Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGERTIAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HERMENEUTIKA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hermeneutika dan Semiotika Al-
Qur’an

Dosen Pengampu: Dr. H. Safrudin Edi Wibowo, Lc., M.Ag.

Disusun Oleh:

Kumala Rohmatun Nazilah 212104010006

Farah Fauziyah Firdaus 212104010011

Alfianto 212104010035

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM KH. ACHMAD SIDDIQ

JEMBER

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengertian
dan Sejarah Perkembangan Hermeneutika”. Makalah ini kami susun untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Hermeneutika dan Semiotika Al-Qur’an.

Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Dr. H. Safrudin Edi


Wibowo, Lc., M.Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah Hermeneutika dan
Semiotika Al-Qur’an. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
mahasiswa khususnya kelas Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 2 yang juga telah memberi
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa banyak kekurangan dan kesalahan dalam segi


penulisan maupun segi bahasa dalam penyusun makalah ini. Dengan adanya
kekurangan tersebut kami mengharapkan kritik dan saran untuk kami dalam
menyempurnakan makalah ini. Dan semoga makalah yang kami susun dapat
memberikan wawasan yang lebih baik lagi.

Jember, 1 Maret 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN.....................................................................................................................
1.1 Latar Balakang..........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................
1.3 Tujuan.........................................................................................................................
BAB II.......................................................................................................................................
PEMBAHASAN.......................................................................................................................
2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Hermeneutika..................................................
2.2 Sejarah Perkembangan Hermeneutika...............................................................
2.3 Aliran-Aliran Hermeneutika..............................................................................
BAB III....................................................................................................................................
PENUTUP...............................................................................................................................
3.1 KESIMPULAN.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Balakang

Kehidupan melibatkan proses hermeneutika di mana manusia


secara terus-menerus membuat penafsiran untuk memahami dan
menavigasi konteks yang selalu berubah. Ini merupakan bagian integral
dari eksistensi manusia untuk menghadapi dan menghindari ancaman yang
ada dalam keberadaannya. Manusia tidak dapat menghindari tanggung
jawab untuk menafsirkan dirinya sendiri, lingkungannya, budayanya, dan
warisan tradisinya. Perkembangan hermeneutika tidak terlepas dari
evolusi pemikiran tentang bahasa dalam berbagai disiplin filsafat dan ilmu
lainnya. Awalnya, hermeneutika banyak digunakan oleh mereka yang
terlibat dengan interpretasi kitab suci, terutama Alkitab, untuk memahami
kehendak ilahi. Namun, disiplin ini telah berkembang secara signifikan
dan mencakup berbagai bidang ilmu, termasuk sejarah, hukum, filsafat,
kesusastraan, dan lain-lain, yang termasuk dalam studi humaniora.
Hermeneutika merupakan teori tentang proses pemahaman dalam
menafsirkan teks, dengan dua fokus utama: pertama, proses pemahaman
terhadap teks itu sendiri; kedua, masalah yang berkaitan dengan
interpretasi pemahaman tersebut. Hermeneutika sendiri memiliki berbagai
definisi yang berbeda dari para ahli.
Sejarah hermeneutika dapat ditelusuri kembali ke zaman kuno,
terutama dalam konteks interpretasi teks agama seperti Alkitab. Namun,
perkembangan yang lebih sistematis dimulai pada abad ke-19 dengan
kontribusi para pemikir seperti Friedrich Schleiermacher, Wilhelm Dilthey,
dan Friedrich Nietzsche..Schleiermacher, seorang teolog Jerman,
memperkenalkan gagasan bahwa interpretasi harus memperhitungkan
pengalaman dan konteks historis pembuat teks. Dilthey, seorang sejarawan
dan filsuf, mengembangkan hermeneutika sebagai metode ilmiah untuk

