Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MATAN HADIST

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


DOSEN : H.MARWAN ISMAIL,Lc.M.A

Oleh:
RESMA PURNAMA SARI
AYU SAPUTRI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ACEH TAMIANG


JURUSAN SYARIAH
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
2022/2023
KATA PENGHANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, segala puji beserta syukur penulis

persembahkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kekuatan dan

kesempatan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang

berjudul “MATAN HADIST”. Selanjudnya salawat dan salam senantiasa tercurah

kepada nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Penulisan ini adalah rangka melengkapi tugas-tugas Fakultas Syariah.

Penulis berharap makalah ini dapat membuka wawasan penulis dan pembaca

sekalian. Dengan demikian penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu.

Penulis yakin dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan dan

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap kritik

dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Atas kritik

dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Matan Hadist ............................................................ 3
B. Sebab-sebab Terjadinya Perbedaan Kandungan Matan............. 3
C. Perbedaan Kandungan Matan Hadist…………………………. 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 9


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis menurut pengertian bahasa mempunyai beberapa arti, yaitu “jadid” (sesuatu
yang baru) lawan kata dari “qadiim” (sesuatu yang lama). “qarib” (dekat) lawan
kata dari “ba’id” (jauh), dan “khabar” (berita) yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.

Sedangkan hadis menurut istilah, ada perbedaan pendapat antara ahli Hadis
dan Ahli Ushul. Menurut ahli Hadis ialah “seluruh perkataan, perbuatan, dan hal
ihwal tentang Nabi Muhammad SAW. sedangkan menurut yang lainnya ialah
segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik yang berupa perkataan, perbatan,
maupun ketetapannya”.

Sedangkan ahli Ushul, definisi hadis ialah “semua perkataan, perbuatan,


taqrir Nabi Muhammad SAW. yang berkaitan dengan hukum syara’ dan
ketetapannya”.1

Dalam sejarah penghimpunan dan kodifikasi hadis mengalami


perkembangan yang agak lamban dan bertahap dibandingkan perkembangan
kodifikasi Al-Qur’an. Hal ini wajar saja karena Al-Qur’an pada masa Nabi
Muhammad SAW. sudah tercatat seluruhnya, sekalipun sangat sederhana, dan
mulai dibukukan pada masa Abu Bakar, Khalifah pertama dari Khulafa’ ar-
Rasyidiin sekalipun dalam penyempurnaannya dilakukan pada masa Utsman bin
‘Affan yang disebut dengan tulisan Utsmani. Sedangkan penulisan hadis pada masa
Nabi secara umum justru malah dilarang. Masa pembukuannya pun terlambat
sampai pada masa abad ke-2 hijriyah dan mengalami kejayaan pada abad ke-3
hijriyah.2

Berbagai kalangan menempatkan hadis sebagai objek kajian ilmu-ilmu


modern sekalipun selama ini ilmu hadis dinilai sudah matang. Dalam hal ini,
penulis mengambil perhatian pada sejarah perkembangan hadis dari Masa sahabat
Rasulullah SAW. hingga era modern saat ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian matan hadist ?
2. Apa sebab-sebab terjadinya perbedaan kandungan matan hadist ?
3. Apa yang dimaksud dengan perbedaan kandungan matan hadist?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Matan Hadist

secara etimologis berarti segala sesuatu yang keras bagian atasnya,


punggung jalan (muka jalan), tanah keras yang tinggi. Matan kitab adalah
yang bersifat komentardan bukan tambahan-tambahan penjelasan. Bentuk
jamaknya adalah (‫“ )متون‬mutun” dan (‫”)متان‬mitan”. MATAN secara
terminologis adalah redaksi hadits yang menjadi unsur pendukung
pengertiannya.

Penamaan seperti itu barangkali didasarkan pada alasan bahwa bagian


itulah yang tampak dan yang menjadi sasaran utama hadits. Jadi penamaan
itu diambil dari pengertian etimologisnya. Adapun yang disebut matan
dalam ilmu hadist adalah,
‫ماا نتهى ء ليه السند من الكال م فهو نفس ا لحد يث الذ ي ذ كراال سنا دله‬
Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW.
Yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya.
Dengan kata lain, matan adalah redaksi dari hadist. Inilah contoh yang
dinamakan matan hadist : Terkait dengan matan atau redaksi, yang perlu
dicermati dalam memahami hadist adalah :

1. Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi


Muhammad atau bukan,
2. Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain
yang lebih kuat dengan hadist lain yang lebih kuat sanad-nya (
apakah ada yang melemahkan atau yang menguatkan ) dan
selanjutnya dengan ayat dalam Al-quran ( apakah ada yang bertolak
belakang )

