Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Uslub
DOSEN PENGAMPU:
Dr. Nurul Musyafa’ah S.S., M.Pd.I
DISUSUN OLEH :
Zunita Indah Liana (220601009)
Husnul Khotimah (220601016)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayah-
Nya, Sehingga penulisan makalah ini yang berjudul “Inhiraf” ini dapat kami selesaikan.
Pada kesempatan ini, Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada yang terhormat Bapak/Ibu :
1. K. M. Jauharul Ma’arif, M.Pd.I., selaku Rektor Universitas Nahdlatul Ulama’ Sunan
Giri Bojonegoro.
2. Agus Sholahuddin Shidiq, M.H.I., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Adab,
Universitas Nahdlatul Ulama’ Sunan Giri Bojonegoro.
3. Dr. Nurul Musyafa’ah, S.S., M.Pd.I., selaku Dosen Pengampu mata kuliah Ilmu
Uslub, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sampai selesainya
penulisan makalah ini.
Kami menyadari dan mengucapkan terima kasih, bahwa dalam penulisan makalah ini
tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, kritik dan saran
dari pembaca sangatlah kami harapkan, sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..................................................................................................4
B. Rumusan masalah.............................................................................................4
C. Tujuan...............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Inhiraf..................................................... .......................................5
2. Contoh Inhiraf dalam Al-Qur’an......................................................................6
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stilistika merupakan disiplin ilmu modern yang hadir untuk memenuhi kebutuhan
linguistik dan sastra. Meski terkesan modern, namun embrio dari stilistika Arab telah ada
sejak zaman dulu. Sebagaimana ilmu-ilmu yang lain, stilistika juga tidak terlepas dari
ilmu-ilmu kebahasaan lainnya. Namun kajian stilistika tetap memiliki karakteristik
tersendiri , begitu juga dalam kajian stilistika Al-Qur’an.
Menurut Az-Zarqani, karena al-Qur'an sebagai mukjizat dan pedoman hidup umat
manusia, maka karakteristik uslub al-Quran meliputi: 1) keindahan aspek fonologinya, 2)
memuaskan kalangan ilmuan dan orang-orang awam, 3) Sekaligus memuaskan akal dan
rasa, 4) keindahan susunan al-Quran dan hukum yang dikandungnya, 5) keindahan
memalingkan ungkapan dan kaya dalam variasinya, 6) ungkapan al-Quran adakalanya
bersifat global dan terinci, dan 7) kesesuaian lafaz dan makna. 1 Pada poin kelima tersebut
dapat diringkas dengan istilah al-inhiraf (deviasi).
Al-Inhiraf (deviasi) ini merupakan salah satu objek atau level analisis stilistika al-
Qur’an yang harus penring untuk diketahui ketika mengkaji bahasa al-Qur’an, sebab ia
mempunyai pengaruh pada makna yang ditimbulkan petutur yang akan membawa
bahasan keluar konteks kebahasaan. Oleh sebab itu, dalam makalah ini penulis akan
memaparkan tentang al-inhiraf (deviasi).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian al-Inhiraf (deviasi)?
2. Apa saja macam al-inhiraf (deviasi) dan contohnya?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian al-Inhiraf (deviasi).
2. Mengetahui macam-macam al-Inhiraf (deviasi) beseerta contohnya.
1
Muhammad Abd al-Azim az-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar Ihya' al-Kutub al-
Ilmiyyah, tt.,) h. 115.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2
Kamus Arab-Indonesia. Diakses melalui Aplikasi.
3
Abdullah bin Abdul Wahab al-Umari, al-Uslubiyyah Dirasah Tatbiq, h. 8.
