MAKALAH
Diajukan Sebagai Bahan Presentasi Untuk Memenuhi Tugas
Pada Mata Kuliah “Mazahibut Tafsir”
Semester 6 (enam) Tahun Akademik 2022
Oleh:
Kelompok XI
SHALSABILA OKTAFIANI
30300119083
YUSTIKA
30300119105
Dosen Pengampu:
2022
KATA PENGANTAR
dapat terselesaikan dengan baik. Besar harapan kami agar makalah yang telah kami
susun dan rampungkan ini dapat memperluas dan membuka pemahaman pengetahuan
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini bukan hanya karena
usaha keras dari kami sendiri, akan tetapi karena adanya dukugan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami ingin berterima kasih kepada orang tua yang senantiasa
mendukung kami dan kepada dosen pembimbing kami yakni Prof. Dr. H. M Galib M,
M. A. atas arahannya dalam tugas makalah kami ini. Kami sebagai penyusun
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih perlu banyak perbaikan dan jauh
dari kesempurnaan. Karenanya, kami memohon maaf bila terdapat kesalahan dan
kami sangat terbuka menerima kritik dan saran. Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya Mahasiswa Qur’an dan
Kelompok 11
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................4
A. Kesimpulan.......................................................................................................18
B. Saran.................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
setiap untaian mutiara kata sejalan dengan perkembangan masyarakat, sehingga al-
pesan-pesan al-Qur’an tersebut, ulama menempuh berbagai cara dan beberapa metode
ada dalam bentuk ijmali atau mengungkap makna al-Qur’an secara global saja, ada
yang menafsirkan secara rinci dan runtut, dan ada juga yang menafsirkan berdasarkan
topik tertentu, dan bahkan ada yang membandingkan pendapat ulama tentang
pemahaman ayat yang sama, membandingkan antara ayat yang mirip atau ayat
dengan hadis. Begitu juga corak yang digunakan mufassir dalam menafsirkan al-
Qur’an, mufassir menyampaikan pesan al-Qur’an itu sesuai dengan kapasitas ilmu
yang mereka miliki. Maka muncullah buku- buku tafsir dengan berbagai corak sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan bidang ilmu yang mereka tekuni.1
Begitu juga corak yang digunakan mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an, mufassir
menyampaikan pesan al-Qur’an itu sesuai dengan kapasitas ilmu yang mereka
1
Raja Muhammad Kadri, “Tafsir Tarbawi Sebagai Salah Satu Corak Varian Tafsir”, Jurnal
Ilmu Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 8 No. 1 (2020), hlm. 18.
1
2
miliki. Salah satu metode pendekatan yang sangat signifikan adalah dengan
menggunakan pendekatan linguistik atau yang lebih dikenal dengan istilah tafsir
Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab yang penuh dengan sastra, balaghah, fashahah,
bayan, tamsil dan retorika, dan al-Qur’an juga diturunkan pada masa kejayaan syair
dan linguistik. Bahkan pada awal Islam, sebagian orang masuk Islam hanya karena
Maka dalam makalah ini akan menjelaskan beberapa poin penting mengenai
tafsir lughawi>>.
B. Rumusan Masalah
lughawi>>?
C. Tujuan Penulisan
2
Syafrijal, “Tafsir Lughawi”. Jurnal Al-Ta’lim, Vol. 1, No. 5, (2013), hlm. 422.
3
lughawi>>.
PEMBAHASAN
Tafsir lughawi>> terdiri dari dua kata, yaitu tafsir dan lughawi>>. Tafsir
yang akar katanya berasal dari فسرbermakna keterangan dan penjelasan. Kemudian
فعلyang berarti menjelaskan atau menampakkan sesuatu.
