Anda di halaman 1dari 10

ILMU MANTIQ

Pengertian, Pembagian, Esensi serta Tujuannya

Dosen Pengampu :

Drs. Hj. Muzaiyyanah Mutasim Hasan, M.A

Penyusun :

Abdullah Khidhir (E03217002)


Sayyidah Haninah (E03217044)
Rima Fatimatuz Zahroh (E93217089)

PRODI ILMU AL – QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang MahaPengasih lagi MahaPenyayang, berkat taufik,
hidayah dan inayah-Nya kelompok pemakalah dapat menyelesaikan makalah ILMU
MANTIQ: Pengertian, Pembagian, Esensi serta Tujuannya.

Makalah ini kami susun dengan maksimal, dengan harapan semoga dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca, dan kedepannya dapat kmai jadikan masukan untuk
memperbaiki bentuk maupun isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin banyak kekurangan


dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik guna
menyempurnakan makalah ini.

Surabaya, 26 Februari 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Akal dan pikiran merupakan perlengkapan yang paling sempurna yang dianugerahkan
Tuhan kepada manusia. Dengan akal dan pikiran, manusia dapat mengubah dan
mengembangkan taraf kehidupannya dari tradisional menjadi modern. Sifat yang tidak mudah
puas secara alamiah ada dalam diri manusia dan mendorong manusia unruk selalu ingin
mengubah keadaan. Sehingga, ketidakpuasan tersebut menimbulkan perubahan-perubahan.

Maniq merupakan upaya agar seseorang dapat berpikir dengan cara yang benar, tidak
keliru. Yang dimaksud berpikir adalah peroses pengungkapan sesuatu yang belum diketahui
dengan mengolah pengetahuan-pengetahuan yang telah ada dalam benak kita, sehingga itu
dapat diketahui. Dalam menghadapi persoalan sulit ini, sangatlah dibutuhkan orang yang cakap
berpikir, menalar sendiri dan kritis serta yang mendasarkan tindakan-tindakannya atas alasan-
alasan yang tepat, bukan atas emosi atau prasangka.

Oleh karena itu, ilmu mantiq (Logika) merupakan salah satu pengetahuan yang mesti
dipelajari guna tercapainya tujuan yang telah dijelaskan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Mantiq serta Alasan Penamaannya

Secara bahasa, Ilmu mantiq tersuusun dari dua kata; ilmu dan mantiq. Ilmu
adalah satu lafadz yang mempunyai dua pengertian, pertama, apa yang diketahui
(Al-Ma’rifah), yakni dipercayai dengan pasti dan sesuai dengan kenyataan yang
muncul dari satu alasan argumentasi yang disebut dalil. Kedua, berarti gambaran
yang ada pada akal tentang sesuatu, seperti kuda, kambing, dan sebagainya. Dengan
menyebut, atau mendengar lafadz tersebut, dengan sendirinya muncul gambaran
pada akal. Lafadz yang ada gambaran dalam akal inilah yang disebut dengan
Tasawur.1

Dalam Bahasa Indonesia “Ilmu” seimbang artinya dengan “science” dan


dibedakan pemakaiannya secara jelas dengan kata “pengetahuan”. Dengan kata lain
ilmu dan pengetahuan mempunyai pengertian yang berbeda secara mendasar.2 Ilmu
di antara fungsinya adalah, menyelusuri sesuatu itu sesuai dengan kenyataan atau
tidak.3 Sedangkan, pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari aktivitas mengetahui,
yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa hingga tidak ada keraguan
terhadapnya.4

Dalil yang dipelajari untuk mengetahui sesuatu itu sesuai dengan kenyatan
atau tidak, itulah yang disebut Mantiq. Dengan itulah dapat diketahui ilmu tadi
benar atau tidak. Ketika benar karena sesuai dengan kenyataan, maka dikatakan
benar atau sidik. Ketika sebaliknya maka disebut batil. Namun walaupun demikian
tetap dalam kategori ilmu. Karena mantiq sebagai alat untuk menuju ilmu yang
benar, atau karena ilmu yang benar perlu pengarahan mantiq, maka karena itulah
ilmu mantiq dikatakan ilmu segala yang benar atau sering disebut bapak dari segala
ilmu. 5

