Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MATA KULIAH KAIDAH-KAIDAH TAFSIR

“KAIDAH-KAIDAH TAFSIR YANG BERKAITAN DENGAN MUHKAM DAN


MUTASYABIH”

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kaidah-kaidah Tafsir Semester 4

DISUSUN OLEH :

FIKRI AIDI MAULANA (2020304026)

DOSEN PENGAMPU : DR. LUKMAN NUL HAKIM, MA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Kaidah-kaidah tafsir yang berkaitan Muhkam dan Mutasyabih” ini tepat pada
waktunya. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di akhir kelak.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Kaidah-kaidah Tafsir. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Kaidah-kaidah tafsir yang berkaitan dengan Muhkam dan
Mutasyabih” Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Lukman Nul
Hakim, MA selaku dosen mata kuliah Kaidah-kaidah Tafsir yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang penulis tekuni. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.

Penulis menyadari, makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Penulis berharap agar pembaca berkenan memberikan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah.

Palembang, 20 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3. Tujuan.......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
2.1 Definisi Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih ................................................................... 3
2.2 Karakteristik Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih ........................................................... 3
2.3 Sebab-sebab Adanya Ayat Muhkam dan Mutasyabih ................................................ 4
2.4 Hikmah Adanya Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih ................................................ 6
BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 8
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 8
3.2 Saran ............................................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara umum umat Islam meyakini al-Qur’an sebagai sumber asasi ajaran
Islam, syari’at terakhir yang bertugas memberi arah petunjuk perjalanan hidup manusia.
Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang memuat lebih dari enam ribu ayat
diturunkan secara bertingkat, ayat demi ayat, selama lebih dari dua puluh tiga tahun.
Terdiri dari 114 surah yang sangat beragam, surah terpendek adalah al-kautsar (108)
yang terdiri dari tiga ayat, dan yang terpanjang adalah al-Baqarah (2) memuat 286 ayat.

Terkadang al-Qur’an mengungkap makna lafaznya secara tersirat (implisit),


atau tersurat (ekspilisit), bahkan diisyaratkan terutama dalam ayat-ayat mutasyabih,
sehingga maknanya tersembunyi di bawah permukaan lafaz. Maka, untuk menemukan
makna tersebut harus menggunakan metode yaitu ta’wil, merupakan salah satu metode
untuk menemukan makna esoteric (batin) yang digunakan nabi, sahabat, tabi’in dan
ulama serta para penerusnya.

Ulum al-Qur’an dipahami sebagai “suatu ilmu yang membahas tentang unsur-
unsur yang berhubungan dengan al-Qur’an dan pada akhirnya juga tampak sebagai
wadah kontestasi bagi para peneliti Al-Quran untuk menguak berbagai macam
“misteri” yang mengandung petunjuk di dalamnya. Adapun tujuan utama ulum al-
Qur’an menurut Ali as-Shobuni adalah untuk memahami kalam Allah melalui
penjelasan yang diberikan Rasul, tafsir-tafsir yang dinukil dari para sahabat dan tabi’it-
tabi’in, mengetahui metode para mufassir dan sebagainya.

Muhkam-mutasyabih sebagai bangunan ilmu, ia sejajar dengan keilmuan-


keilmuan lainnya. Karenanya, ilmu muhkam-mutasyabihat bukanlah korpus tertutup
yang tidak bisa menerima pengurangan dan penambahan (ghairu qabil al-niqash wa al-
ziyaddah). Dalam konteks kesejajaran ini, tepat jika dikatakan tidak ada priveles apapun
antara suatu keilmuan dengan keilmuan lainnya, sehingga sebuah keilmuan yang
dibangun seorang muslim tidak lantas memiliki status unggul dibandingkan keilmuan yang
digagas oleh non muslim.

1
1.2. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan Masalah yang digunakan yaitu :


1. Apa definisi Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?
2. Bagaimana karakteristik Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?
3. Apa sebab-sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih?
4. Apa saja hikmah adanya ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih?

1.3. Tujuan

Adapun Tujuan yang digunakan yaitu :


1. Untuk mengetahui definisi Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.
2. Untuk mengetahui karakteristik Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.
3. Untuk mengetahui sebab-sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih.
4. Untuk mengetahui hikmah adanya ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih

Muhkam secara etimologi berarti "mencegah", yakni mencegah sesuatu dari


kezaliman. Muhkam secara istilah mempunyai banyak definisi, yang dapat disimpulkan
menjadi dua definisi: (1) Suatu ungkapan yang sudah jelas dan tegas kandungan
maknanya, serta berdiri sendiri tanpa memerlukan penjelasan di luar dirinya, dan (2)
Suatu lafaz yang tidak mengandung keraguan dari segi kandungan maknanya. Ini
seperti apa yang disyaratkan menurut pengertian lughawi tersebut di atas.

