Dosen Pengampu :
Penyusun :
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang MahaPengasih lagi MahaPenyayang, berkat taufik,
hidayah dan inayah-Nya kelompok pemakalah dapat menyelesaikan makalah ILMU
MANTIQ: Pengertian, Pembagian, Esensi serta Tujuannya.
Makalah ini kami susun dengan maksimal, dengan harapan semoga dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca, dan kedepannya dapat kmai jadikan masukan untuk
memperbaiki bentuk maupun isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Akal dan pikiran merupakan perlengkapan yang paling sempurna yang dianugerahkan
Tuhan kepada manusia. Dengan akal dan pikiran, manusia dapat mengubah dan
mengembangkan taraf kehidupannya dari tradisional menjadi modern. Sifat yang tidak mudah
puas secara alamiah ada dalam diri manusia dan mendorong manusia unruk selalu ingin
mengubah keadaan. Sehingga, ketidakpuasan tersebut menimbulkan perubahan-perubahan.
Maniq merupakan upaya agar seseorang dapat berpikir dengan cara yang benar, tidak
keliru. Yang dimaksud berpikir adalah peroses pengungkapan sesuatu yang belum diketahui
dengan mengolah pengetahuan-pengetahuan yang telah ada dalam benak kita, sehingga itu
dapat diketahui. Dalam menghadapi persoalan sulit ini, sangatlah dibutuhkan orang yang cakap
berpikir, menalar sendiri dan kritis serta yang mendasarkan tindakan-tindakannya atas alasan-
alasan yang tepat, bukan atas emosi atau prasangka.
Oleh karena itu, ilmu mantiq (Logika) merupakan salah satu pengetahuan yang mesti
dipelajari guna tercapainya tujuan yang telah dijelaskan.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara bahasa, Ilmu mantiq tersuusun dari dua kata; ilmu dan mantiq. Ilmu
adalah satu lafadz yang mempunyai dua pengertian, pertama, apa yang diketahui
(Al-Ma’rifah), yakni dipercayai dengan pasti dan sesuai dengan kenyataan yang
muncul dari satu alasan argumentasi yang disebut dalil. Kedua, berarti gambaran
yang ada pada akal tentang sesuatu, seperti kuda, kambing, dan sebagainya. Dengan
menyebut, atau mendengar lafadz tersebut, dengan sendirinya muncul gambaran
pada akal. Lafadz yang ada gambaran dalam akal inilah yang disebut dengan
Tasawur.1
Dalil yang dipelajari untuk mengetahui sesuatu itu sesuai dengan kenyatan
atau tidak, itulah yang disebut Mantiq. Dengan itulah dapat diketahui ilmu tadi
benar atau tidak. Ketika benar karena sesuai dengan kenyataan, maka dikatakan
benar atau sidik. Ketika sebaliknya maka disebut batil. Namun walaupun demikian
tetap dalam kategori ilmu. Karena mantiq sebagai alat untuk menuju ilmu yang
benar, atau karena ilmu yang benar perlu pengarahan mantiq, maka karena itulah
ilmu mantiq dikatakan ilmu segala yang benar atau sering disebut bapak dari segala
ilmu. 5
1
A. Basiq Djalil, LOGIKA ILMU MANTIQ, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm 3.
2
Mundiri, LOGIKA, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm 4.
3
A. Basiq Djalil, loc.cit.
4
Mundiri, loc.cit.
5
A.Basiq Djalil, loc.cit.