1
A. Basiq Djalil, LOGIKA ILMU MANTIQ, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm 3.
2
Mundiri, LOGIKA, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm 4.
3
A. Basiq Djalil, loc.cit.
4
Mundiri, loc.cit.
5
A.Basiq Djalil, loc.cit.
Dalam tata bahasa Arab, kata mantiq adalah mashdar mimiy yang berarti
berbicara dan berpikir. Kata mantiq juga bisa diposisikan sebagai isim makan
(menunjukkan tempat) yang berarti tempat berbicara dan tempat berpikir. Ilmu ini
dinamakan mantiq, baik itu berupa mubalaghah (hiperbolis), jika bentuknya
mashdar mimiy yang memiliki arti bahwa ilmu ini memiliki peran khusus dalam
kemampuan manusia dalam berbicara dan kenyataannya demikian. Atau dari segi
bahwa ilmu mantiq adalah tempat muncul dan nampak pembicaraan dan pikiran
manusia, ketika bentuknya isim makan. 6

Secara istilah, Syaikh Ali Nayif mendefinisikan ilmu mantiq dengan :

7
‫قواعد عقلية تساعد على التصور واالستدالل يصورة صحيحة‬

Ilmu yang berisikan kaidah-kaidah rasional yang mendukung untuk


mengonsep dan berargumentasi secara benar.

Dari pengertian di atas, diketahui bahwa ilmu mantiq merupakan kumpulan


kaidah-kaidah umum yang dengan mnggunakannya yang benar dan tepat dapat
menjaga akal dari kesalahan berpikir. Ilmu mantiq tidak mengajari manusia
berpikir -sebab sejak awal pencipataan, manusia memiliki kemampuan berpikir-,
akan tetapi menjelaskan bagaimana metode berpikir yang benar. 8

Ilmu mantiq juga disebut dengan ilmu logika. Menurut sejarah, Istilah
logika digunakan pertama kali oleh Zeno dari Citium (334-262 SM), pendiri
Stoisme. Logika adalah istilah dari kata Yunani Logikos yang merupakan derivasi
kata benda logos. Kata logos berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan
akal (pikiran), kata, percakapan, dan bahasa. Logikos berarti mengenai sesuatu yang
diutarakan, mengenai perimbangan akal (pikiran), mengenai kata, mengenai
percakapan atau mengenai bahasa. Dengan demikian, secara etimologis logika
berarti suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan lewat bahasa. 9

6
Mahmud Muntazeri Muqaddam, Pelajaran Mantiq: Perkenalan dasar-dasar logika Muslim
(Yogyakarta:RausyanFikr Institue, 2014), 36.
7
Nayif bin Nahar, al Muqaddimah fi Ilm al Mantiq (Qatar: Muassasah Wa’iy li al Dirasat wa al Abhath, 2016),
hlm.10.
8
Mahmud Muntazeri Muqaddam, Pelajaran Mantiq, 34.
9
W. Poespoprodjo, Logika Scientifika, Pengantar Dialektika dan Ilmu, (Bandung: Remadja Rosdakarya, 1999),
h. 41, lihat juga A Chaerudji Abdul Chalik, Ilmu Mantiq, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm 1.
B. Pembagian Mantiq: Takwini-Tadwini dan Shuri-Maddi

Mahmud Muqaddam dalam bukunya menyatakan bahwa kelebihan manusia


dalam berfikir merupakan hal kekhususan takwini (penciptaan). Manusia tidak
tunduk pada perintah dan aturan buatan seorang, akan tetapi ia bergerak pada jalur
alaminya berdasarkan pola pencipataan (pemberian ilahi). Kemampuan berpikir
manusia sejak lahir inilah yang disebut mantiq takwini dan bersifat fitrah (inhern)
yang ada pada setiap manusia secara sama, baik terpelajar atau tidak. Sementara
penyusunan secara sistematis dari aturan-aturan ini dan klasifikasi serta
penyampaian dalam bentuk sebuah ilmu yang sistematis disebut mantiq tadwini. 10

