Anda di halaman 1dari 25

TAFSIR LUGHAWI>>>

MAKALAH
Diajukan Sebagai Bahan Presentasi Untuk Memenuhi Tugas
Pada Mata Kuliah “Mazahibut Tafsir”
Semester 6 (enam) Tahun Akademik 2022

Oleh:
Kelompok XI
SHALSABILA OKTAFIANI
30300119083

MUHAMMAD ASHABUL YAMIN GALIB


30300119101

YUSTIKA
30300119105

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. M. Ghalib M, M.A.

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah

Swt. yang karena limpahan rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan serta

pengetahuan sehingga makalah Mazahibut Tafsir tentang “Tafsir Lughawi>>” ini

dapat terselesaikan dengan baik. Besar harapan kami agar makalah yang telah kami

susun dan rampungkan ini dapat memperluas dan membuka pemahaman pengetahuan

dan wawasan rekan-rekan mahasiswa.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini bukan hanya karena

usaha keras dari kami sendiri, akan tetapi karena adanya dukugan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, kami ingin berterima kasih kepada orang tua yang senantiasa

mendukung kami dan kepada dosen pembimbing kami yakni Prof. Dr. H. M Galib M,

M. A. atas arahannya dalam tugas makalah kami ini. Kami sebagai penyusun

menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih perlu banyak perbaikan dan jauh

dari kesempurnaan. Karenanya, kami memohon maaf bila terdapat kesalahan dan

kami sangat terbuka menerima kritik dan saran. Akhirnya kami berharap semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya Mahasiswa Qur’an dan

Tafsir. Sekian dan terima kasih.

Wassalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Gowa, 24 April 2022

Kelompok 11

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................2

C. Tujuan Penulisan................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................4

A. Definisi Tafsir Lughawi>>.................................................................................4

B. Sejarah Perkembangan Tafsir Lughawi>>........................................................5

C. Karakteristik Tafsir Lughawi>>......................................................................12

D. Metode Penyajian Tafsir Lughawi>>..............................................................13

E. Jenis-jenis Tafsir Lughawi>> Beserta Contoh Kitabnya................................14

F. Peran dan Pengaruh Tafsir Lughawi>>..........................................................15

G. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Lughawi>>...............................................16

BAB III PENUTUP.....................................................................................................18

A. Kesimpulan.......................................................................................................18

B. Saran.................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk untuk memperdalam pemahaman dan

penghayatan tentang Islam. ulama bertanggung jawab dan berkewajiban untuk

memperkenalkan al-Qur’an dan menyuguhkan pesan-pesan yang tersimpan di balik

setiap untaian mutiara kata sejalan dengan perkembangan masyarakat, sehingga al-

Qur’an benar-benar berfungsi sesuai menurut semestinya. Untuk menyampaikan

pesan-pesan al-Qur’an tersebut, ulama menempuh berbagai cara dan beberapa metode

dan corak penyajiannya.

Melihat kepada metode yang digunakan ulama dalam menafsirkan al-Qur’an,

ada dalam bentuk ijmali atau mengungkap makna al-Qur’an secara global saja, ada

yang menafsirkan secara rinci dan runtut, dan ada juga yang menafsirkan berdasarkan

topik tertentu, dan bahkan ada yang membandingkan pendapat ulama tentang

pemahaman ayat yang sama, membandingkan antara ayat yang mirip atau ayat

dengan hadis. Begitu juga corak yang digunakan mufassir dalam menafsirkan al-

Qur’an, mufassir menyampaikan pesan al-Qur’an itu sesuai dengan kapasitas ilmu

yang mereka miliki. Maka muncullah buku- buku tafsir dengan berbagai corak sesuai

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan bidang ilmu yang mereka tekuni.1

Begitu juga corak yang digunakan mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an, mufassir

menyampaikan pesan al-Qur’an itu sesuai dengan kapasitas ilmu yang mereka

1
Raja Muhammad Kadri, “Tafsir Tarbawi Sebagai Salah Satu Corak Varian Tafsir”, Jurnal
Ilmu Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 8 No. 1 (2020), hlm. 18.

1
2

miliki. Salah satu metode pendekatan yang sangat signifikan adalah dengan

menggunakan pendekatan linguistik atau yang lebih dikenal dengan istilah tafsir

lughawi>>. Tafsir lughawi>> sangat diperlukan dalam memahami al-Qur’an, karena

Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab yang penuh dengan sastra, balaghah, fashahah,

bayan, tamsil dan retorika, dan al-Qur’an juga diturunkan pada masa kejayaan syair

dan linguistik. Bahkan pada awal Islam, sebagian orang masuk Islam hanya karena

kekaguman linguistik dan kefashihan al-Qur’an.2

Maka dalam makalah ini akan menjelaskan beberapa poin penting mengenai

tafsir lughawi>>.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan tafsir lughawi>> ?

2. Bagaimana sejarah perkembangan tafsir lughawi>>?

3. Bagaimana karateristik serta metode penyajian / penyusunan tafsir

lughawi>>?

4. Apa saja jenis-jenis tafsir lughawi>>?

5. Bagaimana peran dan pengaruh tafsir lughawi>>?

6. Apa kelebihan dan keterbatasan/kekurangan tafsir lughawi>>?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat ditentukan tujuan

penulisannya sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui definisi tafsir lughawi>>.