lafal itu diikutkan wazan
Lughawi>> berasal dari kata لغىyang berarti gemar dan menetapi sesuatu. Manusia
yang gemar dan menetapi atau menekuni kata-kata yang digunakannya maka kata –
dimaksud dengan tafsir lughawi>> adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-
semiotik dan semantik yang meliputi etimologis, morfologis, leksikal, gramatikal dan
retorikal. Dengan demikian, maka tafsir lughawi>> itu merupakan tafsir al-Qur’an
yang menjelaskan ayat-ayat suci al-Qur’an lebih banyak difokuskan kepada bidang
bahasa. Maksudnya tafsir yang mengkaji al-Qur’an dari segi nahwu, sharaf, balaghah
(ma’any, bayan dan badi’) dan lain sebagainya yang notabenya adalah memahami
ayat-ayat al-Qur’an dengan pendekatan ilmu bahasa, maka seseorang yang ingin
digunakan al-Qur’an yaitu bahasa arab dengan segala seluk-beluknya, yang terkait
3
Syafrijal, “Tafsir Lughawi”. Jurnal Al-Ta’lim, Vol. 1, No. 5, (2013), hlm. 422.
4
5
sudah ada semenjak Nabi Muhammad saw, namun dalam jumlah yang sangat sedikit
yaitu ketika sebagian sahabat tidak dapat memahami makna kata dalam ayat al-
Qur’an, seperti contoh tafsir Nabi terhadap kata wasat}an dalam QS. al-Baqarah (2):
143:
‘Adi> bin Ha>t}im menanyakan maksud dari al-khait al-abyad}u dan al-khaith al-
aswad dalam QS. al-Baqarah (2): 187 kepada Nabi saw, kemudian dijawab oleh
hanya berhenti pada masa Nabi saw. Setelah beliau wafat, para sahabat juga
seperti perbedaan penafsiran sahabat terhadap kata al-qur’u pada Q.S. al-Baqarah (2):
228:
Abdullah bin Mas’u>d, Ali> bin Abi> T{a>lib, Abu> Mu>sa> al-Ash’a>ri>, dan
seperti Zai>d bin Tha>bit, ‘Aishah, Mu’a>wiyah bin Abi> Sufya>n, dan Abdullah
dilakukan Nabi adalah Abdullah bin ‘Abba>s (w 68 H). Interpretasi yang diberikan
Ibnu ‘Abba>s yang bisa dijadikan sebagai awal pula penafsiran yang mengangkat
6
sastra Arab sangat banyak, seperti contohnya dalam hal ki>nayah yaitu kosa kata al-
rafath dalam QS. al-Baqarah (2): 187: “uhilla lakum lailat al-s}iya>mu al-rafathu
ila> nisa>’ikum”. Penjelasan Ibnu ‘Abba>s terhadap kata al-rafath adalah al-
nampak dalam perbedaan penafsiran mereka terhadap kata ‘as‘as dalam QS. al-
‘At}iyyah al-‘Ufi.
sebagai emas dan perak. Secara semantik, antara emas dan perak di satu sisi dengan
buah di sisi yang lain tidak memiliki relasi medan semantik karena kedua-duanya
memiliki arti baik denotatif maupun konotatif. Dalam konteks ayat ini, Muja>hid
konteks pembicaran ayat secara keseluruhan. Sarjana yang lain yaitu Qata>dah (w
117 H) yang merupakan murid Ibnu ‘Abba>s. Popularitasnya dalam bidang kajian al-
yang kemudian banyak dirujuk dan dijadikan sebagai panutan oleh generasi
setelahnya. Perhatian Qata>dah, salah satunya, terhadap kosa kata yang ada dalam al-
Qur’an dan mengakui adanya sinonimitas kosa kata al-Qur’an dengan kosa kata
dalam keseharian bahasa Arab. Salah satu contohnya adalah kata al-mukhbitin dalam
7
Sulaima>n. Karyanya yang menjadi fokus ulasan sebagai babak awal dari
bahwa setiap kata dalam al-Qur’an di samping memiliki arti yang definit juga
yang memiliki arti dasar mati. Menurutnya, dalam konteks pembicaraan ayat,
kata ini mempunyai lima wajah. Empat wajah (arti alternatif) merupakan
makna cabang seperti tetes yang belum dihidupkan, manusia yang salah
beriman, tanah gersang dan tandus serta ruh yang hilang. Sedangkan satu
makna merupakan makna asli, yaitu perginya ruh karena ajal telah datang dan
tidak bisa kembali ke dunia, seperti yang tertera dalam QS. al-Zumar: 30, QS.
