Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AKHLAK/TASAUF

ALIRAN-ALIRAN TARIKAT

DOSEN PENGAMPU : Drs. TGH. Nafsin Kholily

Disusun Oleh :

ZINU RAINI

2186208075

KAMPUS IV INSTITUT AGAMA ISLAM QAMARUL HUDA

BATU SAMBAN LOMBOK BARAT

TAHUN AKADEMIK

2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Aliran-aliran Tarikat ” dengan lancar. Dalam penulisan makalah ini
penulis tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Bapak Drs.
TGH. Moh. Nafsin Kholily selaku dosen Pengampu mata kuliah Akhlak/Tasauf,
Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesian penyusunan makalah
ini.

Kami sadar bahwa sebagai manusia tentu mempunyai kesalahan dan


kekhilafan. Oleh karena itu penulis makalah ini memohon maaf apabila dalam
penyusunan maklah ini terdapat banyak kesalahan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum, Wr. Wb

Batu Samban, 15 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Definisi Tarekat.............................................................................................3
B. Awal Timbulnya Tarekat..............................................................................4
C. Peranan Tarekat Dalam Penyebaran Islam...................................................5
D. Aliran-Aliran Tarekat di Dunia Islam...........................................................7
BAB III
PENUTUP.............................................................................................................12
A. KESIMPULAN..........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sufisme dan Tarekat merupakan wacana dan praktik keagamaan yang
cukup popular di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini kecenderungan sufistik
telah menjangkau kehidupan masyarakat kelas menengah sampai masyarakat
kelas atas (elite) dengan angka pertumbuhan yang cukup signifikanterutama
di daerah perkotaan. Tampaknya gejala gaya hidup ala sufistik mulai
digandrungi sebagian orang yang selama ini dianggap bertentangan dengan
kondisi dan gaya hidup mereka (perkotaan). Gejala ini bisa jadi sebagai
bentuk pemenuhan unsure spiritual yang belum juga terpenuhi oleh ibadah
rutin.[2]
Menguatnya gejala sufistik yang terjadi pada semua lapisan masyarakat,
mengindikasikan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sufisme dan
tarekat secara psikologis mampu membawa anak bangsa ini menuju
masyarakat yang lebih bermartabat dan manusiawi, sehinga tarekat
diharapkan dapat mengatasi sebagian persoalan hidup terutama dalam bidang
moralitas.[3]
Tarekat sebagai bentuk proses penguatan nilai spiritual bagi para
penganutnya yang dalam hal ini disebut Murid[4], dengan masuknya seorang
murid pada tarekat beserta bimbingan spiritual yang diberikan oleh mursyid
kepada murid, maka disitulah letak proses pembinaan spiritual bagi murid,
sehingga murid selalu terbimbing yang pada akhirnya akan muncul sebuah
dampak yang positif akan berubahnya nilai-nilai spiritualitas pada diri
seorang murid.
Al-Qur’an sendiri sangat menekankan nilai-nilai moralitas yang
baik (al-Akhlak al-Karimah), proses pembenahan jiwa yang dalam hal ini
melalui dzikir, yang mana dzikir adalah bagian perintah dalam al-Qur’an
yang dalam penyebutannya tidak sedikit atau berulang-ulang, bahkan dalam

1
al-Qur’an sendiri menyebutkan bahwa dzikir adalah sebuah cara untuk
memperoleh ketenangan jiwa, dari ketenangan jiwa inilah yang menjadi
tujuan inti orang bertarekat.

B. Rumusan Masalah
Dari penulisan latar belakang diatas, maka akan dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.      Apa Definisi Tarekat ?
2.      Apa saja aliran-aliran Tarekat dalam Islam ?

