Anda di halaman 1dari 20

RUANG LINGKUP SEJARAH PENAFSIRAN AL-

QUR’AN BERDASARKAN KRONOLOGI WAKTU

Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mazahibut Tafsir
Dosen Pengampu : Dr. H. Abdul Mustaqim

Ahmad Lifardi (14530087)


Sunarti (14530084)
Silvi Labibah (14530062)

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN dan TAFSIR


USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sejarah tafsir Al-Qur’an telah mengalami perubahan sangat panjang dari
era periode klasik, pertengahan hingga modern, dalam priode-periode tersebut
tentu banyak berbedaan-perbadaan penafsiran yang dipengaruhi berbagai
aspek dari segi.
Munculnya ilmu tafsir sudah ada sejak zaman nabi yang kemudian
diteruskan oleh para sabahab dan para tabi’in di era klasik.
Kemudian dilanjutkan pada era pertengahan dimana tafsir al-Qur’an
dipengaruhi banyak aspek dan mempunyai karakteristik mulai dari pengaruh
gagasan eksternal al-Qur’an, ideologi, repetitif dan parsial.
Dan yang terahir pada abad modern dimana tafsir al-Qur’an itu berbeda
dengan tafsir sebelum-sebelumnya karena tafsir modern lebih membahas
tentang problem-problem yang dihadapi oleh manusia pada masa kekinian
yang sekirannya pada masa dahulu problem-problem tersebut tidak pernah ada
maka dari itu dibutuhkannya tafsir modern konteporer guna untuk
menyelesaikan masalahmasalah tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Mazahibut tafsir periode klasik
2. Mazahibut tafsir pertengahan
3. Mazahibut tafsir modern kontemporer

C. Tujuan
1. Mengetahui perkembangan penafsiran al-Qur’an di era Klasik
2. Mengetahui perkembangan penafsiran al-Qur’an di era
pertengahan
3. Mengetahui perkembangan penafsiran al-Qur’an di era modern
konteporer
BAB II
PEMBAHASAN

A. Periode Klasik dari abad I-II H/6-7 M

1. Pengertian Periode Klasik


Pengertian periode klasik dalam sejarah madzab tafsir berbeda
dengan pengertian periode klasik dalam sejarah peradaban barat. Term klasik
dalam sejarah peradaban barat dimulai dari Yunani Kuno hingga abad ke-5
M, sementara dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an pengertian periode klasik
dimulai sejak zaman Nabi SAW dan sahabat, abad ke-I H, hingga abad ke-II
H, yakni era generasi tabi’in dan bahkan juga era generasi awal atba’ tabi’in.
Merujuk pada kamus Dictionary of Current English, pengertian
klasik adalah sesuatu yang memiliki kualitas tinggi punya nilai/posisi yang
dikenal karena eksistensinya secara historis sudah lama. Muhammad Husain
Al-Dzahabi dalam al-Tafsir wal Mufassirun dan membagi periodisasi tafsir
Al-Qur’an menjadi tiga periode, yaitu :
a) Tafisr Al-Qur’an masa Nabi SAW dan sahabat
b) Tafisr Al-Qur’an masa tabi’in
c) Tafisr Al-Qur’an masa kodifikasi (al-tafsir fi ushur al-tadwin).1

2. Tafsir era Nabi SAW


Awal munculnya tafsir Al-Qur’an terjadi era Nabi SAW, yakni
sejak Al-Qur’an
diturunkan karena sejak itu pula beliau melakukan proses dan praktik
penafsiran untuk menjelaskna Al-Qur’an pada para sahabt. Beliau adalah the
first interpreter of the Qur’an, orang yang pertama menafsirkan Al-Qur’an
yang dianggap paling otoritatif untuk menjelaskan kepada umatnya.
Pada waktu beliau masih hidup, tidak ada seorangpun dari para
sahabat yang berani menafsirkan Al-Qur’an, sebab tugas menjelaskan Al-
Qur’an ada pada beliau dan mendapat garansi dari Tuhan langsung,
sebagaiman firman Allah :

Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya(di


dadamu) dan(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemusian sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah penjelasannya.

1
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an,(yogyakarta: Adab Press 2014) hlm 39
a) Motif tafsir Nabi Muhammad
Berdasarkan motifnya penafsiran Nabi dapatdibagi menjadi tiga,
yaitu:
1) Al-Tafsir al-irsyadi(pengarahan)
Tafsir Nabi yang berupa pengarahan, sebagai contoh adalah
penafsiran sehubungan dengan firman Allah:
ٌ‫ع ِليم‬ َّ ‫ش ْيءٍ ٌفَإِ َّن‬
ٌَ ٌ‫ٌَّللاٌَ ِب ِه‬ ِ ُ‫ٌو َماٌت ُ ْن ِفق‬
َ ٌ‫واٌم ْن‬ ْ ُ‫لَ ْنٌتَنَال‬
ِ ُ‫واٌالبِ َّرٌ َحتَّىٌت ُ ْن ِفق‬
َ َ‫واٌم َّماٌت ُ ِحبُّون‬