Mantiq takwini dalam banyak kesempatan tidak mampu memberikan


kesimpulan yang dekat apalagi untuk bisa mengambil natijah yang benar, oleh
karenanya diciptakan tahapan mukadimah dan argumentasi, yang diajarkan mantiq
tadwini yang berisikan metode kelanjutan argumentasi dan untuk bisa sampai
kepada kesimpulan yang jauh. 11

Sementara itu, untuk mengubah majhulat menjadi maklumat yang benar


melalui jalan pemikiran membutuhkan dua syarat; pertama, memilih maklumat
dengan tepat (maddah), kedua, menyusun maklumat tadi hingga menjadi benar
(shurah). Jika salah satu dari dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka hakikat yang
akan dicapai juga akan terhalang. Mahmud memberi contoh jika kita menyatakan:

“Sokrates adalah manusia, setiap manusia adalajahat, maka Sokrates adalah


jahat.”

Contoh di atas merupakan argumentasi yang benar secara shuri namun keliru secara
maddi. Sebab pernyataan kedua bahwa “setiap manusia jahat” tidaklah benar.
Sebaliknya pada contoh berikut:

“Semua laki-laki adalah manusia, semua wanita adalah manusia, berarti


semua laki-laki adalah wanita”

10
Mahmud Muntazeri Muqaddam, Pelajaran Mantiq, 37.
11
Ibid.
Contoh di atas benar secara maddi namun keliru secara shuri. Sehingga
menempuh hal di atas menyebabkan kesalahan dalam mengambil kesimpulan.

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa Mantiq Shuri merupakan


bagian dalam ilmu mantiq yang membahas dan mengukur kesalahan pada masalah
formasi pemikiran (baik dalam pemahaman definisi maupun dalam lingkupan
argumentasi) sedangkan Mantiq Maddi merupakan bagian lainnya yang membahas
dan menimbang kesalahan dalam bahan baku pemikiran. 12

C. Esensi dan Tujuan Mempelajari Ilmu Mantiq

Manusia adalah makhluk yang secara kodrati diciptakan berfikir. Para


ulama mantiq menyebutkan bahwa berfikir adalah usaha otak untuk mengetahui
sesuatu yang tidak diketahui (majhul). Dalam proses berpikir, manusia selalu
menggunakan pengetahuan-pengetahuan dan konsep-konsep yang lampau dalam
otak. Dalam menyelesaikan masalah yang majhul tersebut, manusia terkadang bisa
berhasil dan kadang dia terhenti di tengah jalan serta tiak mampu menyelesaikan
maslah tersebut. Dalam proses usaha pikirannya dalam mengungkap hakikat tadi,
manusia menempuh aneka ragam jalan, di mana sebagian dari jalan tersebut ada
yang salah dan ada pula yang benar. 13

Beberapa contoh di bawah ini yang merupakan hasil sebagian dari


pemikiran manusia :

-Tuhan adalah cahaya, setiap cahaya bisa diindra, maka Tuhan bisa diindra.

-buku yang murah jarang didapat, setiap yang jarang didapat mahal, maka buku
yang murah mahal.

Dengan sedikit bepikir tentang contoh-contoh di atas akan timbul


pertanyaan mendasar dan keraguan yang kuat terhadap hal-hal itu; sebenarnya,
apakah bisa dibedakan atau dipisahkan antara jalan berpikir yang benar dengan
yang keliru yang berbuahkan keselahan berpikir? Pertanyaan ini membuat
sekelompok para pemikir yang puncaknya diduduki oleh Sokrates, berusaha keras

12
Mahmud Muntazeri Muqaddam, Pelajaran Mantiq, 38-39.
13
Mahmud Muntazeri Muqaddam, Pelajaran Mantiq, 30.
untuk menyusun aturan-aturan dan kerangka-kerangka khusus untuk bisa menjaga
pikiran manusia dari kesalahan berpikir 14