Dalam tata bahasa Arab, kata mantiq adalah mashdar mimiy yang berarti
berbicara dan berpikir. Kata mantiq juga bisa diposisikan sebagai isim makan
(menunjukkan tempat) yang berarti tempat berbicara dan tempat berpikir. Ilmu ini
dinamakan mantiq, baik itu berupa mubalaghah (hiperbolis), jika bentuknya
mashdar mimiy yang memiliki arti bahwa ilmu ini memiliki peran khusus dalam
kemampuan manusia dalam berbicara dan kenyataannya demikian. Atau dari segi
bahwa ilmu mantiq adalah tempat muncul dan nampak pembicaraan dan pikiran
manusia, ketika bentuknya isim makan. 6
7
قواعد عقلية تساعد على التصور واالستدالل يصورة صحيحة
Ilmu mantiq juga disebut dengan ilmu logika. Menurut sejarah, Istilah
logika digunakan pertama kali oleh Zeno dari Citium (334-262 SM), pendiri
Stoisme. Logika adalah istilah dari kata Yunani Logikos yang merupakan derivasi
kata benda logos. Kata logos berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan
akal (pikiran), kata, percakapan, dan bahasa. Logikos berarti mengenai sesuatu yang
diutarakan, mengenai perimbangan akal (pikiran), mengenai kata, mengenai
percakapan atau mengenai bahasa. Dengan demikian, secara etimologis logika
berarti suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan lewat bahasa. 9
6
Mahmud Muntazeri Muqaddam, Pelajaran Mantiq: Perkenalan dasar-dasar logika Muslim
(Yogyakarta:RausyanFikr Institue, 2014), 36.
7
Nayif bin Nahar, al Muqaddimah fi Ilm al Mantiq (Qatar: Muassasah Wa’iy li al Dirasat wa al Abhath, 2016),
hlm.10.
8
Mahmud Muntazeri Muqaddam, Pelajaran Mantiq, 34.
9
W. Poespoprodjo, Logika Scientifika, Pengantar Dialektika dan Ilmu, (Bandung: Remadja Rosdakarya, 1999),
h. 41, lihat juga A Chaerudji Abdul Chalik, Ilmu Mantiq, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm 1.
B. Pembagian Mantiq: Takwini-Tadwini dan Shuri-Maddi
Contoh di atas merupakan argumentasi yang benar secara shuri namun keliru secara
maddi. Sebab pernyataan kedua bahwa “setiap manusia jahat” tidaklah benar.
Sebaliknya pada contoh berikut:
10
Mahmud Muntazeri Muqaddam, Pelajaran Mantiq, 37.
11
Ibid.
Contoh di atas benar secara maddi namun keliru secara shuri. Sehingga
menempuh hal di atas menyebabkan kesalahan dalam mengambil kesimpulan.
-Tuhan adalah cahaya, setiap cahaya bisa diindra, maka Tuhan bisa diindra.
-buku yang murah jarang didapat, setiap yang jarang didapat mahal, maka buku
yang murah mahal.
12
Mahmud Muntazeri Muqaddam, Pelajaran Mantiq, 38-39.
13
Mahmud Muntazeri Muqaddam, Pelajaran Mantiq, 30.
untuk menyusun aturan-aturan dan kerangka-kerangka khusus untuk bisa menjaga
pikiran manusia dari kesalahan berpikir 14
Mempelajari ilmu mantiq itu sama dengan mempelajari ilmu pasti, dalam
arti sama-sama tidak langsung memperoleh faedah dengan ilmu itu sendiri, tetapi
ilmu-ilmu itu sebagai perantara yang merupakan suatu jembatan untuk ilmu-ilmu
yang lain, juga untuk menimbang sampai di mana kebenaran ilmu ilmu tersebut,
dengan demikian maka ilmu mantiq juga boleh disebut ilmu pertimbangan atau
ukuran. Dalam ilmu bahasa Arab disebut sebagai Ilmu al Mizan atau Mi’yar al-
‘Ulum.17
14
Ibid, 31.
15
A Chaerudji Abdul Chalik, IlmuMantiq :Undang Undang Dasar berfikir Valid, Ed.1 (Jakarta: PT. Raja
GrafindoPersada, 2013), hlm 3.
16
Syukriadi Sambas, Mantik: Kaidah Berfikir Islami (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), hlm 6.
17
Chaerudji Abdul Chalik, Ilmu Mantiq :Undang Undang Dasar berfikir Valid, Ed.1 (Jakarta: PT. Raja
GrafindoPersada, 2013), 4-5. Lihat juga Muhammad Ali al Haj, al Wajiz fi al Mantiq (Beirut: Dar al Shafwah,
2011), 14.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tujuan dan Faidah ilmu mantiq adalah agar manusia terhindar dari berbagai
macam kekeliruan berfikir.
DAFTAR PUSTAKA