2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan tafsir lughawi>>.

2
Syafrijal, “Tafsir Lughawi”. Jurnal Al-Ta’lim, Vol. 1, No. 5, (2013), hlm. 422.
3

3. Untuk mengetahui karakteristik serta metode penyajian atau penyusunan tafsir

lughawi>>.

4. Untuk mengetahui jenis-jenis tafsir lughawi>>.

5. Untuk mengetahui peran dan pengaruh tafsir lughawi>>.

6. Untuk mengetahui kelebihan serta kekurangan tafsir lughawi>>.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tafsir Lughawi>>

Tafsir lughawi>> terdiri dari dua kata, yaitu tafsir dan lughawi>>. Tafsir

yang akar katanya berasal dari ‫ فسر‬bermakna keterangan dan penjelasan. Kemudian
‫ فعل‬yang berarti menjelaskan atau menampakkan sesuatu.
lafal itu diikutkan wazan

Lughawi>> berasal dari kata ‫ لغى‬yang berarti gemar dan menetapi sesuatu. Manusia

yang gemar dan menetapi atau menekuni kata-kata yang digunakannya maka kata –

kata itu disebut lughah.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa yang

dimaksud dengan tafsir lughawi>> adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-

makna al-Qur’an dengan menggunakan kaedah-kaedah kebahasaan, atau lebih

simpelnya tafsir lughawi>> adalah menjelaskan al-Qur’an melalui interpretasi

semiotik dan semantik yang meliputi etimologis, morfologis, leksikal, gramatikal dan

retorikal. Dengan demikian, maka tafsir lughawi>> itu merupakan tafsir al-Qur’an

yang menjelaskan ayat-ayat suci al-Qur’an lebih banyak difokuskan kepada bidang

bahasa. Maksudnya tafsir yang mengkaji al-Qur’an dari segi nahwu, sharaf, balaghah

(ma’any, bayan dan badi’) dan lain sebagainya yang notabenya adalah memahami

ayat-ayat al-Qur’an dengan pendekatan ilmu bahasa, maka seseorang yang ingin

menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan bahasa harus mengetahui bahasa yang

digunakan al-Qur’an yaitu bahasa arab dengan segala seluk-beluknya, yang terkait

dengan nahwu, balaghah dan sastranya. 3

3
Syafrijal, “Tafsir Lughawi”. Jurnal Al-Ta’lim, Vol. 1, No. 5, (2013), hlm. 422.

4
5

B. Sejarah Perkembangan Tafsir Lughawi>>

Apabila mengkaji sejarah tafsi>r al-lughawi>>>, maka benih-benih tafsir ini

sudah ada semenjak Nabi Muhammad saw, namun dalam jumlah yang sangat sedikit

yaitu ketika sebagian sahabat tidak dapat memahami makna kata dalam ayat al-

Qur’an, seperti contoh tafsir Nabi terhadap kata wasat}an dalam QS. al-Baqarah (2):

143:

‫ول َعلَ ۡي ُكمۡ َش ِهيدٗ ۗا‬


ُ ‫ٱلر ُس‬ ِ ‫ك َج َع ۡل ٰنَ ُكمۡ َُّأم ٗة َو َسطٗا لِّتَ ُكونُواْ ُش َه َدٓاءَ َعلَى ٱلن‬
َّ ‫َّاس َويَ ُكو َن‬ ِ
َ ‫َو َك َٰذل‬
Nabi menafsirkan kata wasat}an dengan kata ‘adl. Seorang sahabat bernama

‘Adi> bin Ha>t}im menanyakan maksud dari al-khait al-abyad}u dan al-khaith al-

aswad dalam QS. al-Baqarah (2): 187 kepada Nabi saw, kemudian dijawab oleh

beliau dengan bayad} al-naha>r wa sawad al-lai>l. Tafsir al-lughawi>>> tidak

hanya berhenti pada masa Nabi saw. Setelah beliau wafat, para sahabat juga

menggunakan perangkat bahasa untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an. Contohnya

seperti perbedaan penafsiran sahabat terhadap kata al-qur’u pada Q.S. al-Baqarah (2):

228:

ٖۚ‫ص َن بَِأن ُف ِس ِه َّن َث ٰلَثَةَ ُقُر ٓوء‬ ۡ


ُ ‫َوٱل ُمطَلَّ َٰق‬
ۡ َّ‫ت َيَتَرب‬
Sebagian sahabat, diantaranya ‘Umar bin al-Khat}t}ab, Ubay bin Ka’ab,

Abdullah bin Mas’u>d, Ali> bin Abi> T{a>lib, Abu> Mu>sa> al-Ash’a>ri>, dan

Ibnu ‘Abba>s menafisrkannya dengan haid (al-haid}u). Sedangkan sahabat lainnya

seperti Zai>d bin Tha>bit, ‘Aishah, Mu’a>wiyah bin Abi> Sufya>n, dan Abdullah

bin ‘Umar menafsirkannya dengan suci (al-t}uh{ru).

