ILMU MUNASABAH
Penyusun :
Disusun oleh :
Kelompok : 5
TAHUN 2022/2023
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
Berikut beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini, yaitu:
1. Apa pengertian dari munasabah ?
2. Bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan munasabah?
3. Apa saja macam-macam munasabah?
4. Bagaimana kedudukan munasabah dalam menafsirkan al-Qur’an?
5. Apa manfaat mempelajari munasabah ?
6. Bagaimana contoh munasabah dalam al-Qur’an ?
1.3 Tujuan
Berikut beberapa tujuan dalam makalah ini, yaitu:
1. Menjelaskan pengertian dari munasabah.
2. Mendeskripsikan sejarah pertumbuhan dan perkembangan munasabah.
3. Menjelaskan macam-macam munasabah.
4. Mendeskripsikan kedudukan munasabah dalam menafsirkan al-Qur’an.
5. Menjelaskan manfaat mempelajari munasabah.
6. Menjelaskan contoh munasabah dalam al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Munasabah
Kata munasabah secara etimologi berarti almuqarabah (kedekatan), al-
musyakalah (keserupaan) dan al-muwafaqoh (kecocokan).5 Contoh dalam kalimat
sebagai berikut: fulan yunasib fulan, berarti si fulan (A) mempunyai hubungan
dekat dengan si fulan (B) dan menyerupainya.
Dari kata itu, lahir pula kata “an-nasib,” berarti kerabat yang mempunyai
hubungan seperti dua orang bersaudara dan putra paman. Istilah munasabah juga
digunakan dalam ‘illat dalam bab qiyas, dan berarti Al-wasf Almuqarib li Al-
hukm (gambaran yang berhubungan dengan hukum). Istilah munasabah
diungkapkan pula dengan kata rabth (pertalian). Karenanya munasabah
merupakan hal yang logis (apabila dijelaskan dapat diterima akal).
Sedangkan secara terminologi (istilah), munasabahdapat didefinisikan sebagai
berikut:
1. Menurut Az-Zarkasyi:
“Munasabah adalah suatu perkara yang dapat dipahami oleh akal. Tatkala
dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.”
2. Menurut Manna’ Al-Qathtan:
“Munasabah adalah aspek yang punya keterikatan antara satu kalimat dengan
kalimat lain dalam satu ayat, antara ayat satu dengan ayat lain dalam banyak
ayat, atau antara surat dengan surah yang lain (di dalam Al-Quran).”
3. Menurut Ibn Al-’Arabi:
Munasabah adalah keterkaitan ayat ayat Al-Quran sehingga seolah-olah
merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan
redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.”
------------
Ibrahim Anis dkk, Al-Mu’jam al-Wasith, (Beirut: Darul Fikr, 1972), h. 916.
Az-Zarkasyi , op.cit., h. 61. Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Quran,
2.2 Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Munasabah
Al-Quran merupakan petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.11 Di
dalamnya sarat dengan informasi yang selalu hangat dan aktual dari zaman ke
zaman. Dan walaupun segala usaha telah dikerahkan untuk menggali dan
menyelami isi kandungan al-Quran, hal itu tidak pernah akan habis-habisnya.12
Berbagai ilmu yang mendukung untuk lebih memahami isi kandungannya telah
melahirkan berbagai disiplin ilmu yang terkait dengannya, seperti: ilmu asbab
nuzul, makki madani, munasabah dan yang lainnya.
Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan tentang munasabah bersifat ijtihad.
Artinya, pengetahuan tentang ditetapkan berdasarkan ijtihad karena tidak
ditemukan riwayat, baik dari Nabi maupun para sahabat. Oleh karena itu, tidak
ada keharusan mencari munasabahpada setiap ayat. Alasannya, Al-Quran
diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwa
yang ada. Oleh karena itu, terkadang seorang mufasir menemukan keterkaitan
suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak. Ketika tidak menemukan
keterkaitan itu, ia tidak diperkenankan memaksakan diri. Dalam hal ini, Syekh
‘Izzuddin bin ‘Abd As-Salam berkata “Munasabah adalah sebuah ilmu yang baik,
tetapi dalam menetapkan keterkaitan antar kata secara baik itu disyaratkan hanya
dalam hal yang bagian awal dengan bagian akhirnya memang bersatu dan
terkoneksi. Sedangkan, apabila terjadi pada berbagai sebab yang berbeda,
keterkaitan salah satunya dengan lainnya tidak menjadi syarat. Orang yang
mengaitkan tersebut berarti mengada-adakan apa yang tidak dikuasainya.
Kalaupun itu terjadi, ia mengaitkannya hanya dengan korelasi yang lemah.
----------
Lihat Q.S. Al-Kahfi [18], ayat 109. Artinya: Katakanlah: Kalau sekiranya lautan
menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan
itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula).
