Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN

MATA KULIAH ILMU MATAN HADIS

„ILM GHARIB al-HADIS

Dosen Pengampu :

Dr. Atiyatul Ulya, M.Ag

Disusun Oleh :

Nadia Fauziah ( 11200360000114)


Thoriq Ziyad (11200360000009)
Bedrus soleh (11200360000060)
Nur Wakhidah (11200360000123)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS USHULUDDIN

JURUSAN ILMU HADIS

1444 H/2022 M
PENDAHULUAN

Sebagai sumber hukum Islam ke-dua setelah al-Quran, hadis memang harus
dipelihara, dijaga, dan tentunya diamalkan. Posisi hadis yang sangat esensial sangat dipahami
oleh generasi sepanjang masa. Itulah sebabnya berbagai cara dilakukan demi terpeliharanya
sumber Islam ini. Tak sedikit dari mereka yang rela melakukan perjalanan (rihlah) jauh hanya
untuk mendengar satu hadis saja.

Dan karena posisinya yang esensial ini lah, maka amatlah mesti adanya pemahaman
yang menyeluruh terhadap setiap lafad atau kalimat dalam hadis, sehingga didapatkan
pemahaman yang utuh dan tidak parsial atau setengahsetengah. Ini pula sepertinya, yang di
satu sisi membuktikan bahwa hadis adalah juga wahyu dari Allah Swt melalui lisan Nabi
Muhammad Saw. karena nyatanya banyak lafad yang asing (Gharib), yang tidak langsung
bisa dipahami begitu saja. Serupa dengan yang terjadi terhadap lafad-afad al-Quran.

Kita tentu pernah mendengar bagaimana seorang sahabat; mufassir yang mempunyai
gelar turjumanul quran seperti Ibn Abbas pada awalnya tidak tahu makna dari ‫( فطر‬fathara)
sampai ia mendengar perselisihan dua orang Arab mengenai kepemilikan sebuah sumur,
hingga akhirnya setelah tanpa sengaja memperhatikan percakapan orang Arab tersebut,
barulah Ibn Abbas memahami bahwa arti dari ‫ ( فطر‬fathara) adalah yang pertama kali
menciptakan. Ibn Abbas mengetahuinya dari kata-kata yang digunakan orang Arab tersebut
dalam percakapannya.

Hal yang demikian terjadi dalam hadis. Ada lafad- lafad yang tidak bisa langsung
dipahami maknanya oleh para ahli hadis, sehingga lahirlah dalam ilmu hadis, satu cabang
ilmu yang disebut dengan ilmu gharib al-hadits.
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ilmu Gharib Al-Hadis
Ditinjau dari segi bahasa, ‫غزٌة‬‎ (Gharib) diambil dari akar kata ‫غزب‬‎ yang berarti ‫تعٍذ‬
‫َطىً عه‬‎(Ba‟idun „an wathanihi) yakni jauh dari rumah atau tempat tinggal. Orang yang tidak
sedang di rumah atau tempat tinggalnya kita katakan asing. Imam Abu Sulaiman al-Khattabi
berkata: “asing dalam perkataan adalah jauh dari pemahaman seperti jauhnya seseorang dari
rumah atau tempat tinggalnya”. Atau ada pula yang mengatakan bahwa asing dalam
perkataan adalah jauhnya makna dari pemahaman kecuali setelah melalui prosese pemikiran.
Sederhananya Mahmud Thahan mendefinisikan ‫غزٌة‬‎ secara bahasa adalah “lafad-lafad
yang tersembunyi maknanya”. Inilah makna ‫غزٌة‬‎ secara bahasa.1

Sedangkan menurut istilah, makna ‫غزٌة‬‎ dalam konteks ilmu hadis adalah sebagaimana yang
dijelaskan oleh para pakar; yakni sebagai berikut:

1). Ibn Katsir dalam kitabnya al-Ba‟its al-Hatsits mengenalkan bahwa gharib al-hadits adalah:

‫تً َانعمم َانعهم انحذٌث تفٍم انمتعهقح انمٍماخ مه‬, ‫تً ٌتعهق َما االسىاد صىاعح تمعزفح ال‬.‎

“Hal- hal penting yang berkaitan dengan pemahaman, ilmu dan pengaplikasian suatu hadis.
Bukan mengenai pengenalan struktur dan hal-hal yang berkaitan dengan sanad”.

