Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH TAKHRIH HADIS

TUGAS MAKALAH
OLEH
SITI MARYAM FOFY
NUR RAHMA
SUKMA SARI
YULFIANA
MANTASYA
MIA MUFIDAH
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
Bab 1: Pendahuluan........................................................................................
A. Latar belakang..............................................................................
B. Rumusan masalah.........................................................................

A. Pengertian takhrij hadis................................................................


B. Pengenalan kitab-kitab terkait penggunaanya..............................
C. Praktek takhrij hadi .....................................................................

A. Kesimpulan
...................................................................................
B. Saran.............................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sesuai dengan sejarah perjalanan hadits, ternyata tidak semua yang disebut hadists itu, benar-benar
berasal dari Nabi, apalagi kita mengetahui hadits palsu itu berkeliaran dipermukaan bumi ini, baik yang
dibuat secara sengaja oleh umat Islam sendiri, karena alasan politik, perbedaan mazhab dan cinta
kebaikan serta bodoh agama, atau dibuat oleh kelompok yang tidak menyukai kehadiran Islam.
Kenyataan seperti ini, bertolak belakang dari pemikiran semula yang mengira bahwa semua hadits itu
segala sesuatu yang di nisbahkan kepada Nabi yang fungsinya sebagai rujukan dalam memahami dan
melaksanakan ajaran Islam, begitu juga apa yang dinisbahkan kepada sahabatpun disebut hadits,
bahkan yang disandarkan kepada tabi’in, maka persoalannya mana hadits yang bisa diterima
sebagai dalil agama karena diduga keras berasal dari Nabi, dan mana yang tidak bisa sebagai hujjah
karena hadits itu palsu, persoalan-persolan seperti itu selalu membias dan menghantui pemikiran
kaum muslimin, maka mulai ada titik terang, ketika ahli hadits bangkit dengan memunculkan apa
yang dinamakan dengan kutub at-takhrij. Ilmu at-takhrij pada awal perkembangan sumber hukum
Islam tidaklah begitu urgen karena penguasaan para ulama terhadap sumber-sumber as-Sunnah
begitu luas, sehingga mereka tidak terlalu sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya
dalam kitab kitab as-Sunnah, maka tidak mengherankan, jika ilmu tahrij al-hadits tidak dikenal dan
tidak untuk dipelajari, bahkan belum dibutuhkan karena, mereka mempunyai pengetahuan syari’at
yang luas dan ingatan yang kuat terhadap sumber hukum yang langsung datang dari Rasulullah
Muhammad saw . Sebagaimana diungkapkan oleh. Muh. Zuhri 2003: 149) bahwa: Para ulama
terdahulu tidak membutuhkan metode takhrij al-Hadits, karena pengetahuan mereka terhadap
sumber-sumber syari’at sangat luas dan ingatan mereka sangat kuat, ketika membutuhkan sebuah
hadits sebagai dalil, dalam sekejap mereka dapat menemukannya, di kitab mana hadits itu berada.
Kemudian kalau ada hadits yang belum dibukukan ,mereka mudah menemukan, diriwayatkan oleh
siapa hadits yang dimaksud dan melalui jalur mana saja, karenanya ada beberapa penulis ilmu
tertentu memasukan hadits didalamnya melelalui jalur yang di ketahuinya tanpa merujuk kitab
tertentu. Misalnya al-Thabari dalam kitab tarihnya, Imam Syafi’i dalam menulis kitab ar-Risalah atau
al-Umm dan Ibn Katsir dalam menulis tafsirnya memasukan hadits dengan jalurnya sendiri. Ketika
semangat belajar generasi berikutnya semakin lemah, mereka kesulitan untuk mengetahu tempat –
tempat hadits yang dijadikan rujukan ilmu-ilmu syar’i, bahkan yang lebih fatal mereka seringkali
mengambil hadits atau dalil dengan cara merujuk kitab-kitab sembarangan, disisi lain, tidak semua
hadits yang dimuat dalam buku rujukan berkualitas layak. Maka untuk menjawab berbagai
permasalahan sebagaian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadits hadits yang ada pada
sebagaian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab as-sunnah yang asli, menjelaskan
metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shaheh atas yang dhaif, untuk menelusuri hadits
atau dalil dan mengkanter hal tersebut diperlukan ilmu yang disebut tahrij al-hadits.