C. Tujuan Penulisan
Ada beberapa tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui Definisi Tarekat.
2.      Untuk mengetahui aliran-aliran Tarekat dalam Islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tarekat
Ada beberapa definisi terkait masalah tarekat, yang pertama dalam
tinjauan etimologi bahwa tarekat yang berasal dari bahasa arab yaitu al-
Tharq, jamaknya al-Thuruq merupakan isim Musytaraq, yang secara
etimologi berarti jalan, tempat lalu atau metode.[5]
Sedangkan menurut terminology ada beberapa ahli yang
mendefinisikan tentang tarekat, diantaranya menurut Abu Bakar Aceh, tarekat
adalah petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang
ditentukan dan diajarkan oleh rasul, dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun
temurun sampai pada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai.
Atau suatu cara mengajar dan mendidik, yang akhirnya meluas menjadi
kumpulan kekeluargaan yang mengikat penganut-penganut sufi, untuk
memudahkan menerima ajaran dan latihan-latihan dari para pemimpin dalam
suatu ikatan.
Harun Nasution mendefinisikan tarekat sebagai jalan yang harus
ditempuh oleh seorang sufi, dengan tujuan untuk berada sedekat mungkin
dengan Allah.[6]
Syekh Muhammad Amin Kurdy mendefinisakan tarekat sebagai
pengamalan syari’at dan (dengan tekun) melaksanakan ibadah dan
menjauhkan diri dari sikap mempermudah pada apa yang memang tidak
boleh dipermudah.[7]
Zamakhsyari dhofier memberikan definisi terhadap tarekat sebagai
suatu istilah generic, perkataan tarekat berarti “jalan” atau lebih lengkap lagi
“jalan menuju surga” dimana waktu melakukan amalan-amalan tarekat
tersebut si pelaku berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas
kediriannya sebagai manusia dan mendekatkan dirinya ke sisi Allah.[8]

3
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat
adalah melakukan pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai
dengan ketekunan dalam beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri
dengan Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan utama dalam ber-tarekat yakni
kedekatan diri kepada Allah (Taqarrub ila al Allah). Jadi, amalan tarekat
merupakan sebuah amalan ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan
oleh Rasulullah saw. dan dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’
tabi’in secara turun temurun hingga kepada para ulama’ yang menyambung
hingga pada masa kini.[9]
B. Awal Timbulnya Tarekat
Pada mulanya tarekat dilalui oleh seorang sufi secara individual,
namun seiring dengan perjalanannya, tarekan diajarkan baik secara individual
maupun secara kolektif. Pengajaran tarekat pada orang lain ini sudah dimulai
sejak al-Hallaj (858-922 M) dan dilakukan pula oleh sufi-sufi besar lainnya.
Dengan demikian, timbullah dalam sejarah islam kumpulan sufi yang
mempunyai syaikh yang menganut tarekat tertentu sebagai amalannya dan
mempunyai pengikut.[10]
System hubungan antara mursyid dan murid menjadi fondasi bagi
pertumbuhan tarekat sebagai sebuah organisasi dan jaringan.[11] Fungsi
mursyid yang sedemikian sentral sebagai pembimbing rohani dalam rangka
menjalani maqamat, menjadikan murid secara alami menerima otoritas dan
bimbingannya. Penerimaan ini tampaknya didasarkan atas keyakinan bahwa
setiap manusia mempunyai kemungkinan yang inheren dalam dirinya berupa
kemampuan untuk mewujudkan proses dalam pengalaman “bersatu”  dengan
tuhan. Akan tetapi, potensi ini terpendam dan dapat terwujud hanya dengan
iluminasi tertentu yang dianugerahkan oleh tuhan tanpa bimbingan dari
seorang mursyid.[12]
Amalan tarekat merupakan aspek yang inheren dalam tradisi sufi
tanpa harus dihubungkan dengan tradisi tarekat tertentu. Sesungguhnya,
sebelum timbulnya organisasi-organisasi tarekat (jauh sebelum abad ke-15),
dalam masyarakat islam telah berkembang amalan-amalan tarekat yang

4
semata-mata merupakan aliran-aliran doktrin tasawuf. Organisai-organisasi
tarekat pada taraf awal pertumbuhannya merupakan kelanjutan paham-paham
tasawuf yang berkembang mulai abad ke-9, dan oleh karena itu istilah tarekat
tetap dipakai sesuai dengan arti aslinya, yaitu suatu cara atau jalan yang ideal
menuju ke sisi Allah dengan menekankan pentingnya aspek-aspek doktrin
disamping pelaksanaan praktik-praktik ritual yang tidak menyeleweng dari
contoh-contoh yang diberikan oleh nabi dan para sahabat.[13]