Salah satu generasi penerus yang melakukan penafsiran seperti yang

dilakukan Nabi adalah Abdullah bin ‘Abba>s (w 68 H). Interpretasi yang diberikan

Ibnu ‘Abba>s yang bisa dijadikan sebagai awal pula penafsiran yang mengangkat
6

sastra Arab sangat banyak, seperti contohnya dalam hal ki>nayah yaitu kosa kata al-

rafath dalam QS. al-Baqarah (2): 187: “uhilla lakum lailat al-s}iya>mu al-rafathu

ila> nisa>’ikum”. Penjelasan Ibnu ‘Abba>s terhadap kata al-rafath adalah al-

muba>sharah, yang mengandung arti hubungan seksual antara suami istri.

Praktik tafsir al-lughawi>>> berikutnya diteruskan oleh tabi’in, hal ini

nampak dalam perbedaan penafsiran mereka terhadap kata ‘as‘as dalam QS. al-

Takwi>r: 17. Sebagian tabi’in menafsirkannya dengan “adbara” diantaranya al-

Dhahha>k bin Muza>him, Qata>dah dan Ibnu Zai>d. Sebagian lainnya

menafsirkannya dengan “aqbala” diantaranya al-Muja>hid, al-H{asan al-Bas}ri>,

‘At}iyyah al-‘Ufi.

Contoh lain penafsiran Muja>hid terhadap QS. al-Kahfi (18): 34:


۠ ِ ‫ َف َق َال لِص‬ٞ‫و َكا َن لَهۥ مَثَر‬
٣٤ ‫َأعُّز نَ َفرا‬ َ ‫ٰحبِ ِهۦ َو ُه َو حُيَا ِو ُرهۥُٓ َأنَا ۡكََأثُر ِم‬
َ ‫نك َماال َو‬ َ ُ َ
Kata thamar yang semula atau bermakna dasar buah diartikan oleh Muja>hid

sebagai emas dan perak. Secara semantik, antara emas dan perak di satu sisi dengan

buah di sisi yang lain tidak memiliki relasi medan semantik karena kedua-duanya

memiliki arti baik denotatif maupun konotatif. Dalam konteks ayat ini, Muja>hid

melakukan peralihan makna dari makna dasar ke makna relasional berdasarkan

konteks pembicaran ayat secara keseluruhan. Sarjana yang lain yaitu Qata>dah (w

117 H) yang merupakan murid Ibnu ‘Abba>s. Popularitasnya dalam bidang kajian al-

Qur’an terletak, salah satunya, pada kepiawaiannya menjelaskan makna al-Qur’an

yang kemudian banyak dirujuk dan dijadikan sebagai panutan oleh generasi

setelahnya. Perhatian Qata>dah, salah satunya, terhadap kosa kata yang ada dalam al-

Qur’an dan mengakui adanya sinonimitas kosa kata al-Qur’an dengan kosa kata

dalam keseharian bahasa Arab. Salah satu contohnya adalah kata al-mukhbitin dalam
7

QS. ({22): 34 ‚orang-orang yang tunduk‛ disinonimkan dengan al-mutawa>d}i’i>n

dan contoh lainnya.

Setelah masa tabi’in, dalam kitab al-Manhaj al-Baya>ni> fi> Tafsi>r

alQur’a>n al-Kari>m, Bab al-‘Iya>t} Nuruddin membagi periode tafsir al-

lughawi>>> menjadi dua, yaitu:

1. Periode Pembentukan (Marhalah al-Takwi>n)

Tokoh-tokoh yang termasuk dalam periode ini, diantaranya:

a. Muqa>til bin Sulaima>n (w 150 H)

Babak awal dalam kesadaran semantik dalam jagad penafsiran al-

Qur’an adalah bersama dengan sarjana yang bernama Muqa>til bin

Sulaima>n. Karyanya yang menjadi fokus ulasan sebagai babak awal dari

kesadaran semantis tersebut adalah al-Ashba>h wa al-Naz}a>’ir fi> al-

Qur’a>n al-Kari>m dan Tafsir Muqa>til bin Sulaima>n. Ia menegaskan

bahwa setiap kata dalam al-Qur’an di samping memiliki arti yang definit juga

memiliki beberapa alternatif makna lainnya. Contohnya seperti kata al-maut

yang memiliki arti dasar mati. Menurutnya, dalam konteks pembicaraan ayat,

kata ini mempunyai lima wajah. Empat wajah (arti alternatif) merupakan

makna cabang seperti tetes yang belum dihidupkan, manusia yang salah

beriman, tanah gersang dan tandus serta ruh yang hilang. Sedangkan satu

makna merupakan makna asli, yaitu perginya ruh karena ajal telah datang dan

tidak bisa kembali ke dunia, seperti yang tertera dalam QS. al-Zumar: 30, QS.

al-Anbiya>’: 35.

b. Ha>run ibnu Mu>sa> (w 170 H)


8

Dalam karyanya berjudul al-Wuju>h wa al-Naz}a>’ir fi> al-Qur’a>n

al-Kari>m. Kata wajh dalam karya ini dimaksudkan sebagai makna yang

dikembangkan dari sebuah kosa kata. Di samping kosa kata sebagai faktor

penentu makna adalah konteks linguistik serta struktur atau sintaksis.

c. Abu> Zakariya> Yahya> bin Ziya>d al-Farra>’ (w 207 H)