B. Rumusan masalah
1. Jelaskan, Pengenalan takhrij secara teoritis
2. Jelaskan, Pengenalan kitab – kitab terkait dan penggunaannya
3. Jelaskan, bagaimana cara praktek takhrij hadis (bimbingan penelusuran hadis pada kitab –
kitab sumber asli)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengenalan takhrij secara teoritis
Takhrij secara teoritis menurut bahasa memiliki beberapa makna yaitu berasal dari kata kharaja (‫)جﺮﺧ‬
yang artinya nampak dari tempatnya atau keadaaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga
kata al-ikhraj (‫ )جﺮﺧﻻا‬yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-makhraj (
‫ )جﺮﺨﻤﻟا‬yang artinya tempat keluar dan akhraj al-hadist wa kharajahu artinya menampakkan dan
memperlihatkan hadist kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.
Mahmud al-Thahhan dalam kitabnya Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, menjelaskan bahwa al-
takhrij menurut pengertian asal bahasanya ialah “berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada
sesuatu yang satu”. Kata al-takhrij sering dimunculkan dalam berbagai pengertian, dan pengertian
yang populer al-takhrij adalah (1) al-istimbat artinya “mengeluarkan” (2) al-tadrib artinya “melatih
atau pembiasaan” (3) al-tawjih artinya “mengarahkan atau menjelaskan arah”.
Sedangkan secara terminologi, tajhrij berarti :
ََ ََ َ َُ ُ ََ ََ‫ََةوﺰﻌﻣ‬
َُ ‫ﺐﺘﻛ وا‬ ‫ﻻو بﺎﺘﻛ ﻰﻟا‬ َ ََ َُ ‫ََﻠﻌﻣ‬ ًَ َ‫ﱠ‬ ََُ ‫ﻨﺼﻤﻟا‬
‫ﺮﻛﺬﺗَََُ ﻲﻓ تﺎﻔ ﱠ‬
ُ ‫َُ ﺚﻳدَﺎﺣﻻا ﻰﺘﻟا‬
َ ‫َ َمﻼﻜﻟا ََﻊﻣ ﺎﻣﱠا َﺎﮫﯿﻠ‬
‫ﻋ‬ ‫َ ُﱠ‬ ُ َ ‫ﺮﯿﻏ ﺔﻘ‬ َ
َ َِ ‫ﻋ‬
َ ‫وﺰ‬
َِ‫ةﺪﻨ ٍﺴﻣ‬ ٍَ ٍَ َِ َِ ٍ ٍَ‫ةﺪﻨﺴَﻣ‬ َِ َِ َِ ِ
َُ‫ﺎﮫﯿﻓَﺎﻣ نﺎ ََوﺰﻌﻟاَﻰَﻠﻋ ََ لﻮ‬ ََ ‫َ ﱠ‬
ََ ‫ﻣاو ﻞﻠﻌﻟا ﻦﻣ‬ ًَ ََ  ًَ ًَ
‫ﺻﻻا ﻰﻟا‬ َ ‫رَﺎﺼﺘﻗﻻﺎﺑ ﺎ‬ ‫ََﻗوَادَرو ﺎﻔﯿﻌﻀَﺗو ﺎﺤﯿﺤﺼﺗ‬
َ ‫ﻻﻮﺒ‬ ََ
َِ ُ ََِِ َِ َِ ِ ِ َِ ََِ َِ ََ ِ َ َِ َِ‫ﯿ َﺑَو‬ َُ ََ ََِ َ َِ
Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di dalam berbagai kitab
yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang
status hadis-hadis tersebut dari segi sahih atau daif, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang

kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab
asal (sumbernya)nya.
Dari uraian defenisi di atas, takhrij Hadis dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para rawinya yang ada
dalam sanad hadis itu.
b. Mengemukakan asal usul hadis sambil dijelaskan sumber pengambilannya dari berbagai
kitab hadis yang diperoleh oleh penulis kitab tersebut dari para gurunya, lengkap dengan
sanadnya sampai kepada Nabi Saw. Kitab-kitab tersebut seperti; Al-Kutub al-Sittah, Muwaththa’
Malik, Musnad Ahmad, Mustadrak Al-hakim.
c. Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari kitab-kitab.
d. Membahas hadist-hadist sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-mardudnya).