al-Anbiya>’: 35.
al-Kari>m. Kata wajh dalam karya ini dimaksudkan sebagai makna yang
dikembangkan dari sebuah kosa kata. Di samping kosa kata sebagai faktor
mengkaji al-Qur’an di masjid Baghdad. Ia juga termasuk salah satu dari murid
Qur’an.
e. Al-Ja>hiz} (w 255 H)
representasi nuansa makna yang berbilang dari kosa kata. Salah satunya yang
menonjol adalah nafkh al-ru>h dalam Q.S. al-Nisa>’ (4): 171, al-Anbiya>’
(21): 92, al-Sajdah (32): 9, al-Tahri>m (66): 12. Al-Qur’an menyebutkan kata
kata ruh asal-muasalnya berarti jiwa dan dzat Tuhan ketika kata tersebut
dirangkaikan dengan kata Tuhan. Demikian pula, kata ini berarti juga al-
ini ditafsirkan dan dipahami oleh para mufassir sebagai jiwa dan ruh, namun
menurutnya kata tersebut dalam konteks dua ayat tetap diartikan sebagai al-
Qur’an karena jiwa dalam kedua ayat tersebut bukanlah sembarang jiwa,
melainkan memiliki implikasi aspek yang dalam dari wahyu, yakni ruh Tuhan.
menjelaskan ilmu Ma’a>ni. Baginya, majaz yang ada dalam al-Qur’an adalah
Tokoh yang termasuk dalam periode ini adalah al-Zamakhshari> (w 538 H).
Tafsir al-Kashsha>f yang disusunnya merupakan salah satu kitab tafsir yang
Zamakhshari>. Bayan menurutnya, merupakan salah satu ilmu bahasa Arab yang
penting dan harus dikuasai oleh seorang mufassir. Tanpa ilmu itu, menurutnya,
10
dengan baik dan benar. Apa yang dikatakannya terlihat jelas ketika ia
Ilmu Bayan baginya sangat fungsional dan dapat digunakan untuk menganalisis ayat-
baya>n itu untuk menerangkan maksud-maksud yang dikandung oleh ayat-ayat al-
telah mampu menggunakan ilmu Bayan itu sebagai alat untuk menafsirkan ayat-ayat
Ahmad Thib Raya, teori-teori al-baya>n bagi Zamakhshari>, jika dikaitkan dengan
aplikasinya dalam tafsir al-Kashsha>f, mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi
al-Qur’an dilihat dari kacamata ilmu Bayan tanpa dikaitkan dengan pandangan atau
paham yang dianut oleh al- Zamakhshari> sendiri. Adapun fungsi kedua
maksud-maksud yang dikandung oleh ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi lebih dari itu
Puncak aliran sastra di dalam menafsirkan Al-Qur’an dicapai oleh Ami>n al-
Khu>li> (w. 1967 M). Beliau adalah guru besar kajian al-Qur’an di Universitas
menafsirkan Al-Qur’an dicapai oleh Ami>n al-Khu>li (w. 1967 M). Teori-teori
penafsiran Ami>n al-Khu>li ini kemudian terapkan oleh Bint al-Sha>t}i’ dalam al-
terhebat. Salah satu tesisnya menyatakan bahwa al-Qur’an adalah karya kesusastraan
Arab yang terbesar. Al-Qur’an telah membuat bahasa Arab tidak pernah mati, dan
bersamaan dengan statusnya sebagai bahasa yang telah dipilih Tuhan untuk
dari kajian-kajiannya terhadap bahasa dan sastra Arab. Salah satu karyanya yang
paling penting yang berbicara dengan sastra dan kritik sastra adalah fi> al-Adab al-
Mis}ri> (1943) dan Fann al-Qau>l (1947). Dua buku tersebut mencerminkan