Dalam kitabnya Ma’a>ni> al-Qur’a>n. Ia adalah orang pertama yang

mengkaji al-Qur’an di masjid Baghdad. Ia juga termasuk salah satu dari murid

al-Kisa>’i> (salah satu al-qurra>’ al-sab’ah) yang terkenal. Dalam kitabnya,

ia sangat memperhatikan aspek qira>’a>t al-Qur’an dalam menafsirkan al-

Qur’an.

d. Abu> ‘Ubaidah Ma’mar bin al-Muthanna> (w 215 H)

Dalam kitabnya Maja>z al-Qur’a>n. Ia sangat memperhatikan gaya

bahasa al-Qur’an dari segi balaghah-nya.

e. Al-Ja>hiz} (w 255 H)

Ia menulis kitab al-Hayawa>n, Rasa>’i>l al-Ja>hiz}, al-Baya>n wa

al-Tabyi>n, al-Bukhala>, al-Usmaniyya dan lain lain. Menurut T{a>ha>

Husain (w 1973 H), al-Ja>hiz} dianggap sebagai muassis ilmu Baya>n

al-‘Arabi>. Ia juga dianggap memiliki andil besar dalam penerapan baya>n

dan bala>ghah dalam penafsiran al-Qur’an. Dalam Rasa>’il al-Ja>hiz}, ia

mendiskusikan beberapa ayat yang olehnya dijadikan sebagai contoh atau

representasi nuansa makna yang berbilang dari kosa kata. Salah satunya yang

menonjol adalah nafkh al-ru>h dalam Q.S. al-Nisa>’ (4): 171, al-Anbiya>’

(21): 92, al-Sajdah (32): 9, al-Tahri>m (66): 12. Al-Qur’an menyebutkan kata

ini dalam konteks yang berbeda-beda, yang oleh al-Ja>hiz} diistilahkan


9

dengan ruang semantis yang bisa mempengaruhi makna tersebut. Menurutnya,

kata ruh asal-muasalnya berarti jiwa dan dzat Tuhan ketika kata tersebut

dirangkaikan dengan kata Tuhan. Demikian pula, kata ini berarti juga al-

Qur’an itu sendiri khususnya dalam konteks QS. al-Shu>ra> (42): 52

‚wakadha>lika auhaina> ilaika ru>han min amrina>, QS. al-Qadar (97): 4,

tanazzalul malaikatu wa al-ru>hu fi>ha>. Meskipun kedua kata dalam surat

ini ditafsirkan dan dipahami oleh para mufassir sebagai jiwa dan ruh, namun

menurutnya kata tersebut dalam konteks dua ayat tetap diartikan sebagai al-

Qur’an karena jiwa dalam kedua ayat tersebut bukanlah sembarang jiwa,

melainkan memiliki implikasi aspek yang dalam dari wahyu, yakni ruh Tuhan.

f. ‘Abdu al-Qa>hir al-Jurja>ni> (w 471 H)

Ia meletakkan dasar-dasar ilmu balaghah dalam dua kitabnya,

Dala>’il al-I’ja>z dan Asra>r al-Bala>ghah. Dalam kitab Asra>r al-

Bala>ghah, ia menjelaskan ilmu bayan dan dalam kitab Dala>’il al-I’ja>z, ia

menjelaskan ilmu Ma’a>ni. Baginya, majaz yang ada dalam al-Qur’an adalah

petunjuk bagi kemukjizatan al-Qur’an.

2. Periode Penguatan/Pemakuan (Marhalah al-Ta’s}i>l)

Tokoh yang termasuk dalam periode ini adalah al-Zamakhshari> (w 538 H).

Tafsir al-Kashsha>f yang disusunnya merupakan salah satu kitab tafsir yang

menekankan pada aspek-aspek bala>ghah. Ia dipandang sebagai ulama yang telah

ikut memberikan kontribusinya dalam mengembangkan teori-teori ilmu Bayan.

Dalam perkembangannya, ilmu Bayan mencapai puncak kemajuannya pada masa

Zamakhshari>. Bayan menurutnya, merupakan salah satu ilmu bahasa Arab yang

penting dan harus dikuasai oleh seorang mufassir. Tanpa ilmu itu, menurutnya,
10

seorang mufassir tidak dapat melakukan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an

dengan baik dan benar. Apa yang dikatakannya terlihat jelas ketika ia

mengaplikasikan teoriteori ilmu Bayan dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’an.

Ilmu Bayan baginya sangat fungsional dan dapat digunakan untuk menganalisis ayat-

ayat al-Qur’an. Sebagai seorang mufassir, ia telah menggunakan teori-teori al-

baya>n itu untuk menerangkan maksud-maksud yang dikandung oleh ayat-ayat al-

Qur’an. Sedangkan sebagai seorang mufassir yang menganut paham muktazilah, ia

telah mampu menggunakan ilmu Bayan itu sebagai alat untuk menafsirkan ayat-ayat

al-Qur’an agar sesuai dengan prinsip-prinsip muktazilah yang dianutnya. Menurut

Ahmad Thib Raya, teori-teori al-baya>n bagi Zamakhshari>, jika dikaitkan dengan

aplikasinya dalam tafsir al-Kashsha>f, mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi

interpretatif dan fungsi argumentatif. Fungsi pertama menunjukkan bahwa teori-teori

itu digunakan semata-mata untuk menjelaskan dan menerangkan pengertian ayat-ayat

al-Qur’an dilihat dari kacamata ilmu Bayan tanpa dikaitkan dengan pandangan atau

paham yang dianut oleh al- Zamakhshari> sendiri. Adapun fungsi kedua

menunjukkan bahwa teori-teori bayan itu tidak hanya digunakan menerangkan

maksud-maksud yang dikandung oleh ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi lebih dari itu

digunakan untuk memberi legitimasi dan justifikasi agar pandangan-pandangan

muktazilah yang dianutnya tidak bertentangan dengan teks ayat.