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan(yang sempurna sebelum


kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.(Q.S.Ali imran 92).2
Ketika ayat itu turun ada seorang sahabat benama Abu Tholhah,
beliau manyampaikan keinginannya untuk menyedekahkan tanah milik yang
sangat disayanginya di daerah Yarha’ di Madinah, maka nabi Muhammad SAW
bersabda:
Artinya: “Wah itulah harta yang menguntungkan, harta yang menguntungkan
sungguh aku telah mendengar perkataanmu dan menurut pendapatku, engaku
mestinya mau membaginya kepada sanak kerabatmu. Maka Abu Tholhah
membagi hartanya untuk sanak kerabatnya dan anak-anak pamannya”.
2) Al-Tafsir At-Tathbiqi(untuk petunjuk pelaksanaan)
Penafsiran Nabi untuk penjelasan aplikatif melalui peragaan. Sebagai
contoh adalah ketika Nabi menjelaskan ayat:
Artinya:
“Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu Baitullah tempa
berkumpul bagi manusia dan tempat yang amandan jadikanlah sebagian tempat
sholat dan telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: bersihkanlah
rumah-Ku untuk orang-oragyang thowaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang
sujud.”(Q.S.al-Baqarah 125)
Ayat tersebut Nabi SAW penah memberikan penjelasan secara
aplikatif melalui peragaan bagaimana cara thawaf dan bagaimana cara sa’i.
3) Al-Tasfir al-Tashihihi(untuk koreksi)
Tafsir Nabi yang dimaksudkan untuk mengoreksi kesalahan dalam
memahami al-Qur’an.
Artinya :
‘Makan, minunlah hingga terang bagi kalian bening putih dari benang
putih dari benang hitam,yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
samapai datang malam, tetapi janganlah kalian campuri mereka itu sedang kalian
beri’tikaf di masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kalian
mendekatinnya. Demikianlah Allah menerangakan ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertaqwa”.(Q.S.al-Baqarah 187)

2
Ibid, hlm 41-43
a. Jenis Tafsir Nabi SAW
Tafsir Nabi SAW terhadap Al-Qur’an dapat dibagi menjad enam jenis,
yaitu:
1. Bayan Al-Ta’rif
Yaitu menjelaskan apa yang dimaksut dengan term atau istilah yang
disebutkan dalam Al-Qur’an. Contohnya tentang penafsiran surat Al-Kautsar
ayat 1:

ْ َ‫ط ْينَاك‬
‫ٌالك َْوثَر‬ َ ‫ِإنَّاٌأ َ ْع‬
Artinya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepedamu ni’mat yang banyak.
Nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan lafadz Al-Kautsar adalah
sungai di surga yang kedua tepinya dilapisi mutiara.

2. Bayan Tafshili
Yaitu penjelasan yang bersifat perincian mengenai konsep-konsep yang
terkandung di dalam suatu lafadz. Contohnya kata mushhibah dalam surat Asy-
syura ayat 30:

ٌ‫ير‬ َ ‫تٌأ َ ْيدِي ُك ْم‬


ٍ ‫ٌو َي ْعفُوٌ َع ْنٌ َك ِث‬ َ ‫صيبَةٌٍفَبِ َماٌ َك‬
ْ ‫س َب‬ ِ ‫ٌم ْنٌ ُم‬ َ َ ‫َو َماٌأ‬
ِ ‫صابَ ُك ْم‬
Artinya : Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari
kesalahan-kesalahanmu.
Nabi menafsirkan kata mushhibah dengan memrinci pengertiannya, yaitu
‘uqbah(siksa), sakit/penyakit(al-Maradl), bencana(al-Nakbah), cobaan(al-bala’)
di dunia ini.

3. Bayan Tawsi’
Yaitu penjelas yang sifatnya memperluas pengertian yang terkandung
dalam suatu term/istilah. Contohnya kata Al-du’a ditafsirkan dengan berdoa
dengan permohonan, kemudian ditafsirkan lebih luas yaitu ibadah. Seperti
firman Allah dalam surat Al-Mu’min ayat 60:

ٌَ‫اخ ِرين‬ َ ٌ‫ٌَربُّ ُك ُمٌادْعُونِيٌأ َ ْست َِجبْ ٌلَ ُك ْمٌإِ َّنٌالَّذِينَ ٌيَ ْسٌت َ ْكبِ ُرونَ ٌ َع ْنٌ ِعبَادَتِي‬
ِ َ‫سيَدْ ُخلُونَ ٌ َج َهنَّ َمٌد‬ َ ‫َوقَال‬
Artinya : Dan tuhanmu berfirman: “berdoalah kepada-Ku niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri
dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.

