Anda di halaman 1dari 14

TRADISI SAHABAT DALAM

ANALISIS MATAN
Oleh Kelompok 2:
1. Tia Fania 3219006
2. Kholilah 3219007
Pada masa sahabat terkadang terdapat seorang sahabat
yang mendengar suatu hadis Nabi Saw dari sahabat lain,
tetapi mendiamkannya, karena dia menganggap bahwa hal
itu tidak sejalan dengan hadis lain atau dengan
pemahamannya terhadap al-qur’an.
Maka muncul dua sikap dikalangan para sahabat. Pertama,
sikap diam, tanpa komentar dan tanpa menerimanya.
Kedua, mengingkarinya dan bahkan mengkritiknya,
karena dinilai sebagai kesalahan atau kekeliruan dari
sahabat yang bersangkutan.
Faktor yang mengakibatkan terjadinya
kesalahan-kesalahan yang di lakukan
sahabat di antaranya adalah:
Sahabat itu meriwayatkan hadis yang didengarnya
lagsung dari Nabi saw, tetapi ia tidak tahu kalau hadis
itu telah di- nasakh.
Sahabat meriwayatkan Hadis disertai dengan
komentarnya bersama dengan redaksi hadisnya itu,
sehingga diduga oleh para pendengarnya sebagai
bagian dari hadis. Dan inilah yang dikenal dengan
hadis mudraj.
Ia mengalami kekeliruan dalam letak suatu kata dalam
hadis, atau antara satu hadis dengan hadis yang lain.
Dan inilah yang dikenal dengan hadis maqlub.
Ia meriwayatkan hadis dengan redaksinya sendiri yang
memiliki cakupan yang lebih luas dari makna yang
sebenarnya bersumber (dari) Nabi saw.
Tidak sadar dengan pemakaian suatu kata (yang bukan
kata ali dari Rasul), yang sebenarnya memiliki perbedaan
konotasi.
Ia meriwayatkan hadis bukan pada jalur yang semestinya,
karena telah lupa dengan latar belakang timbulnya hadis
itu (sabab al- wurud- nya).
Dia meriwayatkan suatu hadis, secara keliru, yakni yang
sebenarnya tidak bersumber dari Nabi saw, dikatakannya
berasal dari beliau.
Para sahabat Nabi Muhammad saw, yang dikenal pernah
mempraktekkan kritik matan antara lain: Siti Aisyah Ra,
Umar Ibn al-Khattab, Ali Ibn Abi Thalib, Abd Allah Ibn
mas’ud dan Abd Ibn Abbas.
Thahir al-Jawabi setelah melihat beberapa praktek ktritik
matan yang dipraktekan oleh para sahabat menghasilkan
beberapa kriteria kesahihan matan pada masa itu antara
lain:
- Hadis tidak bertentangan dengan al-Qur’an,
-Hadis Tidak bertentangan dengan hadis mahfud yang telah
ditetapkan,
-Hadis tidak bertentangan dengan fakta sejarah dan emperik.
Kritik hadis pada masa sahabat bisa dikatakan belum
terlalu dipermasalahkan karena pada zaman tersebut para
sahabat masih menjaga teguh antara satu dengan yang
lainnya akan kewaspadaan terhadap kadar akurasi
pemberitaan ketepatan presepsi dalam menguasai fakta di
masa hidup Nabi dan faktor gangguan indra baik mata atau
telinga perlu dicermati dampaknya.
Pada masa sahabat kritik tertuju pada uji kebenaran apakah
Rosulullah benar-benar menyampaikan hadis itu atau
tidak, kemudian sahabat juga mempunyai tradisi saling
bertukar pendapat atau bertukar berita antara sahabat yang
satu dengan yang lain, metode ini disebut dengan metode
Muqaranah ataupun istilahnya yaitu pengecekan riwayat
seorang sahabat dengan yang lainnya. Biasanya para
sahabat melakukan praktek ini dengan mendatangkan saksi
(syahid) atas riwayat tersebut yang benar-benar
mengetahui informasi yang mereka ketahui, praktek ini
dapat diterima apabila terdapat dua orang saksi yang sama-
sama menerima informasi dari Rosulullah.
Konfirmasi tentang matan Hadis juga dilakukan oleh
sahabat senior seperti Abu Bakar dan Umar dengan gayanya
masing-masing di saat Rasulullah sudah tiada. Ketika
didatangi seorang nenek untuk meminta bagian warisan
cucunya, Abu Bakar berkata, “saya tidak mendapatkan dalil
dalam Al-Qur’an dan saya tidak pernah mendengar
Rasulullah memberi bagian bagi nenek.” Kemudian Abu
Bakar menanyakan hal ini kepada orang banyak. Al-
Mughirah melaporkan, “saya mendengar Rasulullah
memberi bagian nenek seperenam.” Abu Bakar bertanya,