3. Periode Pembaharuan (Marhalah al-Tajdid)

Puncak aliran sastra di dalam menafsirkan Al-Qur’an dicapai oleh Ami>n al-

Khu>li> (w. 1967 M). Beliau adalah guru besar kajian al-Qur’an di Universitas

Cairo. Ia meniti jalan pembaruan metodologi penafsiran. Walaupun Ami>n al-Khu>li

tidak pernah menerbitkan karya-karya tafsir, namun tulisannya mengenai Al-Qur’an,


11

Mana>hij al-Tajdi>d, sangat signifikan peranannya. Puncak aliran sastra di dalam

menafsirkan Al-Qur’an dicapai oleh Ami>n al-Khu>li (w. 1967 M). Teori-teori

penafsiran Ami>n al-Khu>li ini kemudian terapkan oleh Bint al-Sha>t}i’ dalam al-

Tafsi>r al-Baya>ni> li al-Qur’a>n al-Kari>m.

Menurut Ami>n al-Khu>li, al-Qur’an adalah kitab berbahasa Arab yang

terhebat. Salah satu tesisnya menyatakan bahwa al-Qur’an adalah karya kesusastraan

Arab yang terbesar. Al-Qur’an telah membuat bahasa Arab tidak pernah mati, dan

bersamaan dengan statusnya sebagai bahasa yang telah dipilih Tuhan untuk

menyampaikan pesan-pesan Ilahiah-Nya, menjadikan al-Qur’an sendiri sebagai

sesuatu yang tak kenal kering.

Keseriusan Ami>n al-Khu>li dalam mengkaji al-Qur’an, tidak bisa dilepaskan

dari kajian-kajiannya terhadap bahasa dan sastra Arab. Salah satu karyanya yang

paling penting yang berbicara dengan sastra dan kritik sastra adalah fi> al-Adab al-

Mis}ri> (1943) dan Fann al-Qau>l (1947). Dua buku tersebut mencerminkan

keseriusan al-Khu>li dalam memberikan ‚cara baca‛ dan ‚cara baca baru‛ terhadap

dunia sastra Arab. Walaupun ia sendiri tidak pernah menulis sebuah tafsir al-Qur’an,

namun di dalam tulisan-tulisannya mengenai tafsir al-Qur’an dan sejarah ia telah

mengembangkan sebuah teori mengenai hubungan antara filologi dan penafsiran al-

Qur’an yang sangat berpengaruh di Mesir. Menurut al-Khu>li bahwa idealnya studi

tafsir Al-Qur’an, metode yang tepat untuk mengkajinya adalah: Pertama, tentang

latar belakang historis dan situasi-situasi asal atau dalam kasus al-Qur’an,

penjelmaannya di bumi melalui pewahyuan harus dieksplorasikan. Oleh karena itu,

seseorang harus mengkaji tradisi-tradisi keagamaan dan kultural, situasi sosial bangsa

Arab terdahulu, dan kronologi penyampaian teks Al-Qur’an dan lainnya. Kedua,
12

dengan memperhatikan seluruh pengetahuan yang relevan dan dihimpun dalam

metode penafsiran, sehingga seseorang harus menetapkan makna yang tepat untuk

kata perkata teks Al-Qur’an. Oleh karena itu, pertama-tama menetapkan makna literal

yang benar dengan menggunakan seluruh bahan sejarah dan yang lainnya. Dan untuk

memahami al-Qur’an secara sempurna, kita harus mengetahui sejauh mungkin

mengenai bangsa Arab dan zamannya tersebut.

Al-Khu>li> menawarkan metode tafsir yang lebih dikenal dengan tafsir satra

terhadap al-Qur’an (al-Tafsi>r al-Adabi> li al-Qur’a>n). Metode ini sasarannya

adalah untuk mendapatkan pesan al-Qur’an secara menyeluruh dan diharapkan bisa

terhindar dari tarikan-tarikan individual-ideologis dan politik kekuasan. Al-Qur’an

harus dianggap sebagai teks sastra suci. Oleh karenanya, agar bisa memahami ayat al-

Qur’an secara proporsional, seseorang harus menempuh metode pendekatan sastra

(al-manha>j al-adabi>) yaitu corak tafsir yang berusaha menjelaskan ayat-ayat al-

Qur’an dengan menguraikan aspek kebahasaan dari pada pesan pokok dari ayat yang

ditafsirkan.