2). Jalaluddin al-Suyuthi dalam Tadrib ar-Rawi Syarh Taqrib an-Nawawi menjelaskan Gharib
al-Hadis sebagai berikut:
‫نٍا استعما نقهح انفٍم مه تعٍذج غامضح نفظح مه انحذٌث مته فى َقع ما‬.‎

Apa-apa yang ada dalam matan hadis dari lafad samar yang jauh dari pemahaman,
dikarenakan sedikit penggunaannya.

Gharib al-hadits ini adalah cabang ilmu yang penting, bergelut dalam ilmu ini adalah sulit
sehingga mengharuskan panjang lebar pembicaraannya, karena kita tidak boleh menafsirkan
perkataan Nabi Saw. sembarangan dengan prasangka.

Gharib al-Hadits adalah Apa-apa yang ada dalam matan hadis- hadis dari lafad- lafad samar
yang jauh dari pemahaman.

1
Daniel Djuned, Ilmu Hadis Paradigma Baru dan Rekrontuksi Ilmu Hadis, ( Erlangga : PT Gelora Aksara Pratama,
2010), hal. 107
.3). menurut Abu Salman al-Khaththaby yang dimaksud dengan Gharib al-Hadis “adalah
suatu ungkapan yang tidak jelas dan jauh dari pemahaman umum. Dengan demikian Gharib
al-Hadis mengandung dua hal, yaitu:

 Adanya makna yang tidak jelas, rumit, dan tidak dapat difahami.
 Adanya ungkapan yang asing dikarenakan tidak atau bukan dari bahasa Arab. 2

Dari alasan di atas maka jelaslah bahwa permasalahan dalam Ilmu Gharib al-Hadis
adalah adanya ungkapan yang sulit dimengerti oleh kebanyakan orang sehingga tidak boleh
ditafsirkan dengan cara praduga, oleh karenanya Ilmu Gharib al-Hadis dapat pula
didefinisikan sebagai berikut:

“Ilmu untuk mengetahui lafadz- lafadz yang terdapat dalam matan hadis yang rumit dan
sulit difahami karena jarang sejkali digunakan”

Demikian pengertian Gharib al- Hadis menurut para pakar yang secara esensial sama, hanya
sedikit berbeda dalam redaksinya saja. Dari definisi-definisi di atas pula dapat dengan mudah
kita simpulkan bahwa objek yang menjadi kajian ilmu ini adalah terfokus kepada matan hadis
bukan sanadnya. Mencakup kalimat-kalimat asing yang artinya tidak diketahui karena
memang jarang digunakan dalam percakapan, juga mencakup susunan kalimatnya yang
sukar. Sehingga dengan ilmu ini bisa megurangi kecenderungan untuk menafsirkan perkataan
Nabi Saw dengan cara menduga-duga.3

B.Tujuan Ilmu Gharib Al-Hadis

Tujuan dari Ilm Gharib al-Hadis menurut Ibnu Shalah men-ta‟rif-kan Ilmu Gharib al-
Hadis sebagai ilmu pengetahuan untuk mengetahui lafaz- lafaz dalam matan Hadis yang sulit
lagi sukar dipahamkan, karena jarang sekali digunakan. Ilmu ini membahas dan menjelaskan
hadis Rasulullah Saw yang sukar diketahui dan dipahami orang banyak karena telah berbaur
dengan bahasa lisan atau bahasa Arab pasar. Sedangkan, menurut Ulumul Hadis, ilmu ini
menyingkap apa yang tersembunyi dalam lafaz hadis. Ibnu Shalah dalam buku Ulumul Hadis
menyatakan: “Ilmu untuk mengetahui lafaz matan hadis yang sulit lagi sukar dipahami,
karena jarang sekali dipakai”

C.Urgensi Ilmu Gharib Al-Hadis


Adapun urgensititas dari Ilmu ini adalah:

2
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung : PT Alma’arif,1995), hal.281
3
Abdul Sattar, Ilmu Hadis, (Semarang: RaSAIL Media Group.2015), hal.255-256
1. Sangat diperlukan bagi seseorang yang ingin mengetahui, menjelaskan dan
menafsirkan arti hadis dengan sebenarnya terutama jika hadis-hadis itu memang
menggunakan lafadz- lafadz bahasa Arab yang tidak lazim digunakan dalam bahasa
Arab.
2. Orang yang mengetahui ilmu ini tidak akan tergesa- gesa menolak hadis shahih yang
didalamnya terdapat lafadz yang gharib.
3. Orang yang mengetahui ilmu ini akan bisa membedakan mana hadis-hadis yang
memakai makna hakikat dan mana hadis-hadis yang harus diartikan engan makna
majaz.4