B. Pengenalan kitab - kitab terkait dan penggunaanya Adapun
Kitab Hadis yang ditinjau dari cara penggunaannya adalah;

Kitab Mu'jam
Kitab Mu'jam menurut istilah para muhadditsin adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan susunan
guru-guru penulisnya yang kebanyakan disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah, sehingga penyusun
mengawali pembahasan kitab mu'jamnya dengan hadis-hadis yang diterima dari A, lalu yang dari B dan
seterusnya. Hal ini untuk memudahkan dalam penelusuran hadis yang dimaksudkan.
Di antara kegunaan kitab ini yang terpenting adalah untuk mengecek seberapa banyak hadis yang
dirterima periwayat dari guru-guru tertentu. Diantara kitab mu'jam yang terkenal adalah tiga buah
kitab mu'jam karya al-Muhaddits al-Hafidz al-Kabir Abu Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Thabarani (w.
360 H). Ketiga kitab mu'jam itu adalah: al-Mu'jam al-Shaghir , al-Mu'jam al-Ausath , dan al-Mu'jam al-
Kabir. Satu lagi kitab mu'jam adalah Mu'jam al-Buldan. Kitab ini disusun berdasarkan nama kota.
Merupakan karya dari Abi Ya'la Ahmad bin Ali al-Muslihi. Beliau wafat pada tahun 307 H.

Kitab Takhrij
Yaitu kitab yang disusun untuk mentakhrij hadis-hadis kitab tertentu. Di antara kitab takhrij yang
terpenting adalah: Nahbu al-Rayah li Ahadits al-Hidayah karya al-Imam al-Hafidz Jamluddin Abu
Muhammad Abdillah bin Yusuf al-Zaila'I al-Hanafi (w. 762 H). kitab ini merupakan takhrij hadis-hadis
kitab al-Hidayah, sebuah kitab fikih madzhab Hanafi, yang disusun oleh ali bin Abu Bakar al-
Marghinani, salah satu seorang pemuka fuqaha Hanafi (w. 593 H).
Kitab ini mengungkap secara lengkap riwayat-riwayat yang penuh faedah, dan mengupas setiap hadis
yang ada dalam kitab al-Hidayah disertai riwayat dan hadis-hadis lain yang menguatkannya. Kitab ini
juga mengungkpkan pembahasan mengenai hadis-hadis yang dijadikan dalil oleh para ulama yang
berbeda pendapat dengan ulama hanafiah secara jelas dan tuntas, objektif dan tematis.

Kitab Jarh wa Ta'dil


Lahirnya kitab-kitab tentang jarh dan ta'dil merupakan jerih payah para kritikus dan kajian mereka
terhadap perilaku para perawi, dilihat dari sisi diterima atau tidak diterimanya hadis mereka. Para ulama
yang menulis kitab-kitab tentang jarh dan ta'dil menggunakan methode yang berbeda-beda. Ada
sebagian yang hanya menulis tentang rawi-rawi yang dha’if saja. Ada juga yang menulis rawi yang
tsiqah saja, ada pula yang mengumpulkan keduanya. Diantara contoh dari kitab tersebut sebagai mana
yang dikutip oleh Suryadi dalam bukunya adalah Kitab Al-Jarhu wa At-Ta’dil karya Abdurrahman ibn Abi
Hatim Ar-Razi dan Mizanul I’tidal, karta imam Syamsuddin Muhammad ad-Zahabi.

Kitab al-Athraf
Kitab al-Athraf adalah kitab-kitab yang disusun untuk menyebutkan bagian hadis yang menunjukkan
keseluruhannya, lalu disebutkan sanad-sanadnya pada kitab-kitab sumbernya. Sebagian penyusun
menyebutkan sanadnya dengan lengkap dan sebagian lainnya hanya menyebutkan sebagiannya.
Kitab-kitab ini tidak memuat matan hadis secara lengkap dan bagian hadis pun tidak pasti bagian
dalam arti tekstual. Kitab ini disusun berdasarkan nama perawi pada tingkat sahabat. Diantara
contoh kitab jenis ini adalah kitab Tuhfatul Ashraf Bima’rifati al-Athraf karangan al-Hafiz Jalaluddin
Abu al-Yusuf ad-Dimasyqi al-Syafi’i.