Salah satu murid al-Khu>li> adalah Aishah Abdurrahma>n atau lebih dikenal

dengan Bintu al-Sha>t}i’ (w. 2000) sekaligus istri setianya dalam salah satu karya

tafsirnya yang berjudul al-Tafsi>r al-Baya>ni> li al-Qur’a>n al-Kari>m . Bintu al-

Sha>t}i’ secara konsisten menerapkan metode yang digagas oleh al-Khu>li> yang

diantaranya adalah membiarkan al-Qur’an berbicara tentang dirinya, karena dalam

teks al-Qur’an saling menjelaskan satu sama lainnya. Pembebasan terhadap al-Qur’an

ini bukan berarti memahami teks tanpa menggunakan perangkat, akan tetapi setelah

pertautan antara satu teks dengan teks yang lainnya diketahui, maka cara kemudian
13

yang dikedepankan adalah pelacakan makna yang dikehendaki teks dengan analisis

linguistik dan sastra.4

C. Karakteristik Tafsir Lughawi>>

Berangkat dari definisi tafsir lughawi>>, maka dapat ditarik beberapa

karakteristik yang mendominasi dalam tafsir lughawi>>,5 diantaranya :

1. Mencakup ayat-ayat gharib al-Qur’an yang didalamnya terdapat lafadz

mubham, mubadalah, hazaf, idhmar, taqdim, dan takhir, dimana dalam

penafsirannya tidak boleh ditafsirkan sesuai dengan makna zahir atau

pemahaman orang Arab saja untuk menghindari kecenderungan penafsiran

dengan ra’yi semata.

2. Penafsiran lughawi>> cenderung dipahami dengan sima’i (banyak

mendengar), sehingga dengan proses sima’i yang terus menerus disertai

perenungan akan membawa pada pemahaman batin.

3. Tidak bisa dipahami melalui i’rab semata, dikarenakan al-Qur’an mempunyai

susunan kalimat yang penuh dengan mukjizat dan keagungan yang terkadang

terdapat ayat yang pemahamannya tidak dapat dicapai oleh akal manusia.

D. Metode Penyajian Tafsir Lughawi>>

Metode penyajian atau penulisan dalam tafsir lughawi>> dengan berbagai

jenisnya, secara garis besarnya akan bertumpu pada dua metode yaitu:

1. Metode Tahlili (analisis)

4
Ali Mahfudz, “Tafsir al-Lughawi>: Histori dan Penerapannya”. Jurnal Tafsir. Vol 04, No.
02, (2018). hlm 186-191.
5
Dewi Murni. “Tafsir dari Segi Coraknya”. Jurnal Syahadah. Vol. 8. No.1, (April 2020). Hlm
65.
14

Metode tahlili merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh

tafsir-tafsir klasik dan sebagian tafsir kontemporer seperti Tasir al-jalalain

karya al-mahally dan al-suyuthi, al-kasyyaf karya al-Zamakhsyari (w. 538 H/

1143 M), Tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab.

2. Metode maudu’i (tematik)

Tafsir lughawi>> yang menggunakan metode tematuk, biasanya tafsir

yang muncul dibelakangan yang mencoba membahas aspek-aspek tertentu

saja semisal salah satu aspek balaghah (ma’any, bayan dan badi’), amtsal dan

surah-surah tertentu seperti Tafsir al-Bayan al-Qur’an karya Aisyah Abd

Rahman binti al-syathi dan tafsir-tafsir yang telah dijelaskan jenis tafsir

balaghah.

3. Metode Muqaran

Tafsir lughawi>> yang menggunakan metode muqaran (komparatif)

adalah tafsir yang biasanya ingin mengungkapkan segi-segi keindahan

sistematika atau gaya bahasa al-Qur’an. Metode ini erat kaitannya dengan

tafsir maudu’i dimana seorang mufassir mengumpulkan ayat-ayat yang sama

redaksinya atau berlawanan.6

E. Jenis-jenis Tafsir Lughawi>> Beserta Contoh Kitabnya

Tafsir lughawi>> dalam perkembangannya, juga memiliki beberapa macam

bentuk dan jenis. Ada yang khusus membahas aspek nahwu, munasabah dan balaghah

saja dan ada pula yang membahas linguistik dengan mengkalaborasikan bersama

6
Tafsir Lughawi, http://tafsirhaditsuinsgdbdgangkatan2009.blogspot.com/2012/10/tafsir-
lughawy.html, diakses pada tanggal 22 April 2022.
15

corak-corak yang lain. Untuk lebih jelasnya tentang jenis dan macam-macam tafsir

lughawi>>, akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Tafsir nahwu atau i’rab al-Qur’an, yaitu tafsir yang hanya pokus membahas

i’rab (kedudukan) setiap lafal al-Qur’an, seperti kitab al-Tibyan fi I’rab al-

Qur’an karya Abdullah bin Husain al-‘Akbary (w. 616 H)

2. Tafsir Sharaf atau morpologi (semiotik, dan semantik), yaitu tafsir

lughawi>> yang pokus membahas aspek makna kata, isytiqaq dan korelasi

antarkata seperti Tafsir al-Qur’an Karim karya Quraish Shihab, Konsep Kufr

dalam al-Qur’an karya Harifuddin Cawidu.

3. Tafsir Munasabah, yaitu tafsir lughawi>> yang lebih menekankan pada aspek

korelasi antarayat atau surah, seperti Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa

al-Suwar karya Burhanuddin al-Buqa’y (w. 885), Mafatih al-Ghaib karya

Fakhruddin al-Razy (w. 606), Tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab, dll.