Mutasyabih secara etimologi berarti keserupaan sesuatu dengan sesuatu yang


lain dari segi warna, sifat, dan lain-lain. Keduanya mirip dan serupa. Mutasyabih
secara istilah begitu banyak pengertiannya, namun dapat diringkas menjadi empat
definisi yang saling berdekatan, antara lain:

1. Suatu lafaz yang tidak jelas maknanya, karena ia lafaz musytarak (satu lafaz banyak
makna) atau karena mengandung arti global (garis besar), atau karena hal lain.
2. Suatu lafaz yang kandungan maknanya tidak berdiri sendiri,tetapi membutuhkan
penjelasan lain di luar dirinya.
3. Suatu lafaz yang teramat sulit ditafsirkan maknanya karena menyerupai hal lain di
luar dirinya.
4. Suatu lafaz yang pada lahiriahnya tidak mengemukakan yang,dikehendaki atau apa
yang dimaksudkan. Sesungguhnya keempat definisi mutasyabih itu hanya berkisar
pada satu makna saja, di mana ia tidak berdiri sendiri tetapimemerlukan penjelasan
di luar dirinya.

2.2 Karakteristik Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih

Banyaknya perbedaan pendapat mengenai muhkan dan mutasyabih,


menyulitkan untuk membuat sebuah kriteria ayat yang termasuk muhkan dan
mutasyabih. J.M.S Baljon mengutip pendapat Zamakhsari yang berpendapat barwa
yang termasuk kriteria ayat-ayat muhkam adalah apabia ayat-ayat tersebut
berhubungan dengan hakikat (kenyataan). Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah
yang menuntut penelitian. Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan kriteria ayat-ayat
muhkam dan mutasyabih sebagai berikut :

3
1. Muhkam
a. Yakni ayat-ayat yang membatalkan ayat-ayat yang lain
b. Ayat-ayat yang menghalalkan atau membatalkan ayat-ayat lain.
c. Ayat-ayat yang yang harus diamalkan.
2. Mutasyabih
a. Yakni ayat-ayat yang tidak diketahui hakikat maknanya seperti tibanya hari kiamat.
b. Ayat-ayat yang dapat diketahui maknanya dengan sarana bantu baik dengan hadits
atau ayat muhkam.
c. Ayat yang mengandung kewajiban untuk diimani
d. Ayat yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya,
sebagaimana diisyaratkan dalam doa Rosululloh untuk ibnu Abbas “Ya Alloh,
karuniailah ia ilmu yang mendalam mengenai agama dan limpahkanlah
pengetahuan tentang ta’wil kepadanya,”

Menurut Abdul Jalal, macam-macam ayat Mutasyabihat ada tiga macam:

1. Ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia,
kecuali Allah SWT. Contoh:

ِ ‫َو ِع ْندَهُ َمفَاتِ ُح ْالغَ ْي‬


‫ب ََل يَ ْعلَ ُم َها إِ اَل ه َُو‬

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang
mengetahuinya, kecuali Dia sendiri” (QS. al-An’am : 59)

2. Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan
pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Seperti pencirian mujmal,
menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang
tertib.
3. Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains,
bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan yang
hanya diketahui Allah SWT dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu
pengetahuan.

2.3 Sebab-sebab Adanya Ayat Muhkam dan Mutasyabih

Sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT
menjadikan demikian. Allah membedakan antara ayat – ayat yang Muhkam dari yang
Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan ayat yang Mutasyabih.

4
Imam Ar-Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan bahwa
sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai berikut:

1. Kesamaran dari aspek lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, yaitu sebagai
berikut:
a. Kesamaran dari aspek lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib
(asing), atau yang musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.
b. Kesamaran lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas. Contoh
tasyabuh (kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu ringkas, terdapat di dalam
surah An-Nisa ayat 3:

‫ع‬ َ ‫سا ِء َمثْن َٰى َوث ُ ََل‬


َ ‫ث َو ُر َبا‬ ِ َ‫اب لَ ُك ْم ِمن‬
َ ‫الن‬ َ ‫ط‬َ ‫طوا ِفي ْال َيتَا َم ٰى فَا ْن ِك ُحوا َما‬
ُ ‫َو ِإ ْن ِخ ْفت ُ ْم أَ اَل ت ُ ْق ِس‬

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat…”

Ayat di atas sulit diterjemahkan. Karena takut tidak dapat berlaku adil terhadap
anak yatim, lalu mengapa disuruh menikahi wanita yang baik-baik, dua, tiga
atau empat. Kesukaran itu terjadi karena susunan kalimat ayat tersebut terlalu
singkat.