Adapun Kitab-kitab Takhrij yang Terkenal
1. Takhrîju aẖâdîtsi al Muhadzab, penulis : Muhammad bin Musa al ẖâzimî
2. Takhrîju aẖâdîtsi al Mukhtashar al Kabîr, penulis : Muhammad bin Ahmad abd al hadi al Maqdisî
3. Nashbu al Râyah li aẖâdîtsi al Hidâyah, penulis : Abdullah bin Yusuf al Zayla’i
4. Takhrîju aẖâdîtsi al Kasyâf, penulis : Abdullah bin Yusuf al Zayla’i
5. Al Badr al Munîr fi Takhrîji aẖâdîtsi wa al âtsâri al wâqi’ah fi al syarẖi al kabîr, penuls : Umar
bin Ali bin al Mulqa
6. Al Dirâyah fi Takhrîji aẖâdîtsi al Hidâyah, penuls : Ahmad bin Ali bin Hajr al atsqalaniy
7. Al Talkhish al Habîr fi Takhrîji aẖâdîtsi Syarh al Wajîz al Kabîr, penulis : Ahmad bin Ali bin
Hajr al atsqalaniy
C. Cara praktek takhrij hadis (bimbingan penelusuran hadis pada kitab – kitab sumber asli)
Menelusuri hadits sampai kepada sumber asalnya tidak semudah menelusuri ayat al-Quran. Untuk
menelusuri ayat al-Quran , cukup diperlukan sebuah kitab kamus al-Quran, misalnya kitab al-Mu’jam al-
Mufahras li Alfazil Qur’anil karim susunan Muhammad Fu’ad abdul- Baqi dan sebuah rujukan berupa
kitab mushaf al Quran. Untuk menelusuri hadits, tidak cukup hanya menggunakan sebuah kamus
dan sebuah kitab rujukan berupa kitab hadits yang disusun oleh mukhorrijnya. Yang menyebabkan
hadits begitu sulit untuk ditelusuri sampai sumber asalnya karena hadits terhimpun dalam banyak
kitab. Majid Khon, dkk (2005:191)
Dengan dimuatnya hadits nabi di berbagai kitab hadits yang jumlah nya banyak, maka sampai saat
ini belum ada sebuah kamus yang memberi petunjuk mencari hadits yang dimuat oleh seluruh kitab
hadits yang ada. Kamus yang ada hanya terbatas untuk memberi petunjuk pencarian hadits saja.
Itupun ada yang tidak menjelaskan cara penggunaannya. Menurut Dr. Majid Khon,dkk dalam
bukunya “ulumul hadits” mengatakan untuk mengetahui kitab-kitab kamus hadits yang besar
manfaatnya bagi kegiatan takhrij al-hadits dan sekaligus untuk memahami cara pengunaan dari
kamus-kamus itu, perlu dibaca beberapa kitab atau buku misalnya:
· Thuruq takhrij hadits rasulullah saw, karya Abu Muhammad abd al_Muhdi ibn abd al_Qadir
ibn abd Hadi.
· Ushul at-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, karya Mahmud al-Thahhan.
· Cara praktis mencari hadits, karya M. Syuhudi Ismail.
Ketiga buku itu, atau salah satu diantaranya dapat membantu bagaimana cara yang harus
dilakukan dalam melaksanakan kegiatan takhrij al- hadits.
a. Takhrij hadits melalui kata/lafal pada matan hadits
Ada kalanya hadits yang akan diteliti hanya diketahui sebagian saja dari matannya. Bila demikian maka
takhrij melalui penelusuran lafal matan lebih mudah dilakukan. Takhrij hadits berdasarkan lafal tersebut,
selain diperlukan kitab kamus hadits, juga diperlukan kitab-kitab yang menjadi rujukan dari kamus itu.
Kitab yang biasa digunakan dalam kegiatan ini adalah kitab susunan A.J Wensinck dan kawan-
kawan yang diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh Muhammad Fu’ad‘Abdul-Baqi dengan judul
‫يﻮﺒﻨﻟا ﺚﻳﺪﺤﻟا ظ ﺎﻔﻟﻷ سﺮﮫﻔﻤﻟا ﻢﺠﻌﻤﻟا‬
Kamus tersebut hanya merujuk sembilan kitab hadits (al-kutubu al-tis’ah), yang terdiri dari : Shahih
al-Bukhori, Shahih Muslim, Sunan Abu Dauwd, Sunan al-turmudzi, Sunan al-Nasa’I, Sunan ibn
Majah, Sunan al-Darimi, Muaththa’ Malik, dan Musnad Ahmad ibn Hanbal. Hadits yang terdapat di
luar kutub al-tis’ah tidak dapat dicari melalui metode ini.