4
Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an, Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks Komunikasi, UIN-Malang Press, Malang,
2009, hlm 71
5
mengerjakan tugas.” Kedua kalimat tersebut tidak memiliki cacat (kesalahan) secara
gramatikal. Hanya saja, jika kalimat pertama telah memenuhi norma kelaziman
penggunaan struktur dalam bahasa Indonesia, yang biasa menggunakan rangkaian
struktur Subjek (Saya) + Prediket (telah mengerjakan) + Objek (tugas) + Ket. (di
kelas), maka kalimat kedua telah mengalami “penyimpangan”, yaitu dengan menukar
Ket. (di kelas) untuk diletakkan di depan, sebelum Subjek. Dengan kata lain, terdapat
deviasi di kalimat kedua. Dalam perspektif stilistika, penukaran ini tidak hanya terkait
dengan aspek struktural dari kalimat itu saja, tapi lebih jauh lagi, penukaran tersebut
dapat berimplikasi terhadap perubahan makna. Dalam bahasa Arab juga demikian.
Banyak kasus reposisi yang bisa ditemukan di berbagai objek. Salah satu yang perlu
diperhatikan tentu saja bahasa al-Qur’an dengan pertimbangan bahwa al-Qur’an
merupakan pedoman pokok orang Islam, selain juga aspek i’jaz lughawi 5yang banyak
dibahas oleh para mufassir, linguis, maupun akademisi di bidang terkait lainnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inhiraf (deviasi) adalah
penyimpangan unit-unit bahasa yang disengaja untuk tidak mematuhi norma-norma
gramatikal yang ada dalam bahasa tersebut dengan memiliki maksud tertentu atau
dapat dikatakan ketidaksesuaian unit-unit bahasa tersebut dengan kelaziman
berbahasa yang ada pada umumnya.
5
Fathurrahman Rauf, “I’jaz al-Qur’an al-Lughawi”, di Jurnal al-Turas, Vol. 12, No. 3 (September 2006), h. 199-
210.
6
sampai tak terpisahkan, seolah-olah keduanya adalah satu, sehingga pantas
sekali untuk diungkapkan dengan kata mufrad, bukan dengan kata mutsanna.6
b) Menempatkan kata mufrad di tempat Jamak. Salah satu contohnya dalam
Surah An-Nisa' ayat 69 :
6
Abdul Qadir Husen, Fann al-Balaghah, (Beirut : ‘Alam al-Kutub, 1984), h. 301.
7
Ibid., h. 303.
8
Ibid.
7
]10 : اآلية [الحجرات... َفَأْص ِلُحوا َبْيَن َأَخ َو ْيُك ْم
“… karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu …”
Pada ayat kedua menempatkan kata mutsannâ أخويكمdi tempat yang
seharusnya jamak, yakni lafadznya mutsannâ tetapi maknanya jamak, maka
ayat itu mengandung arti “jika dua orang muslimin atau lebih”.
Adapun nilai sastra yang terkandung dalam penempatan mutsannâ
untuk jamak, Abdul Qadir Husen merujuk pendapat Ibn Jinni yang
berpendapat bahwa nilai sastra model ini adalah untuk taukid. Lebih lanjut
Abdul Qadir Husen berkata:
Model gaya bahasa bahasa Arab yang seperti ini sudah dikenal sejak al-Khalil,
hanya saja menurut sumber-sumber yang sampai kepada kita nilai sastranya
belum muncul sebelum Ibn Jinni. Adapun rahasia menempatkan kata
mutsannâ di tempat jamak adalah bahwa sesuatu itu berulang-ulang dalam
rangka taukid (penekânan) yang tidak kita temukan ungkapan dengan jamak
sekaligus.9
e) Menempatkan kata jamak di tempat mufrad. Salah satu contohnya adalah :
]2 : اآلية} [النحل... ُيَنِّز ُل اْلَم اَل ِئَكَة ِبالُّر وِح ِم ْن َأْم ِر ِه
“... mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka
(yang menuduh itu)...".
