
Artinya: “Kalau aku diundang untuk menyantap kaki kambing depan dan
belakang, niscaya aku penuhi dan kalau dihadiahkan kepadaku kaki kambing
depan dan kaki kambing belakang, niscaya aku menerimanya”. (H.R. Turmuzi).
Adapun keutamaan dalam pemberian hadiah dapat dilihat dari efek positif
dalam jiwa penerimanya. Seperti hilangnya rasa dendam dan permusuhan serta
timbulnya kasih sayang antar sesama.
2. Rukun hadiah
Menurut Ulama Hanafiah, rukun hadiah adalah ijab dan kabul sebab keduanya
termasuk akad seperti halnya jual-beli. Dalam kitab Al- Mabsuth, mereka
menambahkan dengan qadbhu (pemegang/penerima). Alasannya, dalam hadiah
harus ada ketetapan dalam kepemilikan.
Adapun yang menjadi rukun dalam hadiah yaitu wahib (pemberi), mauhub lah
(penerima), mauhub (barang yang dihadiahkan), shighat (ijab dan qabul). Wahib
(pemberi) Wahib (pemberi) adalah orang yang memberikan hadiah atau
pemindahan kepemilikan.
1. Wahib (pemberi) hadiah sebagai salah satu pihak pelaku dalam transaksi
hadiah disyaratkan:
a. Ia mestilah sebagai pemilik sempurna atas sesuatu benda yang
dihadiahkan. Karena hadiah mempunyai akibat perpindahan hak milik,
otomatis pihak pemberi hadiah dituntut sebagai sebagai pemilik yang
mempunyai hak penuh atas benda yang dihadiahkan itu.
b. Pihak pemberi hadiah mestilah seorang yang cakap bertindak secara
sempurna (kami>lah), yaitu baliq dan berakal. Orang yang sudah cakap
bertindaklah yang bisa dinilai bahwa perbuatan yang dilakukannya
adalah sah, sebab ia sudah mempunyai pertimbangan yang sempurna.
c. Pihak pemberi hadiah hendaklah melakukan perbuatannya itu atas
kemauan sendiri dengan penuh kerelaan, dan bukan dalam keadaan
terpaksa, orang-orang yang dipaksa menghadiahkan sesuatu miliknya,
bukan dengan ikhtiyarnya, sudah pasti perbuatannya itu tidak sah.
3. Syarat-syarat Hadiah
6. Sah menerimanya.
8. Menyempurnakan pemberian.
10. Pemberi sudah sudah mampu tasharruf (merdeka, mukallaf, dan rashid).
Adapun yang menjadi syarat untuk wahib (pemberi hadiah) dan mauhub
(barang) yaitu:
1. Syarat Wahib (pemberi hadiah) Wahib disyaratkan harus ahli tabarru
(derma), yaitu berakal, baliqh, rasyid (pintar).
c. Milik sendiri.
e. Mauhub terpisah dari yang lain, barang yang dihadiahkan tidak boleh
bersatu dengan barang yang tidak dihadiahkan, sebab akan menyulitkan
untuk memanfaatkan mauhub.
4. Hukum Hadiah
Saling membantu dengan cara memberikan hadiah dianjurkan oleh Allah SWT
dan Rasul-Nya. Hikmah atau manfaat disyari’atkannya adalah sebagai berikut:
5. Macam-macam Hadiah
a. Jika uang/hadiah lomba itu disediakan oleh pemerintah atau sponsor non-pemerintah
untuk para pemenang.
b. Jika uang/hadiah lomba itu merupakan janji dari salah satu dari dua orang yang
berlomba kepada lombanya jika ia dapat dikalahkan lawannya itu.
c. Jika uang/hadiah lomba disediakan oleh para pelaku lomba dan mereka disertai
muhallil, yaitu orang yang berfungsi menghalalkan perjanjian lomba dengan uang
sebagai pihak ketiga, yang akan mengambil uang hadiah itu, jika jagonya menang tapi
ia tidak harus membayar jika jagonya kalah.