B.Sejarah Pertumbuhan Ilmu Gharib Al-Hadis

Dalam sejarah bangsa Arab dikenal dengan bangsa yang memiliki bahasa yang
beraneka ragam dialeknya, selain itu bahasa Arab dikenal dengan bahasa yang mempunyai
nilai sastra yang tinggi hal ini dibuktikan dengan banyaknya syair dan puisi yang muncul dari
bahasa ini sejak zaman dahulu. Dari kabilah-kabilah yang ada di bangsa arab masing- masing
mempunyai bahasa yang berbeda dengan lainnya sehingga terkadang satu ungkapan dari
bahasa kabilah tertentu tidak difahami oleh kabilah yang lain.

Setiap nabi yang di utus Allah untuk menyampaikan risalahnya pasti menggunakan
bahasa kaum nabi tersebut, hal ini sesuai dengan pernyataan Allah dalam al-Qur‟an yang
berbunyi:

‫َماارسهىا مه رسُل اال تهسان قُمً نٍثٍه نٍم‬‎


“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat
memberi penjelasan dengan terang kepada mereka”
Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah kepada seluruh manusia sedang beliau
sendiri adalah orang Arab, dengan demikian risalah yang diterima nabi tersebut sudah barang
tentu dengan bahasa Arab. Dalam menyampaikan risalah ilahi nabi tidak setiap hari
didampingi oleh seluruh kabilah-kabilah Arab yang ada pada waktu itu, sehingga setiap nabi
menyampaikan risalah tentu dengan bahasa Arab yang difahami oleh kabilah-kabilah yang
ada ketika nabi menyampaikan risalah ilahiyah tersebut sehingga terkadang bahasa yang
disampaikan oleh nabi tersebut tidak difahami oleh kabilah-kabilah tertentu yang memang
mempunyai istilah lain dari bahasa yang disampaikan nabi tersebut dengan demikian maka
timbullah lafadz- lafadz yang asing dari lafadz-lafadz hadis yang disampaikan nabi tersebut.
4
Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadts (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 252.
Dengan demikian timbulnya lafadz- lafadz gharib dalam matan hadis disebabkan karena
bahasa yang disampaikan nabi itu tidak difahami oleh kaum Arab tertentu karena memang
tidak lazim digunakan oleh mereka.

Menurut al- Hiwary dalam kitab karangaannya yang berjudul “Kitab Gharib al-Hadis”
sebab-sebab timbulnya Gharib al-Hadis adalah:

1. Nabi menyampaikan sabdanya tidak terbatas pada satu tempat, suku dan kabilah
tertentu sehingga dimungkinkan dari mereka terdapat oarng yang belum mengerti
tentang sabda nabi tersebut.
2. Rasulullah setiap berhadapan dengan kabilah menggunakan dialek kabilah tersebut,
hal ini agar sabda-sabda yang disampaikan itu mudah difahami. contoh dalam hal
ini adalah sebuah hadis yang berbunyi:

Ibnu Atsir dalam kitab “al-Nihayah fi Gharib al-Hadis wa al-Atsar” menjelaskan bahwa
sebab-sebab timbulnya Gharib al-Hadis adalah sebagai berikut:

 Ketika nabi masih hidup para sahabat langsung tanya kepada nabi jika terjadi musykil
dan nabi langsung menjelaskan, tetapi ketika nabi telah meninggal masalah- masalah
itu tidaklah demikian.
 Masuknya wilayah non Arab ke daerah kekuasaan Arab sehingga banyak timbul
bahasa-bahasa non Arab yang jarang bahkan tidak ada di dalam bahasa Arab.
 Timbulnya riwayat-riwayat yang asing pada masa tabi‟in,Sebagian „ulama‟
menjelaskan bahwa timbulnya Gharib al-Hadis adalah:
 Timbulnya banyak riwayat sehingga menimbulkan Gharib al-Hadis.
 Banyaknya lafadz hadis yang menggunakan lafadz majaz dan kinayah.