4
memahami manusia dan budaya. Sementara itu, Nietzsche menyoroti sifat
subjektif dari interpretasi dan pentingnya penafsiran kreatif.
Pada abad ke-20, Martin Heidegger dan Hans-Georg Gadamer
mengembangkan hermeneutika sebagai sebuah filosofi yang lebih luas,
menekankan pentingnya bahasa dan prekonsepsi dalam proses interpretasi.
Gadamer, khususnya, dalam karyanya "Truth and Method" (1960),
menekankan pentingnya dialog dan horison historis dalam memahami teks
dan konteks. Selain itu, hermeneutika modern juga dipengaruhi oleh
kontribusi Michel Foucault, Jacques Derrida, dan Paul Ricoeur, yang
masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari interpretasi seperti
kekuasaan, dekonstruksi, dan narasi. Secara keseluruhan, hermeneutika
terus berkembang sebagai pendekatan interpretatif yang kompleks dan
penting dalam memahami berbagai aspek kehidupan manusia dan karya-
karya budaya. Hermeneutika itu sendiri memiliki berbagai definisi yang
berbeda dari para ahli dan memiliki berbagai macam aliran-aliran. Dan
disini kami sebagai penulis akan memaparkan tentang definisi
hermeneutika dan beserta aliran-aliran yang terkandung didalamnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dan Ruang Lingkup Hermeneutika?


2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Hermeneutika?
3. Apa saja Aliran-Aliran Hermeneutika?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Pengertian dan Ruang Lingkup Hermeneutika.


2. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Hermeneutika.
3. Untuk mengetahui Aliran-Aliran Hermeneutika.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Hermeneutika

Secara etimologis, hermeneutika berasal dari istilah Yunani


hermeneuein, yang berarti "menafsirkan" atau "menerangkan". Asal
usulnya sendiri, kata hermeneuein dikaitkan dengan Hermes, yang dalam
mitologi Yunani berperan sebagai perantara antara dewa-dewa dan
manusia, menerjemahkan pesan ilahi dan menjelaskannya kepada
manusia.1 Istilah Yunani hermeneuein mencakup arti "mengungkapkan
dengan jelas", "menjelaskan situasi", dan "menerjemahkan ke bahasa
asing".
Menurut penjelasan Fahmi Salim dalam Ensiklopedia Britanica,
hermeneutika adalah studi tentang prinsip-prinsip umum dalam
menafsirkan Alkitab. Tujuan utamanya adalah untuk mengungkapkan
kebenaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam Alkitab melalui metode
interpretasi yang digunakan oleh tradisi Yahudi dan Nasrani sepanjang
sejarah.2 Palmer (2003; 38) menyatakan bahwa hermeneutika dapat
didefinisikan dalam enam konteks yang berbeda: sebagai teori eksegesis
Alkitab, metodologi filologi secara umum, ilmu pemahaman linguistik,
dasar metodologis dalam ilmu humaniora, fenomenologi eksistensial dan
pemahaman, serta sebagai sistem interpretasi yang digunakan manusia
untuk menggali makna di balik mitos dan simbol.3
Sedangkan secara terminologi, ada beberapa definisi diri para ahli:

1
Syamsuddin, Sahiron. Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran. Pesantren Nawesa
Press, 2017, hal.13
2
Elok Noor Farida dan Kusrini. "Studi Islam pendekatan Hermeneutik." Jurnal Penelitian, vol. 7,
no. 2, Agustus 2013, hal. 383-384.

3
Martono, kajian kritis hermeneutika Friederich scheiermacher vs Paul ricoeur hal. 43-44
https://jurnal.untan.ac.id

6
1. Friedrich Schleiermacher: Hermeneutika adalah keahlian dalam
memahami dengan tepat bahasa orang lain, terutama dalam konteks
tertulis.
2. Franz-Peter Burkand: Hermeneutika merupakan seni menafsirkan, dan
secara lebih luas, merupakan refleksi teoritis tentang metode-metode
dan syarat-syarat dalam pemahaman.
3. Nurcholis Majid: Hermeneutika adalah proses pemahaman dan
penafsiran atas teks-teks suci sedemikian rupa sehingga
mengungkapkan makna yang terdalam, bukan hanya makna yang
tampak.
4. Zygmun Bauman: Hermeneutika adalah usaha untuk menjelaskan dan
menggali makna dasar dari tulisan atau pesan yang kabur, ambigu,
atau kontradiktif, yang dapat menyebabkan kebingungan bagi
pembaca.
5. Komaruddin Hidayat: Awalnya, hermeneutika merujuk pada Hermes,
dewa dalam mitologi Yunani yang bertugas menyampaikan pesan dari
dewa kepada manusia.4