Contoh hadits yang dapat ditakhrij melalui metode lafal:
‫نﺎﻤﻳﻹا ﻒﻌﺿا ﻚﻟذو ﻪﺒﻠﻘﺒﻓ ﻊﻄﺘﺴﻳ ﻢﻟ نﺈﻓ ﻪﻧﺎﺴﻠﺒﻓ ﻊﻄﺘﺴﻳ ﻢﻟ نﺈﻓ هﺪﯿﺑ هﺮﯿﻐﯿﻠﻓ اﺮﻜﻨﻣ ﻢﻜﻨﻣ ىأر ﻦﻣ‬
Pada matan hadits di atas ada beberapa lafal yang dapat ditelusuri untuk mentakhrij hadits itu dengan
metode lafal, yaitu melalui lafal: ‫اﺮﻜﻨﻣ‬- ‫ﻒﻌﺿا – ﺐﻠﻗ – ﻊﻄﺘﺴﻳ –ﺮﯿﻐﻳ‬
- ‫ﻳآر‬
Kalau seorang peneliti hadits hanya menggunakan lafal ‫ اﺮﻜﻨﻣ‬mka hadits yang ditemukan
hanya terdapat dalam enam kitab hadits, yakni :
Ø Shahih muslim, kitab imam, nomor hadits 78.
Ø Sunan abi daud, kitab shalat , bab 22.
Ø Sunan at-turmudzi, kitab fitan, bab 11.
Ø Sunan an-Nasa’I, kitab imam, bab 17
Ø Sunan ibn majah, kitab iqamah, bab 155; dan kitab fitan , bab 20.
Ø Musnad ahmad ibn hanbal, juz III, halaman 10, 20, 49, dan 52.
Apa bila takhrij al-hadits melalui metode ini dengan menelusuri lafal lainnya sebagaimana diuraikan
di atas, maka akan ditemukan riwayat hadits yang jumlahnya lebih banyak, yaitu empat belas jalur
sanad hadits.
b. Takhrij al-hadits melalui tema
Takhrij al-hadits melalui tema-tema agama (fiqih tauhid,mu’amalah tertentu), peneliti dapat
menelusuri kitab-kitab hadits mu’tabarah.karena kitab-kitab hadits tersebut disusun dengan tema-
tema agama. Sesungguhnya cukup banyak kitab yang menghimpun berbagai hadits berkenaan
dengan topik masalah. Hanya saja, pada umumnya kitab-kitab tersebut tidak menyebutkan data
kitab sumber pengambilannya secara lengkap. Dengan demikian, bila hadits-hadits yang
bersangkutan akan diteliti, masih diperlukan penelusuran, tersendiri.
Kamus hadits (untuk kegiatan takhrij) yang di susun berdasarkan topik masalah yang relatif
agak lengkap adalah kitab yang disusun A.J.Wensinck yang berjudul
‫ﺔﻨﺴﻟا زﻮﻨﻛ حﺎﺘﻔﻣ‬
Kitab-kitab yang menjadi rujukan kitab kamus tersebut ada 14 macam kitab, yakni kesembilan
macam kitab yang menjadi rujukan ‫ ﻢﺠﻌﻤﻟا‬sebagaimana telah di kemukkan diatas ditambah lagi
dengan Musnad Zaid ibn Ali, Musnad Abi Daud at-Tayalisi, Tabaqat Ibn Sa’ad, Siroh Ibn Hisyam, dan
Magazi al-Waqidi.
Data yang dibuat oleh kitab Miftah tersebut memang sering tidak lengkap begitu juga topik yang
dikemukannya. Walaupun begitu, kitab kamus tersebut cukup membantu untuk melalukan kegiatan
takhrij al-Hadits berdasarkan topik masalah. Untuk melengkapi data yang dikemukakan oleh kamus
itu, dapat dipakai sejumlah kitab himpunan hadis yang disusun berdasarkan topik masalah,
misalnya Muntakhab Kanzil’Ummal susunan ‘Ali ibn Hisyam al-Din al-Muttaqi, yang kitab rujukannya
lebih dari dua puluh macam kitab. Hadits tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim, Sunnan abu
Daud, dan sunan al-Turmudzi. Hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim.
c. Takhrij al-Hadits melalui awal matan hadits
Metode ini sangat mudah dipergunakan bagi pencari hadits (Mukharij) yang memiliki pengetahuan
tentang awal matan hadits yang dicari. Sebaliknya, metode ini tidak efektif dipergunakan bagi mereka
yang tidak punya informasi tentang lafal pertama matan hadits. Penggunaan metode ini tergantung dari
lafal pertama matan hadits. Jadi, kitab yang dapat dijadikan sebagai wadah untuk menelusuri dan
mencari hadits adalah kitab yang menyusun hadits-hadits yang lafal pertamanya sesuai dengan urutan
huruf hijaiyah.