4. Bayan Tamtsili
Yaitu penjelasan yang sifatnya dalam konteks memberi contoh sesuai
dengan konteks realitas saat itu.3

I. Tafsir Era Sahabat


Setelah wafatnya Nabi SAW, proses penafsiran dilanjutkan oleh para
sahabat yang mendalami Al-Qur’an. Di antara para sahabat yang menekuni tafsir
setelah Nabi SAW wafat adalah Abdullah Ibn Abbas(Wafat : 687 M), Abdullah
Ibn Mas’ud(Wafat : 653 M), Ubay Ibn Ka’ab(Wafat : 640 M), Zayd Ibn
Sabit(Wafat : 665 M), dan sebagainya, denga pola dan epistem yang hampir
sama denga era Nabi SAW. Dari sekian banyak sahabat yang menafsirkan Al-
Qur’an, Ibn Abbas dipandang sebagai tokoh yang paling terkemuka. Beliau
diberi gelar Tarjuman Al-Qur’an(penerjemah Al-Qur’an), dan dianggap sebagai
peletak dasar disiplin ilmu tafsir.

a. Kualifikasi pemahaman sahabat


Ada beberapa perbedaan dikalangan para ulama’ tentang kualitas
pemahaman sahabat terhadap Al-Qur’an, yaitu:
1) Para ulama’ berpendapat bahwa semua sahabat sama pemahamannya terhadap
ayat Al-Qur’an, karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab yang mana
bahasa asli para sahabat sendiri.
2) Para ulama’ berpendapat orang arab termasuk juga para sahabat, karena meskipun
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang merupakan bahasa mereka
sendiri, akan tetapi di dalamnya juga terdapat lafadz-lafadz ghorib dan musykil
yang hanya dapat diketahui dengan mendapatkan pemahaman dan penjelasan dari
Nabi SAW.

b. Sumber tafsir era sahabat


Sumber penafsiran para sahabat dalam memahami Al-
Qur’an ada lima sumber, yaitu :
 Al-Qur’an
 Sunnah Nabi/ Hadis Nabi Saw
 Akal/ Ijtihad
 Ragam Qira’at
 Keterangan Ahli Kitab

3
Ibid, 45-51
c. Karakteristik tafsir sahabat
Adapun karekteristik tafsir pada sahabat adalah
a. Penafsiran sahabt bersifat global(ijmali) dan belum merupakan tafsir yang utuh,
maksudnya Al-Qur’a tidak ditafsirkan semua, tetapi hanya ayat-ayat tertentu saja
yang dianggap sulit pengertiannya.
b. Belum ada pembukuan tafsir.
c. Penafsiran saat itu merupakan perkembangan dari hadis, sebab tafsir pada
mulanya merupakan cabang dari hadis yang diriwayatkan dari Nabi mengenai hal-
hal terkait dengan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an
d. Membatasi penfsiran dengan penjelasan berdasarkan makna bahsa yang primer
dan belum muncul corak-corak tafsir.
e. Penafsiran saat itu masih sedikit terjadi perbedaan dalam memahami l-Qur’an,
karena masih menggunakan riwayat dari Nabi SAW.4

d. Ahli Tafsir Era Sahabat


Tokoh-tokoh mufassir di masa sahabat dapat ditinjau dari beberapa segi,
yaitu:
a. Dari segi popularitas(termasyhur),
Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan,Ali Bin Abi
Thalib, Ibnu Mas’ud, Ubay Bin Ka’ab, Zayd Bin Sabit, Abu Musa’al As’ari
b. Tokoh yang tidak begitu termasyhur
Anas Bin Malik, Abu Hurairah, Abdullah Bin Umar, Jabir Bin Abdullah,
Abdullah Bin Amr Bin Ash, ‘Aisyah.
c. Dari segi intensitas dan kuantitas
1. Tokoh yang banyak menafsirkan Al-Qur’an, yaitu:
Ali Bin Abi Thalib, Abdullah Ibnu Abbas, Abdullah Ibnu Mas’ud
2. Tokoh-tokoh yang relatif sedikit dalam penafsirannya terhadap Al-
Qur’an:
Zayd Bin Sabit, Abu Musa Al-As’ari, Abdullah Bin Zubbair, Abu
Bakar, Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan, Anas Bin Malik, Abu
Hurairah, Abdullah Ibnu Umar, Jabbir Bin Abdullah, Abdullah Bin
Amr bin Ash, ‘Aisyah.
3. Mengenal tafsir Ibnu Abbas
Adapun teknik penafsiran ibnu abbas yaitu diawali dengan memperjelas
arti mufradat, lalu berpindah kearti ijmali (global) dan tafshili (uraian terperinci).
Lalu cara penafsiran yang digunakan beliau adalah menafsirkan ayat al-Qur’an
dengan ayat al-Qur’an atau hadis, atau perkataan sahabat,dan ada juga dengan
kisah-kisah israiliyyat dan syair.