4. Tafsir al-amtsal (alegori), yaitu tafsir yang cenderung mengekspos

perumpamaan-perumpamaan dan majaz dalam al-Qur’an seperti kitab al-

Amtsal min al-Kitab wa al-Sunnah karya Abdullah Muhammad bin Ali al-

Hakim al-Turmudzi (w. 585 H), Amtsal al-Qur’an karya al-Mawardi (w. 450

H), Majaz al-Qur’an karya Izzuddin Abd Salam (w. 660 H)

5. Tafsir Balaghah yang meliputi tiga aspek yaitu:

a. Tafsir Ma’an al-Qur’an, yaitu tafsir yang khusus mengkaji makna-makna

kosa kata al-Qur’an atau terkdang disebut ensiklopedi praktis seperti

kitab Ma’an al-Qur’an, karya Abd Rahim Fu’dah.

b. Tafsir Bayan al-Qur’an, yaitu tafsir yang mengedapankan penjelasan lafal

dari akar kata kemudian dikaitkan antara satu makna dengan makna yang
16

lain seperti kitab Tafsir al-Bayani al-Qur’an karya Aisyah Abd Rahman

bint al-Syathi’.

c. Tafsir badi’ al-Qur’an, yaitu tafsir yang cenderung mengkaji al-Qur’an

dari aspek keindahan susunan dan gaya bahasanya, seperti Badi’ al-

Qur’an karya Ibn Abi al-Ishba’ al-Mishry (w. 654 H)7

F. Peran dan Pengaruh Tafsir Lughawi>>

Bahasa merupakan penghubung untuk mengetahui suatu makna, oleh karena

itu tafsir lughawi>> memiliki beberapa peran yang mencakup berbagai aspek,

diantaranya :

1. Aspek ‘ilmi (sains), seperti dalam menafsirkan surah al-Furqan ayat 53 yang

menunjukkan adanya pemisah antara air tawar dan asin melalui pendekatan

bahasa yang ditunjukkan dengan kata “dinding dan batas yang tidak

tembus”. Begitu pula lafal ‫لطان‬//‫ س‬dalam Qs. al-Rahma>n ayat 33, sebagian
pakar mengatakan bahwa seseorang mampu mencapai luar angkasa dengan

‫سلطان‬.
2. Aspek fiqh (hukum) seperti ketika menafsirkan kalimat ‫وأرجلكم‬ dalam

masalah wudhu’ Qs. al-Maidah ayat 6, jika dibaca manshub (harkat fathah)

maka yang wajib dilakukan pada kaki ketika berwudhu’ adalah membasuh

bukan mengusap, tetapi jika majrur (harkat kasrah) maka yang wajib hanya

mengusap.

3. Aspek theology seperti pada saat menafsirkan ‫تعني‬//‫اك نس‬//‫د وإي‬//‫اك نعب‬//‫إي‬ dengan

didahulukannya lafal‫ إياك‬dari lafal ‫نعبد‬, berarti dalam beribadah tidak boleh

7
 Abdurrohim Harahap. “Pengertian Tafsir Lughawi”, Jurnal ilmiah, No. 1 (2012), hlm. 12.
17

terjadi kesyirikan karena lafal tersebut bermakna hashar (terbatas, khusus).

Dan masih banyak lagi aspek lain.8

G. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Lughawi>>

Beberapa kelebihan dari tafsir lughawi>>, antara lain :

1. Penyajian teks yang lebih cermat terhadap makna yang tersirat dalam

memahami al-Qur’an.

2. Kaya akan pengetahuan bahasa Arab baik dari segi penyusunan, indikasi

huruf, dan semua hal yang berkaitan dengan aspek linguistik.

3. Memberikan pengukuhan terhadap aspek linguistik sebagai pengantar dalam

memahami al-Qur’an.

4. Memberikan pengetahuan terhadap lafadz-lafadz yang sulit dengan adanya

pemahaman akan gaya bahasa Arab.

5. Mengungkap berbagai konsep yang melahirkan keseimbangan akan

pengetahuan akal dan serta jiwa, seperti etika, seni, dan imajinasi.

6. Mengikat mufassir dalam bingkai teks ayat-ayat al qur’an yang hanya dinilai

dari sisi linguistik sehingga penafsirannya tidak melebar dan berlebihan.

7. Melestarikan bahasa al-Qur’an yakni bahasa Arab dengan balutan penyajian

yang jelas dan terarah, sehingga meminimalisir adanya penafsiran yang tidak

terkendali.

Selanjutnya terdapat pula beberapa limtasi ataupun keterbatasan dalam

penyajian tafsir lughawi>> ini, antara lain :

8
Dewi Murni. “Tafsir dari Segi Coraknya”. Jurnal Syahadah. Hlm 68.
18

1. Mengabaikan realitas sosial, asba>b an-nuzu>l, serta nasi>kh wa mansu>kh,

sehingga dalam penafsirannya cenderung hampa akan penyajian konteks

ruang dan waktu.

2. Dikarenakan bahasa menjadi objek utama sehingga cenderung melupakan

manusia sebagai sasaran objeknya.