Itu semua mengingat Al-Quran diturunkan dalam waktu lebih dari dua puluh
tahun, mengenai berbagai hukum dan dengan beragam sebab. Oleh karenanya,
tidak mudah menginterkoneksikan antara yang satu dengan lain” Mengetahui
munasabat atau pertautan antara beberapa ayat dalam Al-Quran bukanlah
merupakan halhal yang ditetapkan oleh Al-Quran itu sendiri atau AlHadits,
melainkan sepenuhnya bertitik tolak dari ijtihad dan kepandaian serta kejelian si
mufassir dalam menerangkan i’jaz-i’jaz dan rahasia-rahasia Al-Quran. Oleh
karena itu, sangat sulit untuk menentukan criteria yang dapat dijadikan pedoman
tatkala menentukan kriteria umum yang dapat dijadikan rujukan. Umpamanya,
jika munasabah itu seiring dengan konteks redaksi ayat serta tidak bertentangan
dengan kaedah-kaedah linguistic Arab, munasabah itu dapat diterima.14As-
Suyuthi menjelaskan secara global bahwa ada beberapa langkah yang perlu
dilakukan untuk menemukan munasabah, yaitu:
1. Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek bahasan.
2. Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam
surat.
3. Mengkategorikan uraian tersebut dengan tingkat hubungannya (interkoneksi),
jauh dekatnya korelasi.
4. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-
ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.
2.3 Macam-macam Munasabah
a. Munasabah dari Segi Sifat atau Keadaan
1) Munasabah yang Jelas (Zhahir al-Irtibath)
Maksudnya hubungan antara satu kalimat dengan kalimat
berikutnya atau satu ayat dengan ayat berikutnya terlihat jelas atau
tampak nyata.
--------
Al-Qaththan, op. cit. h. 98. 14 Rosihan Anwar, Pengantar Ulumul Quran,
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), h. 139.
Adakalanya kalimat atau ayat yang kedua bisa berupa ta’kid
(penegasan), tafsir (penjelasan), i’tiradh (bantahan), atau tasydid
(penekanan) terhadap kalimat atau ayat yang pertama. Kalimat atau
ayat sebelumnya tergantung dengan kalimat atau ayat sesudahnya,
tidak dapat dipisahkan. Karena jika dipisahkan maka maknanya
menjadi tidak sempurna, bahkan bisa menimbulkan pemahaman yang
keliru. Sebagai contoh dalam Q.S. Al-Ma’un ayat 4-7.
ِ ْض فِى ِستَّ ِة َأي ٍَّام ثُ َّم ٱ ْستَ َو ٰى َعلَى ْٱل َعر
ش َ ْت َوٱَأْلر َ َۚ هُ َو ٱلَّ ِذى َخل
ِ ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو
1
Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an..., jilid I, juz I, hlm. 40. Lihat juga
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, hlm. 149.
didapat dari pengertian maknanya. Petunjuk-petunjuk maknawiyah
yang bisa digunakan antara lain adalah:
1. At-Tanzhir (perbandingan)
At-Tanzhir yakni membandingkan dua hal yang sebanding
menurut kebiasaan orang berakal.
2. Al-Madhadhah (berlawanan)
3. Al-Istidhrad (peralihan kepada penjelasan lain)
4. At-Takhallush (peralihan)
At-Takhallush yakni peralihan yang terus menerus dan
tidak kembali lagi pada pembicaraan pertama.
َ ى َأ ْس َر ٰى بِ َع ْب ِد ِهۦ لَ ْياًل ِّمنَ ْٱل َم ْس ِج ِد ْٱل َح َر ِام ِإلَى ْٱل َم ْس ِج ِد ٱَأْل ْق
صا ٱلَّ ِذى ٓ ُس ْب ٰ َحنَ ٱلَّ ِذ
ِ َٰبَ َر ْكنَا َحوْ لَهۥُ لِنُ ِريَ ۥهُ ِم ْن َءا ٰيَتِنَٓا ۚ ِإنَّهۥُ هُ َو ٱل َّس ِمي ُع ْٱلب
صي ُر
Artinya : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya
pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang
telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Artinya : “Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami
jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman):
"Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku.”
2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol 7, hlm. 407.
Hَ ُقَ ْد َأ ْفلَ َح ْٱل ُمْؤ ِمن
ون
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.”
ك ْٱل َع ِظ ِيم
َ ِّفَ َسبِّحْ بِٱس ِْم َرب
Artinya : “Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang
Maha Besar.”
Hal ini dapat dilihat bahwa adanya keterkaitan dan kedekatan
makna di antara keduanya. Di dalam Surah Al-Waqiah sangat
jelas bahwa Allah memerintahkan untuk bertasbih dan hanya
menyebut nama-Nya. Selanjutnya jika dikaitkan pada Surah Al-Hadid
bahwa seluruh yang ada di langit dan bumi bertasbih menyebut nama-
Nya. Hal ini menyatakan kebesaran-Nya dan ke kokohan-Nya.
3
As-Suyuthi, Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an, juz III, hlm. 322-323.
Ada tiga arti penting dari munasabah sebagai salah satu metode dalam
memahami dan menafsirkan al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1) Dari sisi balighah, korelasi antara ayat dengan ayat menjadikan ayat-
ayat al-Qur’an utuh dan indah.
2) Ilmu munasabah dapat memudahkan orang dalam memahami makna
ayat atau surat.
3) Ilmu munasabah sangat membantu mufassir dalam menafsirkan ayat-
ayat al-Qur’an, sehingga dapat menjelaskan keutuhan makna ayat atau
kelompok ayat. 4
4
Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 172-173.