“siapa orang lain yang mendengar kasus ini?” Muhammad
bin Maslamah naik saksi atas kebenaran al-Mughirah.
Dengan konfirmasi ini, Abu Bakar memberikan bagian
warisan nenek tersebut seperenam.
praktik analisis matan juga pernah dilakukan oleh Siti
‘Aisyah Ummul Mukminin, beliau menolak beberapa
hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah. Kasus yang
dikutip di beberapa buku Ilmu Hadis adalah, Siti ‘Aisyah
menolak hadis riwayat Abu Hurairah yang isinya
menyatakan “orang mati itu disiksa karena ditangisi oleh
keluarganya,” dan hadis yang isinya “anak akibat zina itu
tidak masuk surga.”
Kedua hadis ini dikritik sebagai bertentangan dengan kandungan
ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa “seseorang itu tidak
menanggung dosa orang lain.” Sedangkan pada hadis pertama ada
kesalahan periwayatan. Siti ‘Aisyah menjelaskan sabab wurud
hadis ini. Ketika itu, Rasulullah melintas di dekat orang Yahudi
yang sedang menangisi seorang anggota keluarganya. “Mereka
menangisinya, sementara, ia (mayit) disiksa di kuburnya.” Siti
‘Aisyah kemudian berkata, “Cukuplah kalian dengan Al-Qur’an.”
Adapun kesalahan periwayatan hadis kedua adalah bahwa
sebenarnya hadis itu menuturkan peristiwa ketika Rasulullah
bersama dengan seseorang, diejek olah orang munafiq. Rasulullah
kemudian bertanya “Siapa yang menghalangi aku bersama si
polan ini?” si Munafiq berkata, “Ia punya anak zina.” Rasulullah
menyatakan, “yang berzina itulah yang punya tiga keburukan
(terancam tidak masuk surga), bukan anaknya
Contoh Kritik Sahabat terhadap hadis yang
bertentangan dg Al-Qur’an
Fatima binti Qais meriwayatkan bahwa suaminya Abu Amr
bin Hafah keluar bersama Ali bin Abi Thalib menuju Yaman.
Sesampainya di sana, suaminya mengirimkan seorang utusan
untuk menyampaikan talak terakhir kepadanya, dan
memerintahkan agar anggota keluarga suaminya itu memberi
nafkah untuknya. Tetapi mereka justru mengtatakan: “kamu
tidak berhak menerima nafkah, kecuali bila engkau hamil.”
Fatimah pun datang menghadap Nabi saw. Melaporkan hal
tersebut. Ternyata Nabi saw. justru bersabda: “Engkau tidak
berhak menerima nafkah dan tempat tinggal.”
Umar menolak riwayat itu, karena dipandangnya
menyimpang dari apa yang dijelaskan oleh Al-
Qur’an. Umar memberikan keputusan, bahwa
wanita yang ditalak tiga, tetap berhak mendapatkan
nafkah dan tempat tinggal. Dia berkata: ”Kami
tidak akan meninggalkan al-Qur’an dan Sunnah
Rasul karena semata ada riwayat dari seorang
wanita, yang kami tidak tahu, ia menghafal ayat itu
atau tidak.”
Kemungkinan yang dimaksud Umar dengan ayat al-Qur’an itu
adalah firman Allah swt.: ”Hai Nabi, apabila kamu
menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) ’iddahnya
(yang wajar),dan hitunglah waktu ‘iddah itu serta bertakwalah
kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka
dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar
kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.
Itulah hukum-hukum Allah,dan barang siapa melanggar
hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat
dzalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui
barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru.
(QS. ath-Thalaq:1).”
kesimpulan
Terdapat dua sikap sahabat ketika mendengar Hadis Nabi Saw.
dari sahabat lain. Pertama, sikap diam, tanpa komentar dan
tanpa menerimanya. Kedua, mengingkarinya dan bahkan
mengkritiknya, karena dinilai sebagai kesalahan atau
kekeliruan dari sahabat yang bersangkutan.
 Praktek ktritik matan yang dipraktekan oleh para sahabat
menghasilkan beberapa kriteria kesahihan matan pada masa itu
antara lain:
Hadis tidak bertentangan dengan al-Qur’an,
Hadis Tidak bertentangan dengan hadis mahfud yang telah
ditetapkan,
Hadis tidak bertentangan dengan fakta sejarah dan emperik.

Anda mungkin juga menyukai