Kitab-kitab yang menggunakan metode ini antara lain:
1. Al-Jamius Shaagir min Haditsil Basyirin Nadzir, karya Jalal al-Din abbu al-Fadl abd al-Rahman
ibn Abi Bakr Muahmmad al-Khudri al-Suyuthi
2. Al-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytahirah, karya Badr al-Din Muhammad ibn Abdullah Zarkasyi
3. Al-Mafatih, karangan Muhammad Syarief ibn Mushthafa al-Tauqadi
d. Takhrij al-Hadits melaui sahabat nabi /periwayat pertama
Metode ini dipergunakan jika pencari hadits mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits
yang dicari dan kitab hadits yang dapat dipergunakan pada metode ini adalah kitab yang
mencantumkan nama sahabat secara alpabetis atau dengan metode tertentu. Mencari hadits
melalui metode ini dapat ditempuh melalui tiga sumber;
Ø Melalui kitab-kitab musnad. Musnad ialah kitab hadis yang disusun berdasarkan pada nama-
nama sahabat. Diantara kitab-kitab musnad yang dapat digunakan untuk metode ini adalah:
Musnad Ahmad bin Hanbal(241) Musnad Abu Ya’la Ahmad ibn Ali al-Mutsni al –Mushalli Musnad
Abu Bakr Abdullah ibn Zubair al-Khumaidi.
Ø Kitab-kitab Mu’jam. Mu’jam jamaknya maajim.Menurut muhadditsin, kitab dalam bentuk ini,
hadits-haditsnya disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat, guru-guru, negeri, dan seterusnya.
Penyusunan nama-nama sahabat tersebut berdasarkan huruf-huruf ensiklopedis.Di antara kitab
mu’jam sahabat.
ü Mu’jam al-shahabah, karangan Abu Ya’la (w 307 H
ü Mu’jam al-shahabah, karanganAhmad ibn al-Hamdani(w. 394)
ü Mu’jam al-kabir, karangan Abu Qasim Mas’ud Ibrahim ibn Sulaiman ibn Amad al-Thabrani(w360)
Ø Kitab-kitab Athraf. Kitab Athraf merupakan salah satu jenis kitab hadits, yang hanya memuat
awal matan hadits atau potongan-potongan matan hadits yang dilengkapi dengan sanad. Diantara
kitab athraf yang dapat digunakan dalam metode ini :Athraf al-Shahihaini, Karangan Abu Mas’ud
Ibrahim ibn Muhammad al-Dimasyqi(W 401H),Tuhfah al-Asyraf bi Ma’rifati al-Athraf, karya Jamal al-
Din Abu al-Hajjaj Yusuf ibn abd al-Rahman al-Mizzi( w 742).
Selain metode di atas, Endang Soetari dalam bukunya , ilmu hadits, menambahkan dua metode
lain , yaitu:
Ø Takhrij tashhih
Tashhih dalam arti menganalisis keshahihan hadits dengan mengkaji rawi, sanad, dan matan
berdasarkan kaidah. Kegiatan tashhih dilakukan dengan menggunakan kitab Ulum al-hadits
yang berkaitan dengan rijal, jarh wat-ta’dil, ma’an al-hadits, gharib al-hadits, dan lain-lain.
Kegiatan iti dilakukan oleh mudawwin (kolektor) sejak nabi saw sampai abad III H, dan dilakukan
oleh para syarih sejak abad IV sampai kini. Diwan hadits, mulai mushaf, musnad, sunan dan shahih
merupkan koleksi dari hadits yang sudah diseleksi (tajrid, tshhih, tanqih, dan tahdzib) dari
keseluruhan penerimaan yang jauh lebih besar dari jumlah koleksi tersebut.
Kitab syarh antara lain menguraikan tentang analisis kualitas hadits. Ilmuwan masa kini dan mendatang
paham kaidah tashhih dan menemukan kitab-kitab ulum al- hadits, tidak ada kesulitan untuk
mengadakan analisis kualitas hadits.