C. Peranan Tarekat Dalam Penyebaran Islam


Ada banyak alasan yang dapat menerangkan kenyataan ini.
Pertama, tekanan tarekat pada amalan-amalan praktis dan etis cukup
menarik perhatian bagi kebanyakan anggota masyarakat. Dengan demikian
penyebaran islam tidak melalui ajaran-ajaran keagamaan secara teoritis,
melainkan melalui contoh-contoh perbuatan dari para guru-guru tarekat.
Disamping itu tekanan pada amalan praktis ini juga dapat memenuhi
kebutuhan spiritual dan emosional, terutama orang-orang tua yang mulai
berkurang keinginan dan kebutuhannya terhadap tuntutan kehidupan yang
bersifat duniawiyah. Dengan demikian, islam yang disebarkan oleh
organisasi-organisasi tarekat bukan berssifat doktrin-doktrin formal yang
kaku, melainkan menekankan peranan keagamaan, dan keintiman hubungan
baik antara manusia baik dengan tuhan maupun dengan sesame manusia.
Kedua, pertemuan secara teratur antara sesama anggota tarekat (yang biasanya
diatur mingguan)[15] dapat pula memenuhi kebutuhan social mereka.[16]
Jadi, tarekat dalam penyebarannya lebih menggunakan jalur-jalur
amaliyah praktis, tidak selalu menekankan terotis agama dalam
penampilannya dihadapan masyarakat luas, juga disertai dengan nilai-nilai
santun yang dapat menarik simpati dihati masyarakat, serta tidak adanya
unsure paksaan apalagi kekerasan dalam menyebarkan ajaran islam, sehingga
dengan model inilah ajaran tarekat menjadi sangat berperan dalam
menyebarkan islam diseluruh penjuru dunia. Hal ini dapat diketahui tentang
sejarah masuknya islam di bumi Nusantara, para ahli sejarah banyak

5
mengemukakan bahwa pembawa islam di bumi nusantara adalah mereka para
sufi yang di dalamnya melakukan amaliyah tarekat.
Sebagai sebuah lembaga keagamaan yang berbasis sosial, tarekat mempunyai
banyak sekali potensi yang dapat dimaksimalkan perannya bagi kehidupan
sosial masyarakat di sekitarnya, sehingga tarekat tidak hanya berperan sebagai
agen spiritualitas, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial (social
change), baik dibidang politik maupun ekonomi.
Untuk menyebut beberapa contoh, sepanjang abad ke-19 dan awal abad
ke-20, para pemimpin tarekat dan para pengikutnya sering menjadi motor
penggerak pembaruan dan perlawanan rakyat tergadap penindasan dan
dominasi asing. Mereka terlibat jauh dalam gerakan politik, seperti
kebangkitan rakyat di maroko dan Al-Jazair melawan melawan prancis, dan
pembangunan kembali masyarakat dan pemerintahan di Libya, yang sebagian
besar dilakukan oleh para anggota tarekat sanusiyah. Di Nigeria utara, Syaikh
Utsman (w. 1817), seorang anggota tarekat Qadiriyah, memimpin gerakan
jihad melawan penguasa habe, mengadakan pembebanan pajak yang dibuat-
buat, korupsi, penindasan, dan menjatuhkan moralitas islam pada tingkat
rakyat maupun istana. Ahmad Al-Mahdi (w. 1885) anggota Sammaniyah,
berhasil menentang colonial Inggris di Sudan.[17]
Di Indonesia, tasawuf dan tarekat berkembang seiring dengan terjadinya
islamisasi dan terjadinya penyebaran islam, sehingga stenbrink mengatakan
bahwa islam di Indonesia adalah islam versi sufisme. Oleh karena itu, wajar
jika dalam perkembangan dakwah islam selanjutnya, tasawuf dan tarekat
memiliki pengaruh sangat besar di berbagai bidang kehidupan, sosial, budaya
dan pendidikan.
Ada beberapa tokoh sufi yang dipandang berjasa dalam penyebaran Islam
dan tasawuf pada abad ke-16 dan ke-17, yaitu Syekh Hamzah Fansuri dengan
tarekat Qadariyahnya, Syekh Syamsuddin Al-Sumatrani dengan dengan
tarekat Syatariyahnya, Syaikh Nuruddin Ar-Raniri dengan tarekat
Rifai’yahnya, dan Syaikh Abdurrauf Singkel dengan tarekat Syatariyahnya.
[18]