4
Ibid,hlm 45-65
II. Tafsir era tabi’in
Tafsir sahabat dianggap berakhir dengan meninggalnya tokoh-tokoh
sahabat yang pernah menjadi guru dari para tabi’in dan digantikan dengan tafsir
para tabi’in. Para tabi’in selalu mengikuti jejak gurunya yang masyhur dalam
penafsiran al-Qur’an. Dari tangan mereka para tabi’in, sebagai murid-murid para
sahabat menimba ilmu, sehingga tumbuh berbagai aliran dan perguruan tafsir,
sesuai dengan konteks geografisnya.
1) Aliran-aliran tafsir tabi’in
Aliran-aliran tafsir pada masa tabi’in dapat dikategorikan menjadi 3
kelompok:
a) Aliran mekkah
Aliran ini didirikan oleh murid-murid sahabat Abdullah ibn ‘Abbas,
seperti: Said bin Jubair, Mujahid, ‘Atha bin Abi Rabbah dll. Aliran ini berawal
dari keberadaan Ibnu ‘Abbas sebagai guru di Mekkah yang menafsirkan al-Qur’an
kepada tabi’in dengan menjelaskan hal-hal yang musykil.
b) Aliran madinah
Aliran ini di pelopori oleh Ubay bin Ka’ab. Aliran ini muncul karena
banyaknya sahabat yang menetap di Madinah bertandus al-Qur’an dan sunah rasul
yang diikuti oleh para tabi’in sebagai murid-murid sahabat melalui Ubay bin
Ka’ab.
c) Aliran Irak
Aliran ini dipelopori oleh Abdullah ibn Mas’ud dan dilindungi oleh
Gubernur irak, seperti ‘Ammar bin Yasir, dan didukung oleh tabi’in di irak,
seperti Alqamah bin Qais, Aswad bin yasir dll. Secara global, aliran ini lebih
banyak bersifat ra’yi karena jauh studi hadis yang ada di madinah. 5

2) Sumber tafsir tabi’in


Para mufasir pada masa ini dalam menafsirkan dengan sumber-sumber
sebagai berikut:
a. Ayat al-Qur’an
b. Hadis Nabi Muhamad
c. Pendapat para sahabat
d. Keterangan dari ahli kitab baik yahudi maupun nasrani
e. Ijtihad para tabi’in sendiri.
Metode yang dipakai para tabi’in sama dengan yang dipakai para sahabat.
Hanya saja di kalangan sudah kerasukan kisah-kisah israiliyyat.

3) Karakteristik tafsir tabi’in


Karakteristik tafsir pada masa tabi’in dapat disimpulkan sebagai berikut:

5
Ibid,hlm 67-79
a) Pada masa ini, tafsir juga belum dikondifikasi secara tersendiri.
b) Tradisi tafsir juga masih bersifat hapalan melalui periwayatan
c) Tafsir sudah kemasukan riwayat-riwayat israiliyyat, karena keinginan sebagai
para tabi’in untuk mencari penjelasan secara detail mengenai cerita berita dalam
al-Qur’an .
d) Sudah mulai muncul benih-benih perbedaan mazhab dalam penafsirannya.
e) Sudah mulai banyak perbedaan pendapat antara penafsiran para tabi’in dengan
para sahabat.
4) Tokoh tafsir tabi’in
Ahli tafsir dari kalangan generasi tabi’in yang termasyhur banyak, sesuai
dengan konteks geografisnya:
a. Ahli tafsir mekkah: Mujahid bin Jabbar (wafat 103H), Sa’id bin Jubair (wafat
94H), Ikrimah maula (wafat 103H), Ibn Abbas (wafat 105), Thawus ibn Kisan al-
jamani (wafat 106), Atha’ ibn Rabbah al-Makki(wafat 114 H)
b. Ahli tafsir irak : Alqomah ibn Qais (wafat 102 H), Al-Aswad ibn Yazid (wafat
75H), Ibrahim an-Nakho’i (wafat 95 H), Asy-Sya’bi (wafat 105H).
c. Ahli tafsir madinah: Abdurahman ibn Zaid(wafat 182H), Malik ibn Annas(wafat
179H), ‘Atha ibn Abi Muslim al-Hurani(wafat 134H), Muhamad ibn Ka’ab al-
Qirazy, Abu al-Aliyah Rafi’ ibn Mihram ar-Royahi (wafat 90 H), Ad-Dahhak ibn
Muzahim (wafat 105 H ), Atiyah ibn Sa’id al-Aufi(wafat 111 H), Qitadah bin
Di’amah as-Sadusi (wafat 117 H), Al-Rabi’ibn Annas (139 H), Ismail ibn
Abdurahman as-Suddi (wafat 127 H).

III. Tafsir Era Tabi’ Tabi’in


Generasi Tabi’ Tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin) meneruskan ilmu
yang mereka terima dari para Tabi’in. Tokoh-tokohnya antara lain Yazid al-
Sulami (wafat 117 H), Sufyan ibn Uyaynah (wafat 198 H), Syubah ibn Ubadah
(wafat 205H), Abdur Razzaq ibn Hammam (wafat 211H) dll.
Secara epistemologi, telah terjadi pergeseran mengenai rujukan penafsiran
antara era sahabat dengan era tabi’in dan pada era tabi’ tabi’in.

