MATAN HADIST
Oleh:
RESMA PURNAMA SARI
AYU SAPUTRI
persembahkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kekuatan dan
Penulis berharap makalah ini dapat membuka wawasan penulis dan pembaca
sekalian. Dengan demikian penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
Penulis yakin dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Atas kritik
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Matan Hadist ............................................................ 3
B. Sebab-sebab Terjadinya Perbedaan Kandungan Matan............. 3
C. Perbedaan Kandungan Matan Hadist…………………………. 5
PENDAHULUAN
Hadis menurut pengertian bahasa mempunyai beberapa arti, yaitu “jadid” (sesuatu
yang baru) lawan kata dari “qadiim” (sesuatu yang lama). “qarib” (dekat) lawan
kata dari “ba’id” (jauh), dan “khabar” (berita) yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
Sedangkan hadis menurut istilah, ada perbedaan pendapat antara ahli Hadis
dan Ahli Ushul. Menurut ahli Hadis ialah “seluruh perkataan, perbuatan, dan hal
ihwal tentang Nabi Muhammad SAW. sedangkan menurut yang lainnya ialah
segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik yang berupa perkataan, perbatan,
maupun ketetapannya”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian matan hadist ?
2. Apa sebab-sebab terjadinya perbedaan kandungan matan hadist ?
3. Apa yang dimaksud dengan perbedaan kandungan matan hadist?
BAB II
PEMBAHASAN
Periwayatan ini telah terjadi sejak masa shahabat karena mereka tidak mencatat
hadits pada saat mereka bersama Nabi SAW, juga tidak menghafal kata per kata
Nabi, maka mereka menyampaikan dari apa yang mereka ingat saja.
Semua ulama hadits sepakat untuk menerima riwayat para shahabat meskipun
berbeda-beda redaksi, alasannya adalah para shahabat memiliki pengetahuan
bahasa yang tinggi dan para shahabat menyaksikan langsung keadaan dan
perbuatan Nabi. Mayoritas ulama hadits juga membolehkan periwayatan bi al-
ma’na yang dilakukan oleh para perawi selain shahabat dengan ketentuan:
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam memahami
hadist ialah:
َح َّدثَنَا نَا ِف ُع بْنُ َمالِكِ ب ِْن أَ ِبي عَامِ ٍر أَبُو: َقا َل، َح َّدثَنَا ِإ ْس َماعِي ُل بْنُ َج ْعف ٍَر: َقا َل،يع َّ س َل ْي َمانُ أَبُو
ِ الر ِب ُ َح َّدثَنَا
ُ َو ِإذَا،ب
َ ََّث َكذ
َُ ِإذَا َحد: ُِق ثَالَث ُِ آيَةُ المنَاف:علَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل ُ صلَّى
َ للا َ ِ ع ِن النَّ ِبيَ ،َع ْن أَ ِبي ه َُري َْرة َ ،ِع ْن أَ ِبيه
َ ،س َه ْي ٍل ُ
َُ َو ِإذَا اؤْ تمِ نَُ َخان،ف َ َ لخْ َ أ ُ
د
َ ع
َ وَ