Takhrij I’tibar
I’tibar berarti mendapatkan informasi dan pentujuk dari literature, baik kitab/diwan yang asli
(Mushanaf,Musnab,Sunan,dan Shahih, kitabSyarh dan kitab-kitab Fan) yang memuat dalil-dalil hadits,
serta mempelajari kitab-kitab yang memuat problematika hadits. Dengan mengetahui diwan yang
mengelokasi suatu hadits, kita dapat mengetahui kualitas haditsnya, sebab menurut ulama Muhaditsin
disepakati jenis kitab hadits menunjukan kualitas hadits tertentu. Kitab al-Jami’ al-Shabib berisi hadits
shahih , hasan dan dha’if, tapi dha’ifnya tidak sampai Maudu’(rawi dusta), Matruk (rawi tertuduh
dusta), Munkar (rawi fasiq dan atau jelek hapalannya).
I’tibar (studi literature) ;lainnya dalam melihat kualitas Haidts adalah dengan menelaah kitab-kitab Fan
tertentu (Tafsir, Tauhid,Fiqih, Tasawuf dan Akhlak) yang memuat dan menggunakan hadis sebagai dalil
pembahasannya. Apalagi kalau penulisannya termasuk masuk yang ahli di bidangnya dan ahli hadis
pula, dan lebih-lebih kalau kitabnya bersifat muqaranah dan pembahasan problematika. Tetapi antara
yang satu dan yang lainnya berbeda system penyusunannya. Di samping itu, hadits-hadits Nabi SAW
juga terdapat dalam kitab-kitab non-hadits, seperti kitab-kitab tafsir, fikih, sirah dan lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Takhrij hadits adalah “menunjukkan asal suatu hadits dari sumber/rujukan
aslinya yang telah meriwayatkan hadits tersebut beserta sanadnya, kemudian disertai juga dengan
penjelasan kualitas hadits tersebut sesuai dengan kepentingan atau kebutuhan.”
2. Pengenalan Kitab Hadis yang ditinjau dari cara penggunaannya seperti kitab mu’jam, kitab
takhrij, kitab jarh wa ta’dil, kitab al – athraf.
3. Dalam melakukan penakhrîjan hadis, kita perlu memperhatikan beberapa prinsip-
prinsip dasarnya., yaitu
a. Takhrîj bersifat mandiri (istiqlâl), dalam artian kajian dilakukan pada satu sanad periwayatan,
dan penilaian diberikan pada sanad yang dikaji itu tanpa harus meneliti seluruh sanad yang ada.
b. Sebanyak mungkin informasi terkait hadis yang ditakhrîj dipaparkan. Misalnya penilaian
ulama atas kualitas hadis itu, ketersambungan sanadnya.
c. Dalam penakhrîjan perlu diperhatikan substansi matan hadis. Variasi redaksional matan (jika
terdapat lebih dari satu riwayat), kajian atas sanad berupa biografi beserta kualitas para perawi,
kajian atas kata-kata yang unik dan tidak lumrah , kajian waktu dan tempat terhadap masing-
masing perawi sebagai alat bantu penelusuran ketersambungan (ittasâl) sanad, dan keunikan
sîgah al-adâ` atau ungkapan masing-masing perawi dalam sanad ketika meriwayatkan hadis.
d. Penilaian terhadap seorang rawi merupakan ijtihad yang didasarkan data biografi yang
tersebar dalam literatur biografi perawi (tarâjum al-ruwât). Di sini perbedaan pendapat di kalangan
ulama seputar kualitas seorang perawi merupakan sebuah keniscayaan. Penggunaan kaedah jarh
wa ta’dîl dengan proporsional dapat membantu kita dalam menentukan kualitas seorang perawi.
B. Saran
Semoga makalah yang berjudul takhrij hadis ini bisa menambah wawasan kita untuk mengetahui
dan bagaimana cara kita mengenal lebih dalam lagi tentang takhrij hadis.
DAFTAR PUSTAKA
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis , Teras Press, Sleman, Yogyakarta, 2003
Al Thahan, Mahmud. Ushul al Takhrij wa Dirasat al Asanid. Maktabah Ma’arif, Beirut
Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga. 2003. Studi Kitab
Hadits. Teras;Yogyakarta
Dzulmani, Mengenal Kita-kitab Hadits. Yogyakarta;Pustaka Insan Madani

Anda mungkin juga menyukai