B. Sebab-sebab Terjadinya Perbedaan Kandungan Matan

Yang dimaksud dengan “kandungan matan” di sini adalah teks yang


terdapat di dalam matan suatu Hadits mengenai suatu peristiwa, atau
pernyataan, yang disandarkan kepada Rasul SAW. Atau, tegasnya,
kandungan matan adalah redaksi dari matan suatu Hadits.
Penyebab utama terjadinya perbedaan kandungan matan suatu Hadits
adalah karena adanya periwayatan Hadits secara makna (riwayat bi al-
ma’na), yang telah berlangsung sejak masa Sahabat, meskipun di kalangan
para Sahabat sendiri terdapat kontroversi pendapat mengenai periwayatan
secara makna tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan
mengenai penyebab utama terjadinya perbedaan kandungan matan Hadits
tersebut.

Periwayatan Hadits Secara Makna


Sering dijumpai di dalam kitab-kitab Hadits perbedaan redaksi dari matan
suatu Hadits mengenai satu masalah yang sama. Hal ini tidak lain adalah
karena terjadinya periwayatan Hadits yang dilakukan secara maknanya
saja (riwayat bi al-ma’na), bukan berdasarkan redaksi yang sama
sebagaimana yang diucapkan oleh Rasulullah SAW.
Jadi, periwayatan Hadits yang dilakukan secara makna, adalah penyebab
terjadinya perbedaan kandungan atau redaksi matan dari suatu Hadits.

Beberapa Ketentuan dalam Periwayatan Hadits Secara Makna


Para Ulama berbeda pendapat mengenai apakah selain Sahabat boleh
meriwayatkan Hadits secara makna, atau tidak boleh. Abu Bakar ibn al-
‘Arabi (w. 573 H/ 1148 M) berpendapat bahwa selain Sahabat Nabi SAW
tidak diperkenankan meriwayatkan Hadits secara makna.
Alasan yang dikemukakan oleh Ibn al-‘Arabi adalah: pertama, Sahabat
memiliki pengetahuan bahasa Arab yang tinggi (al-fashahah tua al-
balaghah), dan kedua, Sahabat menyaksikan langsung keadaan dan
perbuatan Nabi SAW.

Meringkas dan Menyederhanakan Matan Hadits


Selain perbedaan susunan kata-kata dan perbedaan dalam memilih kata-
kata untuk redaksi suatu Hadits, permasalahan yang juga diperselisihkan
oleh para Ulama dan berpengaruh terhadap redaksi matan suatu Hadits
adalah mengenai tindakan meringkas atau menyederha-nakan redaksi dari
suatu Hadits.
Sebagian Ulama ada yang mutlak tidak membolehkan tindakan tersebut.
Hal itu sejalan dengan pandangan mereka yang menolak periwayatan
Hadits secara makna. Sebagian lagi ada yang membolehkannya secara
mutlak. Namun, kebanyakan Ulama Hadits dan merupakan pendapat yang
terkuat adalah membolehkannya dengan persyaratan.

C. Perbedaan kandungan matan hadits


Periwayatan matan hadits dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Riwayat bi al-lafdzi, adalah menyampaikan kembali kata-kata Nabi


dengan redaksi kalimat yang sama dengan apa yang disabdakan
Nabi. Dengan periwayatan ini, maka tidak ada perbedaan antara
perawi satu dengan perawi lainnya dalam menyampaikan hadits
Nabi.
2. Riwayat bi al-ma’na, periwayatan dengan makna yang terkandung
dalam hadits namun redaksinya berbeda dengan yang diucapkan
Nabi.

Cara kedua inilah yang menyebabkan timbulnya perbedaan kandungan matan


hadits. Banyak sekali hadits yang ada di dalam kitab-kitab karya para perawi yang
ditulis dengan redaksi yang sedikit banyak berbeda redaksi kalimatnya, meskipun
makna yang dikandung sama.

Periwayatan ini telah terjadi sejak masa shahabat karena mereka tidak mencatat
hadits pada saat mereka bersama Nabi SAW, juga tidak menghafal kata per kata
Nabi, maka mereka menyampaikan dari apa yang mereka ingat saja.

Semua ulama hadits sepakat untuk menerima riwayat para shahabat meskipun
berbeda-beda redaksi, alasannya adalah para shahabat memiliki pengetahuan
bahasa yang tinggi dan para shahabat menyaksikan langsung keadaan dan
perbuatan Nabi. Mayoritas ulama hadits juga membolehkan periwayatan bi al-
ma’na yang dilakukan oleh para perawi selain shahabat dengan ketentuan:

1. mengetahui pengetahuan bahasa arab yang mendalam


2. dilakukan karena terpaksa
3. yang diriwayatkan bi al-ma’na bukan bacaan-bacaan bersifat ta’abbudi
4. periwayatan bi al-ma’na sepatutnyaau nahwa hadza,atau yang semakna
dengannya, setelah menyebut matan hadits
5. kebolehan ini hanya berlaku sebelum masa pembukuan hadits secara resmi.