Demikian beberapa sebab yang menyebabkan timbulnya lafadz gharib dalam matan
hadis yang pada dasarnya adalah disamping hadis itu banyak me nggunakan lafadz yang
majaz juga karena adanya berbagai macam bahasa Arab sementara nabi menyampaikan
risalah ilahiyah tersebut dengan bahasa kaum pada ketika itu, sehingga hal ini memungkinkan
lafadz- lafadz itu tidak dimengerti oleh sebagian kaum yang ketika itu tidak hadir dihadapan
nabi.5

D. Sejarah Perkembangan Ilmu Gharib Al-Hadis

5
Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadts (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 252.
Ilmu ini sebenarnya telah ada pada zaman nabi sebab para sahabat selalu bertanya
kepada nabi jika terdapat lafadz hadis yang tidak difahami atau asing bagi mereka, hanya saja
ilmu ini tidak termaktub dalam suatu disiplin ilmu tertentu dan baru kemudian pada abad ke
II Hijrah para ulama‟ mulai menjadikan ilmu ini dalam disiplin ilmu yang khusus. Adapun
yang mula- mula menyusun kitab dalam bidang gharib hadis adalah Abu Ubaidah Ma‟mar ibn
al-Mutsanna at-Taimy (wafat 210 H), beliau adalah seorang ulama hadis yang berasal dari
kota Basrah. Kemudian usaha itu lebih di luaskan lagi oleh Abu Hasan an-Nadhir ibn Syamil
al-Mazaniy (wafat tahun 203 H.) usaha beliau ini berada dipenghujung abad kedua hijriah
dan Kitab ini lebih besar daripada kitabnya Abi „Ubaidah (beliau merupakan salah seorang
guru Imam al-Bukhari). Setelah itu berturut-turut muncul para penyusun kitab dalam bidang
yang sama yaitu pada di awal abad ketiga hijriyah diantaranya yang paling populer adalah
Abu Ubaid al-Qasim ibn Salam 157-224 H dengan karangannya Gharib al-Hadis. Setelah
Abu Ubaid, banyak ulama yang melakukan penyusunan kitab dalam bidang ini. Yang
terkenal Yaitu Abu al-Qasim Jarullah Mahmud ibn Umar az-Zarkasyri (467-581 H) yang
menulis kitab Al-Faiq fi Gharib al-Hadith. Setelah itu yang paling lengkap dan yang paling
populer dalam adalah kitab an-Nihayah fi Gharibil Hadits wa al-Atsar karya Majmuddin Abu
as-Sa‟adat al-Mubarak Ibn Muhammad (Ibnu Atsir ) al-Jazariy (544-606 H), ini adalah karya
ulama-ulama sebelum beliau yang terkumpul dalam satu kitab karyanya yang tersusun secara
alfabetis dari lafadh- lafadh gharib. Setelah itu, upaya para ulama hanya sebatas pada memberi
lampiran dan ikhtishar, atau meringkas terhadap kitab An-Nihayah (perkiraan penulis dari
data yang ada).

E.Perkembangan Ilmu Gharib Hadits

Perkembangan ilmu gharib hadits tidak terlepas dari ekspansi Kerajaan Islam pada masa Bani
Umayyah dan Abbasiyah yang menguasai wilayah-wilayah di luar Jazirah Arab,Tentunya
kebutuhan akan ilmu bahasa Arab untuk mempelajari Al-Quran dan Hadits sangat tinggi.
Bagi mereka yang hidup diluar kultur Makkah-Madinah akan ditemukan kesulitan-kesulitan
dalam memahami bahasa Arab yang tidak standar/ fusha.Ilmu gharib Hadits menjadi
jawaban untuk mengajarkan kepada kaum Muslimin yang akan mempelajari Hadits dengan
lengkap termasuk kata-kata aneh/ jarang dipakai/ gharib dan asing. Dan ilmu ini berkembang
pada abad kedua Hijriyah sekira tahun 150 H.

Tokoh Tokoh yang berjasa mengembangkan Pengetahuan ilmu Gharib AL-Hadis adalah Abu
Ubaidah Mamar bin Al-Mutsanna, beliau wafat pada tahun 210 H. Kemudian dilanjutkan
oleh Abu Hasan Al-Maziny yang usaha mereka berdua dengan banyak menulis tentang kosa
kata gharib yang terdapat dalam hadits.