IV. Kelemahan dan Kelebihan tafsir periode klasik


Kelebihan tafsir pada masa klasik terutama pada masa sahabat, yaitu :

1. Tidak bersifat sektarian yang dimaksudkan untuk membela kepentingn madzab


tertentu.
2. Tidak banyak perbedaan pendapat diantara mereka mengenai hasil penafsirannya.
3. Belum kemasukan riwayat-riwayat isra’iliyyat yang dapat merusak akidah islam.
Kelemahan tafsir pada periode klasik , yaitu :
1. Belum mencakup keseluruhan penafsiran ayat al-Qur’an , sehingga masih banyak
ayat-ayat yang belum di tafsirkan .
2. Penafsiran masih bersifat parsial atau kurang detail dalam menafsirkan suatu ayat.
3. Pada masa tabi’in , mulai bersifat sektarian dan mulai terkontaminasi oleh
kepentingan mazhab tertentu, sehingga menjadi kurang objektif dalam
menafsirkan al-Qur’an .
4. Mulai kemasukan riwayat-riwayat israiliyyat, yang dapat membahayakan
kemurnian ajaran islam.6

B. Tafsir Periode Pertengahan (Dari Abad III-IX H/ 9-15 M)

1. Pengertian Periode Pertengahan


Historis- kronologis terjadi sekitar III sampai VII-VIII H, ketika peradaban
Islam memimpin dunia. Pada saat itulah justru dunia Islam mengalami ‘renaisan’
(pencerahan) dan peradaban islam memimpin dunia. Berbagai disiplin ilmu
pengetahuan telah berkembang pesat antara lain tentang filsafat, kalam, dan
hadits, Sedangkan Barat mengalami masa kegelapan.
Dinamika perkembangan tafsir periode pertengahan ini ditandai dengan
bergesernya tradisi penafsian dari tafsir bil ma’tsur ke tafsir bil ra’yi.
Penggunaan nalar semakin kuat, meskipun kemudian sering terjadi bias
ideologi.7
2. Kitab-kitab Tafsir Periode Pertengahan
Diantara kitab-kitab tafsir yang muncul dalam abad pertengahan yaitu
antara lain:
a. Tafsir Jami’ al-Bayan an Ta’wil Ay Al-Qur’an karya Ibn Jarir al-Thabari (w.
923 M)
b. Al -Kasysyaf an Haqa’iq al-Qur’ankarya Abu Al-Qasim Mahmud ibn Umar al-
Zamakhsyari (w. 1144 M) dengan coral ideologi Mu’tazilah.
c. Mafatih al-Ghayb karya Fakhruddin al-Razi (w. 1209 M) dengan corak ideologi
Sunni-Asy’ariah.
d. Tafsir Jalalayn karya Jalaluddin al-Mahalli (w. 1459 M)

6
Ibid, hlm 80-88
7
Ibid, hlm 89
e. Jalaluddin al-Suyuthi (w. 1505 M) dengan corak filologi

Bersamaan itu pua muncul corak penafsiran yang bercorak Syi’i yaitu
antara lain:

a) Tafsir al-Qur’an karya Ali Ibrahim al-Qummi (w. 939 M)


b) Al-tibyan fi Tafsir al-Qur’an karya Muhammad ibn al-Hasan al-Thusi (w.
1067 M)
c) Majma’ al-Bayan li Ulum al-Qur’an karya Abu Ali Fadll al-Thabarsi (w. 1153
M).
d) Al- Shafi fi Tafsir al-Qur’an karya Muhammad Murtadla al-Kasyi (w. 1505 M).8

3. Relasi Penguasa dan Perkembangan Tafsir


Dalam peta sejarah pemikiran islam, antara abad 8M sampai 14M yaitu
merupakan periode keemasan ilmu pengetahuan. Periode ini terutama era Harun
al-Rasyid (786-809 M) dan al-Makmun (813-830 M) ditandai dengan
berkembangnya berbagai diskusi ilmu pengetahuan baik pengetahuan asli umat
Islam maupun pengetahuan yang bahan-bahannya diadopsi dari dunia luar.
Dalam forum kholifah sering terjadi dialog bahkan perdebatan sengit
contoh perdebatan yang paling sengit terjadi dihadapan Wazir al-Fadl ibn Ja’far
ibn Furat tahun 326 H, antara ahli gramatikal Arab, Abu Sa’id al-Shirafi dengan
ahli logika Yunani, Abu Bisyr Matta’ Yunus al-Manthiqi.

4. Karakteristik Tafsir Periode Pertengahan


Seperti yang kita ketahui dalam abad pertengahan Islam beda pada masa
keemasan yang dalam masa ini tentunya banyak dipengauhi oleh Politik,
Budaya, Mazdhab dan disiplin ilmu-ilmu tertentu sehinggal Alqur’an hanya
dijadikan pelengkap untuk kebutuhan-kebutuhan tersebut.9
a) Pemaksaan Gagasan Ekternal Qur’an

8
Ibid, hlm 91
9
Ibid, hlm 99
Pemaksaan Gagasan Ekternal Qur’an adalah kebanyakan tafsir pada
zaman ini sering terjebak daalam arus menonjolkan kepentingan diluar
kepentingan untuk penfsiran Alqur’an.

Seperti contoh surat al-Nisa’ ayat 80 sebagaiman Ibnu Arabi seorang


filosof yang terbayangbayang teori wahda al wujud membicarakan sosok rasul
sebagai penjelma wujud tuhan sebagai kesatuan wujudnya.