Yang dimaksud adalah dua orang, yaitu Aisyah dan Sofyan. Adapun rahasia
menempatkan kata jamak di tempat yang seharusnya mutsanna, menurut
Abdul Qadir Husen adalah untuk ta'zhim atau mubalaghah.11
g) Menjadikan kalam khabar di tempat kalâm insya'. Contoh :
) ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّلل َو َر ُسوِلِه َو ُتَج اِهُد وَن ِفي َس ِبيِل ِهَّللا ِبَأْم َو اِلُك ْم10( َهْل َأُد ُّلُك ْم َع َلٰى ِتَج اَر ٍة ُتنِج يُك م ِّم ْن َع َذ اٍب َأِليٍم
]11-10 : )} [الصف11( َو َأنُفِس ُك ْم ۚ َٰذ ِلُك ْم َخْيٌر َّلُك ْم ِإن ُك نُتْم َتْع َلُم وَن
9
Ibid., 307.
10
Ibid., 309.
11
Ibid.
8
"...Tahukah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan
kumu dari azab yang pedih? (vaita) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya dan berjihad di jalan Allah...”
Dalam Qiraat Ibnu Mas'ud berbunyi : أمنوا باهلل ورسوله وجاهدوا.12
Termasuk kategori penyimpangan dalam kalimat bahasa Arab adalah
menjadikan kalimat khabar di tempat kalam insya' seperti ungkapan غفرهللا لك.
Tujuan sastranya adalah (tafaul) memberikan rasa optimis kepada mukhathab
(persona II). Secara realistis, ungkapan di atas adalah kalam khabar, tapi
maknanya adalah do'a (semoga Allah mengampuni Anda). Do'a adalah
ungkapan perintah (Amr) kepada yang tinggi kedudukannya, yang mana
termasuk kalam Insya'.
Menurut ilmu Balaghah, ungkapan كgg غفر هللا لlebih memiliki nilai
Balaghah dari pada ungkapan رب اغفر له. Hal itu disebabkan karena ungkapan
dengan menggunakan fi'il madli memberi kesan telah terjadi (pada konteks ini
berarti telah terampuni). Tujuan lain dengan menggunakan model ini adalah
menunjukkan kesopanan terhadap mukhathab, mendorong mukhathab untuk
melaksanakan yang diperintahkan kepadanya dengan cara lembut, mendorong
mukhathab untuk segera melaksanakan perintah.
h) Menjadikan kalam insya di tempat kalam khabar. Contoh:
{اآلية... [ }ُقْل َأَم َر َر ِّبي ِباْلِقْس ِط ۖ َو َأِقيُم وا ُوُجوَهُك ْم ِع نَد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد29 : ]األعراف
{ [ }ُقْل َم ن َك اَن َع ُدًّو ا ِّلِج ْبِريَل َفِإَّنُه َنَّزَلُه َع َلٰى َقْلِبَك ِبِإْذ ِن ِهَّللا ُمَص ِّد ًقا ِّلَم ا َبْيَن َيَد ْيِه َو ُهًدى َو ُبْش َر ٰى ِلْلُم ْؤ ِمِنيَن
97 : ]البقرة
12
Mamat Zaenuddin, "Deviasi dalam Kalimat Bahasa Arab," Jurnal Pendidikan Bahasa Arab (t.t.), h. 20
13
Abdul Qadur Husen., Op.cit., 269.
9
"Katakanlah: Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril in telah
menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatinya dengan seizin Allah:
membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi penjuk serta
berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”
Dhamir pada kata هgg نزلadalah Al-Qur'an. Dhamir tersebut tidak
didahului oleh isim dhahir sebagai rujukannya. Menurut tata bahasa Arab di
sana wajib isim dhahir. Akan tetapi Allah swt menempatkan dhamir sebagai
pengganti isim dhahir di sana, sebagai isyarat bahwa yang dimaksud itu sudah
ma'lum dan sangat terkenal. Kemudian Allah menyebutkan sifat-sifat yang
terkandung di dalamnya tanpa menyebutkan namanya dengan tegas karena
kebesarannya, mengungkapkan kebenarannya, hidayahnya dan kabar
gembiranya. Penempatan dhamir yang diikuti dengan penuturan sifatnya
sebagai pengganti dari menyebutkan namanya memberi kesan mendalam bagi
pendengar dan membuat jiwanya penuh dengan sifat-sifatnya.