Mempelajari Ilmu Mantiq, seperti halnya mempelajari ilmu-ilmu lainnya


yang tidak lepas dengan tujuan ataupun kegunaannya. Tujuan Ilmu Mantiq adalah
agar manusia terhindar dari berbagai macam kekeliruan berfikir. 15 Muhammad Nur
Ibrahimi menjelaskan kegunaan mempelajari ilmu mantiq sebagai berikut:16

1. Melatih, mendidik dan menggembangkan potensi akal dalam mengkaji


obyek pikir dengan menggunakan metodologi berpikir
2. Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan kondisi
yang tepat
3. Membedakan proses dan kesimpulan berpikir yang benar dan salah Berikut
kegunaan Ilmu Mantiq menurut al-Andhari.

Mempelajari ilmu mantiq itu sama dengan mempelajari ilmu pasti, dalam
arti sama-sama tidak langsung memperoleh faedah dengan ilmu itu sendiri, tetapi
ilmu-ilmu itu sebagai perantara yang merupakan suatu jembatan untuk ilmu-ilmu
yang lain, juga untuk menimbang sampai di mana kebenaran ilmu ilmu tersebut,
dengan demikian maka ilmu mantiq juga boleh disebut ilmu pertimbangan atau
ukuran. Dalam ilmu bahasa Arab disebut sebagai Ilmu al Mizan atau Mi’yar al-
‘Ulum.17

14
Ibid, 31.
15
A Chaerudji Abdul Chalik, IlmuMantiq :Undang Undang Dasar berfikir Valid, Ed.1 (Jakarta: PT. Raja
GrafindoPersada, 2013), hlm 3.
16
Syukriadi Sambas, Mantik: Kaidah Berfikir Islami (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), hlm 6.
17
Chaerudji Abdul Chalik, Ilmu Mantiq :Undang Undang Dasar berfikir Valid, Ed.1 (Jakarta: PT. Raja
GrafindoPersada, 2013), 4-5. Lihat juga Muhammad Ali al Haj, al Wajiz fi al Mantiq (Beirut: Dar al Shafwah,
2011), 14.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Uraian singkat di atas menjelaskan bahwa mantiq (logika) merupakan suatu


disiplin ilmu yang menitikberatkan pada berpikir atau bernalar dengan teliti dan teratur
dengan tujuan untuk mengetahui dan memperoleh suatu kebenaran, serta membedakan
pernyataan benar dan pernyataan salah.

Tujuan dan Faidah ilmu mantiq adalah agar manusia terhindar dari berbagai
macam kekeliruan berfikir.
DAFTAR PUSTAKA

Ali al Haj, Muhammad, Al Wajiz fi al Mantiq, Beirut: Dar al Shafwah, 2011.


Chalik, A Chaerudji Abdul, Ilmu Mantiq. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Chalik, A Chaerudji Abdul, Ilmu Mantiq :Undang Undang Dasar berfikir Valid.
Ed.1. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2013.
Djalil, A. Basiq. Logika Ilmu Mantiq. Jakarta: Kencana, 2009.
Mundiri, LOGIKA. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996.
Mahmud, Muntazeri Muqaddam, Pelajaran Mantiq: Perkenalan dasar-dasar logika
Muslim, Yogyakarta:RausyanFikr Institue, 2014.
Muhammad Nur, Islam dan Logika Menurut Pemikiran Abu Hamid Al-Ghazali
dalam Jurnal Al-Ulum. Vol. 11 No.1, Juni 2011.
Nayif bin Nahar, al Muqaddiman fi Ilm al Mantiq, Qatar: Muassasah Wa’iy li al
Dirasat wa al Abhath, 2016.
Sambas, Syukriadi, Mantik: Kaidah Berfikir Islami, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003.
W. Poespoprodjo, Logika Scientifika, Pengantar Dialektika dan Ilmu, Bandung:
Remadja Rosdakarya, 1999.

Anda mungkin juga menyukai