ٌ‫س ْلنَاكَ ٌ َعلَ ْي ِه ْم‬


َ ‫ٌو َم ْنٌت ََولَّىٌفَ َماٌأ َ ْر‬ َّ ‫ع‬
َ َ‫ٌَّللا‬ َ َ ‫سولٌَفَقَدٌْأ‬
َ ‫طا‬ َّ ِ‫َم ْنٌي ُِطع‬
ُ ‫ٌالر‬
Artinya : Barang siapa yang menaati[1] Rasul (Muhammad), maka
sesungguhnya dia telah menaati Allah[2]. Dan Barang siapa yang berpaling
(dari ketaatan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad)
untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Padahal ayat tersebut ingin menegaskan bahwa mengapa ketaatan kepada
Rasulullah sama dengan ketaatan kepada Allah karena apa yang telah diucapkan
oleh Rasulullah adalah wahyu Allah.

b) Bersifat Ideologis

Bersifat ideologis adalah bahwa ada kecenderungan cara berfikir yang


berbasis pada madzhab atau sekte keagamaan, atau keilmuan tertentu ketika
hendak menafsirkan Al-Qur’an.

Seperti pada contoh surat Al-Qiyamah ayat 22-23 tentang Ru’yatullah


diakhirat :

ٌ‫َاظ َرة‬ َ َ‫)ٌإِل‬٢٢(ٌ‫َاض َرة‬


ِ ‫ىٌربِِّ َهاٌن‬ ِ ‫ُو ُجوهٌيَ ْو َمئِذٌٍن‬
Artinya : Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada
Tuhannyalah mereka melihat. (Q.S. al-Qiyamah (78):22-23)
Menurut penafsiran Az-Zamaksyari penulis tafsir Al-Kasysyaf
bermadzhab Mu’tazilah .

c) Bersifat Respetitif
Respetif adalah bahwa penjelasan penafsiran berdasarkan al-Qur’an
d) Bersifat Parsial
Maksud dari parsial adalah bahwa uraian tafsirnya cenderung terpotong-
potong, tidak komplit, sehingga kurang mendapatkan informasi utuh dan
komprehensif, ketika kita hendak mengkaji tema tertentu
5. Corak Tafsir Periode Pertengahan
a) Corak Linguistik
Tafsir linguistik (al-Tafsir al-Lughawi) adalah tafsir yang dalam
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an lebih banyak didominasi dengan uraian tentang
berbagai aspek kebahasaan, ketimbang pesan pokok dari ayat yang ditafsirkan.

b) Corak Fikih
Tafsir fikih (al-tafsir al-fiqhi) adalah corak penafsiran al-Qur’an yang
menitiberatkan pada diskusi-diskusi tentang masalah hukum fikih.

c) Corak Teologis
Tafsir corak teologis (al-tafsir al-i’tiqadi) adalah satu bentuk penafsiran al-
Qur’an yang tidak hanya ditulis oleh simpatisan kelompok teologis tertentu,
tetapi lebih jauh lagi merupakan tafsir yang dimanfaatkan untuk membela sudut
pandang teologis tertentu.

d) Corak Sufistik
Tafsir sufi adalah tafsir yang dibangun atas dasar-dasar teori sufistik yang
bersifat yang bersifat falsafi, atau tafsir yang dimaksudkan untuk menguatkan
teori-teori sufistik dengan menggunakan metode takwil dengan mencari makna
batin (esoteris).

e) Corak Falsafi
Tafsir falasafi adalah corak penafsiran yang dikaitkan dengan persoalan-
persoalan filsafat.

f) Corak ‘Ilmi
Tafsir ilmi adalah corak penafsiran al-Qur’an menggunakan pendekatan
teori-teori ilmiah untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an.10

6. Tokoh-Tokoh Tafsir Periode Pertengahan

Adapun beberapa tokoh-tokoh mufassir pada abad petengahan antara lain


adalah:

a) Al-Fara’ adalah ahli disimplin ilmu bahasa dan guru beberapa pangeran
abbasiyah pendukung Mu’tazilah
b) Ibn Jarir al-Tabari adalah ahli sejarawan muslim
c) Az-Zamaksyari adalah ahli bahasa dan sastra
d) Fakhruddin ar-Razi seorang mutakallim Asy’ariyah yang ahli dibidang filsafat
dan kedoteran.
11

C. TAFSIR MODERN-KONTEMPORER

Istilah ‘’modern” merujuk kepada sesuatu yang terkini dan terbaru.


Sementara istilah kontemporer ialah menunjuk kan sesatu yang ada pada masa
kini atau dewasa ini. Dilihat dari istilah kedua kata tersebut, maka madzhab tafsir
modern-kontemporer ialah sebuah mazhab tafsir atau aliran yang muncul di era
modern-kontemporer yang didesain dengan menggunakan ide-ide dengan dan
metode baru, sesuai dengan dinamika perkembangan tafsir12.
J.M.S Baljon dalam buku nya menyatakan yang dimaksut dengan tafsir
modern ialah usaha untuk menyesuaikan ayat-ayat dengan tuntutan zaman, dan
hal itu benar-benar menjadi suatu keharusan sejak wafatnya Nabi Muhammad
SAW. sejak kekuasaan beralih dibawah empat khalifah (khulafaur rosyidin)
situasi nya berkembang kedalam kondisi yang berbeda pada zaman Nabi. Karena
itu, berbagai pemikiran yang terkandung dalam al-Qur’an segera dirasakan
membutuhkan penafsiran ulang13.
KARAKTERISTIK TAFSIR MODERN-KONTEMPORER.