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam memahami
hadist ialah:

• Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi


Muhammad atau bukan,
• Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih
kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan
selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak
belakang).

Contoh Matan Hadist


Tidak banyak istilah atau unsur yang dimiliki oleh matan, makna dari matan
hadits hanyalah isi hadits itu sendiri. Matan juga tidak menentukan shohih atau
tidaknya sebuah haidts, karena hanya rawi dan sanad yang dapat menjadi indikasi
keshohihan sebuah hadits. Jika sanad dan rawinya sudah sempurna, maka matannya
bisa diamalkan. Berikut contoh matan dan penjelasannya:

‫ َح َّدثَنَا نَا ِف ُع بْنُ َمالِكِ ب ِْن أَ ِبي عَامِ ٍر أَبُو‬: ‫ َقا َل‬،‫ َح َّدثَنَا ِإ ْس َماعِي ُل بْنُ َج ْعف ٍَر‬: ‫ َقا َل‬،‫يع‬ َّ ‫س َل ْي َمانُ أَبُو‬
ِ ‫الر ِب‬ ُ ‫َح َّدثَنَا‬
ُ‫ َو ِإذَا‬،‫ب‬
َ َ‫َّث َكذ‬
َُ ‫ ِإذَا َحد‬: ُ‫ِق ثَالَث‬ ُِ ‫ آيَةُ المنَاف‬:‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ ُ ‫صلَّى‬
َ ‫للا‬ َ ِ ‫ع ِن النَّ ِبي‬َ ،َ‫ع ْن أَ ِبي ه َُري َْرة‬ َ ،ِ‫ع ْن أَ ِبيه‬
َ ،‫س َه ْي ٍل‬ ُ
َُ‫ َو ِإذَا اؤْ تمِ نَُ َخان‬،‫ف‬ َ َ ‫ل‬‫خ‬ْ َ ‫أ‬ ُ
‫د‬
َ ‫ع‬
َ ‫و‬َ

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman Abu ar Rabi’ berkata, telah


menceritakan kepada kami Isma’il bin Ja’far berkata, telah menceritakan kepada
kami Nafi’ bin Malik bin Abu ‘Amir Abu Suhail dari bapaknya dari Abu
Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tanda tanda
munafik ada tiga; jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika diberi
amanat dia khianat.” (HR. Bukhari).

Hadits tersebut memiliki rawi dan sanad yang sempurna, sehingga


matannya dapat sahabat muslim imani. Matannya menjelaskan tentang ciri-ciri
orang munafik, yaitu orang yang suka berbohong, ingkar janji, dan khianat.
Rasullah menerangkannya secara jelas, bahwa orang munafik adalah orang yang
tidak pernah bisa memegang ucapannya sendiri.
Ada banyak hadits lain yang membahas mengenai orang munafik, mereka
tidak akan mendapat ridho Allah dan manusia. Mereka juga tergolong pada orang
Islam fasik, yaitu muslim yang tidak menjalankan kewajiban Allah serta banyak
berbuat dosa dengan sengaja. Hal ini bisa menjadi dasar pembelajaran ilmu agama,
karena pembahasannya umum dan mudah dipahami oleh orang awam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

secara etimologis berarti segala sesuatu yang keras bagian


atasnya, punggung jalan (muka jalan), tanah keras yang tinggi.
Matan kitab adalah yang bersifat komentardan bukan tambahan-
tambahan penjelasan. Bentuk jamaknya adalah (‫“ )متون‬mutun” dan
(‫”)متان‬mitan”. MATAN secara terminologis adalah redaksi hadits
yang menjadi unsur pendukung pengertiannya.

Yang dimaksud dengan “kandungan matan” di sini adalah


teks yang terdapat di dalam matan suatu Hadits mengenai suatu
peristiwa, atau pernyataan, yang disandarkan kepada Rasul SAW.
Atau, tegasnya, kandungan matan adalah redaksi dari matan suatu
Hadits.
DAFTAR PUSTAKA

Admin,2021,”pengertian matan”, https://passinggrade.co.id/pengertian-matan/, di


akses pada tanggal 07 Februari 2022 pukul 18:26
Telaah, santri, 2015, “pengertian matan hadist”,
http://telaahsantri.blogspot.com/2015/06/pengertian-matan-hadits.html, di akses
pada tanggal 07 Februari 2022 pukul 19:10
Abror, Muhammad,2020.”pengertian matan”,
https://sahabatmuslim.id/pengertian-matan-syarat-contoh/, di alses pada tanggal
08 Februari 2022 pukul 09:20.

Anda mungkin juga menyukai