keseriusan al-Khu>li dalam memberikan ‚cara baca‛ dan ‚cara baca baru‛ terhadap
dunia sastra Arab. Walaupun ia sendiri tidak pernah menulis sebuah tafsir al-Qur’an,
mengembangkan sebuah teori mengenai hubungan antara filologi dan penafsiran al-
Qur’an yang sangat berpengaruh di Mesir. Menurut al-Khu>li bahwa idealnya studi
tafsir Al-Qur’an, metode yang tepat untuk mengkajinya adalah: Pertama, tentang
latar belakang historis dan situasi-situasi asal atau dalam kasus al-Qur’an,
seseorang harus mengkaji tradisi-tradisi keagamaan dan kultural, situasi sosial bangsa
Arab terdahulu, dan kronologi penyampaian teks Al-Qur’an dan lainnya. Kedua,
12
metode penafsiran, sehingga seseorang harus menetapkan makna yang tepat untuk
kata perkata teks Al-Qur’an. Oleh karena itu, pertama-tama menetapkan makna literal
yang benar dengan menggunakan seluruh bahan sejarah dan yang lainnya. Dan untuk
Al-Khu>li> menawarkan metode tafsir yang lebih dikenal dengan tafsir satra
adalah untuk mendapatkan pesan al-Qur’an secara menyeluruh dan diharapkan bisa
harus dianggap sebagai teks sastra suci. Oleh karenanya, agar bisa memahami ayat al-
(al-manha>j al-adabi>) yaitu corak tafsir yang berusaha menjelaskan ayat-ayat al-
Qur’an dengan menguraikan aspek kebahasaan dari pada pesan pokok dari ayat yang
ditafsirkan.
Salah satu murid al-Khu>li> adalah Aishah Abdurrahma>n atau lebih dikenal
dengan Bintu al-Sha>t}i’ (w. 2000) sekaligus istri setianya dalam salah satu karya
Sha>t}i’ secara konsisten menerapkan metode yang digagas oleh al-Khu>li> yang
teks al-Qur’an saling menjelaskan satu sama lainnya. Pembebasan terhadap al-Qur’an
ini bukan berarti memahami teks tanpa menggunakan perangkat, akan tetapi setelah
pertautan antara satu teks dengan teks yang lainnya diketahui, maka cara kemudian
13
yang dikedepankan adalah pelacakan makna yang dikehendaki teks dengan analisis
susunan kalimat yang penuh dengan mukjizat dan keagungan yang terkadang
terdapat ayat yang pemahamannya tidak dapat dicapai oleh akal manusia.
jenisnya, secara garis besarnya akan bertumpu pada dua metode yaitu:
4
Ali Mahfudz, “Tafsir al-Lughawi>: Histori dan Penerapannya”. Jurnal Tafsir. Vol 04, No.
02, (2018). hlm 186-191.
5
Dewi Murni. “Tafsir dari Segi Coraknya”. Jurnal Syahadah. Vol. 8. No.1, (April 2020). Hlm
65.
14
saja semisal salah satu aspek balaghah (ma’any, bayan dan badi’), amtsal dan
Rahman binti al-syathi dan tafsir-tafsir yang telah dijelaskan jenis tafsir
balaghah.
3. Metode Muqaran
sistematika atau gaya bahasa al-Qur’an. Metode ini erat kaitannya dengan
bentuk dan jenis. Ada yang khusus membahas aspek nahwu, munasabah dan balaghah
saja dan ada pula yang membahas linguistik dengan mengkalaborasikan bersama
6
Tafsir Lughawi, http://tafsirhaditsuinsgdbdgangkatan2009.blogspot.com/2012/10/tafsir-
lughawy.html, diakses pada tanggal 22 April 2022.