3. Banyaknya keragaman penyajian pendapat dari berbagai pakar bahasa Arab

yang terkadang sulit dipahami oleh masyarakat sehingga cenderung

melupakan tujuan utama tafsir yaitu untuk memberi pemahaman dan

kemudahan dalam memahami al-Qur’an.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tafsir lughawi>> adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-makna al-

Qur’an dengan menggunakan kaedah-kaedah kebahasaan, atau lebih simpelnya tafsir

lughawi>> adalah menjelaskan al-Qur’an melalui interpretasi semiotik dan semantik

yang meliputi etimologis, morfologis, leksikal, gramatikal dan retorikal.

Dalam mengkaji sejarah tafsi>r al-lughawi>>>, maka benih-benih tafsir ini

sudah ada semenjak Nabi Muhammad saw, namun dalam jumlah yang sangat sedikit

yaitu ketika sebagian sahabat tidak dapat memahami makna kata dalam ayat al-

Qur’an. Tafsir al-lughawi>>> tidak hanya berhenti pada masa Nabi saw. Setelah

beliau wafat, para sahabat juga menggunakan perangkat bahasa untuk memahami

ayat-ayat al-Qur’an. Praktik tafsir al-lughawi>>> berikutnya diteruskan oleh tabi’in,

hal ini nampak dalam perbedaan penafsiran mereka terhadap kata ‘as‘as dalam QS.

al-Takwi>r: 17. Setelah masa tabi’in, dalam kitab al-Manhaj al-Baya>ni> fi>

Tafsi>r alQur’a>n al-Kari>m, Bab al-‘Iya>t} Nuruddin membagi periode tafsir al-

lughawi>> menjadi beberapa bagian, yaitu Periode Pembentukan (Marhalah al-

Takwi>n), Periode Penguatan/Pemakuan (Marhalah al-Ta’s}i>l), dan Periode

Pembaharuan (Marhalah al-Tajdid).

Adapun karakteristik yang mendominasi dalam tafsir lughawi>>, diantaranya

Mencakup ayat-ayat gharib al-Qur’an yang didalamnya terdapat lafadz mubham,

mubadalah, hazaf, idhmar, taqdim, dan takhir, Penafsiran lughawi>> cenderung

dipahami dengan sima’i , dan Tidak bisa dipahami melalui i’rab semata.dan Dalam

Metode penyajian atau penulisan dalam tafsir lughawi>> secara garis besarnya
20

terbagi menjadi beberapa bagian yaitu metode tahlili (analisis), metode maudu’i

(tematik),
21

dan metode muqaran. Sedangkan jenis dan macam-macam tafsir lughawi>> terbagi

menjadi beberapa bagian, yaitu Tafsir nahwu atau i’rab al-Qur’an, Tafsir Sharaf atau

morpologi, Tafsir Munasabah, Tafsir al-amtsal (alegori) dan Tafsir Balaghah yang

meliputi tiga aspek yaitu Tafsir Ma’an al-Qur’an , Tafsir Bayan al-Qur’an dan

Tafsir badi’ al-Qur’an. Dan Tafsir lughawi>> memiliki beberapa peran yang

mencakup berbagai aspek, diantaranya Aspek ‘ilmi (sains), Aspek fiqh (hukum), dan

Aspek theology.

Beberapa kelebihan dari tafsir lughawi>>, yaitu Penyajian teks yang lebih

cermat terhadap makna yang tersirat dalam memahami al-Qur’an. Kaya akan

pengetahuan bahasa Arab baik dari segi penyusunan, indikasi huruf, dan semua hal

yang berkaitan dengan aspek linguistik. Sedangkan terdapat pula beberapa limtasi

ataupun keterbatasan dalam penyajian tafsir lughawi>> ini, yaitu Mengabaikan

realitas sosial, asba>b an-nuzu>l, serta nasi>kh wa mansu>kh, sehingga dalam

penafsirannya cenderung hampa akan penyajian konteks ruang dan waktu. Dan

dikarenakan bahasa menjadi objek utama sehingga cenderung melupakan manusia

sebagai sasaran objeknya.

B. Saran

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat

kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari para pembaca terutama Dosen Pengampu mata kuliah Mazahibut

Tafsir agar dalam pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Atas kritik dan

saran saudara penulis ucapkan terimakasih.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrohim Harahap. “Pengertian Tafsir Lughawi”, Jurnal ilmiah, No. 1 (2012),


hlm. 12.
Ali Mahfudz, “Tafsir al-Lughawi>: Histori dan Penerapannya”. Jurnal Tafsir. Vol 04,
No. 02, (2018). hlm 186-191.
Dewi Murni. “Tafsir dari Segi Coraknya”. Jurnal Syahadah. Vol. 8. No.1, (April
2020). Hlm 65.
Mutaqin, Enjen Zaenal. Tafsir Lughawi. 26 Oktober 2012.
http://tafsirhaditsuinsgdbdgangkatan2009.blogspot.com/2012/10/tafsir-
lughawy.html, diakses pada tanggal 22 April 2022.
Raja Muhammad Kadri, “Tafsir Tarbawi Sebagai Salah Satu Corak Varian Tafsir”,
Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Keislaman, vol. 8 No. 1 (2020), hlm. 18.
Syafrijal, “Tafsir Lughawi”. Jurnal Al-Ta’lim, Vol. 1, No. 5, (2013), hlm. 422.
 

Anda mungkin juga menyukai