Menginjak pada abad ke-3 Hijriyah, muncul Abu Ubaid Qasim bin Salam Al-Harawi,
seorang Ulama putra budak Romawi. Beliau adalah Ulama pengembara yang pernah
menjabat sebagai Qadhi kota Tartus dan Walikota Khurasan.Beliau banyak menulis tentang
cabang Ilmu dalam Islam termasuk Al-Qiraat yang membahasa Ilmu Tajwid dan kitab
ilmu Gharib Hadits.

Perkembangan selanjutnya dilakukan oleh Ibnu Qutaibah Ad-Dainuri yang menulis kitab
berjudul sama dengan Abu Ubaid Qasim bin Salam, gharib al-Hadits Li Ad-Dainuri.

Pada tahun 378 Hijiriyah muncul tokoh bernama Al-Khathabi dan kemudian ada tokoh
terkenal Az-Zamakhsyari yang menulis kitab al-Faiq dalam membahas Ilmu gharib Hadits.

Kitab induk yang biasa di rujuk oleh orang Sunni (Ahlussunnah wal Jamaah) di Nusantara
adalah kitab karangan Imam Suyuthi yang berangka tahun 911 H. Beliau menulis sebuah kitab
yang sangat mudah dipahami bernama Ad-Durrun Natsir yang berisi kosa kata gharib dalam
hadits. Setelah era Imam Suyuthi, hampir tidak ada ditemui Ulama yang menulis sedetail
Ulama-ulama sebelumnya.6

F. kitab kitab Dalam Ilmu Gharib Al-Hadis


Sejak dimulainya pembukuan (secara sistematis) hadis pada akhir abad kedua dan awal abad
ketiga, para ulama sudah menyusun buku-buku tentang gharibul- hadis. Orang yang pertama
kali menyusun dalam masalah Gharib al-Hadis adalah Abu „Ubaidah Mu‟ammar bin Al-
Mutsanna At-Taimi (wafat tahun 210 H). Ada pula yang berpendapat bahwa yang pertama
kali adalah Abu Hasan an-Nadhri bin Syamil al-Mazini (W. 203 H).

Diantara kitab-kitab yang terkenal dalam ilmu ini antara lain:


1. Kitab Gharib al-Hadis, karya Abul- Hasan An-Nadlr bin Syumail Al-Mazini (wafat
203 H), salah satu guru Ishaq bin Rahawaih, guru Imam Bukhari.
2. Kitab Gharib al-Atsar, karya Muhammad bin Al-Mustanir (wafat 206 H).
3. Kitab Gharib al-Hadis, karya Abu „Ubaid Al-Qasim bin Salam (wafat 224 H).
4. Kitab Al-Musytabah min al-Hadis wa al-Qur‟an, karya Abu Muhammad Abdullah
bin Muslim bin Qutaibah Al-Dainuri (wafat 276 H).

6
Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadits. h. 253.
5. Kitab Gharib al-Hadis, karya Qasim bin Tsabit bin Hazm Sirqisthi (wafat 302 H).
6. Kitab Gharib al-Hadis, karya Abu Bakar Muhammad bin Al- Qasim Al- Anbari
(wafat 328 H).
7. Kitab Gharib al-Qur‟an wal- Hadis, karya Abu „Ubaid Al- Harawi Ahmad bin
Muhammad (wafat 401 H).
8. Kitab Simthu al- Tsurayya fii Ma‟ani Ghariib al-Hadis, karya Abul-Qasim Isma‟il
bin Hasan bin At-Tazi Al-Baihaqi (wafat 402 H).
9. Kitab Majma‟ Gharaib fii Gharib al-Hadis, karya Abul-Hasan Abdul-Ghafir bin
Isma‟il bin Abdul- Ghafir Al-Farisi (wafat 529 H).
10. Kitab Al-Fa‟iq fi Gharib al-Hadis, karya Abu al-Qasim Jar Allah Mahmud bin
„Umar bin Muhammad Az-Zamakhsyari (wafat 538 H).
11. Kitab Al-Mughits fi Gharib al-Qur‟an wa al- Hadis, karya Abu Musa Muhammad bin
Abi Bakar Al-Madini Al-Asfahani (wafat 581 H).
12. Kitab Al-Nihayah fii Gharibil- Hadis wa al-Atsar, karya Imam Majdudin Abu
Sa‟adat Al-Mubarak bin Muhammad Al-Jazari Ibnul- Atsir (wafat 606 H).7