Walaupun para ahli memberikan definisi yang sedikit berbeda-beda


mengenai hermeneutika, mereka setuju bahwa hermeneutika membahas
teknik-teknik yang diperlukan untuk memahami dan menafsirkan materi
yang perlu diinterpretasikan. Ini merujuk pada hermeneutika dalam
konteks yang lebih spesifik. Secara lebih umum, hermeneutika bisa
dianggap sebagai bidang pengetahuan yang mengeksplorasi esensi,
metode, dan dasar filosofis dari proses interpretasi.5

Ruang Lingkup Hermeneutiks

Ruang lingkup merujuk pada domain studi. Oleh karena itu, muncul
pertanyaan tentang apa yang menjadi fokus kajian hermeneutika. Beberapa
4
Rosyadi, Luthfi. "Hermeneutika Al-Qur'an: Pengertian, Ruang Lingkup, dan Sejarah." Makalah,
IAINU Kebumen, 2019, hal. 6 https://www.296.web.id/2019/04/makalah-hermeneutika-al-
quran.html?m=1
5
Syamsuddin, Sahiron. Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur'an. Pesantren Nawesa
Press, 2017, hal. 18

7
menjawab dengan simpel bahwa hermeneutika berusaha menjawab
pertanyaan, "bagaimana makna diberikan kepada yang memilikinya?" Ini
bisa berupa puisi, teks hukum, interaksi bahasa manusia, budaya asing,
atau individual. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hermeneutika
mencakup segala sesuatu yang memiliki makna yang tersembunyi di
dalamnya.6

Untuk lebih jelasnya, keberagaman dan kebertingkatan definisi


hermeneutika tersebut dapat kita lihat dalam pemaparan Ben Vedder dalam
bukunya yaitu "Was Ist Hermeneuti?" Dalam buku ini dia membedakan
empat terma yang saling berkaitan satu dengan yang lainny. Empat terma
yang dimaksud adalah:

1. Hermeneuse (act of interpreting; aktivitas dan produk penafsiran).


Vedder mendefinisikan istilah ini dengan "die inhaltliche Erklaerung
ider Interpretation eines Textes, Kunstwerkes oder des Verhaltens
einer Person" (penjelasan atau interpretasi sebuah tek, karya seni atau
perilaku seseorang).
2. Hermeneutik, menurut Vedder, membahas prinsip-prinsip interpretasi
yang berkelanjutan. Dan pengertian tersebut juga sejalan dengan
pandangan Matthias Jung tentang hermeneutika sebagai "Technik zum
Extrahieren eines einheitlichen Schriftsinns" teknik untuk menggali
makna kesatuan dari teks.
3. Philosophische Hermeneutik (Hermeneutika Filosofis), Dalam konteks
Hermeneutika Filosofis, tidak lagi ditekankan metode eksegetik
tertentu sebagai fokus utama, melainkan dipertimbangkan aspek-aspek
yang terkait dengan "conditions of the possibility" (kondisi-kondisi
kemungkinan) yang memungkinkan seseorang memahami dan
menafsirkan teks, simbol, atau perilaku.

6
Rosyadi, Luthfi. "Hermeneutika Al-Qur'an: Pengertian, Ruang Lingkup, dan Sejarah." Makalah,
IAINU Kebumen, 2019, hal. 8 https://www.296.web.id/2019/04/makalah-hermeneutika-al-
quran.html?m=1

8
4. Hermeneutische Philosophie (Filsafat Hermeneutis), merupakan
bagian pemikiran-pemikiran dari filsafat yang berusaha menjawab
tantangan kehidupan manusia melalui interpretasi terhadap warisan
sejarah dan tradisi yang diterima oleh manusia.7

2.2 Sejarah Perkembangan Hermeneutika

Dalam buku Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an


karya Sahiron Syamsudin, perkembangan hermeneutika dibagi menjadi
tiga bagian: (1) Sejarah hermeneutika teks mitos, (2) hermeneutika teks
bible, dan (3) Sejarah hermeneutika secara umum.