6
Contoh lain adalah perlawanan orang Palembang terhadap pasukan
belanda pada tahun 1819 yang dipelopori para pengikut tarekat Sammaniyah,
tarekat ini telah berkembang di Palembang dan di bawa dari tanah suci oleh
murid-murid Syaikh Abd Al-Shamad Al-Palembani pada berhujung abad ke-
18. Syaikh Abd Al-Shamad selain dikenal sebagai pengarang sastra tasawuf
melayu, juga mengarang risalah mengenai jihad. Yang lebih menarik lagi, ia
juga menulis surat kepada sultan mataram (Hamengkubuwono I) dan
susuhunan prabu jaka (Putra Amangkurat IV) yang mendesak agar terus jihad
melawan bangsa penjajah yang kafir (belanda).[19]
D. Aliran-Aliran Tarekat di Dunia Islam
Tarekat Berkembang Secara Pesat di hampir seluruh dunia, termasuk di
Indonesia. Perkembangan tarekat yang pesat membawa dampak positif bagi
perkembangan dakwah, karena perkembangan tarekat juga merupakan
perkembangan dakwah Islam. Diantara tarekat-tarekat yang berkembang di
dunia islam adalah sebagai berikut:
1. Tarekat Qadiriyah
Tarekat Qadiriyah didirikan oleh oleh Syaikh Abdul Qadir Al-
Jilani[20] (470-561 H/1077-1166 M) yang terkenal dengan sebutan syaikh
Abdul Qadir Al-Jilani Al-Ghauts atau Quthb Al-Auliya atau Sulthan Al-
Auliya. Ia sangat terkenal di kalangan masyarakat muslim.
Manaqib[21] (biografi)nya  sering dibaca oleh para pengikutnya, karena ia
dipercaya sebagai seorang wali yang memiliki derajat yang tinggi. Tarekat
Qadiriyah menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas
di dunia islam, karena stidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi
tarekat, tetai juga sebagai cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat
di dunia Islam.[22]
          Adapun ide mistik dan religius Syekh Abdul Qadir Al-Jilani
termuat dalam karya-karya berikut:
a. Ghunyah Li Thalib Thariq Al-Haq yang dikenal dengan Ghunyah Ath-
Thalibin. Itu merupakan karya komprehensif mengenai kewajiban yang
diperintahkan dan jalan hidup yang islami.

7
b. Al-Fath Al-Rabbani adalah salinan dari 62 khutbahnya pada 545-546 H.
(1150-1152 M)
c. Futuh Al-Ghaib merupakan rekaman dari 78 khutbahnya yang
dikumpulkan oleh putranya, Abdur Razaq.[23]
2. Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah tak dapat dilepaskan dari pendirinya yakni, Abu
Al-Hasan Al-Syadzili. Secara lengkap nama pendirinya adalah ali bin
Abdullah bin Abd. Jabbar Abu Al-Hasan Al-Syadzili silsilah keturunannya
memiliki hubungan dengan orang-orang garis keturunan Hasan Bin Ali
Bin Abi Thalib. Ia lahir  di desa ghumara dekat ceuta saat ini di utara
Maroko pada tahun 573 H. pada saat Dinasti Muwahhidun mencapai titik
nadinya.[24]
Pendidikannya dimulai dari orang tuanya, dan kemudian dilanjutkan ke
pendidikan lebih lanjut, dimana diantara guru kerohaniannya adalah ulama
besar Abd. Salam Ibn Masyisy (w. 628 H/1228 M) yang juga dikenal
sebagai Quthb dari Quthb Para Wali seperti halnya Syaikh Abdul Qadir
Al-Jilani.
Ada beberapa kitab Tasawuf yang dikaji oleh Al-Syadzili yang
kemudian di ajarkan kepada para murid-muridnya, antara lain
adalah: Ihya’ Ulum Al-Din karya Abu Hamid Al-Ghazali, Qut Al-
Qulub karya Abu Thalib Al-Makki, Khatm Al-Auliya karya Al-Hakim Al-
Tirmidzi, Al-Mawaqif Wa Al-Mukhatabah karya Muhammad Abd. Al-
bbar, Al-Nafri, Al-Syifa’ karya Qadhi Iyyadh, Al-Risalah karya Al-
Qusyairi dan Al-Muharrar Al-Wajiz karya Ibn ‘Athiyyah.[25]
3. Tarekat Naqsyabandiyah
Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh ulama tasawuf terkenal yaitu:
Muhammad bin Muhammad Baha’ Al-Din Al-Uwaisi Al-Bukhori
Naqsyabandi (717-791 H/1318-1389 M) dilahirkan di sebuah desa Qashrul
Arifah, dekat dari bukhara tempat kelahiran Imam Al-Bukhari.[26]
Tarekat ini mempunyai cirri yang menonjol. Pertama, dalam hal
agama, memberlakukan syari’at secara ketat, menekankan keseriusan