10
Ibid, hlm 112-136
11
Ibid, hlm 141
12
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an,(yogyakarta: Adab Press 2014) hlm 145-
146
13
J.M.S Baljon, tafsir qur’an muslim modern, hlm 2
Dalam setiap paradigma penafsiran, memiliki karakteristik dan keunikan
nya masing masing. Akan tetapi, karakteristik tafsir modern-kontemporer lebih
membahas masalah masalah persoalan kekinian. Karakter itulah yang
membedekan tafsir modern-kontemporer dengan yang lainnya.
karaktersitik tafir modern-kontemporer yaitu:
1. Memosisikan Al-quran sebagai kitab petunjuk.
2. Bernuansa hermeneutis.
3. Kontekstual pada spirit al-Qur’an
4. Ilmiah, Kritis, dan Non Sektarian.

1. Memosisikan al-Qur’an sebagai petunjuk:


Upaya ini bermula karena kegelisahan Muhammad Abduh
terhadap pernafsiran-penafsiran masa lalu. Menurut nya. Kitab-kitab
tafsir pada masa lalu telah kehilangan fungsinya sebagai petunjuk bagi
manusia. Baginya, tafsir harus berfungsi menjadikan al-Qur’an sebagai
petunjuk, bukan untuk membela ideologi tertentu. Inilah yang
kemudian menjadi ciri utama dari penafsiran-penafsiran kontemporer,
baik yang dikembangkan melalui metode tematik-kontekstual maupun
yang dikembangkan melalui pendekatan historis, sosiologis
hermeneutis, dan bahkan juga yang menggunakan pendekatan
interdisipliner.

2. Bernuansa hermeneutis.
Paradigma tafsir kontemporer cenderung bernuansa hermeneutik
dan labih menekankan pada aspek epistemologis dan metodologis.
Terkait dengan hal ini, Roger Trigg menyatakan bahwa hermeneutika
merupakan suatu model penafsiran terhadap teks tradisisional(klasik),
dimana suatu permasalahan harus selalu diarahkan supaya teks selalu
dapat kita pahami dalam konteks kekinian yang situasinya berbeda.

3. Kontektual dan berorientasi pada spirit al-Qur’an


Karakteristik ini dilakukan dengan cara mengembangkan atau
bahkan mengganti metode penafsiran lama. Penafsiran modern-
kontemporer lebih menggunakan penafsiran tematik. Dan juga bahkan
menggunakan pendekatan interdisipliner dengan memanfaatkan
perangkat keilmuan modern, seperti filsafat bahasa, semantik, simiotik,
antropologi, sosiologi dan sains.

4. Ilmiah, Kritis dan Non-Sektarian.


Dikatakakan ilmiah karena produk tafsir nya dapat dibuktikan
bedasarkan konsistensi metodologi yang dipake oleh mufassir. Dan
siap menerima kritik dari komuniats akademik. Dikatakan kritis dan
non-saektarian karena para mufassir biasa nya tidak terkekang pada
kungkungan madzhab. Mereka justru mencoba unutk mengkritik
pendapat-pendapat para ulama dahulu yang dianggap sudah tidak
kompatibel dengan era sekarang. 14

ASUMSI PARADIGMA TAFSIR MODERN-KONTEMPORER


Sebuah paradigma dalam setiap disiplin ilmu meniscayakan adanya asumsi
metodologis. Asumsi inilah yang dipergunakan dalam analisisnya. Demikian juga
perkembangan sebuah ilmu sangat di pengaruhi oleh perkembangan sebuah
paradigma. Ada beberapa asumsi dalam paradigma tafsir, yaitu:
1. Al-Qur’an: shohih li kulli Zaman wa Makan.
2. Teks yang Statis dan Konteks yang Dinamis.
3. Penafsiran Bersifat Relatif dan Tentatif.

1. Al-qur’an: shohih li kulli zaman wa makan


Asumsi ini membawa implikasi bahwa problem-problem sosial
keagamaan di era modern-kontemporer akan tetap dapat di jawab oleh al-
Qur’an dengan cara melakukan kontekstual penafsiran secara terus-
menerus, seiring dengan semangat dan tuntutan problem kontemporer.

2. Teks yang Statis dan Konteks yang Dinamis.


Dengan adanya kodifikasi Al-Qur’an maka teks kitab suci ini
menjadi terputus dan terbatas. Padahal persoalan manusia itu sangatlah
kompleks. Maka dari itu, para mufassir berusaha untuk mengaktualkan isi
kandunga ayat al-qur’an agar dapat di sesuaikan dengan perkembangan
zaman. Hal ini hanya dapat dilakukan jika al-qur’an ditafsirkan dengan
semangat zaman nya, berdasar kan nilai-nilai dan prinsip-prisnsip dasar
universal al-qur’an.