1) Sejarah Hermeneutika Teks Mitos


Hermeneutika merupakan salah satu cabang yang berkembang
secara bertahap. Sebenarnya hermeneutika sudah disinggung dalam
Filsafat Antik di Yunani Kuno. Pada saat itu, yang menjadi Obyek
kajian adalah teks-teks kunonik yang sudah dibukukan baik berupa
kitab suci, hukum, puisi, ataupun mitos. Kebanyakan teks mitos dan
epos seperti yang ditulis oleh Hormer yaitu “Illias” dan “Odysee”
pada Abad ke-8 SM, dan oleh Hesiod yaitu “Theogonie” dan “Werke
und Tage” pada abad ke-7 SM. Pembeda makna hakiki (literal) dan
majazi (allegorise) pada sebuah teks, pertama kali dilakukan oleh
Hormer dan Hesiod yang mengupas makna dari kata (Hintersinn:
Untersinn). Kemudian karya-karya itu dikembangkan oleh para
Filosof Stoik pada Abad ke-3 SM. Selain itu Aristoteles juga
memasukkan dalam bab yang berjudul “On Interpretation” yang
menjelaskan makna dari kata (word), kalimat (sentence), dan juga
proposisi.8
2) Sejarah Hermeneutika Teks Bible

7
Syamsuddin, Sahiron. Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur'an. Pesantren Nawesa
Press, 2017, hal. 15
8
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Pesantren
Nawaesa Press, 2017), 20-21.

9
Penafsiran majazi atau Allegoris sudah ada sejak Yunani Kuno dan
dikembangkan oleh para filosof Stoa yaitu Philo von Alexandrien
(Abad ke-1). Karena keseriuan Philo dalam memaknai teks allegoris,
akhirnya mendapat julukan “Vater der Allegorese” atau “Bapak
penafsiran allegoris”. Philo menegaskan bahwasanya makna literal
dan allegoris itu saling berkaitan, seperti halnya hubungan makna
badan dan jiwa. Pemahaman ini bertujuan untuk memperoleh makna
tertentu yang dituju. Kemudian pada awal abad ke-3, Origenes juga
berjasa dalam perkembangan teks hermeneutis Bible. Dia
mengembangkan dualisme makna yang dikemukakan oleh Philo dan
dikembangkan dengan menambahkan satu makna lain. Hal ini yang
menjadikan perbedaan makna teks dalam 3 macam: literal
(buchtablich), moral (moralisch), dan ruhani atau spiritual (geistig).
Makna literal diperuntukkan bagi orang awam, makna moral lebih
kepada keyakinan, dan makna ruhani adalah “Kebijakan Tuhan” atau
kebijakan tuhan yang lebih mendalam.9
Para teolog Kristen Abad Pertengahan, mereka mengembangkan
makna yang ditawarkan oleh Philo dan Origenes. Kemudian pada
Abad ke-13, dikenal lah menjadi empat makna yakni literal (historia;
littera), allegoris (allegoria), moral (tropologia; moralis intellectus),
dan anagogis/ eskatologis (anagogia). Makna literal yaitu maka kata
dari teks; makna allegoris dalam arti luas utnuk ‘ide dasar’ dan arti
sempit pemahaman terhadap kata-kata metaforis; makna moral
berkaitan dengan moral; dan makna anagogis yaitu pernyataan
kehidupan akhirat yang kekal dari sebuah pernyataan atau kata.
Pemikiran hermeneutik yang sampai saat ini mendapat apresiasi
dari ahli hermeneutik kontemporer adalah para pemikir klasik.
Diantaranya yaitu Haideger dan Gadamer adlaah Aurelius Augustinus
(354-430 M). Dia meletakkan dasar pemikirannya dengan teori simbol
(semiotik), filsafat bahasa, sastra dan hermeneutika. Berdeda dengan

9
Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, 22.