8
dalam beribadah sehingga menolak music dan tari, serta lebih menyukai
berdzikir dalam hati. Kedua, dalam hal politik, adanya upaya serius dalam
memengaruhi kehidupan penguasa dan mendekatkan Negara pada agama.
Berbeda dengan tarekat lainnya, tarekat ini tidak menganut kebijaksanaan
isolasi diri dalam melancarkan konfrontasi dengan berbagai kekuatan
politik. Selain itu, tarekat ini pun tarekat ini membebankan tanggung
jawab yang sama kepada para penguasa dan menganggap bahwa upaya
memperbaiki penguasa adalah sebagai prasyarat untuk memperbaiki
masyarakat.[27]

4. Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah


Tarekat Qadiriyyah terbangun dari dua tarekat yaitu tarekat Qadiriyyah
dan tarekat Naqsyabandiyah (TQN). Tarekat ini didirikan oleh oleh Ulama
asal Indonesia yaitu Syekh Ahmad Khatib Sambas (1802-1872) yang
dikenal sebagai penulis Kitab Fath Al-‘Arifin. Sambas adalah sebuah nama
kota di sebelah kota Pontianak, Kalimantan barat. Syekh Naquib Al-Attas
mengatakan bahwa  TQN tampil sebagai sebuah tarekat gabungan, karena
Syaikh Sambas adalah seorang Syaikh dari kedua tarekat dan
mengajarkannya dalam satu versi yaitu mengajarkan dua jenis dzikir
sekaligus yaitu dzikir yang dibaca dengan keras (jahr) dalam tarekat
Qadiriyyah dan dzikir yang dilakukan dalam hati (khafi) dalam tarekat
Naqsyabandiyyah.[28]
Sesudah belajar pendidikan agama dasar di kampungnya, syaikh
sambas berangkat ke makkah pada usia Sembilan belas tahun untuk
meneruskan studinya dan menetap disana hingga wafatnya pada tahun
1289 H/1872 M. di makkah beliau belajar ilmu-ilmu islam termasuk
tasawuf, dan mencapai posisi yang sangat dihargai diantara teman-teman
sejawatnya, dan kemudian menjadi seorang tokoh yang berpengaruh di
seluruh Indonesia. Diantara guru-gurunya adalah Syaikh bin Daud bin
Abdullah bin Idris Al-Fatani (Thailand selatan) wafat tahun 1843, Seorang
Alim besar yang juga tinggal di Makkah yaitu Syekh Syamsuddin, Syekh

9
Muhammad Arsyad Al-Banjari (Banjarmasin, Kalimantan Selatan),
bahkan menurut salah satu sumber termasuk Syekh Abdul Samad Al-
Palembani (w. 1800). Dari semua murid-murid Syekh Syamsuddin,
Ahmad Khatib Sambas mencapai tingkat yang tertinggi dan kemudian
ditunjuk sebagai Syaikh Mursyid Kamil Mukammil.[29]
5. Tarekat Sammaniyah
Tarekat Sammaniyah didirikan oleh Muhammad bin Abd Al-Karim
Al-Madani Al-Syafi’i Al-Samman (1130-1189 H/1718-1775 M). ia lahir di
madinah dari keluarga Quraisy, dikalangan murid dan pengikutnya ia lebih
dikenal dengan nama Al-Sammani atau Muhammad Samman. Sambil
mengajar di Sanjariyah, tampaknya Syaikh Samman banyak menghabiskan
hidupnya di Madinah dan tinggal di rumah bersejarah milik Abu Bakar
As-Shidiq.[30]
Syaikh Samman sebenarnya tidak hanya menguasai bidang tarekat saja
tetapi bidang-bidang ilmu islam lainnya. Ia belajar hokum islam ke lima
ulama fikih terkenal: Muhammad Al-Daqqaq, Sayyid Ali-Al-Atthar, Ali
Al-Kurdi, Abd Al-Wahhab At-Thanthawi (di makkah) dan Said Hilal Al-
Makki. Ia juga pernah berguru ke Muhammad Hayyat, seorang
Muahaddits dengan reputasi lumayan di Haramayn dan diinisiasi sebagai
penganut tarekat Naqsyabandiyah. Selain Samman, yang berguru ke
Muhammad hayyat adalah Muhammad bin Abd Al-Wahhab, seorang
penentang bid’ah dan praktik-praktik syirik serta pendiri Wahhabiyyah.
[31]
Syaikh Samman merupakan tokoh sufi yang menganut faham Wahdat
Al-Wujud. Di nusantara aliran wahdat al-wujud juga sudah di anut oleh
kalangan sufi. Tarekat yang lebih berperan di aceh pada akhir abad ke-16
misalnya, adalah Wahdat Al-Wujud atau yang disebut dengan Wujudiyat.
[32]
Di Palembang, tarekat sammaniyah juga mendapat tempat tersendiri.
Ada tiga orang Indonesia asal Palembang pernah belajar tarekat
Sammaniyah yang sebagiannya langsung menjadi murid Syaikh Samman.