ِ ◌ َع َمـ
ـل ۡ ◌ س مِّن ۡ ◌ ل َُُٰٰـم ِرج
ۡ ◌ أَز
ۡ نص ـابُ َوٱل َ َ◌ أ ِ ۡ◌◌ ُر َوٱل◌ۡ َمي
ۡ س ُر َوٱل َ ٰ َٓيأَيـ ُّ ـ َها ٱلَّذ
ۡ ِين َءا َمنـ ُـ ٓو ْا إِن ََّما ٱل
ۡ ◌ َخم
ۡ ◌ َت ِنبُوهُ لَ َعلَّ ُكم
ۡ ◌ ُتف ٰ
ۡ ◌ َط ِن َفٱجۡ ٱل َّشي
َ ◌ ل ُـِح
٩٠ ُِون
B. Waqaf
1. Pengertian waqaf
Wakaf berasal dari bahasa Arab “waqafa” yang artinya berhenti atau menahan,
sedangkan secara istilah fikih adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya
dilakukan dengan jalan menahan kepemilikan barang yang diwakafkan tersebut
untuk dimanfaatkan lebih lanjut oleh khalayak umum.
Secara umum Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (orang Wakaf) untuk
memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian hartanya baik secara permanen atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya untuk tujuan
keagamaan dan / atau kesejahteraan umum sesuai syariah.
1. Hanafiyah
2. Malikiyah
3. Syafi‘iyah
Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi
manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak
pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang
dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376)
4. Hanabilah
2. Rukun-rukun Waqaf
a. kehendak sendiri
a. barang yang dimilki dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan
maupun dikemudian hari
b. milki sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musya (bercampur
dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain
3) Tempat berwakaf (yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki
sesuatu, anak dalam kandungan tidak syah
4) Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu
dan sebagainya” tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat
umum).
3. Syarat-syarat Waqaf
Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi
beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu
mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui
kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan
milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh
orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat
kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama
tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan
tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau
satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak
tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya
seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi
orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah
orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim,
merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf.
Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-
syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan
menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang
dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan
untuk kepentingan Islam saja.
d. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat:
Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya
(ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu
dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada
syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh
syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka
penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat
lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan
harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap
pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.
3. Hukum-hukum Waqaf
لَنتَنَالُو ْاا ْلبِ َّر َحتَّىتُنفِقُو ْا ِم َّمات ُِحبُّونَ َو َماتُنفِقُو ْا ِمن ش َْي ٍءفَإِنَّاهّلل َ بِ ِه َعلِي ٌم
Artinya:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Isi Kandungan:
Dari segi agama, kebaikan bukan hanya terletak pada shalat dan ibadah. Membantu
orang-orang lemah dan memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat adalah di antara
tugas seorang muslimin.
Karena Tuhan membandingkan apa yang kita infakkan, maka sebaiknya kita infak
sesuatu yang terbaik dan jangan kita bakhil tentang jumlahnya.
Syuhada mencapai derajat tertinggi bir (kebaikan). Karena, mereka menginfakkan
modal yang paling besar yaitu jiwanya di jalan Allah.
Dalam infak, intinya adalah pada kualitas bukannya pada kuantitas, artinya baik
walaupun sedikit.
Dalam Islam, tujuan infak bukan hanya mengenyangkan perut orang-orang lapar,
melainkan pertumbuhan ekonomi yang menafkahkan juga dimaksudkan.
Menghilangkan keterikatan hati dari mahbub imajinasi dan khayali menyebabkan
mekarnya jiwa kedermawanan dan pengorbanan.
5. Macam-macam Waqaf
a. Waqaf Khairi
Wakaf sejak ditakdirkan untuk individu tertentu atau khusus atau bahkan
akhirnya untuk kepentingan kepentingan publik, seolah-olah itu adalah penerima
wakaf amal telah meninggal, harus diwarisi oleh ahli waris yang menerima wakaf.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Waqaf
Menurut bahasa waqaf berasal dari Waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-
tahbis(tertawan) dan al-man’u (mencegah).
Hadiah
Hadiah adalah pemberian oleh orang berakal sempurna sebuah barang yang
dimilikinya dengan tidak ada tukarnya serta dibawa ketempat yang diberi karena hendak
memuliakannya.