10
Petrus Abaelardus (1079-1142) yang memfokuskan kepada teks-teks
Bible. Kajian Bible ini dilakukan pada Abad ke-19 dan Abad ke-20,
yang ditandai dengan obyektivitas saintifik dan positivisme historis.10

Perbandingan dengan Tradisi Hermeneutika Islam

Hermeneutika kitab suci dalam tradisi Islam muncul pada masa


awal dan pertengahan, yaitu Penafsiran Al-Qur’an yang dikembangkan
oleh Para Sahabat dan juga para Ulama’. Meskipun para ulama’
mempunyai corak penafsiran hermeneutic tersendiri, namun tujuannya
sama, yaitu untuk mengulas makna dibalik teks Al-Qur’an. Dikalangan
Sahabat, Abdullah Ibn Abbas terkenal sebagai bapak takwil, dulu beliau
pernah didoakan oleh Rosulullah SAW: Allahumma Faqqihhu fi al-din
wa ‘allimhu al-takwil. Berkat doa dari Rosulullah SAW, beliau menjadi
seorang mufassif dan mu’awwil yang tidak hanya memahami teks secara
tekstual, namun juga memahami makna secara mendalam. Ketika
menafsirkan Al-Qur’an, para sufi tidak hanya memahami makna lahir nya
saja, namun juga berusaha untuk memaknai secara mendalam. Mereka
menafsirkan tidak hanya asal-asalan tanpa dasar, namun dalam
menafsirkannya disertai dengan dalil naqli (hadist) dan landasan rasional
yang bisa dipertanggungjawabkan.11

3) Sejarah Hermeneutika secara Umum (Allegemeine Hermeneutik)

Ada perbedaan antara hermeneutika klasik dan hermeneutika


modern, yaitu hermeneutika klasik difokuskan kepada penafsiran teks-
teks suci yang diyakini, seperti mitos dan epos, sedangkan hermeneutika
modern tidak hanya difokuskan kepada teks-teks kanonik namun juga
terkait dengan segala hal yang bisa ditafsirkan yang berkaitan dengan
bidang ilmu sosial. Inilah yang disebut dengan allegemeine Heremeneutik
atau hermeneutica generalis. Penggagas allegemeine hermeneutic yang
tahap pertama adalah Johann Conrad Danhauer (1603-1666), sedangakan
10
Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, 27.
11
Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, 28-33.

11
pada tahap kedua dipelopori oleh Ernst Schleiermarcher and Wilhelm
Dilthey.12

2.3 Aliran-Aliran Hermeneutika

Banyak ragam variasi dari aliran hermeneutika yang di paparkan


oleh para ahli, hal ini bisa terjadi karena dilatarbelakangi oleh beberapa
hal. Salah satunya bisa saja muncul karena perbedaan perspektif serta
perbedaan sisi objek yang dijadikan syarat dalam pengkategorian beberapa
model pemikiran hermenutika. Diantaranya Nicholas H. Smith dan Roy J.
Howard.

Nicholas H. Smith mengemukakan terkait aliran hemeneutika


dalam bukunya “Strong Hermeneutics”, dalam bukunya dijelaskan bahwa
aliran hemeneutika terbagi menjadi tiga macam, yakni :

 Weak hermeneutics (Hermeneutika lemah)


 Strong Hermeneutics (Hermeneutika kuat)
 Deep Hermeneutics (Hermeneutika mendalam)

Dalam pembagian aliran hermeneutika tersebut, Smith menjelaskan dalam


bukunya : “Rather, I shall use the term ‘hermeneutics’ to stand for various
patterns of contemporary philosophical argument occasioned by
reflections upon the bearing of contingency on the intelligibility of moral
identity”. (saya menggunakan terma ‘hermeneutika’ semata-mata untuk
menunjuk pada pola-pola argument filosofis kontemporer yang bervariasi,
terkait dengan refleksi-refleksi tentang ‘contigency’/kemungkinan
intellijibilitas identitas moral).