15
corak-corak yang lain. Untuk lebih jelasnya tentang jenis dan macam-macam tafsir
lughawi>> yang pokus membahas aspek makna kata, isytiqaq dan korelasi
3. Tafsir Munasabah, yaitu tafsir lughawi>> yang lebih menekankan pada aspek
dari akar kata kemudian dikaitkan antara satu makna dengan makna yang
16
bint al-Syathi’.
itu tafsir lughawi>> memiliki beberapa peran yang mencakup berbagai aspek,
diantaranya :
1. Aspek ‘ilmi (sains), seperti dalam menafsirkan surah al-Furqan ayat 53 yang
menunjukkan adanya pemisah antara air tawar dan asin melalui pendekatan
bahasa yang ditunjukkan dengan kata “dinding dan batas yang tidak
tembus”. Begitu pula lafal لطان// سdalam Qs. al-Rahma>n ayat 33, sebagian
pakar mengatakan bahwa seseorang mampu mencapai luar angkasa dengan
سلطان.
2. Aspek fiqh (hukum) seperti ketika menafsirkan kalimat وأرجلكم dalam
masalah wudhu’ Qs. al-Maidah ayat 6, jika dibaca manshub (harkat fathah)
maka yang wajib dilakukan pada kaki ketika berwudhu’ adalah membasuh
bukan mengusap, tetapi jika majrur (harkat kasrah) maka yang wajib hanya
mengusap.
3. Aspek theology seperti pada saat menafsirkan تعني//اك نس//د وإي//اك نعب//إي dengan
didahulukannya lafal إياكdari lafal نعبد, berarti dalam beribadah tidak boleh
7
Abdurrohim Harahap. “Pengertian Tafsir Lughawi”, Jurnal ilmiah, No. 1 (2012), hlm. 12.
17
1. Penyajian teks yang lebih cermat terhadap makna yang tersirat dalam
memahami al-Qur’an.
2. Kaya akan pengetahuan bahasa Arab baik dari segi penyusunan, indikasi
memahami al-Qur’an.
pengetahuan akal dan serta jiwa, seperti etika, seni, dan imajinasi.
6. Mengikat mufassir dalam bingkai teks ayat-ayat al qur’an yang hanya dinilai
yang jelas dan terarah, sehingga meminimalisir adanya penafsiran yang tidak
terkendali.
8
Dewi Murni. “Tafsir dari Segi Coraknya”. Jurnal Syahadah. Hlm 68.
18
A. Kesimpulan
sudah ada semenjak Nabi Muhammad saw, namun dalam jumlah yang sangat sedikit
yaitu ketika sebagian sahabat tidak dapat memahami makna kata dalam ayat al-
Qur’an. Tafsir al-lughawi>>> tidak hanya berhenti pada masa Nabi saw. Setelah
beliau wafat, para sahabat juga menggunakan perangkat bahasa untuk memahami
hal ini nampak dalam perbedaan penafsiran mereka terhadap kata ‘as‘as dalam QS.
al-Takwi>r: 17. Setelah masa tabi’in, dalam kitab al-Manhaj al-Baya>ni> fi>
Tafsi>r alQur’a>n al-Kari>m, Bab al-‘Iya>t} Nuruddin membagi periode tafsir al-
dipahami dengan sima’i , dan Tidak bisa dipahami melalui i’rab semata.dan Dalam
Metode penyajian atau penulisan dalam tafsir lughawi>> secara garis besarnya
20
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu metode tahlili (analisis), metode maudu’i
(tematik),
21
dan metode muqaran. Sedangkan jenis dan macam-macam tafsir lughawi>> terbagi
menjadi beberapa bagian, yaitu Tafsir nahwu atau i’rab al-Qur’an, Tafsir Sharaf atau
mencakup berbagai aspek, diantaranya Aspek ‘ilmi (sains), Aspek fiqh (hukum), dan
Aspek theology.
Beberapa kelebihan dari tafsir lughawi>>, yaitu Penyajian teks yang lebih
cermat terhadap makna yang tersirat dalam memahami al-Qur’an. Kaya akan
pengetahuan bahasa Arab baik dari segi penyusunan, indikasi huruf, dan semua hal
yang berkaitan dengan aspek linguistik. Sedangkan terdapat pula beberapa limtasi
penafsirannya cenderung hampa akan penyajian konteks ruang dan waktu. Dan
B. Saran
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari para pembaca terutama Dosen Pengampu mata kuliah Mazahibut
Tafsir agar dalam pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Atas kritik dan