2. Kesamaran dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat-sifat
hari kiamat, surga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu tidak terjangkau
oleh pikiran manusia.
3. Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek, sebagai
berikut:
a. Aspek kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus.
Contohnya, ayat 5 surah At-Taubah:

:‫فا قتلوا المشر كين حيث وجد تموهم (التو بة‬

Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di manapun kalian temukan


mereka itu”.

Di sini batas kuantitasnya yang harus dibunuh masih samar.

5
b. Aspek cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban
agama atau kesunahannya. Contohnya, ayat 14 surah Thoha:

):‫واقم الصلوة لذ كر ى (طه‬

Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (Allah)”.

Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara salat agar dapat
mengingatkan kepada Allah SWT.

c. Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan.


Contohnya, dalam ayat 102 surat Ali Imran:

):‫يايها الذين امنوا اتقوا هللا حق تقاته (ال عمران‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-


benar taqwa kepada-Nya”.

Dalam ayat ini terjadi kesamaran, sampai kapan batas taqwa yang benar-benar
itu.

d. Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah, dalam
ayat 189 surah Al-Baqarah:

):‫وليس البر بآن تآتوا البيو ت من ظهور ها (البقة‬

Atinya: “Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah, juga samar”.

Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah, juga samar.

2.4 Hikmah Adanya Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih

Al-Quran adalah rahmat bagi seluruh alam, yang didalamnya terdapat berbagai
mukzijat dan keajaiban serta berbagai misteri yang harus dipecahkan oleh umat di dunia
ini. Alloh tidak akan mungkin memberikan sesuatu kepada kita tanpa ada sebabnya.
Dibawah ini ada beberapa hikmah tentang adanya ayat-ayat muhkan dan mutasyabih,
diantaranya adalah :

1. Muhkam
a. Jika seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan
sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.

6
b. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya yang kemampuan bahasa Arabnya
lemah. Sebab arti dan maknanya sudah cukup terang dan jelas.
c. Memudahkan manusia mengetahui arti , maksud dan menghayatinya.
d. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati dan mengamalkan isi al-
Qur'an sebab ayatnya mudah dimengerti dan dipahami.
e. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isinya.
f. Mempercepat usaha tahfidzul Qur'an.
2. Mutasyabih
a. Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah
kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar
keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah, segala yang
datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.
b. Menjadi motivasi untuk terus menerus menggali berbagai kandungan Al-Quran
sehingga kita akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an dengan khusyu’
sambil merenung dan berpikir.
c. Ayat-ayat Mutasyabihat mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk
mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang
mengkajinya.
d. Jika Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya
diperlukan cara penafsiran antara satu dengan yang lainnya. Hal ini memerlukan
berbagai ilmu seperti ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, ushul fiqh dan
sebagainya.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Muhkam merupakan ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan


keterangan dari ayat-ayat lain. Sedangkan Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum
jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya
yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang
mengetahuinya

Sebab adanya ayat Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan


demikian. Imam Ar-Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil
Qur’an menyatakan bahwa sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal,
yaitu sebagai berikut:Kesamaran dari aspek lafal saja, kesamaran dari aspek
maknanya, kesamaran dari aspek lafal dan maknanya.

Manfaat adanya ayat muhkan dan mutasyabih diantaranya jika seluruh ayat
Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan dan
amal karena pengertian ayat yang jelas, Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat,
niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia

3.2 Saran

Dari pembahasan di atas, penulis hanya bisa menyarankan agar pembaca


senantiasa meningkatkan semangat keagamaan dan meningkatkan keimanan pada
Allah SWT.

8
DAFTAR PUSTAKA

Bariroh, Wildatun dan Sayyidah Laila Rakhma Sulaiman. Makiiyah dan Madaniyah. Dalam
buku Studi Al- Qur’an dan hadist. Malang: D’Family
Prof. Dr. H. Salman Harun. 2017. Kaidah-Kaidah Tafsir. PT Qaf Media Kreativa.
Yusuf, Kadar M. Studi Al-Quran. Jakarta: Amzah. 2012.
Al-Athar, Dawud. Persepektif Baru: Ilmu Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Hidayah 1994
Az-Zanjani, Abu Abdullah. Tarikh Al-Quran. Bandung: Mizan. 1986.

iii

Anda mungkin juga menyukai