10
Ketiganya adalah Syaikh Abd Al-Shamad, Tuan Haji Ahmad, Dan
Muhyiddin bin Syihabuddin. Dari ketiganya itu yang paling berpengaruh
adalah Syaikh Abd Al-Shamad Al-Palimbani.[33]
6. Tarekat Tijaniyyah
Tarekat Tijaniyyah didirikan oleh Syaikh Ahmad Bin Muhammad Al-
Tijani (1150-1230 H/1737-1815 M) yang lahir di ‘Ain Madi, Al-Jazair
selatan, dan meninggal di fez, maroko, dalam usia 80 tahun. Syaikh Tijani
di yakini oleh kaum Tijaniyyah sebagai wali agung yang memiliki derajat
tertinggi, dan memilki banyak keramat.[34]
Tarekat Tijaniyyah masuk ke Indonesia tidak diketahui secara pasti,
tetapi ada dua fenomena yang menunjukkan gerakan awal tarekat
Tijaniyyah, yaitu kehadiran Syaikh ‘Ali Bin ‘Abdullah Al-Thayyib, dan
adanya pengajaran tarekat Tijaniyyah di Buntet, Cirebon. Kehadiran
Syaikh ‘Ali Bin ‘Abdullah Al-Thayyib tidak diketahui secara pastin
tahunnya; G.F Pijper menyebutkan bahwa Syaikh ‘Ali Bin ‘Abdullah Al-
Thayyib dating pertama kali ke Indonesia, saat menyebarkan tarekat
tijaniyyah ini, di Tasikmalaya. Pijper juga mengatakan bahwa Syaikh ‘Ali
Bin Abdullah Al-Thayyib sebelum ke Tasikmalaya terlebih dahulu
mendatangi ke pulau Jawa.[35]
Perkembangan tarekat tijaniyyah di Jawa Barat, awal mulanya di
Cirebon yang berpusat di pondok pesantren Buntet di desa Mertapada
Kulon. Pesantren ini di pimpin lima bersaudara, diantaranya adalah KH.
Abbas sebagai saudara tertua yang menjabat sebagai ketua yayasan dan
sesepuh pesantren, dan KH. Annas yang merupakan adik kandungnya.
Dalam mengajarkan tarekat tijaniyyah kepada murid-muridnya dan
menjaga kesinambungannya, para Mursyid tarekat ini menggunakan
system pengkaderan melalui kyai-kyai di pesantren Buntet.[36]
Di samping tarekat-tarekat yang disebut di atas, masih banyak tarekat-
tarekat lain yang brekembang di dunia islam.

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari beberapa uraian makalh tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1.      Definisi tentang tarekat, banyak para ahli mendefinisikan tarekat,
diataranya adalah syaikh amin al-kurdi, harun nasution hingga
zamakhsyarie dhofier, masing-masing mempunyai definisi yang berbeda
namun jika ditarik inti dari tarekat maka ada kesamaan dari beberapa
definisi-definisi tersebut, yaitu: Melakukan pengamalan yang berdasarkan
syari’at yang disertai dengan ketekunan dalam beribadah sehingga sampai
pada kedekatan diri dengan Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan utama
dalam ber-tarekat yakni kedekatan diri kepada Allah (Taqarrub ila al
Allah). Jadi, amalan tarekat merupakan sebuah amalan ibadah sesuai
dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan dikerjakan oleh
para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun temurun hingga kepada
para ulama’ yang menyambung hingga pada masa kini.
2.      Tarekat yang berkembang hingga sekarang cukup banyak, sebagaimana
yang disebutkan diatas, yaitu: tarekat Qadiriyah, tarekat Naqsabandiyah,
tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN), tarekat Syadziliyah, tarekat
Sammaniyah, tarekat Tijaniyah, dan masih banyak tarekat-tarekat lainnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sri Mulyati (et.al) Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, Cet. Ke-3. 2006.
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad Xvii
& Xviii; Akar Pembaruan Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenada, 2004.
Idrus Al-Kaf, Tasawuf dan Mistisisme Islam, Palembang: Grafika Telindo Pres,
2011,
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan,
2006
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2015, Cet. Ke-03
Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Bachrun Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia,
2010.
Muhsin Jamil, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1996
Nicola A. Ziadeh, Tarikat Sanusiyah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001

13

Anda mungkin juga menyukai