Upaya baik para ulama dalam pembukuan dan penjelasan gharib al-hadis ini berakhir pada
Ibn al-Atsir. Dalam menyusun buku, dia berpedoman pada kitab Gharib al-Qur‟an wa al-
Hadis karya Al-Harawi dan kitab Al-Mughits fii Ghariib al-Qur‟an wa al- Hadis karya Abu
Musa Muhammad bin Abi Bakar Al-Madini. Dan belum diketahui ada orang yang melakukan
upaya penyusunan gharib al- hadis setelah ibn al-Atsir kecuali Ibnu Hajib (wafat 646 H).
Setelah itu, upaya para ulama hanya sebatas pada memberi lampiran dan ikhtishar, atau
meringkas terhadap kitan An-Nihayah. Di antara ulama yang memberi lampiran pada kitab
tersebut adalah Shafiyyuddin Mahmud bin Abi Bakar Al- Armawi (wafat 723 H). Dan
diantara yang melakukan ikhtishar adalah: Syaikh Ali bin Husamuddin Al-Hindi, yang
dikenal dengan nama Al-Muttaqi (wafat 975 H), „Isa bin Muhammad Ash- Shafawi (wafat
953 H) kira-kira mendekati setengah ukuran kitab, dan Jalaluddin As-Suyuthi (wafat 911 H)
yang mukhtasharnya dinamakan Ad- Durrun-Natsir Talkhis Nihayah Ibn al-Atsir.

Pada mulanya kitab Al-Dur al-Natsir dicetak sebagai hamisy atau catatan pinggir pada kitab
Al-Nihayah. Namun kemudian Al-Suyuthi mempunyai inisiatif untuk memisahkan tambahan
terhadap kitab tersebut, dan diberi nama At-Tadzyil a‟laa Nihayah Al- Gharib. Kitab Nihayah
juga disusun dalam bentuk syair oleh Imaduddin Abul-Fida‟ Isma‟il bin Muhammad Al-
Ba‟labaki Al-Hanbali (wafat 785 H) dengan nama Al-Kifayah fii Nudhum An-Nihayah.
7
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung : PT Alma’arif,1995), hal.28 4
Ibn al- Atsir telah mengatur kitabnya Al-Nihayah berdasarkan urutan huruf hijaiyyah, dan
dicetak terakhir kalinya dengan diteliti dan diperiksa oleh Thahir Ahmad Az- Zawi dan
Mahmud Muhammad Al- Thanahi sebanyak lima jilid, dan diterbitkan oleh Pustaka Daar Ihya
Al-Kutub Al-„Arabiyyah, „Isa Al-Babi Al-Halabi dan rekannya di Mesir.

Ibn al-Atsir menyusun kitabnya Al-Nihayah berpedoman pada kitab Al- Harawi dan Abu
Musa Al-Madini, yaitu dengan memberi tanda atau rumus (ha‟) jika mengambil dari kitab Al-
Harawi, dan tanda atau rumus huruf (sin) jika mengambil dari kitab Abu Musa. Adapun
selain dari kedua kitab tersebut dibiarkan tanpa tanda apapun, untuk membedakan mana yang
8
dari kedua kitab tersebut dan mana yang dari kitab yang lain.

Cara Menafsirkan Keghariban Hadis


Upaya para ulama hadis dalam menjelaskan keghariban hadis Nabi, dengan cara sebagai
berikut :
1. Mencari dan menelaah hadis yang sanad-nyaberlainan dengan hadis gharib tersebut.
2. Memperhatikan penjelasan dari sahabat yang meriwayatkan hadis atau sahabat lain
yang tidakmeriwayatkan.
3. Memperhatikan penjelasan dari rawi selainsahabat.9

Salah satu contoh mengenai Gharibil hadis dapatpada kasus berikut ini:

‫ي ِ َع ْه َسا ِن ٍم َع ْه اتْ ِه عُ َم َز‬ ّ ‫انز ٌْ ِز‬ُّ ‫َللا اَ ْخ َث ْزوَا َم ْع َم ٌز َع ْه‬ِ َ ُ ‫عثْذ‬َ ‫قاال اَ ْخ َث ْزوَا‬َ ٍ‫ص ََ ِت ْش ُز تْ ُه ُم َح َّمذ‬ ٍ ْ‫َحذَثَىَا َع ِه ًُّ تْ ُه َحف‬
‫َللا عَهٍَْ ًِ ََ َسهَّ َم ِِلتْ ِه صٍََّا ِد خَ ثَأْخُ نَ َل َخثٍِْثَا قا َل‬ ِ َ ‫ً صَهَّى‬ ُ ِ‫ال قَا َل انىَّث‬ َ َ‫َللا َعىٍُْ َما ق‬
ِ َ ًَ ‫ض‬ ِ ‫ر‬‎
َ‫خ‬ ُ ُّ‫انذ‬‎‫ال ا ِْخ َسأ ْ فَه َ ْه‬
َ َ‫ق‬
ً ْ ِ‫ال دَ ْعً ُ اِ ْن ٌَكُ ْه ٌُ َُ فَ َِل ت ُ ِطٍْقًُ ُ ََا ِْن نَ ْم ٌَكُ ْه ٌُ َُ فَ َِل َخثْ ُز نَ َل ف‬ َ َ‫ب عُىُقًَ ُ ق‬ْ ‫ض ِز‬ ْ َ ‫ً فَأ‬ ْ ‫ال عُ َم ُز ائْذَ ْن ِن‬
َ َ‫تَعْذ ََُ قَذ َْر َك ق‬
ًِ ‫)قَتْ ِه‬‎‫ (رَاي انثخار فً ا نقذر‬‎
TMKK Ali bin Hafs dan bisyir bin Muhammad menuturkan : TMKK Abdullah TMKK
Ma‟mar dari al- Zuhri dari Salim dari Ibnu „Umar R.A menuturkan: Nab i SAW berkata
kepada Ibnu Sayyad: “Aku menyembunyikan suatu hal bagimu”. Ibnu Sayyad berkata ;‟ itu
adalah al-dukhu„. Nabi mengatakan : “Duduklah engkau dengan hina, engkau tak bisa
melampaui batas kemampuanmu selaku dukun.” Umar berkata; „izinkanlah aku untuk
memenggal leherya!‟ Nabi menjawab;” Biarkan dia, jika dia memang Dajjal, kamu tak bisa
meladeninya, dan kalaulah dia bukan Dajjal, tak ada kebaikan bagimu membunuhnya.”

8
Agus Suyadi. Ulumul Hadis, (Bandung:Pustaka Setia.2009), hal. 119
9
Abdul Sattar, Ilmu Hadis, (Semarang: RaSAIL Media Group.2015), hal.258-289
Kata al-dukhu dalam hadits tersebut termasuk garib. Menurut al-jauhari, kata itu berarti asap,
tetapi menurut pendapat lain berarti tumbuh-tumbuhan, bahkan sebagian ada yang
mengartikannya dengan hubungan suami istri (ijma‟).

Oleh karena itu, untuk mendapatkan pengertian yang tepat dari kata tersebut harus dilakukan
dengan cara melacak sanad lain diluar riwayat Imam Bukhari. 10 Ternyata kita dapati di dalam
pentakhrijan Abu Dawud dan At-Turmudzy yang bersanadkan Az- Zuhri, salim dan Ibnu
“umar r.a memberikan penafsiran terhadap ke-gharibannya. Kata Ibnu Umar r.a:

‫ض عَلَى عَا َدِِ الُُْ ََّّا ِى‬ َ ْ‫صيَّا ٍد الْبَع‬ َ ‫ت السَّ َوا ِء بِ ُد َخا ٍى ُهبِيْ ٍي ) فَاَد ُْركَ ابْ ُي‬
ِ َ ‫صلَّ ى هللاُ عَلَيْ ِه َو سَلَّ َن َخبَا َ لَهُ (يَ ْو َم تَآ‬
َ ‫ِاى النَّبِ َي‬
َّ ....
-‫خ‬ ُّ ‫ هُ َو ال ُّد‬: ‫ فَ َقا َل‬، ‫ف عَ َلى ت َ َوا ِم ا ْلبَيَا ِى‬
ِ ‫ض الش َّْي ِء ِه َي الشَّيَا ِطيْ ِي ِه ْي غَيْ ِر ُوقُ ْو‬ ِ ْ‫ف بَع‬ ِ َ ‫فِي ا ْختِطا‬-‎‫ الحديث‬‎

"......Suatu ketika Nabi SAW, menyembunyikan untuk Ibnu Shayyad, ayat : “Tunggulah
sampai langit mengepulkan asapnya yang nyata”. Lalu Ibnu Shayyad mendapatkan suatu
alat yang biasa di pakai tukang-tukang tenung untuk mendapatkan sesuatu dengan
perantaraan setan-setan, dan tanpa berfikir panjang lagi, ia menjawab : “ itulah Asap....!”