3. Penafsir Bersifat Relatif dan Tentatif.

14 14
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: LKIS 2010) hlm, 58-65
Pada dasar nya, Al-qur’an memiliki suatu kebenaran yang pasti dan
mutlak. Akan tetapi, produk penafsiran nya lah yang bersifat relatif dan
tentatif. Sebab tafsir adalah respon mufassir ketika memahami teks kitab
suci. Dengan demikian, hasil penafsiran al-Qur’an tidak lah sama dengan
Al-Qur’an itu sendiri karena sebuah penafsiran tidak hanya memproduksi
makna teks, tetapi jua memproduksi teks baru. Oleh karena itu, meskipun
teks al-Qur’a itu tunggal, tetapi jika dibaca dan ditafsirkan oleh banyak
pembaca maka hasilnya pun bisa berbeda-beda.15

SUMBER, METODE dan VALIDITAS PENAFSIRAN.

1. Sumber penafsiran: teks, akal, dan realitas.


Sumber penafsira di era modern-kontemporer bersumber pada teks
al-Qur’an, akal (ijtihad), dan realitas empiris. Secara paradigmatik, posisi
teks, akal, dan realitas ini berposisi sebagai objek dan subjek sekaligus .
ketiga nya selalu berdialek secara sirkular dan triadic. Paradigma yang
dipake adalah paradigma fungional.

2. Metode Penafsiran: Pendekatan Bersifat Interdisipliner.


Berbeda dengan penafsiran klasik, penafsiran modern-kontemporer
lebih ke metode interdispliner. Dari sekian macam nya, metode
tematik lebih cenderung digunakan oleh ahli mufassir modern-
kontemporer. Ini karena dengan menggunakan metde tematik, para
mufassir lebih mudah memahami dalam suatu makna ayat. Dan juga
metode ini merupakan metode yang praktis, sehinga langsung bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat.

3. Validitas Penafsiran:
Terkait dengan metode ini, dapat di ukur dengan tiga teori
kebenaran.:
1. Koherensi
2. Korespondensi
3. Pragmatisme

1. Koherensi:
Teori ini mengatakan bahwa sebuah penafsiran dianggap benar
apabila ia sesuai dengan proposisi-psoposisi sebelum nya. Dan
kosisten menerapkan metodologi yang dibangun oleh setiap mufassir.
Dengan kata lain, jika dalam sebuah penafsiran terdapat konsistensi

15
Ibid, hlm 53-56
berpikir secara filosofis maka penafsiran tersebut bisa dikatakan benar
secara koherensi
2. Korespondensi:
Sebuah penafsiran dikatakan benar apabila ia berkorespondensi
(cocok) dengan fakta ilmiah dilapangan. Tafsir ini cocok untuk
mengukur kebenaran tafsir ilmi.
3. Pragmatisme:
Sebuah penafsiran dikatakan benar apabila ia secara praktis mampu
memberikan solusi praksis bagi problem yang muncul. Jadi dengan
kata lain, penafsiran diukur dari sejauh mana ia dapat memberikan
solusi atas problema yang dihadapi oleh manusia.16

16
Ibid, hlm 66-83
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Berdasarkan dari pembahasan diatas dapat kita ambil kesimpulan menjadi
tiga bagian, yaitu: tafsir klasik, tafsir pertengahan, tafsir modern-kontemporer.
1. Tafsir Klasik:
Di bagi periodisasi tafsir Al-Qur’an menjadi tiga periode, yaitu :
a) Tafisr Al-Qur’an masa Nabi SAW dan sahabat
b) Tafisr Al-Qur’an masa tabi’in
c) Tafisr Al-Qur’an masa kodifikasi (al-tafsir fi ushur al-tadwin)

2. Tafsir Pertengahan:
a. Pada masa ini Dinamika perkembangan tafsir periode pertengahan
ini ditandai dengan bergesernya tradisi penafsian dari tafsir bil
ma’tsur ke tafsir bil ra’yi. Penggunaan nalar semakin kuat,
meskipun kemudian sering terjadi bias ideologi.
b. Contoh kitab-kitab:
a) Tafsir Jami’ al-Bayan an Ta’wil Ay Al-Qur’an karya Ibn Jarir
al-Thabari (w. 923 M)
b) Al -Kasysyaf an Haqa’iq al-Qur’ankarya Abu Al-Qasim
Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari (w. 1144 M) dengan coral
ideologi Mu’tazilah.
c) dll
c. Corak Tafsir Periode Pertengahan
a. Corak Linguistik
b. Corak Fikih
c. dll
3. Tafsir modern-kontemporer.
usaha untuk menyesuaikan ayat-ayat dengan tuntutan zaman, dan
hal itu benar-benar menjadi suatu keharusan sejak wafatnya Nabi
Muhammad SAW.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mustaqim,abdul,Dinamika Sejarah AlQur’an,Yogyakata:Adab Press,2014


2. _____________, Epistemologi Tafsir Kontemporer, yogyakarta:LkiS,2010
3. Baljon, J.M.S, Tafsir Qur’an Muslim Modern,:pustaka firdaus,1991.

Anda mungkin juga menyukai