Sementara Roy J. Howard mengemukakan pendapatnya tentang


pembagian aliran hermeneutika dalam bukunya “Three Faces of

12
Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, 33-37.

12
Hermeneutics” kedalam tiga macam dengan didasari dari hubungan antara
science (ilmu alam) dan humanity (ilmu humaniora), yakni :

 Analytic hermeneutics (Hermeneutika analitik)


 Psychososial hermeneutics (Hermeneutika psikososial)
 Ontology hermeneutics (Hermeneutika ontologis)13

Aliran Hermeneutika dari Sudut Pandang Pemaknaan Teks

Dalam sisi menafsirkan/memaknai sebuah objek penafsiran,


hermeneutika dibagi menjadi tiga aliran utama, diantaranya :

Aliran Obyektivis Aliran Subyektivis Aliran Obyektivis – cum – Subyektivis


Adapun tujuan dari penbagian aliran diatas guna mempermudah
dalam memahami berbagai macam pemikiran dengan memeprhatikan
keunikan-keunikan dari masing-masing aliran.

1. Aliran Obyektivis
Aliran obyektivis ini merupakan aliran yang berfokus pada
penggalian makna awal dari suatu obyek penafsiran (teks tertulis, teks
secara lisan, prilaku, simbol-simbol dilingkungan, dll). Maka dari itu
penafsiran ini merupakan upaya menyususn apa saja yang dimaksud
oleh pencipta teks. dalam aliran ini, terkait proses pemahaman dan
penafsiran, penafsir hanya berusaha memaparkan kembaliapa yang
dimaksud oleh pengarang teks atau pencipta simbol dan lain
sebagainya. Aliran ini juga disebut dengan istilah ‘author – centered
hermeneutics’ (hermeneutika yang dipusatkan pada [maksud]
pengarang).
Ada pernyataan yang sama dari beberapa tokoh yang membahas
aliran ini, Osborne mengemukakan, “Menurut Schleiermacher, tujuan
interpretasi merupakan merekonstruksi pesan orisinil pengarang”.
Adapun Hirsch berpendapat juga bahwa pengarang teks itu mempunyai
‘otoritas’ pada makna teks yang disusunnya.
13
Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, 43-45.

13
Untuk mencapai tujuan penafsir (pembaca) bisa menguak
maksud pengarang, menurut para ahli dan sarjana lainnya mengenai
aliran ini, ia (penafsir) harus melakukan analisa bahasa teks serta
analisa di luar kebahasaan.14

2. Aliran Subyektivis
Aliran subyektivis ini merupakan aliran yang lebih terfokoskan
pada peran pembaca / penafsir dalam pemaknaan terhadap teks. Aliran
ini juga disebut dengan ‘reader – centered hermeneutics’ (hermeneutika
yang dipusatkan pada [pemaknaan oleh] pembaca). Beragam pemikiran
yang ada dalam aliran ini. Terdapat yang sangat subyektivis yakni
‘dekontruksi’ dan ‘reader – response criticism’. Ada juga yang agak
subyektivis, yakni postrukturalisme. Serta ada juga yang kurang
subyektivis, yakni strukturalisme.
Dari pernyataan diatas, terdapat tujuan yang ditemukan untuk
menjustivikasi pandangan tersebut. Diantaranya :
Pertama, seorang penafsir sering sekali tidak bisa lagi
mempunyai akses langsung ke pengarang teks (author), sehingga upaya
menangkap makna orisinil itu merupakan hal yang utopis.
Kedua, makna teks itu selalu berubah dari waktu ke waktu yang
lainnya serta dari pembicara satu ke pembicara lainnya.
Ketiga, makna teks itu dapat ditangkap dengan cara
menganalisis aspek – aspek bahasa dan simbol – simbol yang terdapat
dalam teks yang ditafsirkan itu, hal ini mengarah pada ide subyektivitas
penafsiran.
Pandangan dari Stanley Fish yang merupakan pemikir yang
tergabung dalam aliran reader – response criticism. Ia berpendapat
bahwa teks tersebut hanya memuat ‘potensi – potensi makna’ (potential
meaning) dan dari sekian potensi makna tersebut seorang
pembaca/penafsir memilih salah satunya. Maka, penafsiran itu selalu

14
Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, 44-47.