Dengan bantuan dari Hadits Abu Dawud dan At-Turmudzy tersebut, maka lafadh ad-dukhu
itu dapat diketahui artinya yaitu Asap. Lebih jelas lagi kiranya kalau kita mengambil Hadits
yang ditakhrijkan Ibnu Jarir dari shahabat Khudzaifah r.a. tentang alamat-alamat Hari
Kiyamat, yang antara lain disebutkan ad-Dukhu. Ibnu Khudzaifah menanyakan kepada Nabi,
apakah yang dimaksud dengan dukhan? Lantas Rasulullah SAW membacakan ayat 10 dan 11
surat Ad-Dukahan.11

KESIMPULAN

Gharib diambil dari akar kata yang berarti Baidun an wathanihi yakni jauh dari rumah
atau tempat tinggal. Orang yang tidak sedang di rumah atau tempat tinggalnya kita katakan
asing. Imam Abu Sulaiman al-Khattabi berkata asing dalam perkataan adalah jauh dari
pemahaman seperti jauhnya seseorang dari rumah atau tempat tinggalnya,Atau ada pula yang
mengatakan bahwa asing dalam perkataan adalah jauhnya makna dari pemahaman kecuali
setelah melalui prosese pemikiran.

Dalam menyampaikan risalah ilahinabi tidak setiap hari didampingi oleh seluruh
kabilah-kabilah Arab yang ada pada waktu itu, sehingga setiap nabi menyampaikan risalah
tentu dengan bahasa Arab yang difahami oleh kabilah-kabilah yang ada ketika nabi
menyampaikan risalah ilahiyah tersebut sehingga terkadang bahasa yang disampaikan oleh

10
Abdul Sattar, Ilmu Hadis, (Semarang: RaSAIL Media Group.2015), hal.258-289
11
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung : PT Alma’arif,1995), hal.283-284
nabi tersebut tidak difahami oleh kabilah-kabilah tertentu yangmemang mempunyai istilah
lain dari bahasa yang disampaikan nabi tersebut dengan demikian maka timbullah lafadz-
lafadz yang asing dari lafadz-lafadz hadis yang disampaikan nabi tersebut.

Ilmu ini sebenarnya telah ada pada zaman nabi sebab para sahabat selalu bertanya
kepada nabi jika terdapat lafadz hadis yang tidak difahami atau asing bagi mereka, hanya saja
ilmu ini tidak termaktub dalam suatu disiplin ilmu tertentu dan baru kemudian pada abad ke
II Hijrah para ulama mulai menjadikan ilmu ini dalam disiplin ilmu yang khusus.

Adapun yang mula- mula menyusun kitab dalam bidanggharib hadisadalah Abu
Ubaidah Mamar ibn al-Mutsanna at-Taimy wafat 210 H, beliau adalah seorang ulama hadis
yang berasal dari kota Basrah. Kemudian usaha itu lebih di luaskan lagi oleh Abu Hasan an-
Nadhir ibn Syamil al-Mazaniy wafat tahun 203 Husaha beliau ini berada dipenghujung abad
kedua hijriah dan Kitab ini lebih besar daripada k itabnya Abi Ubaidah beliau merupakan
salah seorang guru Imam al-Bukhari. Setelah itu berturut-turut muncul para penyusun kitab
dalam bidang yang sama yaitu pada di awal abad ketiga hijriyah diantaranya yang paling
populer adalah Abu Ubaid al-Qasim ibn Salam 157-224 H dengan karangannyaGharib al-
Hadis.

DAFTAR PUSTAKA

Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung : PT Alma‟arif,1995), hal.281

Abdul Sattar, Ilmu Hadis, (Semarang: RaSAIL Media Group.2015), hal.255-256

Muhammad „Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadts (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 252.

Muhammad „Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadits. h. 253.

Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung : PT Alma‟arif,1995), hal.284

Agus Suyadi. Ulumul Hadis, (Bandung:Pustaka Setia.2009), hal. 119

Abdul Sattar, Ilmu Hadis, (Semarang: RaSAIL Media Group.2015), hal.258-289

Anda mungkin juga menyukai