Adapun nilai sastra yang terkandung dalam penempatan dhamir di
tempat yang seharusnya ism dzahir menurut Abdul Kadir Husen adalah agar
pendengar dapat menelusuri apa yang ada di balik dhamir itu, merasa
penasaran untuk mengetahuinya, sehinggga memberi kesan lebih
keberadaannya di hati dan tidak terlupakan. Apa yang dihasilkan dengan susah
payah akan lebih berkesan dari pada yang dihasilkan dengan mudah.14
j) Menggunakan isim dzahir di tempat dhamir. Contohnya adalah:
]282 : َو اَّتُقوا َهَّللاۖ َو ُيَع ِّلُم ُك ُم ُهَّللاۗ َو ُهَّللا ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِليٌم } [البقرة
"Dan bertakwalah kepada Allah, Allah yang mengajarimu: dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu"
Tujuan menggunakan isim dzahir di tempat dhamir pada ayat di atas adalah
untuk mengagungkan. .15
k) Menempatkan fi'il madli untuk yang akan datang.
Menurut Abdul Qadir Husen menggunakan fi'il madli untuk masa yang akan
datang dengan tujuan , yaitu meyakinkan mukhathab akan terjadinya sesuatu
yang dianggap besar, yang membuat mukhāthab ragu-ragu terhadap kebenaran
terjadinya.16 Contoh:
{ [ }َو َيْو َم ُنَس ِّيُر اْلِج َباَل َو َتَر ى اَأْلْر َض َباِر َز ًة َو َح َشْر َناُهْم47 : ]الكهف
"Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung
dan kamu akan melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh
manusia.”
14
Ibid., h. 272.
15
Ibid., h. 270.
16
Ibid., h. 288
10
Ungkapan وحشرناهمdengan fi'il madli sebagai pengganti ونحشرهم,
karena sebelumnya ada dua fi'il mudlari'. Akan tetapi yang terjadi adalah
penyimpangan dari fi'il mudlari' kepada fi'il madli untuk menunjukkan benar-
benar akan terjadinya hasyr. Kebenaran terjadinya hasyr sangat pantas untuk
diungkapkan dengan fi'il madli yang menunjukkan benar-benar terjadi pada
waktu lampau.
l) Menempatkan fi’il mudhari untuk masa lampau. Contoh :
]102 : ِإِّني َأَر ٰى ِفي اْلَم َناِم َأِّني َأْذ َبُحَك } [الصافات
"sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu..."
Contoh :
• Dari mutakalim ke ghoib
{)2( ) َفَص ِّل ِلَر ِّبَك َو اْنَح ْر1( [ }ِإَّنا َأْع َطْيَناَك اْلَك ْو َثَر2-1 : ]الكوثر
17
Ibid., h. 290.
18
Mamat Zaenuddin., Op.cit., h. 38.
11
Artinya:
Sesungguhnya Aku (Allah) telah memberikan kepadamu nikmat yang
sangat banyak (telaga kautsar), maka sholatlah kamu pada Tuhanmu
dan berkurbanlah (QS.Al-kautsar 1-2).
19
Ibid.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
sebagai penyusun makalah ini sangat mengharapkan kritik, saran, dan
masukan dari pembaca dan bapak dosen pengampu mata kuliah, agar makalah
ini jadi lebih sempurna. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi kami dan
para pembaca.
13
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zarqani, Muhammad Abd al-Azim. Tanpa tahun. Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an,
Al-Umari, Abdullah bin Abd al-Wahhab. 1428 H. al-Uslubiyyah ar-Ru’yah wa Tatbiq (Kairo
: Dar al-Masiroh)
14
Muzakki, Akhmad. 2009. Stilistika al-Qur’an, Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks
Rauf, Fathurrahman. 2006. “I’jaz al-Qur’an al-Lughawi”, di Jurnal al-Turas, Vol. 12, No. 3.
Zaenuddin, Mamat. Tanpa tahun. "Deviasi dalam Kalimat Bahasa Arab," UPI: Jurnal
15