14
menunjukkan kepentingan dan cara pandang penafsir yang merupakan
bagian dari komunitas tertentu. Hal ini, penafsir membuat dan memilih
strategi penafsiran tertentu. Maka hal ini dapat disimpulkan dari kutipan
Fish diatas bahwa pembacaan/penafsiran mendominasi teks,
menentukan makna teks, sehingga pemaknaan itu selalu bersifat
subyektif. Akan tetapi bagi Fish, subyektivitas ini bukan sekedar
subyektifitas individual penafsir, melainkan ‘subyektivitas’ komunitas
tertentu dimana seorang penafsir itu menjadi bagiannya. Fish juga
menyatakan dalam tulisannya “…. There is no single way of reading
that is correct or natural, only ‘ways of reading’ that are extensions of
community perspectives” (tidak hanya ada satu cara baca/penafsiran
yang merupakan kepanjangan dari perspektif komunitas tertentu).
Adapun pendapat Gracia juga sama dengan Fish, ia menyatakan bahwa
pemikir atau penafsir yang tergolong pada aliran itu dianggapnya
sebagai ‘self – contained entities’ (entitas – entitas yang mengandung
dirinya sendiri), sehingga ia tidak bergantung dan berrti lepas dari
maksud audiens historisnya. Serta mengatakan bahwa teks itu entitas –
entitas yang mempunyai makna yang terbuka untuk dipahami oleh
audiens secara bebas dan bervariasi.15

3. Aliran Obyektivis – cum – Subyektivis


Aliran ini sekilah terlihat netral dari kedua aliran diatas, yang
mana berada di tengah – tengah diantara keduanya. Dalam hal ini
pemaknaan terhadap teks yang ditafsirkan, aliran ini berusaha menguak
kembali makna orisinal di satu sisi dan pengambangan makna teks guna
teks itu ditafsirkan. Dengan kesimpulan, aliran ini memberikan
keseimbangan antara pencarian makna asal teks dan peran pembaca
dalam penafsiran.16

15
Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, 47-50.
16
Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, 50-51.

15
16
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Secara etimologis, hermeneutika berasal dari istilah Yunani


hermeneuein, yang berarti "menafsirkan" atau "menerangkan". Sedangkan
secara terminologi, Friedrich Schleiermacher menjelaskan Hermeneutika
adalah keahlian dalam memahami dengan tepat bahasa orang lain,
terutama dalam konteks tertulis.
Sejarah hermeneutika terjadi pada tiga bagian yaitu, (1) Sejarah
hermeneutika teks mitos, (2) hermeneutika teks bible, dan (3) Sejarah
hermeneutika secara umum. Aliran-aliran hermeneutika dari sudut
pandang pemaknaan teks ada tiga yaitu Aliran Obyektivis, Aliran
Subyektivis, dan Aliran Obyektivis – cum - subyektivis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuddin, Sahiron. Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur'an.


Yogyakarta: Pesantren Nawesa Press, 2017.

Elok Noor Farida dan Kusrini. "Studi Islam pendekatan Hermeneutik." Jurnal
Penelitian, vol. 7, no. 2, Agustus 2013, hal. 383-384.

Martono, kajian kritis hermeneutika Friederich scheiermacher vs Paul ricoeur hal.


43-44 https://jurnal.untan.ac.id

Rosyadi, Luthfi. "Hermeneutika Al-Qur'an: Pengertian, Ruang Lingkup, dan


Sejarah." Makalah. IAINU Kebumen, 2019.
https://www.296.web.id/2019/04/makalah-hermeneutika-al-quran.html?m=1

18

Anda mungkin juga menyukai